tangga telah menjadi pengalaman mereka sejak lama. Di Sumatra Utara agaknya, suku asli yang ada yang menjadi penganut Islam, Kristen,
Hindu, dan Budha pada masyarakat, Karo,s elain dari itu, mereka juga masih memiliki agama lokal yang disebut dengan Pemena sebagaimana
agama Parmalin pada masyarakat Batak Tiba.
47
6. Disadari betul bahwa kerukunan sosial di daerah ini bukanlah barang jadi
yang artinya akan terus menerus menjadi rukun. Hal itu akan sangat tergantung dari sikap dan respon masyarakat di daerah ini telah
menyadari hal itu. Untuk itu, mereka seakan telah sepakat bahwa pola hubungan kerukunan ini harus di bangun melalui intervensi dan rekayasa
sesuai yang diharapkan oleh masyarakat itu sendiri. Untuk itu, kelak dilakukan upaya membangun komunikasi yang intens para pemuka
agama yang secara otomatis dan administratif telah menjadi representasi dari kelima majelis agama yang berbeda yaitu MUI, PGI, KAM, PMD,
WALUBI. Adanya perbedaan teologi suatu agama dengan yang lain tidak mungkin dapat dinaifkan karena masing-masing agama datang
dengan latar belakang kesejajaran yang berbeda. Untuk itu, maka setiap pemuka agama hendaknya selalu menyadarkan kepada umatnya, bahwa
setiap agama memiliki dua kebenaran sekaligus yaitu kebenaran normatif adalah yang hanya dipahami , dirasakan dan diamalkan oleh penganut
agama yang tidak hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh penganut agama itu sendiri. Sedang kebenaran praktis agama diraskan manfaatnya
47
Said Aqil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h. 173.
oleh penganut agama itu tetapi juga oleh penganut agama lain. Oleh karena itu, komunikasi lintas pemuka dan penganut agama merupakan
hal yang memungkinkan.
48
48
Said Aqil Husin Al-Munawar. Fikih Hubungan Antar Agama, h. 174.
48
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PERBATASAN DESA JUNGJANG
DENGAN DESA ARJAWINANGUN KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON
A. Sejarah Singkat Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun
1. Desa Jungjang
Asal-usul penamaan Desa Jungjang berasal dari dua akar kata, yaitu Jung dan Jang. Dahulu, salah satu daerah Cirebon dipimpin oleh seorang
Kuwu Kepala Desa, Mbah Kuwu tersebut hingga sekarang terkenal dengan sebutan Ki Buyut Jungjang. Ia merupakan satu-satunya orang yang
memiliki sawah di desa pada saat itu. Mbah Kuwu memiliki area sawah
seluas satu Jung Jung adalah satuan ukuran luas sawah pada waktu itu
dengan kisaran 125x14 . Adapun Satu jung jika menggunakan ukuran
baku nasional kira-kira 1000 meter
atau 1 hektar.
1
Saat panen padi tiba, terjadi sebuah keanehan ketika Mbah Kuwu memetik padinya. Sawah yang luasnya se-Jung, namun hasil panennya
dapat dibawa pulang cukup dengan sekeranjang yang berdiameter 40cm.
Dengan keganjilan sawah se-Jung dapat ditampung ke dalam sekeran- Jang
maka di Daerah itu dikenal dengan sebutan JUNGJANG yang kemudian berkembang menjadi desa Jungjang dalam wilayah Kecamatan
Arjawinangun. Desa Jungjang memiliki falsafah kehidupan yang digagas oleh Ki
Buyut Jungjang yang disimbolkan dengan sebuah benda yang digunakan
1
Wawancara Pribadi dengan Sutina, 18 Agustus 2016.
sehari-hari yaitu patcul. Patcul adalah sebuah alat untuk bercocok tanam di sawah. Patcul mempunyai akronim yaitu Papat empat yang jangan
sampai Ucul lepas, empat hal tersebut yaitu: 1.
Syari’at yaitu peraturan-peraturan 2.
Tarekat yaitu perbuatan melaksanakan syari’at 3.
Hakekat yaitu perbaikan keadaan 4.
Ma’rifat yaitu mengenal Allah sebenar-benarnya
2
2. Desa Arjawinangun
Menurut sejarah, untuk mencari dan memperdalam agama Islam, dua orang putra Prabu Siliwangi yaitu Raden Walang Sungsang dan adiknya
Nyi Rarasantang bepergian sampai ke Mesir. Setelah menimba ilmu selesai, mereka pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Raden
Walang sungsang pulang ke Cirebon dengan sebutan Haji Abdullah Iman, sedangkan Nyi Rarasantang tetap berada di Mesir karena telah
bersuamikan Syarif Abdullah, seorang Raja Mesir. Setelah menikah, Nyi Rarasantang mempunyai dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan
Syarif Nurullah.
3
Tidak lama setelah Syarif Hidayatullah lahir, ayahnya wafat. Menginjak usia dewasa, Syarif Hidayatullah berpamitan kepada ibunya
pergi ke Cirebon untuk mencari guru demi memperdalam ajaran agama
2
Dokumen Pemerintah Desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun “Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa RPJMDES Tahun 2015- 2020”, hal 7 yang diperkuat oleh wawancara
pribadi dengan Bapak Sutina, Kuncen makam Ki Buyut Jungjang pada tanggal 18-08-2016.
3
Eman Suryaman, Jalan Hidup Sunan Gunung Jati Sejarah Faktual dan Filosofi Kepemimpinan Seorang Pandhita-Raja Bandung: Nuansa Cendekia, 2015, h. 28-29.
Islam. Di Cirebon, ia bertemu dengan pamannya H.Abdullah Iman atau
disebut juga Pangeran Cakra Buana. Tidak lama setelah menetap di Cirebon, Syarif Hidayatullah pergi
mengembara ke Negeri Cina untuk menyebarkan Agama Islam di sana. Di Negeri Cina, Syarif Hidayatullah dikenal sebagai orang sakti. Misal ketika
terjadi kebakaran di pembakaran keramik, Dengan tenangnya Syarif Hidayatullah masuk untuk menyelamatkan bayi di tengah kobaran api
yang menyala. Pakaian Syarif Hidayatullah tidak terbakar sedikitpun dan bayi yang diselamatkan dalam keadaan segar bugar. Karena dianggap
orang sakti dan sangat ramah dengan penduduk maka banyak masyarakat yang menganut Agama Islam. Peristiwa tersebut membuat Kaisar Cina
gusar dan marah. Maka dibuatlah tipu muslihat, Syarif Hidayatullah diundang ke Istana untuk menebak apakah putri kaisar Cina, Ong Tien
sedang mengandung atau tidak. Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa putri tuan besar sedang mengandung.
Syarif Hidayatullah akan menerima hukuman yang berat dari kaisar, karena diperut Putri Ong Tien hanyalah sebuah bantal belaka
–di versi lain sebuah bokor
4
benda berbentuk cembung yang terbuat dari logam kuningan-, sehingga persis seperti orang mengandung. Tapi tidak lama
setelah itu, seorang pelayan berteriak dan mengabarkan bahwa Putri Ong Tien benar-benar mengandung. Setelah kejadian tersebut, Syarif
Hidayatullah menyelinap keluar dari istana dan kembali ke Cirebon.
4
Winny Gunarti, Putri Ong Tien Sebuah Faksi Jakarta: PT Gramedia, 2010, h. 90.
Putri Ong Tien berpamitan kepada ayahnya untuk mencari calon suaminya di Cirebon. Dalam pertemuannya di Gunung Jati, putri Ong Tien
dinikahi oleh Syarif Hidayatullah, dan diberi tempat tinggal di daerah Luragung. Setelah menikah, putri Ong Tien melahirkan seorang bayi. Ada
dua versi tentang bayi Ong Tien, versi yang pertama bayinya meninggal. Kemudian karena merasa kehilangan, putri Ong Tien mengangkat putra Ki
Gede Luragung bernama Adipati Arya Kemuning. Versi yang kedua menyatakan bahwa bayinya tidak meninggal dan Adipati Arya Kemuning
adalah anak kandung putri Ong Tien. Pada saat menginjak usia dewasa, Adipati Arya Kemuning pergi ke
Gunung Jati untuk menemui ayahandanya Sultan Syarif Hidayatullah. Sultan Syarif Hidayatullah menerima dengan suka hati, kemudian Adipati
Arya Kemuning ditugaskan untuk mengundang Suryadarma di Indramayu agar datang ke Gunung Jati. Ketika menjalankan tugas, Arya Kemuning
merasa kelelahan karena perjalanan yang ditempuh sangat jauh, Arya Kemuning
kemudian beristirahat
di sebuah
wilayah. Wilayah
persinggahan tersebut
kemudian diberi
nama Arjawinangun.
Arjawinangun terdiri dari dua kata yaitu ARJA dan WINANGUN. Arja artinya bahagia dan Winangun artinya membangun atau telah selesai
melaksanakan tugas.
5
5
Dokumen Desa Arjawinangun, “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDES Tahun 2015-
2020” , h. 5.
B. Demografi
1. Desa Jungjang
Desa Jungjang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Arjawinangun, berjarak 1 Km dari Pusat Pemerintahan Kecamatan, dan
25 Km dari Pusat Pemerintahan Kota, serta berjarak 109 Km dari Pusat Pemerintahan Ibukota Provinsi. Desa Arjawinangun berada di
Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, Republik Indonesia. Desa ini secara administrasi berbatasan dengan:
Utara :Berbatasan dengan Desa Bayalangu. Selatan: Berbatasan dengan Desa Kebonturi. Barat: Berbatasan dengan Desa Arjawinangun Timur:
Berbatasan dengan Desa Jungjang Wetan.
6
a. Jumlah Penduduk
Diagram 3.1 : Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah Penduduk Desa Jungjang sebanyak 11.512 jiwa yang terdiri dari
jumlah laki-laki 5.980 jiwa dan perempuan sebanyak 5.532 Jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 3.516 dengan yang tersebar dalam
6
Dokumen Desa Jungjang , “Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah
Desa RPJMDES Tahun 2015- 2020”, h. 8.
5980 5532
5200 5400
5600 5800
6000 6200
Penduduk Desa Jungjang laki-laki
Perempuan