Manajemen Keuangan dan Pembiayaan

B. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan

Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi- sungsi keuangan. Fungsinya adalah mengunnakan dana dan mendapatkan dana (Husnan, 1992:4). Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menjunjung efektivitas dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implimentasi (MBS) yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.

Dalam penyelenggaran pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan.

Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Komponen keuangan dan pembiayaan pada satu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.

Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan keperluan masing-masing sekolah. Sebab pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana dalam upaya pengembangan kualitas pelayanan sekolah.

Sumber keuangan dan pembiayaan pada satu sekolah secara garis besar dapat dikelompokan atas 3 sumber, yaitu:

1. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah kedua- duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukan bagi kepentingan pendidikan.

2. Orang tua atau peserta didik.

3. Masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua dan

masyarakat ditegaskan pada tahun 1989 dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputi biaya rutin dan biaya pembangunan.

Manajemen Berbasis Sekolah

Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (pendidik dan non pendidik), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas, dan alat- alat pengajaran atau barang-barang habis pakai. Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehap gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain untuk barang-barang yang tidak habis pakai.

Dalam rangka implementasinya (MBS), manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan anggaran, sampai dengan pengawasan dan pertanggung jawaban anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar- benar dimanfaatkan secara efektif, efesien, tidak ada kebocoran- kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Tugas manajemen keuangan dapat dibagi 4 fase, yaitu: financial, planning, implementation , and evaluation. Perencanaan financial yang disebut budgeting , merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. Implementation involves accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran (Jones, 1984:35).

Komponen utama manajemen keuangan meliputi:

1. Prosedur anggaran.

2. Prosedur akuntansi keuangan.

Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3. Pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian.

4. Prosedur investasi.

5. Prosedur pemeriksaan. Dalam pelaksanaan, manajemen keuangan ini menganut asas

pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil satu tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pnegeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat pertanggungjawaban.

Kepala sekolah atau manajer berfungsi sebagai otorisator dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Bendaharawan, disamping mempuyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran. Sejumlah riset mengidentifikasi problem seputar BOS. Pertama pengawasan atas penggunaan dana BOS yang minim dan keberadaan komite sekolah sering dipakai untuk bersekongkol menyelewengkan penggunaan dana BOS. Kedua pemberian dana BOS tambah tidak membuat gratis melainkan menambah biaya sebab alokasi APBD untuk sekolah sering dihilangkan karena sudah ada BOS, ketiga penggunaan dana BOS tidak sesuai dengan APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) dan malahan sebagian kembali ke pusat karena adanya pengenaan pajak pembelian barang.

Manajemen Berbasis Sekolah

Dana pendidikan yang rendah dan budaya korupsi membawa rumit persoalan pendidikan di Negara tercinta ini. Dengan dukungan pendanaan rendah, maka yang menjadi korban pertama adalah kualitas infrastruktur sekolah. Sejumlah gedung sekolah, terutama SD mengalami kondisi fisik yang sangat memprihatinkan. Dibanding dengan daya tahan bangunan sekolah kolonial, bangunan pendidikan sekarang jauh dari kata mutu. Itu sebabnya dana bantuan banyak digunakan untuk pembangunan fisik sekolah. Alokasi dana untuk pembangunan fisik yang besar tersirat dua makna, pertama memang memberi petunjuk buruknya bangunan sekolah dasar dan kedua sebagai cara untuk membagi proyek dimana kontraktornya kebanyakan kerabat atau kolega dari pegawai pendidikan. Proyek-proyek inilah yang kemudian membuat celah tindakan korupsi dalam pengelolaan pendidikan di sekolah.

Hampir dalam setiap jaring pendidikan gejala pemborosan dana terjadi. Pengadaan buku misalnya, telah menyeret banyak aparat dinas pendidikan ke meja peradilan. Begitu pula dengan pelaksanaan Ujian Nasional yang dikeluhkan banyak orang tua karena memakan biaya tidak sedikit. Rincian di bawah ini merupakan rekaman biaya besar yang dihabiskan karena proyek

Ujian Nasional. Apalagi „tanda kelulusan’ sangat menentukan nilai jual sebuah sekolah, sehingga tiap sekolah berlomba-lomba untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan peserta didiknya, dan untuk ini semua tentu butuh biaya lagi.

1. Biaya bimbel di luar sekolah Rp 2 juta/anak.

2. Biaya bimbel di sekolah Rp 500 ribu/anak.

3. Biaya tryout sekolah Rp 10 ribu/anak.

4. Biaya pelaksanaan ujian Rp 200 ribu/anak.

5. Biaya buku dan soal ujian Rp 100 ribu/anak.

Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

6. Biaya perpisahan kelas Rp 300 ribu/anak.

7. Biaya perpisahan Sekolah Rp 500 ribu/anak.

8. Total Rp 3.610.000/anak (Sumber Aliansi orang tua peduli transparansi pendidikan).