Penggunaan Lahan Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado dengan Pendekatan Sistem Dinamik
perbedaan peningkatan luas lahan pemukiman antar wilayah kecamatan Gambar 24,25,26.
Tabel 13 Initial Kebutuhan Lahan per Unit Pemukiman di setiap Kecamatan
Kecamatan Luas Pemukiman
Ha Jumlah
Rumah Tangga
unit Luas Lahan
per Unit RT HaRT
Mapanget 500,8
11169 0,0400
Sario 134,55
6951 0,0200
Malalayang 449,8
13071 0,0300
Wanea 472,05
14307 0,0300
Tikala 652,15
17074 0,0400
Bunaken 202,1
4927 0,0400
Tuminting 274,7
11300 0,0200
Singkil 251
11564 0,0200
Wenang 230,2
9441 0,0300
Total Kota Manado 3167,35
94657 0,0300
a
b Gambar 25 Luas Penggunaan Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario,
Malalayang, Wanea, Tikala a, dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang b. Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario
bebas.
a
b Gambar 26 Luas Penggunaan Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario,
Malalayang, Wanea, Tikala a, dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang b. Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario
agak konservatif.
a
b Gambar 27 Luas Penggunaan Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario,
Malalayang, Wanea, Tikala a, dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang b. Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario
konservatif.
Pola peningkatan luas pemukiman mengikuti jumlah penduduk yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun akibatnya adalah terjadi peningkatan
kebutuhan lahan untuk pemukiman yang besarnya tergantung pada pertambahan penduduk dan kebutuhan lahan per unit pada masing-masing wilayah kecamatan. Hasil
simulasi pada tiga skenario yang dijalankan menunjukkan pola perubahan kebutuhan lahan untuk pemukiman, kebutuhan lahan per unit rumah tangga dan jumlah penduduk
seperti ditunjukkan pada gambar 28,29,30 .
Gambar 28 Kebutuhan penggunaan lahan untuk pemukiman, kebutuhan penggunaan lahan per unit rumahtangga, dan pertambahan penduduk total kota manado
berdasarkan hasil simulasi skenario bebas.
Gambar 29 Kebutuhan penggunaan lahan untuk pemukiman, kebutuhan penggunaan lahan per unit rumah tangga, dan pertambahan penduduk total kota manado
berdasarkan hasil simulasi skenario agak konservatif.
Gambar 30 Kebutuhan lahan untuk pemukiman, kebutuhan penggunaan lahan per unit rumah tangga, dan pertambahan penduduk total kota manado berdasarkan
hasil simulasi skenario konservatif.
Asumsi berdasarkan hasil simulasi pada tiga gambar diatas terlihat bahwa dengan nilai kebutuhan lahan per unit rumah tangga yang tetap pada ke tiga skenario ternyata
memiliki kebutuhan lahan untuk pemukiman yang berbeda. Kecenderungan kebutuhan lahan untuk pemukiman yang lebih tinggi di skenario konservatif disebabkan karena
persiapan peruntukkan untuk RTH. Disamping itu alokasi persebaran tambahan luas pemukiman pada skenario tiga dibuat secara merata berdasarkan proporsi luas lahan
layak mukim PLLLM dalam diagram model sesuai topografi dari total luas lahan pemukiman di masing-masing wilayah kecamatan. Perbedaan penting yang disebabkan
dari alokasi tambahan pemukiman ini adalah persebaran penduduk yang lebih membuka peluang lebih merata antar wilayah kecamatan yang dapat direalisasikan melalui program
translokasi penduduk.
Konsekuensi dari pertambahan luas pemukiman adalah penurunan luas lahan pertanian akibat konversi pada pemukiman. Besarnya penurunan luas lahan pertanian
berbanding lurus dengan laju pertambahan luas pemukiman. Pada kecamatan-kecamatan yang luas pertaniannya sampai pada ambang batas untuk mengakomodasi kebutuhan
lahan pemukiman menyebabkan penurunan luas hutan termasuk kategori lahan yang tidak layak mukim ketika skenario bebas dijalankan. Hal ini berarti bahwa ketika skala
pelaksanaan tata ruang sangat rendah skenario bebas pertambahan luas pemukiman terus mengikuti pertumbuhan penduduk dengan mengkonversi lahan yang tidak layak
mukim pada saat lahan yang layak mukim sudah habis. Berbeda dengan pada skenario agak konservatif dan konservatif terhadap lahan yang tidak layak mukim tetap dilakukan
sehingga tidak terjadi konversi lahan yang tidak layak mukim dijadikan pemukiman. Hasil simulasi model padat tiga skenario memperlihatkan pola penurunan luas lahan
pertanian pada masing-masing wilayah kecamatan seperti disajikan dalam Gambar 31, 32, 33.
a
b Gambar 31 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di kecamatan Mapanget, Sario,
Malalayang, Wanea, Tikala a, dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang b. Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario
bebas.
a
b Gambar 32 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di kecamatan Mapanget, Sario,
Malalayang, Wanea, Tikala a, dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang b. Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario
agak konservatif.
a
b Gambar 33 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di kecamatan Mapanget, Sario,
Malalayang, Wanea, Tikala a, dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang b. Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario
konservatif.
Berdasarkan ketiga gambar diatas nampak bahwa pada wilayah kecamatan sario yang tidak memiliki lahan pertanian kurva menunjukkan datar dari awal hingga tahun
terakhir hasil simulasi. Sementara di kecamatan wenang yang luas lahan pertaniannya sedemikian kecilnya pada skenario bebas terus mengalami penurunan yang drastis
sampai habis dikonversi menjadi lahan pemukiman. Berbeda dengan di skenario konservatif alokasi pertambahan pemukiman diatur sesuai presentase luas lahan layak
mukim yang tersisa sehingga penurunan lahan pertanian di kecamatan wenang tetap rendah karena hanya sebagian kecil dari sedikit sisa lahan pertanian yang tersisa. Pada
dasarnya output utama yang diperoleh dari perbedaan skenario ini adalah pemerataan konversi lahan pertanian menjadi pemukiman antar wilayah kecamatan yang diatur pada
skenario konservatif tetapi tidak diatur pada skenario bebas dan agak konservatif.