11
yang dimiliki oleh siswa terbatas pada kejadian yang konkret dan dapat diamati oleh siswa.
Pada usia 7 – 11, tidak hanya kognitif yang mengalami perkembangan
tetapi juga sosial. Pada siswa ditahap sebelumnya akan sulit untuk bermain bersama teman-teman yang lain hal tersebut dikarenakan sikap egosentris mereka
masih sangat dominan. Pada tahap ini siswa sudah mulai mengurangi egosentris dan mulai berkembang sikap kooperatif Yusuf, 2001: 66. DI usia ini siswa akan
lebih mulai tertarik pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan teman sebanyanya. Siswa akan mulai mengurangi sikap-sikap untuk mendominasi dan mulai
mengerti untuk bagaimana bersikap kerja sama. Selain memperhatikan tahap perkembangan siswa, buku teks pelajaran
juga perlu dibuat menarik. Salah satu hal yang dapat menarik siswa adalah warna. Warna yang digunakan sebaiknya warna yang mencolok untuk dapat menarik
perhatian siswa Montessori, 2002: 74. Apabila siswa sudah tertarik dengan buku tersebut
maka siswa
akan memiliki
keinginan untuk
melihat dan
menggunakannya.
2.1.1.4 Pendekatan PMRI
Berdasarkan karakteristik perkembangan siswa, dalam pembuatan buku perlu didasari sesuatu yang dapat mendasari proses pengembangannya. Salah
satunya adalah pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia PMRI. Pendekatan ini diadaptasi dari pendekatan pembelajaran yang dilakukan di
Belanda. Di Belanda, pendekatan tersebut disebut dengan istilah realistic Mathematic Education RME Wijaya, 2012: 3. RME diimplementasikan pada
12
tahun 1971 di Institut Freudental di bawah Utrecht University di Belanda. Kata “realistik” dalam pendidikan matematika realistik berasal dari bahasa Belanda
yaitu “zinc realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan” Van den Hruvel-
Panhuizen dalam Wijaya, 2012: 20. Pada model pembelajaran ini akan ditekankan penggunaan situasi atau benda-benda yang konkrit. Situasi atau benda-
benda yang digunakan dalam pembelajaran sebaiknya sesuai dengan tahap perkembangan dan terdapat di sekitar lingkungan siswa. Pembelajaran yang
menekankan dengan hal yang realistik ini kemudian menarik perhatian pihak Indonesia untuk mengadaptasi dan mengimplementasikannya.
Pada model pembelajaran ini masalah-masalah yang digunakan adalah masalah kontekstual. Kontekstual adalah situasi yang ada hubungannya dengan
suatu suatu kejadian Depdikbud, 2008: 458. Pembelajaran yang berkaitan dengan konteks akan melibatkan siswa dalam prosesnya. Hal tersebut dikarenakan
PMRI merupakan salah satu pendekatan yang menekankan terbentuknya makna ilmu pengetahuan terhadap siswa. seperti halnya yang dikemukakan oleh
Freudenthal dalam Wijaya 2012: 3 bahwa pengetahuan akan bermakna bagi pembelajar jika dalam prosesnya dapat melibatkan siswa. Melalui masalah
kontekstual, siswa akan dengan mudah menemukan kembali konsep-konsep yang ada pada matematika. Treffers dalam Wijaya 2012, 21 mengemukakan
karakteristik dari PMRI sebagai berikut: 1.
Penggunaan Konteks Masalah kontekstual merupakan masalah yang berhubungan dengan suatu
kejadian. Oleh karena itu masalah yang dimunculkan tidak hanya masalah dunia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
nyata tetapi juga dapat disajikan masalah yang dapat dibayangkan dan bermakna bagi siswa. Penggunaan konteks ini akan membuat siswa lebih bermotivasi dan
semangat untuk menyelesaikan masalah yang disajikan. 2.
Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif Model yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan dalam
pembelajaran yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi. Model ini berfungsi sebagai jembatan untuk mempermudah siswa dari pengetahuan awal
dan matematika konkrit menuju matematika tingkat formal. 3.
Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Pada pembelajaran model PMRI siswa adalah subjek belajar, sedangkan
guru hanya sebagai fasilitator. Siswa akan memiliki kebebasan dalam belajar. Strategi pemecahan masalah diharapkan akan berkembang sehingga akan
membantu dalam pemecahan masalah. 4.
Interaktivitas Proses pembelajaran dilakukan tidak dengan proses individu melainkan
secara bersama. Bersama di sini dapat diartikan intaraksi antara siswa dengan guru atau siswa satu dengan siswa lainnya. Jadi selain kognitif yang akan
terbangun tetapi juga afektif. 5.
Keterkaitan Keterkaitan di sini dapat diartikan dengan memiliki hubungan dengan
konsep matematika satu dengan konsep matematika yang lain atau mata pelajaran matematika dengan mata pelajaran yang lain. Apabila hal tersebut dapat
diimplementasikan, maka konsep matematika yang dipelajari akan utuh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan