dalam diri
individu. Kemampuan
ini dapat
meningkatkan kesejahteraan emosi. Kemampuan mengelola emosi meliputi
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurunganketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya
serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Menurut Goleman 1997: 404, ciri-ciri orang yang kemampuan
dalam mengelola emosi yaitu sebagai berikut: 1
Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah.
2 Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian dan
gangguan di ruang kelas. 3
Lebih mampu mengungkapkan amarah yang tepat, tanpa berkelahi.
4 Berkurangnya larangan masuk sementara dan
skorsing. 5
Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.
6 Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri,
sekolah, dan keluarga. 7
Lebih baik dalam menengani ketegangan jiwa. 8
Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan untuk menumbuhkan semangat dengan baik dalam menjalankan suatu
aktifitas yang berguna dan memberikan manfaat guna mencapai tujuan dalam kehidupannya Goleman, 1997: 110. Kepuasan, ketekunan,
keuletan, menahan diri dari kepuasan, mengendalikan dorongan hati dan memiliki perasaan motivasi yang positif merupakan karakter
individu yang mampu memotivasi diri dengan baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Goleman 1997: 404, ciri-ciri individu yang dapat memotivasi dirinya sendiri adalah: 1 Mempunyai rasa bertanggung
jawab, 2 Mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian, 3 Kurang impulsif dan lebih menguasai diri,
4 Meningkatnya nilai tes akademik. d.
Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan seorang individu dalam mengenali emosi orang lain
disebut empati. Empati dibangun atas dasar kesadaran diri. Dengan kesadaran diri yang tinggi akan membuat seseorang mampu terbuka
pada emosinya sendiri, mampu mengenal, mengakui emosinya sendiri dan mampu membaca perasaan orang lain.
Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi, yang bertujuan
untuk memberikan petunjuk tentang apa yang dibutuhkan orang lain. Hal ini dilakukan agar individu mampu menerima sudut pandang
orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Kemampuan berempati bertujuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Perasaan orang lain dapat diketahui dari nada
bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah lewat pesan nonverbal si pembaca dari orang yang bersangkutan. Hal ini telah dibuktikan oleh Rosenthal
dalam Goleman, 1997: 136 dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan kesimpulan bahwa individu yang mampu membaca
perasaan dan isyarat nonverbal lebih mampu menyesuaikan diri sendiri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan lebih
pekalebih berempati. Menurut Goleman 1997: 404, ciri-ciri individu yang memiliki empati dengan orang lain meliputi: 1 Lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, 2 Mampu memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain, 3 Lebih mampu
mendengarkan orang lain. e.
Membina hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi Goleman, 1997: 59. Kemampuan dasar
dalam membina hubungan dengan orang lain adalah dengan komunikasi. Orang yang mampu berkomunikasi dengan baik maka ia
juga berhasil dalam pergaulan. Ramah, tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat
dijadikan petunjuk positif bagaimana seorang individu mampu membina hubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian ini
juga dapat diketahui dari banyaknya individu mempunyai hubungan interpersonal yang dilakukannya.
Menurut Goleman 1997: 404-405, ciri-ciri individu yang mampu membina hubungan dengan orang lain meliputi:
1 Meningkatkan
kemampuan menganalisis
dan memahami hubungan.
2 Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan
merundingkan persengketaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3 Lebih baik menyelesaikan persoalan yang timbul
dalam hubungan. 4
Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi. 5
Lebih populer dan mudah bergaul. 6
Bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya. 7
Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya. 8
Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa. 9
Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dengan kelompok.
10 Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka
menolong. 11
Lebih demokratis delam bergaul dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil fakor-faktor utama
serta prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai komponen dalam mengembangkan
instrumen penelitian
pada variabel
kecerdasan emosional.
C. Perilaku Belajar
Perilaku adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan yang akan membentuk kepribadian dalam dirinya. Menurut
Gibson 1984: 53 dalam mengatakan bahwa perilaku dapat diartikan menjadi lima arti yakni: 1 Perilaku adalah suatu sebab, 2 Perilaku diarahkan oleh
tujuan, 3 Perilaku yang bisa diamati dan diukur, 4 Perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati dalam hal berfikir dan mengawasi, 5 Perilaku
dimotivasi atau didorong. Menurut Suwardjono 1992: 151, belajar di perguruan tinggi merupakan
suatu pilihan strategik untuk mencapai tujuan individu. Pilihan strategik ini menuntut adanya kesadaran dalam menentukan sikap dan pandangan belajar di
perguruan tinggi. Mereka yang belajar diperguruan tinggi dituntut tidak hanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memiliki keterampilan teknis tetapi juga mempunyai daya dan kerangka berpikir, sikap mental, kepribadian dan kearifan tertentu yang mencerminkan
kepribadiaan kesarjanaan. Oleh sebab itu, diperlukan perilaku belajar yang sesuai dalam kegiatan belajar di perguruan tinggi.
Menurut Gie dalam Prasetyo, http:jimfeb.ub.ac.idindex.phpjimfeb articleview978894, perilaku belajar adalah suatu perilaku secara
keseluruhan yang ditunjukkan secara konsisten dari waktu ke waktu dalam rangka pelaksanaan belajar karena perilaku belajar tidak diperoleh secara
alamiah namun peroleh secara sadar dan disengaja. Perilaku belajar sering juga disebut kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar adalah suatu kegiatan yang
dilakukan individu secara berulang-ulang dan akan menjadi kebiasaan. Menurut Suwardjono 2009: 1- 17, perilaku belajar yang baik terdiri dari:
1. Kebiasaan mengikuti pelajaran
Kebiasaan mengikuti pelajaran adalah kebiasaan yang dilakukan mahasiswa
pada saat
pelajaran berlangsung
seperti kebiasaan
memperhatikan penjelasan dosen, membuat catatan dan keaktifan di kelas melalui diskusi. Kegiatan kuliah ini dilakukan sebagai forum untuk
mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dan pemahaman dosen terhadap pengetahuan yang menjadi topik perkuliahan. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa sebagian besar mahasiswa hanya datang, duduk, mendengarkan, dan mencatat tetapi tidak terlibat aktif di kelas. Hal-hal
tersebut sering disebut dengan istilah dengarkopi, yang artinya kegiatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
proses belajar merupakan hasil pengalihan catatan dosen ke catatan kuliah mahasiswa.
Hal ini sangat disayangkan, sebab kuliah adalah suatu kegiatan belajar yang bertujuan sebagai penguatan pemahaman mahasiswa terhadap materi
pengetahuan sebagai hasil dari kegiatan belajar mandiri. Sebab bila mahasiswa tidak menyiapkan diri dan masuk kelas dalam keadaan kosong
pikirannya maka ia akan terhambat memahami pembelajaran bahkan hingga tidak ada proses pemahaman sama sekali.
2. Kebiasaan membaca buku
Buku adalah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan membaca merupakan sarana dalam
pengembangan penalaran. Kemampuan penalaran seseorang akan sampai pada tingkat yang tinggi, jika si pembelajar mampu dan tahu sesuatu hal
hanya dengan membaca. Namun, kebiasaan membaca buku saat ini sangat rendah dikalangan mahasiswa. Hal ini diakibatkan si pembelajar lebih
cenderung menggantungkan penjelasan dosen. Banyak alasan yang sering dilontarkan mahasiswa, salah satunya adalah buku teks sulit dipahami atau
bahasa yang terlalu rumit. Padahal keterampilan membaca merupakan keterampilan yang paling penting untuk dikuasai oleh kaum pelajar
terutama mahasiswa. 3.
Kunjungan ke Perpustakaan Wawasan dan pengetahuan yang dimiliki oleh dosen tidak lepas dari
proses belajar dan pergaulan yang biasanya dilakukan dari hasil penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan para praktisi. Mahasiswa yang sudah terbiasa menyerap pengetahuan yang telah disampaikan dosen tanpa masalah dan kontroversi
tetapi tiba-tiba mahasiswa harus mencari sendiri pengetahuan yang didapat dan harus menghadapi masalah, kontroversi serta harus menemukan satu
gagasan dan masalah. Keterampilan ini membentuk mahasiswa utuk mau mengunjungi perpustakaan. Hal ini dilakukan oleh mahasiswa untuk
membuka cakrawala tentang bahan-bahan kuliah bahkan ilmu pengetahuan lain.
4. Kebiasaan menghadapi ujian
Ujian adalah bentuk akhir dari kegiatan belajar. Setelah seseorang melakukan proses belajar maka orang tersebut akan melihat
kemampuannya atas kegiatan belajar yang dilakukannya melalui kegiatan ujian. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa paham
pembelajaran yang telah diterimanya selama perkuliahan. Namun kebanyakan mahasiswa hanya mementingkan nilai semata,
tanpa dilakukannya proses belajar yang sesungguhnya. Sebab menurut mereka cerminan dari nilai adalah cerminan kehidupan mereka kelak.
Akan tetapi bagi mahasiswa yang mempunyai tujuan individu yang jelas tentu bukan nilai yang menjadi tujuan tetapi nilai merupakan konsekuensi
dari proses belajar yang telah dilakukannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Prokrastinasi Akademik
1. Prokrastinasi Akademik
Prokrastinasi merupakan suatu fenomena yang dapat terjadi di setiap bidang kehidupan, salah satunya dalam bidang akademik. Menurut
DeSimone dalam Ferarri, 1995: 4, istilah Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare yang berarti harfiah, untuk menunda atau
menunda sampai hari lain. Prokrastinasi mempunyai awalan “pro” yang berarti “gerak maju” dan akhiran “crastinus” berarti “ hingga hari esok”
maka dapat diartikan bahwa prokrastinasi adalah suatu sikap untuk menangguhkan atau menunda pekerjaan yang hendaknya segera
diselesaikan hingga sampai pada hari berikutnya. Menunda pekerjaan merupakan “penyakit” yang secara sengaja
maupun tidak sengaja pernah dilakukan oleh prokrastinator. Banyak alasan seseorang menunda pekerjaannya mulai dari kesibukan, tidak mood
sekedar malas bahkan manajemen waktu yang tidak efektif. Hal ini terjadi karena prokrastinator memiliki pandangan bahwa mengerjakan sesuatu
dalam waktu yang terbatas rasanya justru akan lebih bersemangat, lebih banyak ide yang keluar dan lebih terdorong untuk menyelesaikan tugas
dengan cepat. Padahal sesungguhnya prokrastinator sedang dihadapkan pada keadaan tertekan, keadaan ini akan memaksakan dirinya untuk
mengeluarkan seluruh kemampuan dan pengetahuan yang telah dimilikinya serta pengambilan keputusan yang cepat.
Menurut Putri 2014: 16, prokrastinasi akademik adalah suatu kecenderungan untuk menunda maupun menyelesaikan tugas pada enam
area akademik yang meliputi tugas mengarang, belajar untuk ujian, membaca, kinerja administratif, menghadiri pertemuan dan kinerja
akademik secara umum, yang dilakukan secara terus menerus baik penundaan jangka pendek, beberapa saat menjelang deadline, ataupun
penundaan jangka panjang melebihi deadline yang dapat mengganggu kinerja dalam waktu yang terbatas dengan mengganti aktivitas yang sudah
tidak penting. Hal ini sama dengan pendapat Handaru, A.W., Lase, Evi dan Parimita W., 2014 bahwa prokrastinasi akademik merupakan suatu
kecenderungan menunda mengerjakan tugas secara sengaja akibat adanya keyakinan irasional dalam memandang tugas sehingga muncul perasaan
tertekan, tidak nyaman, dan gelisah pada diri sendiri. Dari beberapa penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa,
prokrastinasi akademik adalah suatu penundaan yang sering dilakukan oleh seorang individu dalam kegiatan akademik secara sengaja maupun
tidak sengaja dan berulang-ulang yang dilakukan untuk menjauhkan dirinya dari kewajibannya.
2. Alasan Melakukan Tindakan Prokrastinasi.
Prokrastinasi terjadi bukan semata-mata terjadi begitu saja namun terdapat alasan-alasan dibalik terjadinya prokrastinasi. Menurut Melani
dalam http:lptui.comartikelpersonal-empowermentjanganmenunda