59 dengan [E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
]
2
E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
2
, dan x
i T
X
T
V
-1
X
-1
x
i
1m
2 ν
σ
+
U 2
m max q
i
= om
-1
. Selanjutnya, sesuai dengan persamaan 3.71 bahwa E g
2i
2 ν
σˆ
g
2i
2 ν
σ
= om
-1
, sehingga persamaan 3.66 terbukti. Terakhir, persamaan 3.66 yang terkait dengan elemen g
3i
2 ν
σˆ
dapat dibuktikan sebagai berikut:
g
3i
2 ν
σˆ
g
3i
2 ν
σ
= 2m
i 4
2 ν
σ
+
i 2
-3
[
2 ν
σˆ
2 ν
σ
2
+ 2
2 ν
σ
+
2
δ
i 2
ν
σˆ
2 ν
σ
] + 2m
i 4
4 ν
σ
+ 2
2 ν
σ
2
δ
i
+
i 4
m[
2 ν
σ
+
i 2
-3
2 ν
σˆ
+
i 2
-3
] = I
2
+ I
3
, dimana
2
δ
i
=
i 2
m. Karena itu, I
2
2m
L -2
[E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
2
+ 2
2 ν
σ
+
U 2
E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
] = om
-1
, dan I
3
2m
L -8
4 ν
σ
+ 2
2 ν
σ
U 2
+
U 4
[E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
3
+ 3
2 ν
σ
+
U 2
E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
2
+ 3
2 ν
σ
+
U 2
E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
] = om
-1
, serta E
2 ν
σˆ
2 ν
σ
= om
-12
. Sesuai dengan persamaan 3.73 bahwa E
g
3i
2 ν
σˆ
g
3i
2 ν
σ
= om
-1
, maka persamaan 3.66 terbukti.
3.7. Penerapan pada Data Susenas dan Simulasi
Studi kasus penerapan dilakukan pada dua sumber data, yaitu data Susenas dan data simulasi. Data simulasi berguna untuk mengetahui berbagai karakteristik
pendugaan pada beberapa kondisi yang berbeda. Pada penelitian ini, data simulasi digunakan untuk mengetahui pengaruh waktu T dan korelasi diri
pada model SAE berdasarkan model state space dan metode penarikan contoh sebagaimana
yang diterapkan pada data Susenas.
3.7.1. Data Susenas
Metode pendugaan tidak langsung yang memasukkan pengaruh acak area dan waktu ini dapat diterapkan pada data Susenas BPS yang memang memiliki
persoalan ukuran contoh yang terlalu kecil pada tingkat desa. Model yang digunakan adalah seperti yang dijabarkan di atas yaitu:
it
ˆ = x
it T
+ v
i
+ u
it
dan u
it
= u
i,t-1
+
it
, dengan
3.73
3.74
60 v
i
iid 0,
v 2
dan
it
iid N0,
2
.
Model tersebut dapat juga dinyatakan dalam model MCLT, y
i
= X
i
+ Z
i
v
i T
+ e
i
, yaitu:
y
i
=
i
ˆ , X
i
= x
it1
, …, x
itT T
, Z
i
= 1
T
, I
T
dan
v
i T
= v
i
, u
i T
, e
i
= e
i1
, …, e
iT T
, =
1
, …,
p T
dimana 1
T
adalah T x 1 vektor 1 dan I
T
adalah matriks identitas berordo T. Sedangkan
G
i
=
2 2
T v
, R
i
=
i
dimana
i
=
adalah T x T matriks koragam u
i
= u
i1
, …, u
iT T
dengan elemen ke-t,s
|t-s|
1 -
2
. Berdasarkan model di atas
it
ˆ tergantung pada pengaruh area spesifik v
i
dan oleh waktu spesifik u
it
yang berkorelasi antar waktu. Nilai
it
ˆ adalah penduga langsung dari survei untuk tingkat pengeluaran perkapita pada area kecil desa i
pada waktu tahun t. Pada kasus ini, T = 5, yaitu Susenas Wilayah Kota Bogor 2001 – 2005. Parameter
it
merupakan fungsi untuk rataan pada area i pada waktu t, dan e
it
adalah galat penarikan contoh yang menyebar normal dengan nilai harapan 0 dan mempunyai matriks koragam blok-diagonal
. Sedangkan x
it
adalah vektor kovariat spesikasi area yang mungkin berubah menurut waktu t.
Vektor kovariat area x
it
tersebut adalah peubah tetap yang diperoleh dari data Podes BPS 19992000, 20012002, dan 20032004. Sebagaimana asusmsi
yang digunakan pada model area kecil, peubah tetap ini diperoleh melalui sensus sehingga tidak memiliki galat penarikan contoh.
Lima peubah tetap yang digunakan untuk membentuk vektor kovariat tersebut adalah persentase rumah tangga pertanian x
1
, persentase rumah tangga yang terkategori pra sejahtera x
2
, persentase rumah tangga yang menggunakan daya listrik minimum 450 kwh perbulan x
3
, persentase rumah tangga yang mendapatkan kartu miskin x
4
, dan mayoritas sumber air rumah tangga x
5
. Pemilihan peubah tersebut didasarkan pada tingkat korelasinya dengan tingkat
pengeluaran perkapita perbulan. Tabel 3.1 menyajikan hasil penerapan metode 3.75
3.76
61 pendugaan langsung dan metode kemungkinan maksimum terbatas restricted
maximum likelihood REML pada model area kecil pada data Susenas 2005 non-time seies. Hasil lengkap disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 3.1. Perbandingan Antara Metode Pendugaan Langsung dengan Metode Pendugaan Tidak Langsung untuk Rata-rata Pengeluaran Perkapita Perbulan
dalam Ribuan Rupiah, Susenas 2005 Wilayah Kota Bogor Penduga Langsung
Metode SAE - PTLTE No
Nilai untuk Seluruh Area
Kecil ˆ
KTG AKTG
PTLTE
ˆ KTG
AKTG 1 Minimum
178.1 285.7
16.9 181.5
265.4 16.3
2 Kuartil Pertama 304.5
713.5 26.7
309.7 594.0
24.4 3 Rataan
368.2 2597.0
45.4 347.2
1128.7 32.3
4 Median 363.1
1484.3 38.6
358.5 995.9
31.6 5 Kuartil Ketiga
412.6 3377.4
58.1 397.2
1578.0 39.7
6 Maksimum 753.8 14811.8
121.7 496.7
2420.3 49.2
Pada Tabel 3.1 tersebut, ˆ adalah penduga rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan berdasarkan metode penarikan contoh Susenas, sedangkan
PTLTE
ˆ merupakan penduga tingkat pengeluaran perkapita perbulan dalam ribuan
berdasarkan model SAE melalui pendekatan PTLTE. Nilai akar kuadrat tengah galat AKTG root mean square of error RMSE dihitung dari
KTG . Gambar 3.1 memperlihatkan plot antara AKTG penduga langsung dengan AKTG hasil
metode PTLTE. Berdasarkan Tabel 3.1 dan Gambar 3.1, terlihat bahwa nilai AKTG lebih
kecil pada metode pemodelan area kecil PTLTE dibandingkan dengan AKTG pada metode pendugaan langsung. Secara rata-rata, AKTG pada
metode pendugaan langsung sebesar 45.4 turun menjadi 32.3 pada metode pendugaan
tidak langsung PTLTE. Ini menunjukkan bahwa pengaruh acak area maupun pengaruh sintetik vektor kovariat berfungsi mengkalibrasi hasil pendugaan
langsung yang hanya didasarkan pada data survei semata. Sebagaimana dijabarkan di atas, penurunan AKTG ini sebagai akibat adanya penguraian
komponen ragam yang terdapat di dalam model.
62
20 40
60 80
100 120
140
Area Kecil Desa A
ka r
K u
a d
ra t
T e
n g
a h
G a
la t
A K
T G
Penduga Langsung PTLTE-pm
Gambar 3.1. Plot Antara AKTG Penduga Langsung dengan AKTG Hasil Metode PTLTE Data Penampang Melintang
Sementara itu, perbandingan antara metode PTLTE penampang melintang dan PTLTE deret waktu untuk rata-rata pengeluaran perkapita pada data Susenas
wilayah Kota Bogor disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Perbandingan Antara Metode PTLTE Penampang Melintang dengan
Metode PTLTE Deret Waktu untuk Data Tingkat Pengeluaran Perkapita Perbulan dalam Ribuan Rupiah, Susenas Wilayah Kota Bogor
Metode SAE – PTLTE Penampang Melintang
Metode SAE – PTLTE Deret Waktu
No Nilai untuk
Seluruh Area Kecil
PM PT
ˆ
KTG AKTG
DW PT
ˆ
KTG AKTG
1 Minimum 181.5
265.4 16.3
179.7 250.1
15.8 2 Kuartil Pertama
309.7 594.0
24.4 302.7
526.8 22.9
3 Rataan 347.2
1128.7 32.3
338.3 906.7
29.2 4 Median
358.5 995.9
31.6 341.3
846.7 29.1
5 Kuartil Ketiga 397.2
1578.0 39.7
383.1 1251.6
35.4 6 Maksimum
496.7 2420.3
49.2 512.9
1728.5 41.6
Pada Tabel 3.2 tersebut,
PM PT
ˆ merupakan penduga tingkat pengeluaran
perkapita perbulan berdasarkan model SAE melalui pendekatan PTLTE untuk
63 Susenas tahun 2005 saja, hanya memasukkan pengaruh acak area. Sedangkan
DW PT
ˆ merupakan penduga tingkat pengeluaran perkapita perbulan berdasarkan
model SAE melalui pendekatan PTLTE untuk Susenas tahun 2001 - 2005 T = 5 yang memasukkan pengaruh acak area dan waktu dengan penduga korelasi diri
ˆ
= 0.415. Gambar 3.2 memperlihatkan plot antara AKTG penduga PTLTE penampang melintang dengan AKTG hasil metode PTLTE deret waktu. Hasil
lengkap untuk tiap area kecil desa disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan Tabel 3.2 dan Gambar 3.2, terlihat bahwa nilai AKTG lebih
kecil pada metode pemodelan area kecil PTLTE deret waktu dibandingkan dengan AKTG pada metode PTLTE penampang melintang. Secara rata-rata, AKTG pada
metode PTLTE penampang melintang sebesar 32.3 turun menjadi 29.2 pada metode PTLTE deret waktu. Ini menunjukkan bahwa pengaruh acak area dan
waktu maupun pengaruh sintetik vektor kovariat berfungsi memperbaiki hasil pendugaan metode PTLTE yang hanya didasarkan pada data survei pada satu
tahun saja. Sebagaimana dijabarkan di atas, penurunan AKTG ini sebagai akibat adanya penguraian komponen ragam yang terdapat di dalam model, termasuk
komponen ragam yang diakibatkan oleh fluktuasi tingkat pengeluaran perkapita antar tahun.
10 20
30 40
50 60
Area Kecil Desa A
k a
r K
u a
d ra
t T
e n
g a
h G
a la
t A
K T
G
PLTE-pm PTLTE-dw
Gambar 3.2. Plot Antara AKTG Metode PTLTE Penampang Melintang dengan AKTG Metode PTLTE Deret Waktu
64
3.7.2. Data Simulasi