BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa mayoritas responden ada pada kelompok umur 18 – 24 tahun yaitu sebanyak 33 orang 34, dan terendah berada
pada kelompok umur ≥55 tahun sebanyak 8 orang 8,3. Hal ini berarti bahwa umur
mereka masih tergolong usia angkatan kerja yang masih produktif. Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan SLTA yaitu sebanyak 56 orang 57,7 sedangkan terendah adalah Akademik perguruan tinggi yaitu sebanyak 4 orang 4,1, hal ini menunjukkan
bahawa responden memiliki pendidikan menengah. Berdasarkan lama dalam tahanan mayoritas responden berada dalam tahanan
selama 12 – 23 bulan yaitu sebanyak 30 orang 31 sedangkan terendah 24 – 35 bulan yaitu sebanyak 11 orang 11,3, hal tersebut mengakibatkan semakin lama
berada dalam ruang tahanan, maka kemungkinan responden untuk tertular penyakit skabies akan dapat terjadi.
5.2. Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga
Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Variabel sanitasi lingkungan pada penelitian ini meliputi ketersediaan air bersih, ventilasi, kelembaban, kepadatan penghuni dan kondisi lantai. Hasil uji
78
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berhubungan terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan Pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah
Tahanan Negara Klas 1 Medan,
5.2.1 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Ketersediaan Air Bersih terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan
Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih yang
baik hanya ada pada blok A saja, sedangkan 8 blok lainnya menunjukkan bahwa ketersediaan airnya tidak cukup yaitu sebanyak 61 orang 70,98
Air bersih dalam rung tahanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci dan kakus dan juga untuk wu’du bagi warga binaan yang beragama muslim.
Ketersediaan air bersih merupakan hal yang paling utama dalam sanitasi kamar mandi, dimana sangat erat kaitannya dengan timbulnya penyakit. Tidak tercukupinya
ketersediaan air bersih baik dari segi kuantitas maupun kualitas tentu akan menyebabkan warga binaan pemasyarakatan tidak dapat membersihkan dirinya
secara maksimal dan efektif, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kondisi kesehatan warga binaan pemasyarakatan dalam pemenuhan kebersihan pribadinya
yang akan berdampak pada timbulnya penyakit skabies. Sesuai dengan hasil penelitian Trisnawati 2009 yang menyatakan ada
hubungan antara kecukupan air mandi dengan kejadian skabies pada santri di Pondok
Pesantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan Kata. Hasil penelitian Siregar 2011
yang menyatakan terdapat hubungan pemanfaatan air bersih dengan keluhan 79
Universitas Sumatera Utara
gangguan kulit pada penghuni di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan dimana terdapat 71,9 penggunaan air bersih yang tidak baik. Penelitian Sidit 2004 di
Pondok Pesantren Assalam dan Darulfatah Kabupaten Temanggung yang menyebutkan bahwa kondisi sanitasi seperti fisik air dapat menimbulkan penyakit
skabies. Hasil penelitian Susi 2002 di Pondok Pesantren di Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara menunjukkan bahwa jumlah air bersih untuk para santri
sebanyak 86,2 tidak memenuhi syarat dimana terdapat 54 yang santri menderita penyakit skabies.
Hal ini sejalan dengan Riyadi 1984 yang mengatakan bahwa sanitasi lingkungan berprinsip untuk mengurangi faktor-faktor pada lingkungan yang dapat
menimbulkan penyakit. Dimana salah satu kegiatan utamanya ditujukan pada pengendalian sanitasi air dengan prioritas utama penyediaan air bersih. Begitu juga
dengan pendapat Kusnoputranto 1986 yang mengatakan bahwa penularan penyakit berkaitan erat dengan penggunaan air dalam hal kebersihan air, dimana air yang tidak
bersih dan mencukupi akan dapat menimbulkan berbagai penyakit yang salah satunya adalah infeksi kulit.
5.2.2. Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Ventilasi terhadap
Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Luas ventilasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas ventilasi yang
meliputi luas lubang angin dan luas jendela rumah dibagi dengan luas lantai. Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran bahwa hanya 3 blok yang memiliki
ventilasi yang baik dari 9 blok yang ada di Rumah Tahanan Klas 1 Medan. 80
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada Hubungan variabel ventilasi terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan pemasyarakatan yang berobat
ke klinik di Rumah Tahanan Klas I Medan, dengan nilai p = 0,095 p 0,05. Hal ini juga dapat dilihat bahwa blok dengan ventilasi yang baik terdapat 11 orang responden
yang sakit dan blok dengan ventilasi yang tidak baik juga terdapat 11 orang repsonden yang tidak sakit memenuhi syarat kesehatan sebanyak 50 hampir
sebanding dengan yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan 69,3. Hal ini disebabkan bahwa pada pagi hingga siang dan sore hari warga binaan
pemasyarakatan sebagian besar bisa keluar dari sel atau blok untuk berakfitas di sekitar rumah tahanan. Hal tersebut membuat para warga binaan pemasyarakatan
dapat menikmati sinar matahari dan udara bebas secara langsung yang tentunya dapat menjadikan warga binaan pemasyarakatan mendapatkan sinar matahari langsung
yang membuat lebih sehat atau terhindar dari penyakit skabies. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Ma’rufi 2005 yang menyatakan bahwa
berdasarkan Uji statistik dengan model Regresi Logistik Ganda dengan semua parameter yang secara signifikan berperan dalam penularan penyakit Skabies
menunjukkan bahwa parameter yang paling berperan adalah berturut-turut sanitasi kamar tidur dan ventilasi kamar tidur perilaku sehat serta higiene perorangan.
Indriasari 2010 menyatakan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Tradisional Al Badri dan Pondok
Pesantren Modern Darus Sholah Kabupaten Jember. 81
Universitas Sumatera Utara
Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan pada penghuni tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara
sangat diperlukan, dalam hal ini luas ventilasi.
5.2.3. Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Kelembaban terhadap
Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Kelembaban udara dalam penelitian ini adalah keadaan kelembaban udara dalam ruangan yang diukur dengan menggunakan thermohigrometer dan dinyatakan
dalam persen, memenuhi syarat jika nilai kelembaban antara 40-70. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa Blok dengan
kelembaban tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 7 blok dan yang memenuhi syarat kesehatan hanya 2 blok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kelembaban terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan pemasyarakatan yang berobat ke klinik
di Rumah Tahanan Klas I Medan, dengan nilai p = 0,043 p 0,05. Kelembaban dalam ruangan sangat berhubungan dengan ventilasi dan pencahayaan. Ventilasi dan
pencahayaan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi pada kesehatan. Kurangnya ventilasi rumah, kepadatan penghuni dan Hubungan cuaca
yang panas memungkinkan menjadi faktor penyebab kelembaban udara dalam ruangan tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi 2005 yang menyatakan bahwa sebanyak 232 orang santri tinggal di ruangan dengan kelembaban udara yang buruk
90 dengan prevalensi penyakit Skabies 67,70, sedangkan 106 santri tinggal di 82
Universitas Sumatera Utara
ruangan dengan kelembaban Baik 65-90 memiliki prevalensi penyakit Skabies 56,60. Dengan demikian tampak peran kepadatan hunian terhadap penularan
penyakit Skabies pada santri di Ponpes Lamongan. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2007 yang mengatakan bahwa
kelembaban sangat berperan penting dalam pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan yang lembab dapat mendukung terjadinya penularan penyakit, dalam hal ini termasuk pada kejadian skabies.
5.2.4. Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Pencahayaan terhadap
Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Pencayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perhitungan dari luas ventilasi yang meliputi lubang angin, luas jendela dan luas pintu yang terbuka dibagi
dengan luas lantai. Pada umumnya sinar matahari masuk ke dalam ruangan namun luas ventilasi
kurang memadai, sehingga cahaya yang masuk tidak memenuhi syarat kesehatan. Kondisi pencahayaan karena kurangnya ventilasi yang ada pada ruangan seperti
jendela, pintu dan lubang angin sehingga sinar matahari tidak dapat masuk. Selain itu padatnya ruangan-ruangan yang saling berdempetanberdampingan.
Menurut Notoatmodjo 2007 dan Sarudji 2010 ukuran minimal ventilasi ruamh adalah 15-20 dari luas lantai.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada Hubungan yang signifikan antara pencahayaan terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan
83
Universitas Sumatera Utara
pemasyarakatan yang berobat ke klinik di Rumah Tahanan Negara Klas I Medan dan didapat nilai p = 0,305 p0,05.
Dari data dapat diketahui bahwa responden yang tinggal di dalam ruangan yang pencahayaan memenuhi syarat kesehatan dan yang ruangannya tidak memenuhi
syarat kesehatan menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit skabies sama-sama tinggi, hal ini berarti bahwa kejadian penyakit skabies tidak dipengaruhi oleh
pencahayaan, namun kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti ketersediaan air bersih yang kurang, personal hygiene yang rendah, yang dapat
menyebabkan resiko untuk terjadinya penyakit skabies akan meningkat. Pencahayaan dirumah Tahanan untuk sinar matahari relatif kurang karena
hanya berasal dari lubang ventilasi. Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah,
khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan bakteri patogen Sukini,1989. Dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan didalam
ruangan rumah terutama ruangan tidur dan ruangan lainnya.
5.2.5. Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Kepadatan Penghuni
terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan
Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan antara luas lantai ruangan dengan jumlah orang yang tinggal dalam satu ruangan tersebut, memenuhi
syarat kesehatan jika luas lantai rumah ≥ 9 m
2
orang atau dalam kategori baik. 84
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sanitasi lingkungan berupa kepadatan penghuni di dapat nilai p = 0,001 p0,05 ada Hubungan
signifikan kepadatan penghuni terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan Pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Klas 1 Medan.
Rumah tahanan yang memiliki kepadatan penghuni baik, mayoritasnya tidak sakit atau tidak menderita skabies yaitu sebanyak 11 orang karena kepadatan
penghuni merupakan salah satu syarat untuk kesehatan rumah, dengan kepadatan hunian yang tinggi terutama pada kamar tidur seperti ruang tahanan maka akan
memudahkan penularan penyakit skabies secara kontak langsung dari satu orang ke orang lain begitu juga sebaliknya Soejadi,2003.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi 2005 yang menyatakan bahwa santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi 8 m2 untuk 2
orang sebanyak 245 orang mempunyai prevalensi penyakit Skabies 71,40, sedangkan santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian rendah 8
m2 untuk 2 orang sebanyak 93 orang mempunyai prevalensi penyakit Skabies 45,20.
Sesuai dengan pendapat Sukini 1989 bahwa kepadatan hunian sangat berHubungan terhadap jumlah bakteri penyebab penyakit menular, selain itu
kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara didalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah
mengalami pencemaran oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 yang di ruangan
85
Universitas Sumatera Utara
5.2.6. Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Kondisi Lantai terhadap
Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Variabel sanitasi lingkungan berdasarkan kondisi lantai menunjukkan ada Hubungan signifikan kondisi lantai terhadap kejadian penyakit skabies pada warga
binaan Pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Klas 1 Medan, dengan nilai p = 0,019 p0,05.
Berdasarkan hasil pengamatan penelit bahwa kondisi lantai di rumah tahanan negara klas 1 Medan, terdapat lantai yang basah dan berdebu yang akan dapat
menjadi sarang penyakit. Hasil pengamatan lainnya bahwa hampir secara keseluruhan warga binaan pemasyarakatan pada setiap blok tidur di lantai, oleh karenanya kondisi
ini akan memungkinkan mereka untuk menderita penyakit skabies. Lantai rumah sebaiknya terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, tidak lembab, dan berwarna cerah.
Karena, kondisi lantai yang basah akan berdampak baik pada pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga lebih memungkinkan manusia untuk terinfeksi olehnya,
termasuk pada penyakit skabies ini. Sesuai dengan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 829MenkesSKVII1999 yang salah satunya adalah Lantai yang harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang tidak memenuhi
syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembang-biakan bakteri terutama vektor penyakit lainnya. Udara dalam ruangan yang kondisi lantainya lembab, pada musim
panas lantai tersebut menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi kesehatan para penghuninya Suyono, 2005.
86
Universitas Sumatera Utara
5.3. Hubungan Personal Hygiene terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada
Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Variabel hygiene perseorangan yang dianalisis adalah kebersihan kulit dan kebersihan tangan, kaki dan kuku. Hasil uji menunjukkan kedua faktor tersebut
berHubungan terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan Pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Klas 1 Medan.
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan perseorangan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Seseorang yang sakit dapat dipengaruhi oleh masalah kebersihan yang kurang diperhatikannya. Hal ini terjadi karena kebiasaan yang
menganggap masalah kebersihan adalah masalah kecil, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus menerus tentu dapat mempengaruhi kesehatan secara umum, seperti
halnya penyakit skabies. Personal hygiene yang tidak baik akan membantu kutu Skabies, untuk hidup dan berkembang biak dimana ia akan lebih mudah menginfeksi
individu dengan kebiasaan jarang mandi dan keramas, jarang mencuci pakaian, handuk dan alas tidur dibandingkan dengan orang yang higenenya baik, yang pada
akhirnya akan mengakibatkan kejadian penyakit skabies. Sesuai dengan hasil penelitian Putri 2011, bahwa ada Hubungan yang
signifikan antara higiene perseorangan dengan kejadian skabies pada anak Studi
kasus di Sekolah Dasar Negeri 3 Ngablak, Magelang. Hasil penelitian Ma’ruf, dkk
2003 higiene perorangan berperan dalam penularan penyakit Skabies, dimana sebagian besar santri 213 orang mempunyai higine perorangan yang jelek dengan
87
Universitas Sumatera Utara
prevalensi penyakit Skabies 73,70. Hasil penelitian Hartati 2008 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara higiene perorangan dengan kejadian
penyakit Skabies pada siswa Klas 1-3 SDN Pengabean Kecamatan Dukuh Turi
Kabupaten Tegal. Hasil penelitian Yosserizal 2009 menyatakan bahwa terdapat
yang bermakna antara personal hygiene dengan kejadian penyakit skabies dengan nilai P0,05 di Jorong Koto Tanjung wilayah kerja Puskesmas Tanjung Ampalu
Kecamatan Koto VII Kabupaten Sijunjung. Hal ini sejalan dengan Mosby 1994 mengatakan bahwa Personal hygiene
menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk mikro organisme yang ada di mana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang
terkana penyakit, dalam hal ini termasuk penyakit skabies. Personal hygiene merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Personal
hygiene termasuk kedalam tindakan pencegahan primer yang spesifik. Hal ini juga sesuai dengan teori segitiga epidemiologi yang meyatakan bahwa suatu penyakit
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara host dalam hal ini manusia, agent dalam hal sumber penyakit skabies seperti kutu dan lingkungan dalam hal ini
termasuk personal hygiene Sudarto,1996 mengatakan bahwa Personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, seperti penyakit
kulit penyakit infeksi, penyakit mulut dan penyakit saluran cerna atau bahkan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya kulit.
88
Universitas Sumatera Utara
5.3.1. Hubungan Personal Hygiene Berdasarkan Kebersihan Rambut terhadap
Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kebersihan rambut terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan
pemasyarakatan di rumah tahanan negara klas 1 Medan dengan p = 0,425 p0,05. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa dari 81 responden yang
memiliki kebersihan rambut baik, sebanyak 54 orang 66,7 menderita penyakit skabies. Hal ini mungkin dapat terjadi karena responden yang membersihkan rambut
atau mencuci rambut tidak menggunakan shampoo, menggunakan alat pemeliharaan rambut secara bersama-sama, sehingga mayoritas responden menderita skabies.
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat
diidentifikasi Agus,2009. Rambut barmanfaat mencegah infeksi untuk daerah kepala dan untuk menjaga supaya rambut kelihatan bersih dan tidak berketombe
dianjurkan minimal dua hari sekali keramas cuci rambut dengan memakai samphoo. Samphoo berfungsi membersihkan rambut juga memberikan beberapa vitamin
bagi rambut sehingga rambut subur dan berkilau. Kurangnya kebersihan rambut seseorang akan membuat penampilan rambutnya tampak kusut, kusam, tidak rapi dan
tampak acak-acakan. 89
Universitas Sumatera Utara
5.3.2. Hubungan Personal Hygiene Berdasarkan Kebersihan Kulit terhadap
Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki
kebersihan kulit yang tidak baik sebanyak 56 orang 73,7 menderita penyakit skabies. Hal ini berarti ada hubungan antara kebersihan kulit terhadap kejadian
penyakit skabies pada warga binaan Pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan dengan nilai p 0,001 p0,05.
Kulit yang memiliki fungsi sebagai proteksi tubuh, pengaturan temperatur tubuh, ekskresi dan lainnya idealnya harus tetap terjaga kebersihannya. Kondisi kulit
yang tidak bersih yang salah satunya diakibatkan oleh kebiasaan jarang mandi mengakibatkan kutu skabies akan lebih mudah menginfeksinya, terutama pada jari-
jari tangan, lipatan paha dan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Frenki 2011 menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kebersihan kulit dengan kejadian penyakit skabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011.
Kebersihan individu dalam hal ini kulit yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial, dimana dampak fisik
yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit Wartonah,2003. Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti
rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun Hubungan buruk dari luar. Dalam menjalankan fungsinya, kulit menerima berbagai rangsangan dari luar dan menjadi
pintu masuk mikroorganisme pathogen. Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan 90
Universitas Sumatera Utara
tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultraviolet. Bila
kulit bersih dan terpelihara, kita akan dapat terhindar dari berbagai penyakit, gangguan atau kelainan yang dapat muncul. Kondisi kulit yang bersih akan
menciptakan perasaan segar dan nyaman. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya.
Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain- lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit hewani adalah penyakit
skabies Djuanda, 2000.
5.3.3. Hubungan Personal Hygiene Berdasarkan Kebersihan Tangan, Kaki
dan Kuku terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Negara
Klas 1 Medan Berdasarkan hasil uji Chi Square, diketahui bahwa ada Hubungan antara
kebersihan tangan, kaki dan kuku terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan Pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah Tahanan Klas 1 Medan
dengan nilai p 0,006 p0,05.. Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tak
langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit penderita misalnya berjabat tangan. Tentunya sangat perlu menjaga kebersihan tangan dan kuku
setiap saat, jika tidak kondisi kebersihan tangan dan kuku yang buruk akan memperbesar potensi penularan skabies. Hal ini diperparah dengan kebiasaan kita
untuk makan, mempersiapkan makanan dan bekerja dengan menggunakan tangan 91
Universitas Sumatera Utara
yang sudah tentu mempermudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum
dan sesudah beraktivitas baik dari segi pencucian maupun penggunaan sabun antiseptik. Begitu juga dengan kebersihan kaki, yang harus senantiasa terja.
Pemakaian alas kaki dan juga menjaga agar kaki tetap kering sangatlah penting karena kutu penyebab skabies yang cenderung suka hidup di tempat yang lembab.
Hasil penelitian Frenki 2012 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies di Pesantren
Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011.
Hal ini sejalan dengan Webhealthcenter 2006 menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita
skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan
sesudah beraktivitas. 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area
antara jari tangan, kuku dan punggung tangan.2. Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari. 3. Jangan menggaruk
atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan. 4. Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek
sehingga mengenai pinch kulit. 92
Universitas Sumatera Utara
Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan. Mencuci tangan adalah menggosok dengan
sabun secara bersama seluruh kulit permukan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas dibawah aliran air. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan
organisme yang menempel di jari tangan dan mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Tangan yang terkontaminasi tersebut merupakan penyebab utama
perpindahan infeksi. Mencuci tangan secara rutin dapat dilakukan dengan menggunakan sabun.
5.4. Variabel yang Paling Dominan Berhubungan terhadap Kejadian Penyakit
Skabies di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan
Berdasarkan uji regresi logistik berganda dari 9 sepuluh variabel yang diteliti diperoleh hasil bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian
penyakit skabies adalah kondisi lantai dengan nilai Exp β sebesar 0,037 ini
disebabkan sebagian besar warga binaan pemasyarakatan yang datang berobat ke klinik di rumah tahanan negara klas 1 Medan tidur dilantai yang kondisinya buruk
dan kurang menjaga kebersihan diri personal hygiene, seperti kebersihan kulit serta kebersihan tangan dan kaki dan kuku, dikarenakan kurangnya ketersediaan air bersih.
Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui bahwa ketersediaan air bersih sangat tidak mencukupi untuk mandi, cuci, dan kakus dan wu’du bagi warga binaan
pemasyarakatan yang tinggal setiap blok Rumah Tahanan Negara Klas I Medan. Semakin kurang ketersediaan air bersih maka hal ini tentunya akan menyebabkan
kurangnya kebersihan dari warga binaan pemasyarakatan tersebut. Kebersihan diri 93
Universitas Sumatera Utara
yang kurang akan dapat menginventasi parasit penyebab penyakit skabies yaitu Sarcoptes Scabei pada tubuh manusia.
Penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang mudah menular dari satu orang ke orang lain, walaupun penyakit ini merupakan penyakit kulit biasa dan tidak
membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat menganggu kehidupan sehari-hari. Hal ini memungkinkan terjadi di Rumah Tahanan Klas I Medan, karena
kurangnya kesadaran dari warga binaan pemasyarakatan untuk berobat atau memeriksakan kesehatannya secara berkala ke klinik yang ada di Rumah Tahanan
Negara Klas I Medan. Keadaan ini akan menyebabkan penderita penyakit skabies akan dapat menularkan penyakit skabies tersebut kepada warga binaan
pemasyarakatan lainnya yang tinggal secara bersama-sama dalam blok yang tingkat huniannya juga sangat padat.
94
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan analisis dan pembahasan dari penelitian tentang Hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene terhadap kejadian
penyakit skabies pada warga binaan pemasyarakatan yang berobat ke klinik di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Medan adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan variabel sanitasi lingkungan yang memiliki Hubungan terhadap kejadian skabies yaitu ketersediaan air bersih dengan nilai p = 0,001, kelembaban
0,043 p0,05, kepadatan penghuni p = 0,001 p0,05 dan kondisi lantai p = 0,019 p0,05.
2. Variabel yang tidak memiliki Hubungan adalah pencahayaan p = 0,305 p0,05 kondisi lantai dengan nilai p = 0,301 p0,05, dan ventilasi dengan nilai p =
0,095 p0,05. 3. Berdasarkan variabel hygiene perseorangan yang memiliki Hubungan terhadap
kejadian skabies yaitu kebersihan kulit 0,001 p0,05 dan kebersihan tangan, kaki dan kuku p = 0,006 p0,05.
4. Variabel yang tidak memiliki Hubungan adalah kebersihan rambut p = 0,425 p0,05.
95
Universitas Sumatera Utara