Tenera : merupakan hasil persilangan antara dura dengan pisifera yang

9 dilihat berdasarkan hasil uji keragaan keturunannya. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka akan diketahui kemampuan dari daya gabung umum GCA maupun daya gabung khusus SCA dari masing-masing persilangan yang diuji. Uji keturunan akan memperlihatkan kemungkinan potensi dan daya gabung dari tetua-tetua yang digunakan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut akan diperoleh kandidat-kandidat tetua potensial yang digunakan untuk siklus seleksi selanjutnya dan digunakan sebagai tanaman indukan untuk menghasilkan benih kebutuhan komersial. Metoda Family and Individual Palm Selection FIPS Metoda FIPS menerapkan strategi seleksi terhadap famili dan individu. Menurut Asmono et al2005 seleksi dan rekombinasi dilakukan pada famili dura, sedangkan untuk pengujian dura-dura tersebut disilangkan dengan tester berupa pisifera unggul. Tujuan utama dari penggunaan FIPS adalah untuk memperbaiki produksi CPO. Prosedur seleksi ini juga dilakukan untuk memperbaiki sifat sekunder, seperti pertumbuhan meninggi yang lambat. Keberadaan varietas yang mengandung CPO tinggi dan mempunyai pertumbuhan meninggi yang lambat diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman. Metoda Backcross Silang Balik Metoda silang balikbertujuan untuk memperbaiki suatu sifat pada suatu kultivar yang mengalami kekurangan. Pengertian backcross yaitu pengulangan persilangan dari progeni suatu hibrida ke salah satu tetuanya Fehr, 1987. Tetua yang berkontribusi terhadap gen-gen yang mengontrol satu sifat yang diharapkan disebut tetua donor Nonrecurrent. Tetua donor digunakan hanya sekali persilangan dan tidak diulang kembali. Sedangkan tetua dimana gen-gen tersebut ditransfer disebut recurrent parent. Recurrent parent mengidentifikasikan bahwa tetua tersebut digunakan berulang-ulang di dalam prosedur silang balik. Pada tanaman kelapa sawit, species yang umum digunakan dalam budidaya adalah E. guineensis. Hal tersebut disebabkan karena produktivitas tanamannya yang tinggi seperti kandungan CPO dan PKO yang tinggi. Namun spesies ini memiliki kelemahan antara lain kandungan asam lemak tak jenuh ALTJ yang rendah 40-60 dan pertumbuhan vegetatif yang cepat meninggi. Sedangkan E. oleifera beberapa keunggulan antara lain 1 laju pertumbuhan yang lambat sehingga memudahkan dalam pemanenan Corley and Tinker, 2003; 2 Kandungan Asam lemak tak jenuh ALTJ yang tinggi yang mencapai70-80 Montoyaetal,2014; 3 aktivitas lipase yang rendah pada mesokarp buah, memperpanjang waktu antara panen dan proses buah Sambanthamurthi et al, 1995; Cadena et al., 2013; 4 kandungan vitamin A dan E yang tinggi, yang membuktikan nilai kandungan gizi yang tinggi Rajanaidu et al, 2000 dan 5 kemampuan adaptasi yang luas terhadap lingkungan Barcelos,2002. 6 relatif toleran terhadap beberapa penyakit Corley and Tinker, 2003, termasuk bud-rot yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora dan Fusarium wilt Barcelos, 1986. Namun demikian, E. oleifera memiliki produktivitas yang sangat rendah. Sehingga E.oleifera masih belum memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk itu diperlukan upaya mentransfer sifat unggul dari E.oleifera ini ke 10 E.guineensismelalui metoda pemuliaan silang balik. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan kelapa sawit unggul yang memiliki produktivitas yang tinggi dengan kandungan CPO dan ALTJ yang tinggi. Menurut Corley dan Tinker 2003, hibrida antara E. oleifera. × E. guineensis O x G memiliki keunggulan karena pertumbuhannya lambat dan memiliki kandungan minyak desaturasi yang tinggi. Selain itu, hibrida O x G memiliki keunggulan dalam hal ketahanan terhadap fatal yellowing disease yang terdapat di Amerika Latin. Perbanyakan Kultur Jaringan Salah satu metoda peningkatan produktivitas kelapa sawit yaitu melalui perbanyakan kultur jaringan. Teknologi kultur jaringan merupakan teknologi yang mampu menghasilkan regenerasi jaringan tanaman secara cepat dalam jumlah yang banyak serta menghasilkan keturunan yang mampu berproduksi tinggi serta serupa dengan indukan asal jaringan dan seragam Sleper dan Phoelman. 2006. Hasil pengamatan di lapang pada percobaan PPKS menunjukkan bahwa tanaman klon asal kultur jaringan mampu menghasilkan tandan buah segar TBS 30-40 lebih tinggi dari produksi TBS tanaman asal benih Latief et al. 2003; Corley dan Tinker. 2003. Peningkatan produksi terjadi karena keseragaman tanaman klonal dan karena penggunaan pohon induk terpilih dari 5 terbaik populasi DxP hasil seleksi RRS. Permasalahan yang dihadapi dalam perbanyakan kultur jaringan adalah munculnya abnormalitas pembungaan dan pembuahan. Pada abnormalitas pembungaan, dihasilkan tanaman dengan bunga jantan 100 sehingga tidak dihasilkannya pembuahan. Sedangkan pada abnormalitas pembuahan, yaitu dengan dihasilkannya buah mantel. Upaya perbanyakan kultur jaringan pada kelapa sawit dimulai pada tahun 1960-an dan pertengahan tahun 1970-an Corley dan Tinker. 2003. Klonal pertama kali ditanam di Malaysia pada tahun 1977 Plate VIIIB dan pengulangan percobaan di tahun 1978 Corley et al,1979. Mengikuti keberhasilan tersebut, secara cepat terjadi ekspansi dan dipertengahan tahun 1980-an setidaknya 10 laboratorium kultur jaringan di Malaysia telah dibuat dan beberapa dinegara lain.

2.5 Penggunaan Marka Molekular dalam Pemuliaan Kelapa Sawit

Pemuliaan kelapa sawit secara konvensional membutuhkan waktu yang sangat lama didalam memperoleh suatu varietas yang diinginkan. Dibutuhkan banyak percobaan genetik yang melibatkan banyak sumber daya seperti areal pertanaman yang luas, biaya, tenaga, dan waktu yang besar di dalam pelaksanaannya. Setidaknya dibutuhkan waktu hingga 10 tahun untuk memperoleh satu siklus seleksi. Pemuliaan tanaman secara konvensional yang hanya menentukan target seleksi berdasarkan karakter fenotip telah terbukti efektif dalam menghasilkan kultivar unggul. Namun pemilihan tanaman berdasarkan fenotip ini memiliki kelemahan dalam menentukan beberapa karakter penting yang kemungkinan lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karena penampakan karakter fenotip merupakan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Adanya pengaruh lingkungan mengakibatkan perbedaan hasil observasi dan kesalahan dalam penentuan karakter Moose at al,2008.