Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)

(1)

ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK

PERIODE 2003-2007

(ANALISIS

SHIFT SHARE

DAN LQ)

OLEH

RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

RININTA PUTRI PURWANTINA, Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ) (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah. Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan penguatan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan tetap memerhatikan kesinergisan pembangunan antar sektor-sektor perekonomian.

Kota Depok sebagai salah satu kota satelit atau daerah penyangga Kota DKI Jakarta yang memiliki lokasi strategis, berada diantara dua kota besar yaitu Kota DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Hal ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Depok, terutama tercermin dari semakin maraknya perkembangan dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas-fasilitas jasa sesuai dengan fungsi Kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Adanya optimisme pemerintah daerah Kota Depok terhadap kemajuan pembangunan daerah akibat otonomi daerah serta cukup besarnya laju pertumbuhan PDRB Kota Depok, mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perekonomian di Kota Depok.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi, laju pertumbuhan, dayasaing, profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok serta mengidentifikasi sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007. Dilengkapi dengan analisis regulasi-regulasi yang diterapkan pemerintah Kota Depok terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.

Pada penelitian ini, untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi digunakan analisis Shift Share dan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan digunakan analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 periode 2003-2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kontribusi PDRB terbesar adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp 2.188.502,81 juta pada tahun 2007. Sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar Rp 161.095,98 juta pada tahun 2007. Sektor yang mengalami laju pertumbuhan tercepat adalah sektor


(3)

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,64 persen. Sedangkan sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar 5,24 persen. Dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok pada umumnya masih kurang baik jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di wilayah lain di Provinsi Jawa Barat, kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor unggulan Kota Depok adalah sektor listrik, gas dan air minum; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor progresif Kota Depok terdiri atas sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok pada tiap sektor perekonomian mendukung pelaksanaan pembangunan Kota Depok ke arah perekonomian modern yang lebih fokus pada sektor tersier dengan dukungan sektor sekunder.

Untuk lebih dapat memajukan perekonomian Kota Depok, hendaknya Pemerintah Kota Depok memberikan perhatian yang lebih pada sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang sangat potensial untuk dikembangkan di Kota Depok melalui pemberian izin yang selektif, pemberian bantuan permodalan bagi UMKM dan perbaikan infrastruktur pasar tradisional dengan dukungan dan implementasi regulasi yang lebih nyata di lapangan sebagai upaya untuk lebih memajukan perekonomian Kota Depok. Perlu Penetapan peraturan daerah Pemerintah Kota Depok yang dapat disosialisasikan, dilaksanakan dan tidak bertentangan dengan kepentingan para pelaku ekonomi di dalamnya.


(4)

(5)

ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK

PERIODE 2003-2007

(ANALISIS

SHIFT SHARE

DAN LQ)

Oleh

RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rininta Putri Purwantina Nomor Registrasi Pokok : H14053762

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. NIP.19730124 200710 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 7 Agustus 2009

Rininta Putri Purwantina H14053762


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rininta Putri Purwantina lahir pada tanggal 3 Januari 1987 di Jakarta, ibukota Provinsi DKI Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Suherman dan Purwati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDI. PB. Sudirman I Jakarta, kemudian melanjutkan ke SLTP. PB. Sudirman Plus Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 39 Jakarta dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumberdaya yang berguna bagi keluarga, agama, masyarakat dan negara. Penulis masuk IPB melalui jalur SPMB dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di beberapa organisasi seperti SES-C (Sharia Economy Student Club), HIPOTESA (Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan), dan banyak berpartisipasi dalam berbagai jenis kepanitiaan lainnya seperti GENUS (Gebyar Nusantara), BOUNCE (Banking Outlook and Seminar), POLEX (Politic Expo) dan sebagainya.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)”. Kajian tentang Perekonomian Kota Depok sangat menarik untuk diangkat terkait dengan pesatnya perkembangan ekonomi yang terjadi di Kota Depok serta berbagai fenomena menarik yang menyertainya belakangan ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1)Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing penulis baik secara teknis maupun psikologis selama proses penyusunan skripsi sehingga dapat memotivasi penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2)Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. selaku dosen penguji utama dan Bapak Alla Asmara, M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan kritiknya yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

3)Orangtua tercinta, Ayahanda Suherman dan Ibunda Purwati, kakak dan adik tersayang atas doa dan motivasi yang membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

4)Teman-teman satu bimbingan: Ethy, Dewinta, dan Diana atas motivasi, doa, kebersamaan dan kesediaannya dalam membantu penulis.

5)Merlynda Dewi (Nenech), Khairani Putri (Miehput), Tia Rahmina (Tia), Katrin Nada (Nada), Lina Sulistiawati (Lina), Mamieh, Maryam, Icha Septi, Rina, Tanjung, Echa, Wina, Secha, Vivi, Dhamar, Elby, Lesty, Uci, Fitri, Tias Arum, yang telah banyak membantu penulis.

6)Teman-teman Raciz’s : Tezza, Rara, Yulia, Citra, Aulia dan Tessa atas waktu, doa dan motivasi yang telah diberikan selama masa penyusunan skripsi.


(10)

7)Semua teman-teman seperjuangan IE’42 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun penulis mengucapkan banyak terima kasih atas doa, dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 7 Agustus 2009

Rininta Putri Purwantina H14053762


(11)

ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK

PERIODE 2003-2007

(ANALISIS

SHIFT SHARE

DAN LQ)

OLEH

RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

RININTA PUTRI PURWANTINA, Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ) (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah. Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan penguatan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan tetap memerhatikan kesinergisan pembangunan antar sektor-sektor perekonomian.

Kota Depok sebagai salah satu kota satelit atau daerah penyangga Kota DKI Jakarta yang memiliki lokasi strategis, berada diantara dua kota besar yaitu Kota DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Hal ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Depok, terutama tercermin dari semakin maraknya perkembangan dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas-fasilitas jasa sesuai dengan fungsi Kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Adanya optimisme pemerintah daerah Kota Depok terhadap kemajuan pembangunan daerah akibat otonomi daerah serta cukup besarnya laju pertumbuhan PDRB Kota Depok, mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perekonomian di Kota Depok.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi, laju pertumbuhan, dayasaing, profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok serta mengidentifikasi sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007. Dilengkapi dengan analisis regulasi-regulasi yang diterapkan pemerintah Kota Depok terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.

Pada penelitian ini, untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi digunakan analisis Shift Share dan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan digunakan analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 periode 2003-2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kontribusi PDRB terbesar adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp 2.188.502,81 juta pada tahun 2007. Sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar Rp 161.095,98 juta pada tahun 2007. Sektor yang mengalami laju pertumbuhan tercepat adalah sektor


(13)

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,64 persen. Sedangkan sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar 5,24 persen. Dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok pada umumnya masih kurang baik jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di wilayah lain di Provinsi Jawa Barat, kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor unggulan Kota Depok adalah sektor listrik, gas dan air minum; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor progresif Kota Depok terdiri atas sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok pada tiap sektor perekonomian mendukung pelaksanaan pembangunan Kota Depok ke arah perekonomian modern yang lebih fokus pada sektor tersier dengan dukungan sektor sekunder.

Untuk lebih dapat memajukan perekonomian Kota Depok, hendaknya Pemerintah Kota Depok memberikan perhatian yang lebih pada sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang sangat potensial untuk dikembangkan di Kota Depok melalui pemberian izin yang selektif, pemberian bantuan permodalan bagi UMKM dan perbaikan infrastruktur pasar tradisional dengan dukungan dan implementasi regulasi yang lebih nyata di lapangan sebagai upaya untuk lebih memajukan perekonomian Kota Depok. Perlu Penetapan peraturan daerah Pemerintah Kota Depok yang dapat disosialisasikan, dilaksanakan dan tidak bertentangan dengan kepentingan para pelaku ekonomi di dalamnya.


(14)

(15)

ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK

PERIODE 2003-2007

(ANALISIS

SHIFT SHARE

DAN LQ)

Oleh

RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rininta Putri Purwantina Nomor Registrasi Pokok : H14053762

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. NIP.19730124 200710 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 7 Agustus 2009

Rininta Putri Purwantina H14053762


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rininta Putri Purwantina lahir pada tanggal 3 Januari 1987 di Jakarta, ibukota Provinsi DKI Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Suherman dan Purwati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDI. PB. Sudirman I Jakarta, kemudian melanjutkan ke SLTP. PB. Sudirman Plus Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 39 Jakarta dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumberdaya yang berguna bagi keluarga, agama, masyarakat dan negara. Penulis masuk IPB melalui jalur SPMB dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di beberapa organisasi seperti SES-C (Sharia Economy Student Club), HIPOTESA (Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan), dan banyak berpartisipasi dalam berbagai jenis kepanitiaan lainnya seperti GENUS (Gebyar Nusantara), BOUNCE (Banking Outlook and Seminar), POLEX (Politic Expo) dan sebagainya.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)”. Kajian tentang Perekonomian Kota Depok sangat menarik untuk diangkat terkait dengan pesatnya perkembangan ekonomi yang terjadi di Kota Depok serta berbagai fenomena menarik yang menyertainya belakangan ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1)Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing penulis baik secara teknis maupun psikologis selama proses penyusunan skripsi sehingga dapat memotivasi penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2)Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. selaku dosen penguji utama dan Bapak Alla Asmara, M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan kritiknya yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

3)Orangtua tercinta, Ayahanda Suherman dan Ibunda Purwati, kakak dan adik tersayang atas doa dan motivasi yang membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

4)Teman-teman satu bimbingan: Ethy, Dewinta, dan Diana atas motivasi, doa, kebersamaan dan kesediaannya dalam membantu penulis.

5)Merlynda Dewi (Nenech), Khairani Putri (Miehput), Tia Rahmina (Tia), Katrin Nada (Nada), Lina Sulistiawati (Lina), Mamieh, Maryam, Icha Septi, Rina, Tanjung, Echa, Wina, Secha, Vivi, Dhamar, Elby, Lesty, Uci, Fitri, Tias Arum, yang telah banyak membantu penulis.

6)Teman-teman Raciz’s : Tezza, Rara, Yulia, Citra, Aulia dan Tessa atas waktu, doa dan motivasi yang telah diberikan selama masa penyusunan skripsi.


(20)

7)Semua teman-teman seperjuangan IE’42 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun penulis mengucapkan banyak terima kasih atas doa, dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 7 Agustus 2009

Rininta Putri Purwantina H14053762


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 9

2.2. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah ... 13

2.3. Konsep Wilayah ... 15

2.4. Analisis Shift Share ... 20

2.4.1. Kegunaan Analisis Shift Share ... 20

2.4.2. Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 21

2.4.3. Kelemahan Analisis Shift Share ... 23

2.5 Pengertian Sektor Unggulan ... 24

2.6. Penelitian Terdahulu ... 25

2.7. Kerangka Pemikiran ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3. Metode Analisis Shift Share ... 30

3.3.1. Analisis PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat .. 31

3.3.2. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra, Ri, ri) ... 33


(22)

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 34 3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih . 38 3.4. Metode Analisis Location Quotient (LQ) ... 42 3.5. Konsep dan Definisi Data ... 44 3.5.1. Sudut Pandang PDRB dari Berbagai Perspektif ... 44 3.5.2. Uraian Sektoral ... 49 IV. GAMBARAN UMUM ... 66 4.1. Letak Geografis ... 66 4.2. Wilayah Administratif ... 67 4.3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ... 67 4.4. Pendidikan ... 70 4.5. Ketenagakerjaan ... 71 V. PEMBAHASAN ... 73

5.1. Analisis Perubahan PDRB Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat Periode 2003-2007 ... 73 5.2. Rasio PDRB Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat

Periode 2003-2007 ... 77 5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Depok

Periode 2003-2007 ... 79 5.4. Profil Pertumbuhan dan Pergeseran Bersih Sektor-Sektor

Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 ... 83 5.5. Sektor Unggulan Kota Depok Periode 2003-2007 ... 86 5.6. Sektor Nonunggulan Kota Depok Periode 2003-2007 ... 89 5.7. Implikasi Kebijakan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Depok ... 90 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

6.1. Kesimpulan ... 105 6.2. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA ... 108 LAMPIRAN ... 110


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk

di Kota Depok Periode 2003-2008 ... 3 1.2. PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan

Harga Konstan 2000 Periode 2003-2007 ... 5 4.1. Kecamatan di Kota Depok Tahun 2008 ... 67 4.2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Laju Pertumbuhan Penduduk

di Kota Depok Periode 2003-2007 ... 68 4.3. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

di Kota Depok Tahun 2007 ... 69 4.4. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin

dan Ijazah Tertinggi yang Dimiliki Penduduk Kota Depok

Periode 2003-2007 ... 71 4.5. Persentase Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Keatas) Menurut

Kegiatan Utama di Kota Depok Periode 2003-2007 ... 72 5.1. Perubahan PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha

Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan 2007 ... 73 5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha

Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan 2007 ... 75 5.3. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi jawa Barat

Periode 2003-2007 (Nilai Ra, Ri dan ri) ... 77 5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Depok

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional (PR),

Periode 2003-2007 ... 79 5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Depok

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP),

Periode 2003-2007 ... 81 5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Depok

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), Periode 2003-2007 ... 82 5.7. Pergeseran Bersih Kota Depok Periode 2003-2007 ... 85 5.8. Nilai Kuosien Lokasi di Kota Depok Periode 2003-2007 ... 86


(24)

5.9. Target dan Realisasi Pajak Penghasilan Daerah Kota Depok


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Model Analisis Shift Share ... 23 2.2. Kerangka Pemikiran ... 29 3.1. Profil Pertumbuhan PDRB ... 39 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kota Depok


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 Menurut

Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 ... 111 2. PDRB Kota Depok Tahun 2003-2007 Menurut

Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 ... 113 3. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat

(Ra, Ri dan ri) ... 115 4. Perhitungan Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat

(Ra, Ri dan ri) ... 116 5. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) dan Perhitungannya ... 119 6. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Perhitungannya ... 120 7. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) dan perhitungannya 121 8. Komponen Pergeseran Bersih (PB) dan Pergeserannya ... 122 9. Nilai Location Quotient Tahun 2007 dan perhitungannya

(Dalam Juta Rupiah) ... 123 10. Jumlah Angkutan Kota Menurut Trayek di Kota Depok Tahun 2008 ... 124 11. Jumlah Penumpang Kereta Api Menurut Stasiun Kereta Api di Kota

Depok Tahun 2008 ... 125 12. Jumlah Karcis Kereta Api Menurut Stasiun Kereta di Kota Depok


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Strategi pembangunan harus ditekankan pada bidang pembangunan sektor produksi maupun infrastruktur untuk memacu pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Proses perkembangan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana dapat terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian, namun secara umum menunjukkan kecenderungan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.

Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada membangun dan memperkuat sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan tetap memerhatikan kesinergisan antar sektor-sektor perekonomian.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pembangunan nasional. Hal ini


(28)

disebabkan karena Provinsi Jawa Barat memiliki sumberdaya alam yang beragam seperti sumberdaya air, lahan dan sumberdaya pendukung yang meliputi infrastruktur wilayah yang memadai dan sumberdaya manusia yang meliputi kesediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas. Provinsi Jawa Barat juga memiliki posisi geografis yang strategis berdekatan dengan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara, pusat industri dan pusat perdagangan sehingga memungkinkan terjadinya pengembangan dan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih cepat dibandingkan daerah lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah bersama atribut-atribut lainnya yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pelaksanaan otonomi daerah sebagai bentuk pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan suatu upaya agar permasalahan yang timbul pada suatu daerah dapat segera ditanggulangi oleh pemerintah daerahnya sendiri dengan menggunakan segala potensi dan keragaman yang dimiliki daerah tersebut.

Banyak daerah di Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, salah satunya adalah Kota Depok. Kota Depok sebagai salah satu kota satelit Kota DKI Jakarta yang memiliki lokasi strategis, berada diantara dua kota besar yaitu Kota DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Hal


(29)

ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Depok, terutama tercermin dari semakin maraknya perkembangan dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas-fasilitas jasa seperti perdagangan, perbankan, jasa-jasa dan sebagainya sesuai dengan fungsi Kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.

Kota Depok sebagai wilayah termuda di Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sekitar 200,29 km², terbentuk pada tahun 1999 berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon. Sebagai daerah penyangga Kota DKI Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Arus migrasi dan kelahiran yang tinggi mendorong laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kota Depok.

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Depok Periode 2000-2008

Tahun Jumlah

Penduduk

Luas Wilayah (Km2 )

Kepadatan penduduk (jiwa per Km2 )

2000 973.036 207,06 4699,00

2001 1.204.687 200,29 6014,71

2002 1.247.233 200,29 6227,14

2003 1.335.734 200,29 6669,00

2004 1.369.461 200,29 6837,39

2005 1.374.522 200,29 6862,66

2006 1.420.480 200,29 7092,12

2007 1.470.002 200,29 7339,37

2008 1.503.677 200,29 7507,50

Sumber : BPS dan Bappeda Kota Depok, 2000-2008.

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kota Depok setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, kepadatan penduduk hanya


(30)

sebesar 4.699 jiwa per Km2 yang kemudian mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan hingga mampu mencapai angka 6.014 jiwa per Km2 pada tahun 2001. Setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan pada akhirnya mampu mencapai 7.092 jiwa per Km2 pada tahun 2006, meningkat menjadi 7.339 jiwa per Km2 pada tahun 2007 dan 7.507 jiwa per Km2 pada tahun 2008.

Peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok dapat menjadi indikator pesatnya pertumbuhan ekonomi Kota Depok dari tahun ke tahun. PDRB adalah total nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu tertentu (satu tahun) di wilayah regional tertentu, dalam kasus ini adalah Kota Depok. Perkembangan dan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok baik dari segi perubahan besarnya distribusi maupun kontribusi tiap sektor dapat terlihat dengan jelas dalam PDRB Kota Depok (rincian per subsektor seperti pada Lampiran 1).


(31)

Tabel 1.2. PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2003-2007 (Dalam Juta Rupiah)

Sektor 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian 153.071,51

(3,67) 159.556,91 (3,59) 167.053,64 (3,52) 159.921,17 (3,16) 161.095,98 (2,97) Pertambangan dan Penggalian - (0) - (0) - (0) - (0) - (0) Industri Pengolahan 1.671.866,52

(40,10) 1.793.348,32 (40,38) 1.954.749,67 (41,15) 2.094.461,49 (41,34) 2.188.502,81 (40,39) Listrik, Gas dan Air

Bersih 138.496,57 (3,32) 146.341,60 (3,30) 157.837,97 (3,32) 162.625,11 (3,21) 168.289,13 (3,11) Bangunan / Konstruksi 269.033,15 (6,45) 284.053,85 (6,40) 289.734,93 (6,10) 299.855,37 (5,92) 330.725,45 (6,10) Perdagangan,

Hotel dan Restoran

1.221,192,62 (29,29) 1.293.418,42 (29,13) 1.371.884,46 (28,88) 1.500.643,82 (29,62) 1,680.841,66 (31,02) Pengangkutan dan Komunikasi 225.171,34 (5,40) 240.540,53 (5,42) 259.654,73 (5,47) 265.439,68 (5,24) 272.608,12 (5,03) Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

163.793,87 (3,93) 180.689,28 (4,07) 192.688,45 (4,06) 198.084,51 (3,91) 216.184,33 (3,99)

Jasa-Jasa 327.129,86

(7,85) 342.927,92 (7,72) 356.430,25 (7,50) 385.097,91 (7,60) 399.999,46 (7,38)

PDRB 4.169.755,44

(100) 4.440.876,83 (100) 4.750.034,10 (100) 5.066.129,06 (100) 5.418.246,94 (100) Sumber : BPS Kota Depok, 2003-2007.

Dapat dilihat dalam PDRB Kota Depok periode 2003-2007, industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 40,10 persen pada tahun 2003 dan mengalami peningkatan menjadi 40,39 persen pada tahun 2007. Adapun beberapa sektor yang memiliki kontribusi yang cukup rendah, persentase distribusi sektor berada dibawah lima persen yaitu sektor listrik, gas dan air bersih; sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Adanya optimisme pemerintah daerah Kota Depok terhadap kemajuan pembangunan daerah akibat otonomi daerah serta cukup besarnya laju


(32)

pertumbuhan PDRB Kota Depok, mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perekonomian dan sektor unggulan di Kota Depok.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, terdapat beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan diangkat adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kontribusi dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007 ?

2. Bagaimana dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007 ?

3. Bagaimana profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007 ?

4. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Depok periode 2003-2007 ?

5. Regulasi apa saja yang diterapkan Pemerintah Kota Depok terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kontribusi dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.


(33)

2. Menganalisis dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.

3. Menganalisis profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.

4. Mengidentifikasi sektor unggulan di Kota Depok periode 2003-2007.

5. Menganalisis regulasi-regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah Kota Depok, diharapkan dapat lebih memerhatikan sektor perekonomian yang benar-benar mendukung dan menjadikan perekonomian Kota Depok menjadi unggul.

2. Bagi para Akademisi, diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai Kota Depok. 3. Bagi Masyarakat Umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan umum tentang Kota Depok.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada :

1. Kontribusi dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.


(34)

2. Dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.

3. Profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.

4. Sektor-sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007.

5. Regulasi yang diterapkan pemerintah daerah terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Smith, bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam perekonomian suatu wilayah. Sebagai akibat dari adanya spesialisasi yang terjadi, maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan spesialisasi dan pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja yang ada akan mempercepat proses pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan mempertinggi tingkat produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi.

Menurut konsep pola kutub pertumbuhan (growth pole), fakta dasar dari perkembangan spasial adalah (Glasson, 1974) :

1. Pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak.

2. Pertumbuhan terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan, dengan intensitas yang berubah-ubah.

3. Perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beranekaragam terhadap keseluruhan perekonomian.

Dalam pola ini, daerah dianggap terdiri dari suatu pusat pertumbuhan daerah sekitarnya. Dalam hierarki wilayah, Kota Depok sebagai wilayah inti berfungsi sebagai pusat pertumbuhan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Intensitas pertumbuhan wilayah kutub yang semakin meningkat akan menimbulkan


(36)

kekuatan-kekuatan terhadap semua bidang perekonomian sehingga menimbulkan efek yang beranekaragam terhadap semua bidang tersebut. Melalui berbagai proses sosial dan ekonomi, investasi di berbagai sektor akan meningkat dan akan mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian, adanya pertumbuhan di wilayah inti sebagai kutub yang berkekuatan memencar dan menarik pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan wilayah sekitar, pengaruh ini merupakan “spread effect” yang merupakan proses berkebalikan. Namun masih terdapat keraguan yang cukup besar mengenai kekuatan relatif dari “spread effect” dibandingkan dengan “backwash effect”.

Sebagai gambaran, jika suatu usaha di pusat pertumbuhan dapat berkembang dengan baik, maka keadaan ini akan memberikan manfaat kepada daerah di sekitarnya karena mekanisme pasar lebih berperan sebagai penghubung, dan keadaan ini harus ditunjang oleh pengadaan infrastruktur yang berkesinambungan. Pada gilirannya kesempatan kerja akan meningkat dan akan mendorong terciptanya peluang-peluang lainnya, selain menarik kelebihan tenaga kerja dari desa sekitarnya.

Menurut W.W.Rostow, dapat dikatakan bahwa sejarah perkembangan ekonomi itu melalui beberapa tingkat yaitu :

1. Masyarakat Tradisional

Fase ini ditandai dengan adanya fungsi produksi yang terbatas. Namun, dalam kenyataan yang sebenarnya perubahan-perubahan ekonomi selalu ada. Ini dapat dilihat dari adanya perubahan didalam perdagangan dan tingkat pertambahan produksi pertanian. Demikian pula perubahan-perubahan terjadi


(37)

dalam hasil industri (pabrik), jumlah penduduk dan pendapatan riil. Perkembangan ini dibatasi oleh tingkat teknologi. Masyarakat pada fase ini tidak kekurangan akan penemuan-penemuan dan inovasi, tetapi belum ada pengertian sistematis terhadap alam sekitarnya yang dapat mendorong perkembangan lebih lanjut. Pengertian masyarakat pada fase ini terhadap perkembangan masa depan masih kurang.

Tingkat produksi yang dapat dicapai masih terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara sistematis, sehingga dengan terbatasnya produktivitas maka sebagian besar sumber tenaga kerja berada di sektor pertanian. Hubungan keluarga masih erat dan berpengaruh besar dalam organisasi-organisasi sosial. Kekuasaan dipegang oleh mereka yang mempunyai tanah yang luas.

2. Masyarakat Prasyarat untuk Lepas Landas (precondition for take-off)

Merupakan fase yang diperlukan agar perkembangan ekonomi dapat lepas landas (take off). Proses seluruhnya diperbaiki dengan adanya perluasan pasar dan koloni. Faktor-faktor nonekonomi juga tidak dapat diabaikan peranannya dalam perkembangan ekonomi. Terdapat dua keadaan yang saling memengaruhi satu sama lain yaitu : (1) pertumbuhan perlahan-lahan (evolusi) dalam ilmu pengetahuan modern, (2) banyaknya inovasi yang dilakukan bersama-sama dengan penemuan daerah-daerah baru dalam sektor-sektor yang cukup penting, perluasan pasar untuk memajukan perdagangan dan meningkatkan spesialisasi produksi. Selain itu ditandai juga dengan


(38)

ketergantungan satu daerah dengan daerah lainnya dan adanya perluasan lembaga-lembaga keuangan.

Masyarakat yang memasuki fase ini ditandai dengan tiga perubahan radikal. Pertama, adanya pembangunan fasilitas prasarana umum terutama dibidang transportasi. Kedua, revolusi teknik di bidang pertanian yang ditandai dengan kenaikan produksi menggunakan teknik baru serta banyaknya urbanisasi. Ketiga, perluasan impor yang dibiayai oleh perdagangan komoditi sumber-sumber alam yang ada.

Secara positif dikatakan apabila pemerintah belum menaruh perhatian pada tiga sektor perkembangan tersebut, yaitu fasilitas umum, pertanian, dan perdagangan, maka fase lepas landas akan tertunda. Ketiga sektor tersebut adalah sektor-sektor yang penting untuk mengadakan perkembangan industri secara terus menerus.

3. Masyarakat Lepas Landas (take off)

Fase ini ditandai dengan penerapan teknik-teknik baru dalam industri sudah berjalan dengan sendirinya. Untuk masuk fase ini selain prasarana umum, pertanian dan perdagangan, harus ditambahkan dengan adanya golongan wiraswasta dan teknik-teknik baru serta sumber-sumber kapital yang teratur. Fase ini biasanya menandakan kemenangan-kemenangan sosial, politik dan kebudayaan. Perkembangan ini selanjutnya mendorong masyarakat untuk memusatkan pada usaha-usaha teknik modern diluar sektor-sektor yang telah dimodernisasi selama fase lepas landas.


(39)

4. Masyarakat Menuju Kematangan (drive to maturity)

Periode ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern terhadap sumber-sumber ekonomi. Perluasan industrialisasi bukan lagi merupakan tujuan pokok, dikarenakan berlaku hukum the law of diminishing marginal utility. Sektor-sektor penting bukan hanya ditentukan oleh adanya teknologi tetapi juga kualitas persediaan sumber-sumber ekonomi. Bila suatu masyarakat berkembang ke kematangan teknologi, maka struktur dan kualitas tenaga kerja berubah terutama pada perbandingan jumlah antara yang bekerja di sektor pertanian dan non pertanian.

5. Masyarakat Konsumsi yang Berlebih (high mass consumption)

Cara-cara yang digunakan dalam fase ini adalah (1) menyediakan atau menawarkan jaminan yang lebih baik, kemakmuran dan leisure kepada angkatan kerja dan disesuaikan dengan ukuran masyarakat setempat, (2) menyediakan konsumsi bagi setiap individu dalam porsi yang lebih banyak dan (3) mencari perluasan pengaruh bagi negara yang bersangkutan di mata dunia.

2.2. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah yang diarahkan


(40)

untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antarkota, antardesa dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antara pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju terciptanya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air (Soegijoko, 1997).

Menurut Anwar dalam Pertiwi (2007), pembangunan wilayah diarahkan pada tiga tujuan, yaitu :

1. Pertumbuhan (growth)

Tingkat pertumbuhan yang tinggi akan tercapai dengan adanya pengalokasian sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan kegiatan yang produktif.

2. Pemerataan (equity)

Seluruh masyarakat dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara adil dan merata.

3. Berkelanjutan (sustainability)

Pemanfaatan sumberdaya yang diperoleh baik melalui sistem pasar maupun diluar sistem pasar tidak melebihi kapasitas produksi yang ada. Menurut Jhingan (2002), syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di


(41)

dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar.

Menurut Hanafiah (1987), pembangunan tidak lagi dapat dilihat sebagai subjek yang tunggal tetapi harus dilihat secara komprehensif atau berdimensi banyak. Hal ini disebabkan karena Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tidak lagi menjadi tujuan dan tongkat pengukur keberhasilan pembangunan. Perencanaan pembangunan yang dilaksanakan hendaknya berorientasi pada aspek regional, dimana dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, setiap wilayah dilihat fungsi dan peranannya untuk masing-masing wilayah serta dilihat juga peranan dan fungsinya dalam pembangunan ekonomi nasional. Hanafiah menyatakan bahwa kegiatan perencanaan wilayah mencakup tiga kegiatan yang saling berkaitan, yaitu : (1) perencanaan antarwilayah dalam suatu negara, (2) perencanaan antarlokasi dalam suatu wilayah dan (3) perencanaan lokasi dalam tiap sektor.

2.3. Konsep wilayah

Menurut Budiharsono (2001), mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografi yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dan dibatasi oleh kriteria tertentu. Batas-batas wilayah didasarkan atas kriteria homogenitas, nodalitas, unit program atau unit administrasi.


(42)

1. Konsep Homogenitas

Menurut konsep ini, wilayah dapat dibatasi berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti persamaan dalam unsur ekonomi, keadaan sosial politik dan sebagainya. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan pada satu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya dengan proses yang sama.

2. Konsep Nodalitas

Konsep ini menekankan pada perbedaan struktur tata ruang di dalam wilayah, dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional dan menjadi dasar dalam penentuan batas wilayah. Hubungan saling ketergantungan dapat dilihat dari hubungan antara pusat (inti) dengan daerah belakang (hinterland). Batas wilayah nodal dapat dilihat dari pengaruh suatu inti kegiatan perekonomian jika digantikan oleh pengaruh inti kegiatan ekonomi lainnya. Pada wilayah ini perdagangan secara intern mutlak dilakukan, daerah hinterland akan menjual bahan baku dan tenaga kerja kepada daerah inti untuk proses produksi. Contoh wilayah nodal adalah provinsi DKI Jakarta dan BODETABEK (Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi) dimana provinsi DKI Jakarta sebagai daerah inti dan BODETABEK sebagai daerah belakangnya (hinterland).

3. Konsep Administratif atau Unit Program

Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya didasarkan atas perlakuan kebijakan yang seragam, seperti sistem ekonomi, tingkat pajak yang sama dan sebagainya. Penetapan wilayah berdasarkan satuan administrasi


(43)

yang menyebutkan bahwa negara terbagi atas beberapa provinsi, provinsi terbagi atas beberapa kabupaten atau kota, kabupaten atau kota terbagi atas beberapa kecamatan dan kecamatan terbagi atas beberapa desa dalam tata ruang ekonominya.

Selain penggunaan batasan berdasarkan konsep homogenitas, nodalitas dan administratif, klasifikasi wilayah dapat pula dibedakan atas dasar wilayah formal, fungsional dan perencanaan (Hanafiah, 1987). Wilayah formal adalah wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria tertentu, sedangkan wilayah fungsional didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan adanya suatu hubungan fungsional yang saling tergantung dalam kriteria tertentu. Kadang-kadang wilayah fungsional diartikan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polaritas yang secara fungsional saling tergantung.

Perpaduan antara wilayah formal dengan wilayah fungsional menciptakan wilayah perencanaan. Boudeville dalam Budiharsono (2001), mengemukakan bahwa wilayah perencanaan adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dirancang sedemikian rupa berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di wilayah tersebut.

Menurut Klassen dalam Budiharsono (2001) menyatakan bahwa wilayah perencanaan harus memiliki ciri-ciri : (1) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi


(44)

yang homogen, (4) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (5) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan dan (6) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. Contohnya adalah Pulau Batam, daerah perencanaan ini sudah lintas batas wilayah administratif.

Menurut Gunawan (2000), pertumbuhan suatu wilayah seringkali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, potensi lokal, aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan menjadi empat wilayah sebagai berikut.

1. Wilayah Tidak Berkembang

Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih tergolong rendah dan pembangunan infrastruktur tidak lengkap, sehingga aksesibilitas pada wilayah lain pun sangat rendah.

2. Wilayah Belum Berkembang

Potensi sumberdaya alam yang terdapat pada wilayah ini, keberadaannya masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan, kepadatan penduduk dan aksesibilitas terhadap wilayah lain masih rendah, struktur ekonomi


(45)

wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.

3. Wilayah Sedang Berkembang

Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.

4. Wilayah Maju

Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju didukung oleh potensi sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokasi yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang lengkap seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya, mengakibatkan adanya aksesibilitas yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional.


(46)

2.4. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, baik dari segi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu (Budiharsono, 2006). Melalui analisis Shift Share dapat dianalisis besarnya sumbangan pertumbuhan dari tenaga kerja dan pendapatan pada masing-masing sektor perekonomian di wilayah yang bersangkutan.

Keunggulan utama dari analisis Shift Share adalah dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya dengan menggunakan dua waktu titik data. Data-data yang digunakan juga mudah diperoleh dan relatif tersedia di setiap wilayah, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor.

2.4.1. Kegunaan Analisis Shift Share

Analisis Shift Share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat :

1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan sektor perekonomian di wilayah yang lebih luas.

2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.

3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.


(47)

4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

2.4.2. Komponen Pertumbuhan Wilayah

Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share (Budiharsono, 2006). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Komponen Pertumbuhan Regional (Regional Growth Component)

Komponen Pertumbuhan Regional (PR) adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya, beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional Mix Growth Component) Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) tumbuh karena perbedaan

sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan,


(48)

subsidi dan price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Regional Share Growth Component)

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Berdasarkan Gambar 2.1, dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW > 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah j tergolong pertumbuhan lambat. Secara skematik model analisis Shift Share disajikan pada gambar berikut.


(49)

Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006. Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share

2.4.3. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan analisis Shift Share dalam memberikan informasi mengenai petumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis Shift Share adalah : 1. Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai

implikasi-implikasi keperilakuan. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan wilayah tanpa

Wilayah ke j sektor ke i

Lambat PP + PPW < 0 Komponen

Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

Wilayah ke j (sektor i)

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Maju PP + PPW > 0 Komponen Pertumbuhan Regional (PR)


(50)

memerhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah tersebut.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) mengasumsikan bahwa perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Disamping itu, analisis Shift Share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara regional, padahal dalam kenyataannya tidak semua demikian.

2.5. Pengertian Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Menurut Sambodo dalam Usya (2006), hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya :

1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi.

2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang.

4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

Analisis pembangunan antarsektor dalam perekonomian masuk ke dalam bidang ilmu ekonomi pembangunan, yang mulai berkembang pada tahun 1950’an.


(51)

Bidang ilmu ini mulai memperhatikan bagaimana hubungan antara sektor-sektor dalam pembangunan dan pertumbuhan.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan analisis Shift Share dan metode Location Quotient telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti Restuningsih (2004) dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di provinsi DKI Jakarta pada masa krisis ekonomi tahun 1997-2002 dengan menggunakan alat analisis Shift Share. Restuningsih menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang melanda provinsi DKI Jakarta menyebabkan sebagian besar sektor-sektor ekonomi tidak dapat bersaing dengan baik, yaitu sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang dapat bersaing dengan baik adalah sektor pertambangan dan galian; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Menurut Usya (2006) yang meneliti tentang perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang walaupun pertumbuhannya lambat. Berdasarkan analisis Location Quotient menunjukkan bahwa di Kabupaten Subang terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertanian; sektor bangunan atau konstruksi; sektor


(52)

perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Terdapat lima sektor nonbasis yang terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Menurut Harisman (2007) yang mengidentifikasi struktur perekonomian Provinsi Lampung dengan menggunakan analisis Shift Share dan Location Quotient. Hasil penelitian dengan analisis Shift Share menyimpulkan telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung. Hasil analisis dengan Location Quotient menyimpulkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat tiga sektor basis yang unggul yaitu sektor pertanian; sektor bangunan atau konstruksi serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Dan terdapat pula enam sektor nonbasis yaitu sektor pertambangan dan galian; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa.

Menurut Sondari (2007) yang membahas tentang sektor unggulan dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Jawa Barat periode tahun 2001-2005 dengan menggunakan analisis Location Quotient. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa sektor yang menjadi sektor basis merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas sektor listrik, gas dan air bersih; sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor nonbasis terdiri atas sektor pertanian; sektor galian dan pertambangan; sektor


(53)

bangunan atau konstruksi; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.

Menurut Wahyuni (2007) yang melakukan penelitian tentang pertumbuhan perekonomian di Kota Tangerang dengan menggunakan analisis Shift Share menyimpulkan bahwa persentase pertumbuhan ekonomi secara sektoral tertinggi ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor ini tumbuh dengan sangat pesat seiring dengan pertumbuhan kegiatan pemukiman baru dan perindustrian. Enam sektor yang memiliki pertumbuhan progresif yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Dan sektor yang memiliki persentase pertumbuhan ekonomi secara sektoral terendah adalah sektor pertanian.

2.7. Kerangka Pemikiran

Kondisi perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh demografi, potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, aksesibilitas dan kekuasaan pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan sesuai dengan arah pembangunan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, terlihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terus menerus mengalami peningkatan pada tiap tahunnya.

Peningkatan PDRB Kota Depok dapat meningkatkan laju pertumbuhan yang terjadi di Kota Depok, hal ini dapat dilihat dari sembilan sektor


(54)

perekonomian yang terdiri atas sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.

Kontribusi dan laju pertumbuhan tiap sektor terhadap PDRB, dayasaing, profil pertumbuhan, pergeseran bersih serta identifikasi sektor basis (unggulan) menurut sembilan sektor perekonomian tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis Shift Share dan analisis Location Quotient. Dengan kedua analisis tersebut diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan dan saran-saran yang membangun kepada pemerintah Kota Depok, yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan serta pengembangan Kota Depok dalam rangka mewujudkan visi Kota Depok sebagai kota perdagangan dan jasa yang ramah lingkungan.


(55)

Kondisi Perekonomian Daerah

Sembilan Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000

Rekomendasi

PDRB Kota Depok Periode 2003-2007

Sektor Unggulan Kota Depok Periode 2003-2007

Regulasi pemerintah Kota Depok Tiap Sektor Perekonomian

Analisis Location Quotient Analisis

Shift Share

: Hal yang dianalisis

: Alat analisis yang digunakan

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Profil Pertumbuhan dan

Pergeseran Bersih Sektor PerekonomianKota Depok

Dayasaing Sektor Perekonomian Kota Depok Kontribusi dan Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kota Depok


(56)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009. Lokasi penelitian adalah Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih sebagai objek penelitian karena : (1) Kota Depok mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun karena didukung oleh berbagai potensi sektor perekonomian, seperti sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran; (2) Letak Kota Depok yang cukup strategis, yaitu antara Kabupaten dan Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi DKI Jakarta; (3) Tersedianya data PDRB dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap; (4) belum adanya penelitian tentang sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Kota Depok dan instansi terkait lainnya. Data yang dibutuhkan adalah data PDRB Kota Depok periode 2003-2007, dan data-data lainnya yang mendukung.

3.3. Metode Analisis Shift Share

Pada analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator kegiatan ekonomi di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen Pertumbuhan


(57)

Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).

3.3.1. Analisis PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat

Asumsikan dalam suatu wilayah perekonomian terdapat m wilayah kota (j=1,2,3,…,m) dan n sektor ekonomi (i=1,2,3,…,n), maka perubahan dalam PDRB dapat dinyatakan sebagai berikut :

∆Yij = PRij + PPij + PPWij (1) dimana :

∆Yij = Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j,

PRij = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan komponen pertumbuhan regional,

PPij = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional,

PPWij = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

Untuk memperoleh nilai PR, PP dan PPW, ada beberapa rumusan yang harus dipenuhi yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis :

Yi = ij


(58)

dimana :

Yi = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Yij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.

2. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis :

Y’i = Yij dimana :

Y’i = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis,

Y’ij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis.

3. Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis : Y.. = ∑ ∑ Yij dimana :

Y.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Yij = Total PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.

4. Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis : Y’.. = ∑ ∑ Y ′ij dimana :

Y’.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis,


(59)

3.3.2. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra, Ri dan ri)

Nilai Ra, Ri dan ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis. Menghitung nilai Ra, Ri dan ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.

1. Nilai Ra

Ra merupakan selisih antara total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis dengan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.

Ra = Y’.. – Y.. Y.. dimana :

Ra = Rasio pendapatan nasional,

Y’.. = Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis, Y.. = Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis.

2. Nilai Ri

Ri adalah selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.

Ri = Y’i. – Yi. Yi.


(60)

dimana :

Ri = Rasio pendapatan (nasional) dari sektor i,

Y’i. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis, Yi. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis.

3. Nilai ri

ri adalah selisih antara PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis dibagi dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.

ri = Y’ij – Yij

Yij

dimana :

ri = Rasio pendapatan sektor i pada wilayah j,

Y’ij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis, Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungan nilai Ra, Ri, dan ri. Dari ketiga komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapatkan nilai perubahan PDRB.

1. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

Komponen Pertumbuhan Regional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum,


(61)

perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya. Komponen PR dirumuskan sebagai berikut.

PRij = (Ra) Yij (2) dimana :

PRij = Komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j,

Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional,

Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.

Bila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar daripada persentase komponen PR, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah kota tersebut lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah diatasnya yaitu provinsi.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Komponen Pertumbuhan Proporsional terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut.


(62)

dimana :

PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j, Ri–Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen

pertumbuhan proporsional,

Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Apabila PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya lambat. Sedangkan bila PPij > 0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atas kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh akses pasar, keunggulan komparatif, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi, serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Komponen PPW dirumuskan sebagai berikut.

PPWij = (ri-Ri) Yij (4) dimana :

PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j, ri-Ri = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen

pertumbuhan pangsa wilayah,


(63)

Apabila PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya. Sedangkan bila PPWij > 0, menunjukkan bahwa wilayah ke j memiliki dayasaing yang baik untuk perkembangan sektor ke i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Berdasarkan nilai PR, PP dan PPW, maka akan didapat nilai perubahan PDRB, seperti yang dirumuskan pada persamaan (1). Perubahan PDRB juga dapat dirumuskan sebagai berikut :

∆Yij = Y’ij – Yij (5) Bila persamaan (2), (3), (4) dan (5) disubtitusikan ke persamaan (1), maka didapat :

∆Yij = PRij + PPij + PPWij

Y’ij – Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij

dimana :

∆Yij = Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j,

Yij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis, Y’ij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis,

Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional,

Ri-Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional,

ri-Ri = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah.


(64)

3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih

Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP.j) dengan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW.j). data-data yang telah dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplotkan persentase perubahan PP dan PPW ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan komponen PPW pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB lebih lanjut dapat digambarkan sebagai berikut.

Sumber : Budiharsono, 2001.

Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan PDRB PPW

Kuadran I Kuadran IV

Kuadran III Kuadran II


(65)

a.) Kuadran I

Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka wilayah tersebut merupakan wilayah yang progresif (maju).

b.) Kuadran II

Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.

c.) Kuadran III

Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki pertumbuhan yang lambat.

d.) Kuadran IV

Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.


(1)

= 36.737,16 . 100 % 153.071,51

= 23,99 % (dibulatkan menjadi 24 %)

Lampiran 6. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Perhitungannya (Dalam Juta Rupiah)

Sektor*) PDRB Kota Depok Ra Ri PP

2003 2007 Nominal Persen

1 153.071,51 161.095,98 0,24 0,22 -3.061,43 -2

2 - - 0,24 -0,62 - -

3 1.671.866,52 2.188.502,81 0,24 0,34 167.186,65 10 4 138.496,57 168.289,13 0,24 0,29 6.924,83 5 5 269.033,15 330.725,45 0,24 0,49 67.258,29 25 6 1.221.192,62 1.680.841,66 0,24 0,40 195.390,82 16 7 225.171,34 272.608,12 0,24 0,31 15.761,99 7 8 163.793,87 216.184,33 0,24 0,22 -3.275,88 -2 9 327.129,86 399.999,46 0,24 0,75 166.836,23 51 Total 4.169.755,44 5.418.246,94 163.774,80 Sumber : BPS Kota Depok, 2003 dan 2007.

*) Sektor-Sektor : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan atau Konstruksi; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi;

(8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (9) Jasa-Jasa. Contoh perhitungan :

PP sektor pertanian adalah sebagai berikut. PP = (Ri – Ra) . Yij

= ( 0,22 – 0,24) 153.071,51 = -3.061,43


(2)

Lampiran 7. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) dan perhitungannya (Dalam Juta Rupiah)

Sektor*) PDRB Kota Depok Ri ri PPW

2003 2007 Nominal Persen

1 153.071,51 161.095,98 0,22 0,05 -26.022,16 -17

2 - - -0,62 - - -

3 1.671.866,52 2.188.502,81 0,34 0,30 -66.874,66 -4 4 138.496,57 168.289,13 0,29 0,22 -9.694,76 -7 5 269.033,15 330.725,45 0,49 0,23 -69.948,62 -26 6 1.221.192,62 1.680.841,66 0,40 0,38 -24.423,85 -2 7 225.171,34 272.608,12 0,31 0,21 -22.517,13 -10 8 163.793,87 216.184,33 0,22 0,32 16.379,39 10 9 327.129,86 399.999,46 0,75 0,22 -173.378,83 -53 Total 4.169.755,44 5.418.246,94

-376.480,62 Sumber : BPS Kota Depok, 2003 dan 2007.

*) Sektor-sektor : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan atau Konstruksi; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi;

(8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (9) Jasa-jasa.

Contoh perhitungan :

PPW sektor pertanian adalah sebagai berikut. PPWij = (ri – Ri) Yij

= (0,05 – 0,22) 153.071,51 = -26.022,16

Total PPW adalah jumlah nilai PPW (dalam juta rupiah) dari seluruh sektor pada tahun yang bersangkutan.

Total PPW = (-26.022,16) + (-66.874,66) + ……. + 16.379,39 + (-173378.8258) = -376.480,62


(3)

Lampiran 8. Komponen Pergeseran Bersih (PB) dan Pergeserannya (Dalam Juta Rupiah)

Sektor*)

PPij PPWij PBij

Nominal Persen Nominal Persen Nominal Persen 1 -3.061,43 -2 -26.022,16 -17 -29.083,59 -19

2 - - - -

3 167.186,65 10 -66.874,66 -4 100.311,99 6

4 6.924,83 5 -9.694,76 -7 -2.769,93 -2

5 67.258,29 25 -69.948,62 -26 -2.690,33 -1 6 195.390,82 16 -24.423,85 -2 170.966,97 14

7 15.761,99 7 -22.517,13 -10 -6.755,14 -3

8 -3.275,88 -2 16.379,39 10 13.103,51 8

9 166.836,23 51 -173.378,83 -53 -6.542,60 -2 Total 163.774,80

-376.480,62 236.540,88 Sumber : BPS Kota Depok, 2003 dan 2007.

*) Sektor-sektor : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan atau Konstruksi; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi;

(8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (9) Jasa-jasa.

Contoh perhitungan :

PB sektor pertanian adalah sebagai berikut. PBij = PPij + PPWij

= (-3.061,43) + (-26.022,16) = -29.083,59

Total PB adalah jumlah nilai PB (dalam juta rupiah) dari seluruh sektor pada tahun yang bersangkutan.

Total PB = (-3.061,43) + 167.186,65 + …… + (-3.275,88) + 166.836,23 = 163.774,80


(4)

Sedangkan untuk menghitung persentasenya digunakan rumus sebagai berikut. % PB = % PP + % PPW

= (-2) + (-17) = -19

Lampiran 9. Nilai Location Quotient Tahun 2007 dan perhitungannya (Dalam Juta Rupiah)

Sektor*) PDRB Provinsi Jawa Barat

PDRB Kota Depok

Sia/Sa

Sib/Sb

Sib/Sb Sia/Sa 1 35.687.490,00 161.095,98 0,13 0,03 0.23

2 6.491.519,00 - 0,02 - -

3 122.702.671,00 2.188.502,81 0,45 0,40 0.90 4 5.750.579,00 168.289,13 0,02 0,03 1.48 5 8.928.178,00 330.725,45 0,03 0,06 1.87 6 54.789.912,00 1.680.841,66 0,20 0,31 1.55 7 12.271.025,00 272.608,12 0,04 0,05 1.12 8 8.645.553,00 216.184,33 0,03 0,04 1.26 9 18.728.218,00 399.999,46 0,07 0,07 1.08 Total 273.995.145,00 5.418.246,94

Sumber : BPS Kota Depok, 2007.

*) Sektor-sektor : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih; (5) Bangunan atau Konstruksi; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi;

(8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (9) Jasa-jasa. Contoh perhitungan LQ untuk tahun 2007

Untuk sektor pertanian Sia/Sa = 35.687.490,00 273.995.145,00

= 0,130248622 (dibulatkan menjadi dua angka dibelakang koma) = 0,13

Sib/Sb = 161.095,98 5.418.246,94

= 0,029732122 (dibulatkan menjadi dua angka dibelakang koma) = 0,03


(5)

Sib/Sb = 0,029732122 Sia/Sa 0,130248622

= 0,228272068 (dibulatkan menjadi dua angka dibelakang koma) = 0,23

Lampiran 10. Jumlah Angkutan Kota Menurut Trayek di Kota Depok Tahun 2008 No. Kode

trayek

Lintasan Trayek Jumlah

Armada

1. D.01 Terminal Depok - Depok Dalam PP. 161

2. D.02 Terminal Depok - Depok II Tengah / Timur PP. 579

3. D.03 Terminal Depok – Sawangan 552

4. D.04 Terminal Depok - Beji - Kukusan PP. 170

5. D.05 Terminal Depok - Citayam PP. 376

6. D.06 Terminal Depok - Pasar Cisalak PP. 339

7. D.07 Terminal Depok - Rawa Denok PP. 46

8. D.07A Terminal Depok - Pitara - Citayam PP. 74 9. D.09 Terminal Depok - Studio Alam - Kali Mulya PP. 41 10. D.10 Terminal Depok - Parung Serab - Kalimulya PP. 69 11. D.11 Terminal Depok - Kelapa Dua - Palsigunung PP. 145 12. D.15 Terminal Depok - Simpangan - Limo PP. 4 13. D.21 Term.Sub Sawangan - Bedahan - Duren Seribu PP. 21 14. D.25 Term.Sub Sawangan - Curug - Pondok Petir PP. 33

15. D.26 Term.Sub Sawangan - Citayam PP. 23

16. D.27 Perum Arco - Sawangan - Cinangka PP. 14 17. (35) Pasar Cisalak - RTM - Akses UI - Palsigunung PP. 16 18. (69) Pasar Cisalak - Pekapuran - Leuwinanggung PP. 86 19. (107) Pasar Cisalak - Gas Alam - Leuwinanggung PP. 122

Kota Depok 2.871

Sumber : Sekretariat Kota Depok, 2009.


(6)

Lampiran 11. Jumlah Penumpang Kereta Api Menurut Stasiun Kereta Api di Kota Depok Tahun 2008

No. Stasiun Umum

Kartu

Jumlah Trayek

Bulanan

Anak Sekolah

1 Pondok Cina 1.234.409 15.811 0 1.250.220 2 Depok Baru 6.510.496 54.198 0 6.564.694 3 Depok Lama 3.329.097 77.216 5.016 3.411.329

4 UI 1.528.926 390.444 0 1.919.370

5 Citayam 2.217.124 2.246.579 276.021 4.739.724 Jumlah 14.820.052 2.784.248 281.037 17.885.337 Sumber : Sekretariat Kota Depok, 2009.

Lampiran 12. Jumlah Karcis Kereta Api Menurut Stasiun Kereta di Kota Depok Tahun 2008

No. Stasiun Umum

Kartu

Jumlah Trayek

Bulanan

Langganan Sekolah 1 Pondok

Cina 2.418.275 774.720 0 3.192.995

2 Depok

Baru 9.921.637 2.043.815 0 11.965.452

3 Depok

Lama 9.100.242 5.210.100 52.745 14.363.087

4 UI 4.977.801 929.450 0 5.907.251

5 Citayam 5.873.110 2.440.740 8.390.440 Jumlah 32.291.065 11.398.825 76.590 43.819.225 Sumber : Sekretariat Kota Depok, 2009.