Ketuntasan Belajar Landasan Teori

Ada dua alasan yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus perhatian. Pertama, matematika tidak hanya sekedar sebagai alat bantu untuk berfikir ataupun alat untuk menyelesaikan masalah. Namun, matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan ide-ide dan gagasan-gagasan yang bervariasi secara nyata, tepat, dan praktis. Kedua, dalam pembelajaran matematika, interaksi antar peserta didik, interaksi antar guru dengan peserta didik merupakan bagian penting untuk menumbuhkan kemampuan matematika pada anak-anak. Dengan demikian, peran penting komunikasi dalam pembelajaran matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, yaitu sebagai alat ukur untuk mengukur pertumbuhan pemahaman matematika pada peserta didik, membantu menumbuhkan cara berfikir peserta didik dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika yang dipelajari, serta mengkontruksikan pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah dan menumbuhkan rasa percaya diri.

2.1.4 Ketuntasan Belajar

Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“Mastery Learning”. Menurut James H. Block sebagaimana dikutip oleh Suhito 1986:6, menyatakan bahwa mastery learning lebih menekankan strateginya pada kegiatan individual dalam belajar dengan menggunakan pendekatan kelompok. Pada pertengahan tahun 1960, Benyamin Bloom sebagaimana dikutip oleh Hayes 2009:10 menjelaskan tentang Mastery learning yaitu sebagai berikut. Using traditional teaching methodology, Bloom found that only twenty percent of the students gained a complete understanding of the material that they had been taught. The ideal teaching and learning situation occurred when a superior tutor worked with an individual student and tried to translate this into group based instructional settings. Hayes menjelaskan bahwa pada pembelajaran tradisional, Blom menemukan hanya ada 20 dari peserta didik yang mencapai pemahaman terhadap materi yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran yang ideal. Situasi belajar mengajar yang ideal akan didapat ketika seorang guru mengajarkan pada murid kemudian mencoba mengatur pembelajaran secara kelompok. Dalam pembelajaran tuntas diperlukan juga variabel-variabel agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bloom sebagaimana dikutip oleh Gagne 1988, yaitu sebagai berikut. Evidence collected and summarized by Bloom indicates that quality of instruction in such subjects as mathematics and foreign language has to do with the following variables : a the cues or directions provided to the learner, b the participation of the learner in the activity, c the reinforcement received by the learner, and d the provision of feedback that includes correctives. It is of interest to note that cognitive entry characteristics enter into the picture, also in the specific sense of prerequisites to the learning task Pernyataan di atas menjelaskan tentang kumpulan dan ringkasan fakta- fakta dari Bloom yang menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran misalnya pada pelajaran matematika dan bahasa asing harus dilakukan sesuai dengan variabel-variabel : a petunjuk yang diberikan kepada pembelajar, b partisipasi pembelajaran selama proses pembelajaran, c penguatan baik yang diterima oleh pembelajar, dan d pemberian feedbackumpan balik yang disertai pembenaran. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan untuk memberikan gambaran karakteristik kognitif, juga sebagai prasyarat terhadap tugas pembelajaran. Dengan kata lain belajar tuntas sangat penting dilaksanakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lancar, efektif, dan efesien. Ketuntasan belajar dapat dianalisis secara perorangan atau perkelas. Menurut Mulyasa 2007:254, seseorang peserta didik dikatakan tuntas belajar jika ia mampu menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65 dari seluruh tujuan pembelajaran. Adapun keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65, sekurang-kurangnya 75 dari jumlah peserta didik yang ada di kelas itu Mulyasa, 2006: 101.

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Pengaruh Strategi Pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Mathaul Huda

0 5 173

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

1 10 208

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Konsep Mol Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Di Kelas X-6 SMAN 8 Kota Tangerang Selatan

0 3 8

Keefektifan Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dan Pembelajaran Think Pairs Share (TPS) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Peserta Didik Pada Materi Pokok Segiempat.

0 0 702

Keefektifan Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dan Pembelajaran Think Pairs Share (TPS) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Peserta Didik Pada Materi Pokok Segiempat. -

0 2 351

THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATERI SEL

0 0 89