BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif, karena komunikasi berpengaruh langsung pada tingkat dukungan
dan bantuan yang kita terima dari orang lain, serta mendikte kemampuan kita agar gagasan kita diterima dan diterapkan.
Pemikiran seorang anak awal mulanya terbentuk dari hubungannya dengan keluarga. Ia mendapati dirinya dicintai, disukai, dikucilkan, dicukupi, ataupun
dibiarkan. Atas dasar semua sikap ini, ia akan tumbuh dilingkupi rasa senang dan percaya diri. Atau malah sebaliknya, ia merasa dibenci dan tidak percaya diri
sehingga ia terkekang dalam iklim psikologis yang hitam. Si anak akan terjebak dalam kesulitan, kesusahan, dan keguncangan dalam menjalani hidupnya. Haus
akan kenikmatan dan ketenangan. Dan ia akan selalu merasa jenuh dan bosan. Dari apa yang dipaparkan di atas, maka keluarga memiliki peran penting
dalam membentuk kepribadian anak. Bentuk hubungan yang melingkupi keluarga, antara kedua orang tua dan anak-anaknya sangat menentukan sebaik apa tipe
kepribadian anak. Seorang anak lebih banyak berinteraksi dengan anggota keluarganya daripada dengan komunitas masyarakat luar. Lebih-lebih pada fase
pertama hidupnya. Maka praktis, perasaannya tidak pernah jauh dari keluarga. Pada beberapa kasus, ada anak yang sifat dan sikapnya berubah-ubah.
Bahkan ada anak yang jelas-jelas menunjukkan sifat tidak tenang. Mereka memendam gejolak emosional yang tercermin pada gerakan-gerakan refleks yang
tidak disengaja dan tidak dikehendaki. Contohnya memotong bulu mata, menggerak-gerakkan bahu, menggeleng-gelengkan kepala, menggigit jari atau
pulpen, atau gerakan-gerakan lain yang dipandang tidak etis ditengah-tengah masyarakat. Dan hasilnya, ibu marah dan membentaknya. Namun hal itu tidak
menghasilkan apa-apa. Semua gerakan ini sejatinya adalah gerakan refleks yang tidak disengaja
da tidak dikehendaki. Penyebabnya adalah ketegangan jiwa yang dialami anak. Yang mana ketegangan jiwa ini mengakibatkan susunan saraf ikut menegang.
Anak tersebut berusaha menghilangkannya dengan melakukan gerakan tadi secara berkesinambungan.
Munculnya berbagai macam reaksi emosi terlihat sejak anak sudah mampu untuk berhubungan dengan lingkungan di luar dirinya, yaitu reaksi terhadap benda
maupun orang lain di sekitarnya”
1
. Reaksi-reaksi emosi yang ditimbulkan anak pada masa ini sebagai berikut:
1. Rasa takut. Dijumpai pada umumnya pada usia-usia tertentu dengan
bertambah pengalaman dan pengertian rasa takut akan berubah atau berganti dengan rasa takut yang lebih kuat dan lebih lemah. “Takut
adalah perasaan yang sangat mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu”
2
. 2.
Rasa marah. Terjadi dan dijumpai pada usia-usia anak yang sudah mengerti adanya orang lain dan benda lain di sekitarnya. “Sumber
1
Abu Bakar Baradja. Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspek-aspeknya, Cet. Ke-1 Jakarta: Studis Press, 2005, h. 222-223.
2
Sarlito, W. Sarwono. Pengantar Umum Psikologi, Cet. Ke-9 Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2003, h. 58.
utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya”
3
. 3.
Rasa cemburu, iri hati. Perasaan ini ditimbulkan adanya persaingan yang muncul diantara anak yang lainnya. Perhatian yang berkurang
atau beralih pada yang lain, menginginkan permainan yang dimiliki orang. “Kecemburuan adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang
didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang. Seseorang
yang cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya”
4
. 4.
Rasa sedih. Rasa sedih yang terjadi pada masa ini sering terjadi karena adanya imitasi, pada awal perkembangan anak belum mengerti dan
memahami kejadian yang menyebabkan sedih tersebut. Rasa gembira. “Gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yakni perasaan
terbebas dari ketegangan. Biasanya kegembiraan itu disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba surprise dan kegembiraan biasanya bersifat sosial, yaitu
melibatkan orang-orang lain di sekitar orang yang sedang gembira tersebut”
5
. Emosi anak memang sudah umum kita lihat, dimana anak-anak meluapkan
emosinya jika sedang kesal. Seperti dengan mengamuk, berkelahi, mengolok- olok, jika rasa kesal dan marah mereka meluap yang tanpa kita tahu penyebabnya.
Namun ada juga anak yang meluapkan emosinya dengan perasaan senang, misal dengan bercanda bersama teman-temannya untuk menandakan perasaan senang
atau gembira. Dan terkadang sebagai pihak ibu pun tidak dapat mengatasi anaknya yang selalu meluapkan emosinya tersebut.
3
Ibid., h. 59.
4
Ibid
5
Ibid
Pada pengamatan awal di Playgroup Caterpillar Super Kids, terlihat bahwa anak yang sedang meluapkan emosinya dapat dikendalikan oleh guru di sekolah
dengan menggunakan komunikasi antarpribadi. Karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang efektifitas komunikasi antarpribadi dalam
mengendalikan emosi anak, hal ini agar hidup anak menjadi lebih terencana dan terkendali. Karena pada masa kanak-kanak dalam Islam digambarkan sebagai
suatu keindahan dunia, yang diliputi oleh kebahagiaan, keindahan, cita-cita, cinta dan fantasi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah