12
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Uraian dalam bab ini terdiri dari kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.
2.1.1 Teori-teori yang mendukung
2.1.1.1 Teori Belajar Konstruktivisme Teori belajar bermanfaat untuk menjelaskan teori-teori tentang belajar. Teori
yang dijelaskan pada bagian ini adalah teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan persepektif psikologi dan filosofis yang memandan bahwa masing-masing
individu membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami Bruning, dkk dalam Schunk, 2012: 320. Pengaruh besar yang mendorong
munculnya teori konstruktivisme adala teori Piaget dan Vygotsky. 2.1.1.2 Teori belajar Piaget
Anak mengalami
perkembangan kognitif
yang bertahap.
Tingkat perkembangan kognitif anak menurut Piaget Susanto, 2013: 77 yaitu periode
berpikir motorik sensorik yang mulai sejak lahir sampai kira-kira umur 2 tahun. Periode berpikir praoperasional konkrit dimulai kira-kira umur 2 tahun sampai 7
tahun. Periode berpikir operasional konkret dimulai kira-kira umur 7 tahun sampai umur 11 tahun, periode berpikir operasional formal dimulai sejak umur 11 tahun
sampai dewasa. Anak SD 7-11 tahun berada pada tahap operasional konkrit dimana anak
belajar melalui pengalaman nyata untuk memahmai hal-hal yang abstrak seperti konsep-konsep matematika. Pada tahap operasional konkrit, siswa sudah mulai
memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah. Siswa juga sudah memiliki kemampuan memahami cara mengombinasikan beberapa golongan
benda yang bervariasi tingkatannya Susanto, 2013: 77. Selain itu, siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkrit.
Pada tahap operasional konkrit, siswa mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan konservasi, kemampuan mengelompokkan secara memadai,
13
melakukan pengurutan mengurutkan dari yang terkecil sampai paling besar dan sebaliknya, dan mengenai konsep angka. Selama tahap ini, proses pemikiran
diarahkan pada kejadian riil yang diamati oleh siswa Hergenhahn Matthew, 2008: 320. Dengan demikian, siswa dapat melakukan operasi pemecahan masalah yang
agak kompleks selama masalah itu konkret dan tidak abstrak. 2.1.1.3 Teori belajar Vygotsky
Seperti teori Piaget, Vygotsky juga merupakan teori konstruktivis. Vygotsky menempatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan sosial sebgai fasilitator
perkembangan dan pembelajaran Tudge Scrimsher dalam Schunk, 2012: 337. Vygotsky menganggap bahwa lingkungan sosial sangat penting bagi pembelajaran.
Interaksi-interaksisosial mengubah atau mentrasformasi pengalaman-pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah sebuah fenomena yang membantu menjelaskan
perubahan-perubahan dalam pikiran sadar dan membentuk teori psikologis yang manyatukan perilaku dan pikiran.
Konsep pokok dalam teori Vygotsky adalah Zone of Proximal Development ZPD atau zona pengembangan proksimal. ZPD adalah perbedaan antara apayang
dapat dilakukan sendiri oleh siswa dana pa yang dapat mereka lakukan dengan bantuan orang lain Schunk, 2012: 341. Interaksi orang dewasa guru dan teman
sebaya dalam ZPD mendorong perkembangan kognitif. Tugas utama guru adalah mengatur
lingkungan pembelajaran
sehingga siswa
dapat membangun
pengetahuannya. Peran guru disini adalah menyajikan sebuah lingkungan yang mendukung, bukan menyajikan penjelasan materi dan menyediakan jawaban-jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan. Inti teori Vygotsky yaitu bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi
memiliki asal-usul dalam kehidupan sosial sejak anak berinteraksi dengan orang dewasa yang memiliki pengalaman dalam masyarkat seperti orang tua, guru, orang
yang memiliki keahlian, teman sebaya dan sebagainya. Dalam padangan Vygotsky, budaya dieksternalisasikan dalam kognisi individual dalam perlengkapan diri mereka,
yang tidak hanya hal-hal fisik dalam kebudayaan Surya, 2015: 153. Perubahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kognitif terjadi dalam kawasan perkembangan terdekat melalui interaksi anak dengan orang dewasa melalui berbagai perlengkapan nilai-nilai, keyakinan, dan budaya.
2.1.1.4 Belajar dan pembelajaran Belajar dalam pandangan para kognitivistik adalah dipadang sebagai proses
aktif individu dalam memproses informasi Bruer;O’neil dan Perez; 2003 dalam Kurniawan, 2014: 2. Belajar pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang
mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor. Fungsi ranah psikomotor dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat, mengucap. Apapun manifestasi belajar yang
dilakukan siswa hampir dapat dipastikan selalu melibatkan fungsi ranah akalnya yang intensitas penggunaanya tentu berbeda dengan peristiwa lainnya Syah, 2001: 94,
dalam Kurniawan, 2014: 4. Belajar adalah perubahan kemampuan manusia yang terjadi melalui proses
pembelajaran terus-menerus, yang bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila dengan stimulus pembelajaran dengan isi ingatannya
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perilakunya berubah dari sebelum pembelajaran dengan sesudah mengalami pembelajaran. Belajar dipengaruhi oleh
faktor internal dalam diri siswa dan faktor eksternal lingkungan pembelajaran yang keduanya saling berinteraksi Yao, 2015: 55. Belajar juga dapat didefenisikan
sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman Gage dalam Ratna Willis, 1989: 11.
Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa membentuk pemahaman- pemahamannya sendiri mengenai suatu pengetahuan dan keterampilan Schunk,
2012: 387. Pembentukan pengetahuan menurut teori konstruktivisme memandang bahwa sisfat aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitif ini, siswa menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui
struktur kognitif yang diciptakan oleh siswa sendiri. Asumsi utama konstruktivisme adalah manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi
dirinya sendiri Schunk, 2012: 322-324. Siswalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan guru atau orang lain. Dengan demikian, belajar
15
merupakan proses yang dialami oleh siswa melalui pengalaman langsung untuk membangun pegetahuan, sikap, dan keterampilan dengan cara berinteraksi dengan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Kualitas belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor Kurniawan,
2014:22. Menurut Syah dalam Kurniawan, 2014: 22 dengan merujuk pada teori belajar kognitif, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu dikelompokkan
dalam tiga kategori yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan yang digunakan. Faktor-faktor ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Yang
pertama faktor internal terdiri atas unsur jasmaniah fisiologis dan rohaniah Psikologis pebelajar. Unsur jasmaniah yaitu kondisi umum sistem otot tonus dan
kondisi dari organ-organ khusus terutama pancaindera. Panca indera adalah tempat masuknya pesan ke dalam sensory register, kuat lemahnya kemampuan panca indera
akan mempengaruhi atau menentukan kuat tidaknya pesan yang masuk kedalam sensory register dan pengolahan arus informasi dalam sistem memori.
Yang kedua adalah faktor eksternal faktor-faktor yang ada di lingkungan diri pebelajar yang meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Lingkungan
sosial yaitu keluarga, guru, dan staf sekolah, masyarakat, dan teman ikut berpengaruh juga terhadap kualitas belajar individu. Kemudian lingkungan eksternal yang masuk
kategori non sosial diantranya yaitu keadaan rumah, sekolah, peralatan dan alam. Faktor yang ketiga adalah faktor pendekatan belajar. Pendekatan beajar yaitu jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi pelajaran. Strategi bagaimana yang
digunakan pebelajar ini akan berpengaruh terhadap kualitas belajar Kurniawan, 2014: 23.
Pembelajaran adalah seperangkat proses internal setiap individu sebagai hasil mentransformasi stimulus eksternal dalam lingkungan individu. Kondisi eksternal
yang diperlukan dapat berupa rangsangan yang dapat diterima indera. Kondisi eksternal tersebut disebut dengan media dan sumber belajar. Gane, dalam Yao, 2015:
55. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2.1.1.5 Hasil belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa
setelah mengikuti proses belajar-mengajar tentang mata pelajaran tertentu Supratiknya, 2012: 5. Hasil belajar merupakan terbangunnya pengetahuan-
pengetahuan baru melalui interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar diperoleh siswa secara aktif dan mandiri.
Hasil belajar yang diperoleh melalui proses belajar dapat berupa kemampuan baru sama sekali maupun penyempurnaan atau pengembangandari suatu kemampuan yang
telah dimiliki Winkel, 2004: 61. Misalnya, seorang anak belajar berenang pada waktu dia duduk di bangku sekolah dasar dengan mengikuti pelajaran renang yang
diselenggarakan oleh Sekolah. Pada waktu menjadi siswa Sekolah Menengah Pertama, anak itu dapat mempelajari beberapa gaya berenang yang lain seperti gaya
kupu-kupu Kingsley membedakan hasil belajar siswa individu menjadi tiga jenis yaitu: 1
keterampilan dan kebiasaaan, 2 pengetahuan dan pengertian, 3 sikap dan cita-cita. Setiap golongan bisa diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah
Sudjana, 1989: 45, dalam Deni Kurniawan, 2014: 9.
2.2 Pembelajaran IPA di SD