terjadinya perpecahan besar-besaran karena mereka berbeda pendapat, dan terjadilah perang saudara yang membuat kelompok ini terpecah dua. Selanjutnya
kelompok yang mendiami pesisir pantai dikenal dengan Tobelo Boenge, berkembang pesat dan tampil sebagai pembuat perahu O Julu-julu yang handal
dan perahu ini dipakai untuk mengarungi samudra dalam misi Yo canga-canga. Kelompok lain menuju udik dan menetap di Ta’aga Lina dikenal sebagai Tobelo
Togu’tilli dan penyebarannya kemudian menuju Utara meliputi wilayah Tobelo
saat ini.
4.2.3 Kondisi fisik lingkungan
Perbedaan perilaku dan tabiat masing-masing kelompok nelayan terhadap lingkungannya sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh berbagai latar belakang
sosial, ekonomi dan budaya. Bagi kelompok nelayan yang tinggal di Desa Kumo pulau Kumo, lingkungan laut tidak bisa dipisahkan dari lingkungan darat. Hal
ini disebabkan karena laut merupakan sumber utama penghidupan mereka, sedangkan darat merupakan termpat mereka bermukim. Mereka tetap menjaga
hutan mangrove tetap lestari karena mengandung banyak bahan mineral bergizi yang bermanfaat bagi biota lain yang ada di sekitarnya.
Masyarakat nelayan di Desa Kumo menganggap bahwa eksistensi biota laut amat penting dalam kehidupan masyarakat, karena sumber mata pencaharian
mereka yang utama berasal dari laut. Komunitas nelayan di Desa Kumo sebagai bagian dari masyarakat Halmahera Utara berusaha melestarikan biota yang ada di
laut termasuk hutan mangrove yang ada di pesisir agar menghasilkan potensi sumberdaya ikan yang berkelanjutan. Dengan demikian, biota laut dapat
berkembang memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan di sekitarnya. Dalam kepercayaan kelompok masyarakat nelayan di Desa Kumo, segala
bentuk kerusakan lingkungan, baik di laut maupun di darat, apalagi jika ditambah dengan pencemaran sebagai dampak dari aktivitas ekonomi manusia, pasti
menimbulkan kerusakan lingkungan laut dan mengancam kehidupan biotanya. Apabila hal ini terjadi, maka yang dirugikan adalah masyarakat nelayan karena
laut tidak lagi menyediakan makanan bergizi dan sehat. Selain itu, laut adalah satu ekosistem yang harus dilindungi.
Sedangkan bagi kelompok nelayan yang tinggal di daerah perkotaan seperti kelompok nelayan Nustalenta yang ada di Desa Rawajaya, kepedulian
mereka terhadap lingkungan pesisir sangat kecil. Meskipun sebagian dari sumber penghidupan mereka berasal dari laut seperti ikan-ikan yang berkembang biak di
sekitar hutan mangrove, tingkat keperdulian mereka dalam menjaga kelestarian sumberdaya pesisir lebih rendah dibandingkan dengan kelompok nelayan di Desa
Kumo. Kelompok masyarakat nelayan Nustalenta yang tinggal di daerah
perkotaan tidak memiliki tingkat kesadaran yang cukup baik terhadap lingkungannya. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya intensitas pembabatan hutan
mangrove di sekitar mereka, justru dibiarkan hingga kondisi lingkungan semakin kritis. Salah satu faktor penyebabnya diduga karena heterogenitas dari kelompok
masyarakat. Keberadaan suku dan ras yang beraneka ragam ini yang membuat tidak adanya kekompakan dalam melakukan gerakan bersama memelihara
lingkungan. Indikasi kurangnya tingkat kesadaran nelayan Nusalenta terlihat dari kerusakan hutan mangrove di dekat daerah pemukiman mereka. Perananan tokoh
masyarakat dalam mengajak warganya yang heterogen ini juga sangat terbatas, bahkan sulit mendapatkan tokoh yang bisa diikuti dan dituruti perintahnya oleh
anggota masyarakat.
4.3 Karakteristik Keanggotaan Kelompok Nelayan