Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 “adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.” 1 Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang dicanangkan pemerintah untuk mencerdaskan dan memajukan bangsa. Dan suatu negara dapat dikatakan maju jika negara tersebut mengedepankan pendidikan, karena tanpa pendidikan suatu bangsa tidak akan memiliki kemampuan untuk mengolah kekayaan alam yang dianugerahkan Tuhan kepada rakyat Indonesia ini dengan baik. Bahkan jika putra-putri Indonesia tidak memiliki skill yang memadai, dikhawatirkan akan menjadi penghambat pembangunan nasional. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa sebagian negara- negara maju berkembang dengan pesat bukan karena memiliki sumber daya alam 1 Depdiknas, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sisdiknas, Bandung: Fokusmedia, 2009, h. 2 2 yang melimpah ruah akan tetapi ditunjang pula dengan intelektualitas, disiplin dan etos kerja rakyatnya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah yaitu negara Jepang, ketika negara tersebut dibombardir oleh sekutu dengan hancurnya kota Hirosima dan Nagasaki, yang pertama kali menjadi perhatian Jepang adalah pendidikan. Pernyataan ini termasuk unik, karena yang pertama kali ditanyakan Jepang adalah berapa jumlah tenaga pendidikguru yang tersisa bukan jumlah prajurit atau harta benda yang dapat diselamatkan. Hal ini membuktikan, bahwa Jepang menaruh perhatian penting pada pendidikan dan berusaha bangkit dari keterpurukan dengan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan pendidikan. Dan saat ini semua orang dapat melihat bahkan merasakan hasil kerja keras dan kreativitas mereka menjadi sebuah penemuan yang bernilai dan bermanfaat bagi umat manusia. Karena ilmu pengetahuan pula kini Jepang menjadi negara yang dihargai di mata dunia. Adapun pendidikan dalam Islam, menempati posisi yang tidak kalah pentingnya. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam mengandung nilai-nilai yang hampir dua pertiga dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut mengandung motivasi kependidikan bagi umat manusia. Satu diantaranya adalah sebagaimana dalam firman Allah SWT Qs. Al-‘Alaq 1-5                          “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Qs. Al-‘Alaq 1-5 2 Ayat tersebut mengandung makna yang dalam, bahwa Nabi Muhammad Saw menerima wahyu pertama dengan perintah iqra baca, hal ini dikarenakan 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2008, h, 597 3 membaca adalah proses manusia untuk belajar mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan dengan membaca pula manusia dapat melihat dunia. Sedangkan menurut Quraish Shihab kata iqra dapat pula diartikan menjadi, menelaah, mendalami, meneliti dan mengetahui ciri-ciri sesuatu, yang semuanya itu bermuara pada arti menghimpun. Beliau juga mengutip pernyataan dari Abdul Halim Mahmud Mantan Syaikh al-Azhar Mesir dalam kitabnya Al-Qur’an fi Syarh Al-Qur’an menulis dengan kalimat “iqra bismi rabbik, Al-Qur’an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca tetapi membaca adalah lambang dari segala yang dilakukan oleh manusia baik yang sifatnya aktif maupun pasif. 3 Perintah untuk senantiasa menuntut ilmu juga dapat dijumpai pada hadits Nabi Saw yang berbunyi “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat” Hadits di atas mengandung makna, bahwa manusia pada dasarnya dilahirkan mempunyai kewajiban untuk senantiasa belajar hingga akhir hayatnya, atau dalam istilah lain dikenal dengan lifelong education. Adapun berbicara mengenai pendidikan, maka tidak terlepas pada faktor guru sebagai pendidik. Karena figur yang satu ini sangat menentukan maju mundurnya pendidikan dan secanggih apapun teknologi pendidikan saat ini tetap tidak dapat menafikan akan fungsi dan peran seorang guru terutama dalam proses belajar mengajar. Bagi sebagian orang, guru selalu diidentikkan dengan siswa, kelas dan buku pelajaran. Dengan demikian seorang guru tidak terlepas pada ketiga komponen tersebut, sehingga muncul pernyataan bahwa siapa saja bisa menjadi guru asalkan memahami materi pelajaran yang akan diajarkan, dan peserta didik hanya dituntut untuk menerimamenyerap semua materi ajar yang diberikan guru tanpa adanya interaksi antara siswa dan guru. Jika pengertian guru hanya sebatas menyampaikan pelajaran saja, maka akan timbul pertanyaan pula apakah guru tersebut dapat dikatakan sebagai guru yang profesional? Sedangkan kata profesional hanya dapat disandang oleh orang-orang yang ahli pada bidangnya. 3 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Tafsir Atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, h. 82 4 Walaupun pada dasarnya setiap pendidik dapat menjadi guru yang profesional dengan syarat harus memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, pribadi, sosial dan profesional. Karena seorang pendidik yang menganggap mengajar adalah sekedar menyampaikan pelajaran saja tentu akan sangat berbeda dengan pendidik yang menganggap mengajar adalah sebuah proses membimbing siswa agar memiliki ilmu pengetahuan, cakap, terampil dan berakhlak mulia serta bermanfaat dan berguna di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, keempat komponen tersebut sangat dibutuhkan untuk menjadi guru yang profesional sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa untuk mutu pendidikan yang lebih baik dan berkualitas. Sebagaimana menurut Simon dan Alexander yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa lebih dari 10 hasil penelitian di negara-negara berkembang, dan menunjukkan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik, yaitu jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran di kelas dan kualitas kemampuan guru. Dalam hal ini, guru hendaknya memiliki standar kemampuan profesional untuk melakukan pembelajaran yang berkualitas. 4 Adapun permasalahan yang sering kali dijumpai dalam pengajaran khususnya pada bidang studi pendidikan agama Islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada peserta didik dengan baik dan efisien, karena mengingat bahwa pembelajaran PAI khususnya di sekolah-sekolah umum hanya diberikan satu kali dalam seminggu. Dan sampai saat ini pun masih terdapat seorang pendidik dalam menyampaikan materi hanya menggunakan satu metode saja yaitu ceramah. Sehingga hal tersebut tanpa disadari telah membentuk siswa menjadi pasif, karena yang menjadi pusat informasi adalah guru. Padahal proses pembelajaran yang baik adalah adanya interaksi antara guru dengan siswa sehingga dalam hal ini komunikasi tidak hanya terjadi pada satu arah saja melainkan dua arah atau bahkan lebih, yaitu antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. 4 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005, h.13 5 Oleh sebab itu, profesionalisme guru PAI sangat dibutuhkan dalam upaya proses pembelajaran yang lebih baik, sehingga peserta didik akan termotivasi untuk belajar dan berprestasi. Karena seorang guru yang profesional akan mampu menyajikan materi pembelajaran dengan baik dan menyenangkan yang tidak hanya berorientasi pada ketuntasan belajar saja tetapi juga pada proses tumbuh kembang potensi peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik ke arah kedewasaan. Adapun alasan penulis memilih penelitian di SMPN 1 Kosambi Tangerang karena pada sekolah tersebut telah menyandang status sebagai Sekolah Standar Nasional SSN. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti di sekolah tersebut di samping telah menyandang sebagai sekolah yang berstandar Nasional, sekolah tersebut juga memiliki guru-guru yang berkompeten khususnya guru bidang studi PAI. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Hubungan Profesionalisme Guru PAI dengan Prestasi Belajar Siswa SMPN 1 Kosambi Tangerang”.

B. Identifikasi Masalah