Prediksi Produksi Jagung Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung

Tampilan hasil masukan aturan tersebut ke dalam program FIS dapat dilihat pada tampilan Gambar 45. Gambar 45 Tampilan If-then rules mutu tepung jagung pada MATLAB R2010a. Setelah semua nilai-nilai variabel input , nilai variabel output, dan aturan keputusan dimasukkan kedalam program MATLAB, maka hasilyang diperoleh terlihat seperti pada Gambar 46. Hasil lainnya dapat dilihat pada lampiran 10. Gambar 46 Keluaran mutu tepung jagung kelompok Grade 3. Gambar 46 menunjukkan bahwa dengan nilai variabel input aflatoksin sebesar 25 ppb, kadar air sebesar 12, dan kadar abu 0.75 . Hasil yang diperoleh adalah tepung jagung tersebut masuk dalam kelompok mutu Grade 3. Model pengelompokan mutu tepung jagung yang dirancang pada penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu tepung jagung selama proses produksi berlangsung. Faktor-faktor tersebut antara lain: setting mesin, metode kerja, ketrampilan dan keahlian operator, lingkungan kerja dan lain-lainnya.

6.4 Prediksi Permintaan Tepung Jagung

Model prediksi permintaan tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung jagung. Manfaat yang diperoleh adalah pabrik ini dapat membuat perencanaan produksi dengan target produksi sesuai permintaan konsumennya. Tersedianya data permintaan masa lalu akan memudahkan proses peramalan permintaan ke depan. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan model ini adalah tidak tersedianya data permintaan masa lalu. Informasi yang diperoleh dari pihak pabrik adalah jumlah permintaan minimum sebesar 300 ton per bulan dan jumlah permintaan maksimum sebesar 375 ton per bulan. Model prediksi permintaan tepung jagung dibuat untuk data time series. Variabel yang akan diramalkan pada model ini hanya dipengaruhi oleh horison waktu. Peramalan permintaan dilakukan dengan pendekatan metode-metode time series dan dengan jaringan syaraf tiruan. Metode yang digunakan pada pendekatan time series adalah Moving Average, Double Moving Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Anlaysis dan metode Dekomposisi. Data yang digunakan dalam menjalankan model ini adalah data yang di- generate dengan permintaan periode sebelumnya yang berkisar antara 300 ton sampai dengan 375 ton per bulan. Data ini diperoleh berdasarkan informasi dari pabrik tepung jagung. Generate data selama 24 bulan dengan nilai minimum 300 ton dan nilai maksimum 375 ton dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 13. Pada pendekatan tersebut metode dekomposisi memberikan hasil terbaik dengan nilai MSE yang lebih kecil sebesar 329,954. Namun demikian jaringan syaraf tiruan memberikan hasil yang lebih akurat seperti terlihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Lampiran 14 menunjukkan hasil menjalankan program jaringan syaraf tiruan sebanyak 18 kali dengan perangkat lunak MATLAB R2010a. Lampiran 15 adalah rangkuman hasil menjalankan program dengan jaringan syaraf tiruan beserta hasil peramalan permintaan tepung jagung.

6.5 Keterbatasan Model

Beberapa keterbatasan dalam model yang dirancang adalah sebagai berikut: - Model tidak dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan yang mengintegrasikan sub-sub model dalam suatu sistem, sehingga dapat membantu pengambil keputusan melakukan tindakan secara lebih tepat dan cepat. - Model penyediaan tepung jagung dalam rantai pasok industri berbasis jagung ini masih bersifat parsial, sehingga perlu diintegrasikan dengan mempertimbangkan faktor penanganan pasca panen, distribusi dan transportasi antar mata rantai. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan karena penanganan pasca panen yang kurang baik, jarak dan waktu transportasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu bahan baku. - Model prediksi hanya terbatas pada prediksi secara kuantitatif , sehingga faktor-faktor penting yang bersifat kualitatif masih diasumsikan tidak mempengaruhi hasil prediksi. - Implementasi model prediksi produksi jagung hanya untuk satu wilayah, dengan asumsi bahwa model ini akan dapat digunakan untuk wilayah lain dan dapat di kembangkan untuk memprediksi produksi jagung nasional. - Aturan keputusan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan dan pengelompokan mutu tepung jagung, tidak didukung oleh pencatatan data mutu yang cukup, sehingga tidak dapat dilakukan pengurangan jumlah aturan dalam if-then rules. - Perancangan model pengelompokan mutu jagung pipilan belum mempertimbangkan model sampling penerimaan bahan baku acceptance sampling model di industri tepung jagung. - Model prediksi permintaan tepung jagung hanya menggunakan data permintaan secara keseluruhan dan bukan berupa permintaan per jenis