Karyawan di Perusahaan Tambang

B. Karyawan di Perusahaan Tambang

Karyawan yang bekerja di perusahaan tambang rentan mengalami tekanan atau stres karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan. Hal ini diperkuat oleh data yang menunjukkan bahwa diantara 30 jenis profesi, karyawan tambang termasuk sebagai profesi yang memiliki tingkat stres paling tinggi Haslam, 2004. Pertambangan ditandai oleh operasi dan cara kerjanya seperti pekerjaan di dalam lubang bawah tanah, kegiatan operasi pada daerah ketinggian sangat jauh dari permukaan laut, pekerjaan lepas pantai ditengah laut, dan lain-lain. Melihat ruang lingkup ragam kegiatannya, pertambangan dimulai sejak eksplorasi, terus kepada eksploitasi, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai kepada penggunaan lebih lanjut produk pertambangan. Maka dari itu, karyawan yang bekerja pada tambang dalam merupakan pekerjaan berat. Karyawan harus memiliki mental dan kesehatan fisik yang prima agar mampu bekerja di dalam tambang Suma’mur,2012. Pertambangan memiliki risiko yang cukup besar bagi para pekerja serta orang-orang yang tinggal atau bekerja di daerah sekitarnya. Bekerja di industri pertambangan juga melibatkan berbagai risiko karena tugas-tugas yang dilakukan dan lingkungan dimana mereka bekerja begitu bervariasi. Risiko kematian dan cidera serius yang paling sering terjadi didaerah pertambangan sebagian diakibatkan oleh benda yang jatuh seperti bebatuan, kecelakaan kendaraan, peralatan bergerak dan benda-benda stasioner, ledakan gas, dan jatuh dari ketinggian.Risiko lainnya meliputi kebakaran, menghirup gas beracun, dan keracunan terhadap mineral tertentu www.vwa.vic.gov.au . Salah satu data yang menunjukkan bahwa industri pertambangan memiliki frekuensi dan tingkat keparahan kecelakaan yang tinggi bersumber dari US Bureau of Labor Statistic tahun 2007 dalam Schultz Schultz, 2010. Data tersebut menunjukkan bahwa pertambangan menempati urutan kedua dalam industri yang berisiko tinggi terhadap kecelakaan. Karyawan yang bekerja diperusahaan tambang merupakan profesi yang memiliki risiko bahaya yang tinggi. Menurut Donoghue 2004 dalam Occupational Medicine Journal , bahaya yang berhubungan dengan kesehatan kerja yang dihadapi oleh para karyawan yang bekerja dipertambangan, yaitu: 1. Bahaya Fisik Luka trauma tetap menjadi masalah yang signifikan dari yang sepele hingga yang mematikan. Penyebab umum dari cidera yang fatal terjadi dimana-mana. Hal ini dihasilkan oleh pengeboran, peledakan, pemotongan, penanganan material, ventilasi, serta penghancuran dan pengolahan bijih. Mengontrol kebisingan telah terbukti cukup sulit dibidang pertambangan dan kehilangan pendengaran umumnya disebabkan oleh kebisingan. Panas dan kelembaban yang ditemui didaerah tropis serta tambang bawah tanah, dimana suhu bebatuan dan suhu udara meningkat sesuai dengan kedalaman, terutama gradien panas bumi dan auto-kompresi kolom udara. Getaran pada seluruh tubuh sering dialami ketika mengoperasikan peralatan mesin, seperti load-haul-dump unit, truk, scrapers, dan diggers.Hal ini dapat menyebabkan atau memperburuk gangguan tulang belakang yang sudah ada sebelumnya. Kondisi jalan dan kendaraan yang buruk juga berkontribusi untuk masalah ini. Sindrom getaran pada tangan dan lengan juga ditemui pada penggunaan alat-alat yang bergetar seperti air leg rock drills. 2. Bahaya Kimia Crystaline silica menjadi bahaya yang serius dalam pertambnagan dengan risiko silicosis. Debu batu bara juga telah menjadi bahaya yang serius di bidang pertambangan. Debu batu bara dapat menyebabkan ‘pneumoconiosis’ atau ‘paru-paru hitam’ dan penyakit paru obstruktif kronik. Arsenik yang dihasilkan dari peleburan tembaga dapat menyebabkan kanker paru-paru. Paparan dari senyawa nikel juga dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru dan kanker sinus. Pemaparan bahan-bahan kimia pada kulit yang umum di pertambangan sering mengakibatkan dermatitis. 3. Bahaya Biologis Risiko penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah sering terjadi di daerah lokasi pertambangan terpencil. Leptospirosis dan ankylostomiasi juga umum terjadi di tambang. 4. Bahaya Ergonomi Meskipun pertambangan telah menggunakan alat-alat mekanik, masih ada sejumlah besar penanganan yang dilakukan secara manual. Hal ini dapat menyebabkan atau memperburuk gangguan bahu. Selain itu, juga dapat menyebabkan cidera pergelangan kaki dan lutut. Kelelahan dalam kaitannya dengan kerja shift telah dikenakan investigasi yang cukup besar dalam industri. Tidur yang kurang telah terbukti dapat menyebabkan gangguan kognitif dan kinerja motorik. 5. Bahaya Psikososial Penyalahgunaan obat dan alkohol telah menjadi masalah yang sulit untuk ditangani dalam industri pertambangan. Namun, berbagai kebijakan dan prosedur telah diterapkan dalam berbagai operasi pertambangan besar untuk menangani masalah ini. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan yang bekerja di pertambangan merupakan profesi yang berisiko tinggi. Selain itu, karyawan yang bekerja di pertambangan juga rentan mengalami tekanan dan stres karena mereka setiap saat dihadapkan pada risiko kecelakaan dan berbagai bahaya yang ditemui di lingkungan kerjanya. C. Hubungan antara Kondisi Lingkungan Fisik Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Karyawan di Perusahaan Tambang Melihat ruang lingkup pekerjaannya, bekerja di perusahaan tambang merupakan profesi dengan risiko yang cukup besar. Karyawan yang bekerja di perusahaan tambang juga rentan mengalami tekanan atau stres karena mereka setiap saat dihadapkan pada berbagai bahaya dan kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat kerja Haslam, 2004. Bahaya dan risiko yang dapat menimpa karyawan sewaktu-waktu dapat berupa kematian, kecelakaan, terjatuh dari ketinggian, cidera akibat penggunaan mesin atau peralatan kerja, paparan terhadap polusi udara serta bahan-bahan kimia, dan sebagainya www.vwa.vic.gov.au . Dalam melakukan pekerjaannya, karyawan di perusahaan tambang juga tidak lepas dengan kondisi lingkungan pekerjaan mereka. Salah satu kondisi yang harus dihadapi oleh karyawan dalam menjalankan tugasnya adalah kondisi lingkungan fisik pekerjaan. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kinerja, kondisi fisik, dan psikologis karyawan, baik secara langsung maupun tidak langsung Tiffin dan McCormick, 1958. Lingkungan fisik pekerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental, dan fisik dalam kehidupan pekerja. Terdapat beberapa aspek yang terdapat dalam lingkungan fisik pekerjaan yaitu temperatur, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan Wignjosoebroto, 2010 dan radiasi Suma’mur 2010. Aspek-aspek tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja karyawan. Menurut Suma’mur 2014 temperatur yang panas dapat dirasakan oleh karyawan, terutama pada karyawan yang bekerja di lapangan. Temperatur yang panas juga dapat berasal dari penggunaan mesin dan proses produksi. Kemudian, udara di sekitar lingkungan kerja pertambangan yang terus bercampur dengan gas-gas atau bau-bauan dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh dan dapat mengakibatkan sesaknya pernapasan serta kelelahan. Kemudian, pencahayaan juga sangat mempengaruhi manusia untuk melihat objek-objek secara jelas. Pencahayaan yang kurang dapat mengakibatkan mata karyawan menjadi cepat lelah. Lelahnya mata juga dapat menyebabkan kelelahan mental dan menimbulkan kerusakan mata. Selain itu, adanya proses produksi danpenggunaan alat-alat kerja pada tingkat tertentu juga dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Kemudian, getaran mekanis yang pada umumnya berasal dari suatu mesin atau benda bergerak merupakan hal yang tidak disukai dan dikehendaki sebab getaran pada mesin dapat tersalurkan dan dirasakan oleh tubuh. Selanjutnya, bau-bauan yang terdapat dalam lingkungan kerja yang bersumber dari mineral tambang, dapat mengganggu konsentrasi seseorang dalam bekerja. Radiasi yang berada di tempat kerja juga dapat mempengaruhi keadaan kesehatan tenaga kerja serta mengganggu pelaksanaan pekerjaannya. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan yang kurang baik dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja karyawan serta penurunan produktivitas. Sebaliknya, kondisi lingkungan fisik pekerjaan yang baik dapat meningkatkan produktivitas serta dapat menjadi pendorong semangat dan kegairahan dalam bekerja perusahaan Schuller Jackson, 1999; Nitisemito, 1982. Lebih lanjut, Sarafino dalam Smet, 1994 menjelaskan bahwa lingkungan fisik pekerjaan yang terlalu menekan seperti kebisingan, temperatur, atau panas yang terlalu tinggi, udara yang lembab, dan penerangan yang kurang dapat meningkatkan stres pada karyawan. Sejalan dengan penjelasan Sarafino, Luthans 2005 juga menjelaskan bahwa kondisi kerja seperti lingkungan kerja yang ramai, adanya polusi udara, bahaya di lingkungan kerja, racun dari bahan-bahan kimia, dan radisi dapat mengarahkan individu pada stres kerja. Stres kerja merupakan suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Di samping itu, karyawan dapat mengalami stres kerja atau tidak bergantung pada bagaimana karyawan mempersepsikan kondisi lingkungan fisik pekerjaannya. Wagner Hollenback dalam Wijono, 2010 menjelaskan bahwa individu akan mempersepsikan apa yang ia rasakan dalam lingkungan eksternalnya. Pada saat individu berinteraksi dengan kondisi lingkungan fisik pekerjaannya, maka pada saat yang sama karyawan mulai mempertimbangkan apa yang dirasakannya. Menurut Walgito 2003 kondisi lingkungan fisik pekerjaan yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat dipersepsikan secara berbeda oleh setiap karyawan. Hal ini dikarenakan individu memiliki perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman yang tidak sama antara individu satu dengan individu lainnya Davidoff, 1981; Rogers, 1965 dalam Walgito, 2005. Dalam hal ini, karyawan bisa saja mempersepsikan kondisi lingkungan fisik pekerjaannya secara positif maupun negatif. Karyawan dapat mempertimbangkan apakah lingkungan fisik pekerjaannya tersebut baik atau buruk, menguntungkan atau membahayakan, serta merupakan peluang atau ancaman bagi dirinya. Persepsi positif yang diberikan karyawan terhadap kondisi lingkungan fisik pekerjaannya akan menghasilkan kenyamanan dalam bekerja. Seperti yang dikemukakan oleh Rahmawanti dkk 2014 dalam jurnal penelitiannya mengenai Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan, bahwa karyawan yang memberikan persepsi yang positif terhadap lingkungan fisik pekerjaannya akan merasa lebih nyaman dan senang dalam bekerja sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Berkaitan dengan aspek-aspek dalam kondisi lingkungan fisik pekerjaan di pertambangan, karyawan akan merasa hal tersebut bukanlah hal yang dapat menghambat pekerjannya. Seperti temperatur di lingkungan kerja yang panasakan dirasa karyawan sebagai hal yang tidak akan mengganggu karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. Kemudian, pencahayaan di lingkungan kerjaakan dirasa karyawan cukup untuk membantunya dalam melihat objek-objek dengan jelas sehingga ia bisa lebih teliti dalam bekerja. Kebisingan dan getaran mekanis yang bersumber dari proses produksi atau peralatan kerjaakan dirasa normal atau tidak melebihi ambang batas dan tidak mengganggu kenyamanan karyawan dalam bekerja. Begitu juga dengan siklus udara di lingkungan kerja akan dirasa baik oleh karyawan. Bau-bauan dari mineral tambangakan dirasa tidak mengganggu konsentrasi dan kenyamanan karyawan dalam bekerja.Kemudian, radiasi yang berasal dari mesin atau aktivitas produksipenambanganakan dirasa sebagai hal yang tidak menghambat atau mengancam karyawan dalam bekerja. Pada akhirnya, dengan persepsi positif yang dibangun oleh karyawan mengenai kondisi lingkungan fisik pekerjaan, karyawan akan menganggap kondisi lingkungan fisik pekerjaannya bukanlah sebagai hal yang menekan ataupun mengancam, melainkan sebagai suatu hal yang menyenangkan Wagner Hollenback, dalam Wijono, 2010. Hal ini pun akan menghasilkan respon atau dampak positif pada perilaku maupun hal-hal yang dihadapi karyawan di tempat kerja.Seperti yang dikemukakan oleh Howell dan Robert dalam Wijono, 2010 yang mengatakan bahwa apabila karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungan fisik pekerjaannya, maka ia akan memperoleh kepuasan dalam bekerja. Lebih lanjut, kepuasan kerja yang dialami oleh karyawan punakan turut mempengaruhi dan memberikan dampak positif lainnya. Steers dan Rhodes dalam Munandar, 2012 mengatakan bahwa kepuasan yang dirasakan oleh karyawan akan turut mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Wijono 2010 menjelaskan bahwa kepuasan kerja yang dialami oleh karyawan erat kaitannya dengan motivasi dan juga semangat kerja karyawan. Karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaannya akan memiliki motivasi kerja yang tinggi sehingga karyawan akan bekerja lebih produktif dan memiliki keinginan untuk berprestasi dalam bekerja. Hal ini kemudian menjelaskan bahwa situasi di lingkungan kerja yang dipersepsikan secara positif akan memberikan dampak yang positif terhadap perilaku maupun hal-hal yang dihadapi karyawan di tempat kerja. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi kenyamanan dan keamanan kerja sehingga dalam bekerja karyawan tidak merasa tertekan dan dapat mengurangi kadar stresnya. Maka dari itu, dapat diiindikasikan bahwa semakin positif persepsi karyawan terhadap kondisi lingkungan fisiknya, maka tingkat stres kerja akan semakin rendah Wijono, 2010. Sebaliknya, persepsi negatif yang diberikan karyawan terhadap kondisi lingkungan fisik pekerjaannya akan menghasilkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Rahmawanti dkk 2014 menjelaskan bahwa karyawan yang memberikan persepsi negatif terhadap lingkungan fisik pekerjaannya akan merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga kinerja dari karyawan juga akan berkurang. Berkaitan dengan aspek-aspek dalam kondisi lingkungan fisik pekerjaan di pertambangan, karyawan akan merasa bahwa hal tersebut dapat menghambat pekerjaannya. Seperti temperatur di lingkungan kerja yang panas akan dirasakan sebagai hal yang mengganggu kenyamanan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. Kemudian, pencahayaan di lingkungan kerja akan dirasa kurang memadai untuk membantu karyawan dalam melihat objek-objek dengan jelas sehingga menghambatnya untuk bekerja secara teliti. Kebisingan dan getaran mekanis yang bersumber dari proses produksi atau peralatan kerja akan dirasa melebihi ambang batas sehingga mengganggu kenyamanan bekerja. Begitu juga dengan siklus udara di lingkungan kerja akan dirasa kurang baik oleh karyawan. Bau-bauan dari mineral tambang akan dirasa mengganggu konsentrasi dan kenyamanan karyawan dalam bekerja. Kemudian, radiasi yang berasal mesin atau aktivitas produksipenambangan akan dirasa sebagai hal yang menghambat atau mengancam karyawan dalam bekerja. Karyawan yang memberikan persepsi negatif terhadap kondisi lingkungan fisik pekerjaannya akan menganggap bahwa kondisi lingkungan fisik pekerjaannya sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan, menekan, ataupun mengancam Wagner Hollenback, dalam Wijono, 2010. Hal ini kemudian akan menghasilkan respon atau dampak yangnegatif pula terhadap perilaku maupun hal-hal yang dihadapi karyawan di tempat kerja. Wijono 2010 mengatakan bahwa karyawan akan memperoleh ketidakpuasan dalam bekerja sebagai dampak dari persepsi yang negatif terhadap lingkungan fisik pekerjaannya. Lebih lanjut, Robbins dalam Munandar, 2012 mengungkapkan bahwa ketidakpuasan yang dialami oleh karyawan dapat menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya, munculnya keluhan-keluhan seputar pekerjaan, serta menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka. Kemudian, Wijono 2010 menambahkan bahwa ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan juga dapat menyebabkan berbagai masalah seperti kecenderungan karyawan untuk berhenti bekerja, sering kali absen bolos kerja, adanya masalah pelanggaran disiplin, dan menurunnya produktivitas kerja. Menurut White dalam Wijono, 2010 situasi di lingkungan kerja yang dipersepsikan secara negatif tidak kondusif akan memberikan dampak yang negatif pula terhadap perilaku maupun hal-hal yang dihadapi karyawan di tempat kerja. Hal tersebut kemudian akan mempengaruhi kenyamaan dan keamanan karyawan dalam bekerja sehingga karyawan akan merasa tertekan dan mengalami stres. Maka dari itu, dapat diiindikasikan bahwa semakin negatif persepsi karyawan terhadap kondisi lingkungan fisiknya, maka tingkat stres kerja akan semakin tinggi.

D. Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN KERJA DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi Lingkungan Kerja Dengan Motivasi Kerja Pada Karyawan CV. Sinar Abadi.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN KERJA DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi Lingkungan Kerja Dengan Motivasi Kerja Pada Karyawan CV. Sinar Abadi.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN STRES KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Stres Kerja Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Prestasi Kerja Pada Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Prestasi Kerja Pada Karyawan.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Stres Kerja Pada Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA KARYAWAN PERUSAHAAN LEASING DI LEMBAGA KEUANGAN.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan.

2 13 18

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA FISIK KARYAWAN

0 4 6