EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PERMAINAN MONOPOLI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI MATERI POKOK PASAR MODAL UNTUK MENINGKATKANHASIL BELAJAR SIS

(1)

i

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA

PERMAINAN MONOPOLI PADA MATA PELAJARAN

EKONOMI MATERI POKOK PASAR MODAL

UNTUK MENINGKATKANHASIL BELAJAR SISWA

KELAS XI IIS SMA N 11 SEMARANG

TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Fajaria Desi Pritawati NIM 7101411109

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015


(2)

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Senin

Tanggal : 31 Agustus 2015


(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Pengetahuan yang benar tidak diukur dari seberapa banyak anda menghafal dan seberapa banyak yang mampu anda jelaskan. Melainkan, pengetahuan yang benar adalah ekspresi kesalehan (melindungi diri dari apa yang Allah larang dan bertindak atas apa yang Allah amanatkan..

(Abu Na’im)

Persembahan

Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Bapak Ngatman dan Ibu Sutiyem

serta adik-adik ku Yayuk Presti Kumalasari dan Ahmad Rafi Syaifudin.

2. Guru dan dosen 3. Almamater


(6)

vi SARI

Pritawati, Fajaria Desi. 2015. Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli Pada Mata Pelajaran Ekonomi Materi Pokok Pasar Modal untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IIS SMA N 11 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Jurusan Pendidikan Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Sandy Arief, S.Pd., M.Sc.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif, Teams Games Tournament, Permainan Monopoli, Hasil belajar, Pasar Modal.

Hasil belajar mata pelajaran ekonomi di kelas XI IIS SMA N 11 Semarang belum optimal. Menurut data hasil ulangan harian siswa kelas XI materi pasar modal nilai rata-rata ekonomi siswa dibawah KKM. Hal ini disebabkan oleh pemahaman siswa yang kurang terhadap materi pasar modal serta model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran TGT dengan media permainan monopoli dapat menumbuhkan sikap aktif, kerja sama, tanggung jawab, dan mendorong siswa untuk saling membantu memahami materi yang dipelajari sehingga dengan model ini diharapkan proses pembelajaran dapat efektif. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan hasil belajar dan lebih efektif dibandingakan dengan metode konvensional pada materi pokok pasar modal kelas XI IIS SMA N 11 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015.

Jenis penelitian eksperimen ini adalah Quasi Experimental Design. Subjek penelitian yaitu kelas XI IIS 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IIS 2 sebagai kelas kontrol. Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes, angket, dan observasi. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji paired sample t-tes, dan menggunakan uji

independent sample t-tes.

Hasil penelitian diperoleh pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terjadi perubahan hasil belajar. Rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen menjadi 89 dengan nilai tertinggi 96 dan terendah 70 serta tingkat ketuntasan menjadi 91,67% sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata 83,37 dengan nilai tertinggi 93 dan nilai terendah 70 serta tingkat ketuntasan menjadi 85,71%.

Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan lebih efektif terhadap hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Materi Pokok Pasar Modal Kelas XI IIS SMA N 11 Semarang dibandingkan dengan model konvensional. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah guru ekonomi dapat menggunakan model pembelajaran TGT dengan media permainan monopoli sebagai alternatif dalam memilih strategi pengajaran.


(7)

vii ABSTRACT

Pritawati, Fajaria Desi. 2015. Effectiveness of Cooperative Learning Model type Teams Game Tournament (TGT) with Monopoli Game in Economic Competency Capital Market for Improving Learning Outcomes Class XI IIS SMA N 11 Semarang Academic Year 2014/2015. Thesis. Department of Economic Education. Faculty of Economic. Semarang State University. Supervisor Sandy Arief, S.Pd., M.Sc.

Keyword: Cooperative Learning, Teams Games Tournament, Monopoli Game, Learning Outcomes, Capital Market.

Learning Outcomesin class XI IIS SMA N 11 Semarang on economic is not optimalized. Data reported daily test result specific capital market class XI the average value economic students below minimum criteria for completeness. This is due to the students understanding of the material that that is less specialized capital marketand learning models are used. TGT learning model with mopoli game can cultivate an active, cooperation, attitude of responsibility, and encourage students to learn to help each other understand the material being studied, so this model is expected to be effective learning process. This stud aims to determine whether learning by using TGT learning model to improve learning outcomes and more evectively from those of conventional methods on the basis of competence specialized capital market class XI IIS SMA N 11 Semarang Academic Year 2014/2015.

This study is an Quasi Experimental Design. This subject was done in XI IIS 1 class as experiment class and XI IIS 2 as control class. The data colection method in this study using test, questionnaire, and observation. hypothesis testing in this study using paired samples t-test, and using independent sample t-test .

The results obtained in the experimental classand control class a change in learning outcomes. Average learning outcomes in the experimental group to be 89 with a highest score of 96 and 70 and the lowest level of mastery to 91,67%, while the control group gained an average of 83,37% with a highest score of 93 and a low of 70 and a level of mastery 85,71%. The conclusion of this research is to study the cooperative model TGT with monopoli game can improve student learning outcomes and more effective learning outcomes of students in the subject of specialty capital market in class XI IIS SMA N 11 Semarang compared to conventional models (lecture). Advice given in this study are economic teachers can use as an alternative learning model Teams Game Tournament with monopoli game in selecting teaching strategies economic.


(8)

viii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli Pada Mata Pelajaran Ekonomi Materi Pokok Pasar Modal Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IIS SMA N 11 SemarangTahun Ajaran 2014/2015” dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun juga menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan saran dari segala pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan study di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Wahyono M.M. Dekan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam perijinan pelaksanaan penelitian.

3. Dr. Ade Rustiana, M.Si. Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam perijinan pelaksanaan penelitian. 4. Sandy arief, S.Pd., M.Sc. Dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini; 5. Lyna Latifah, S.Pd., SE., M.Si. Penguji I yang telah memberikan masukan,


(9)

ix

6. Ahmad Nurkhin, S.Pd., M.Si. Penguji II yang telah memberikan masukan, bimbingann dan arahan dalam penyusunan skripsi ini;

7. Rediana Setiyani, S.Pd., M.Si. Dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan.

8. Bapak Ibu dosen dan seluruh staff Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Universitas;

9. Drs. Wagino Sunarto, kepala SMA N 11 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu terlaksananya penelitian ini;

10. Drs. Muh Hasyim guru Ekonomi SMA N 11 Semarang yang telah membimbing dan membantu terlaksananya penelitian ini;

11. Siswa-siswi kelas XI IIS 1 dan XI IIS 2 SMA N 11 Semarang yang telah bersedia menjadi responden dalam pengambilan data penelitian ini;

12. Bapak dan Ibu guru serta TU SMA N 11 Semarang;

13. Sahabatku Hesty, Shahtaz Twanneke, Oky, Heny, Inggil, dan Susi Rahmasari yang telah membantu kelancaran sidang skripsi;

14. Teman-teman Pendidikan Ekonomi (Akuntansi, S1) 2011;

15. Dwi Andra Irawan, seseorang yang terkasih yang telah memberikan motivasi dan semangat;

16. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga atas izin Allah skipsi ini dapat berguna sebagaimana mestinya. Semarang, Juli 2015


(10)

x

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

SARI ... ... vi

ABSTRAK ... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TELAAH TEORI ... 15


(11)

xi

2.1.1 Teori Hasil Belajar ... 15

2.1.2 Pembelajaran Menurut Aliran Kognitif ... 16

2.1.3 Pembelajaran Menurut Teori Kontemporer ... 21

2.2 Hasil Belajar ... 22

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 24

2.4 Efektifitas Pembelajaran ... 27

2.5 Model Pembelajaran ... 30

2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 30

2.5.2 Pembelajaran Kooperatif ... 32

2.6 Pembelajaran Kooperatif tipe TGT ... 43

2.7 Media Permainan Monopoli dalam Pembelajaran Kooperatif tipe TGT ... 48

2.8 Pembelajaran Konvensional ... 53

2.9 Pasar Modal ... 54

2.9.1 Mengenal Pasar Modal ... 55

2.9.2 Kelembagaan dan Instrumen Pasar Modal ... 56

2.9.3 Mekanisme Transaksi Perdagangan Saham ... 57

2.10 Kerangka Berfikir ... 58

2.11 Hipotesis ... 63

BAB III METODE PENELITIAN ... 64

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 64

3.2 Variabel Penelitian ... 64


(12)

xii

3.4 Rancangan Penelitian ... 67

3.5 Instrumen Penelitian... 68

3.6 Analisis Instrumen Penelitian ... 69

3.6.1 ... Uji Validitas ... 69

3.6.2 ... Uji Reliabilitas ... 70

3.6.3 ... Tingka t Kesukaran ... 70

3.6.4 ... Daya Pembeda ... 71

3.7 Analisis Data ... 72

3.7.1 ... Analisi s Tahap Awal ... 72

3.7.2 ... Analisi s Data Tahap Akhir ... 74

3.8 Uji Hipotesis ... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78

4.1 Hasil Penelitian ... 78

4.1.1 ... Deskri psi Objek Penelitian ... 78

4.1.2 ... Pelaksa naan Penelitian... 79


(13)

xiii

4.1.3 ... Analisi

s Data Hasil Belajar Sebelum Perlakuan (Pre-test) ... 82

4.1.3.1 ... Deskri psi Data Pre-test ... 83

4.1.3.2 ... Uji Normalitas Data Pre-test ... 83

4.1.3.3 ... Uji Homogenitas Data Pre-test ... 84

4.1.3.4 ... Uji Kesamaan Dua Rata-rata Pre-test ... 85

4.1.4 ... Analisi s DataHasil Belajar Setelah Perlakuan (Post-test) ... 86

4.1.4.1 ... Deskri psi Data Post-test ... 87

4.1.4.2 ... Uji Normalitas Data Post-test ... 89

4.1.4.3 ... Uji Homogenitas Data Post-test ... 90

4.1.5 Deskripsi Tahap Akhir Angket Partisipasi Belajar ... 90

4.1.6 Observasi Aktivitas Siswa ... 92

4.1.7 Hasil Pengujian Hipotesis... 94

4.1.7.1 ... Penguji an Hipotesis 1 ... 94


(14)

xiv

4.1.7.2 ... Penguji

an Hipotesis 2 ... 96

4.1.8 Deskripsi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 98

4.2 Pembahasan ... 99

4.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT dengan Media Permainan Monopoli Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa... 100

4.2.2 Model Pembelajaran Koopeatif tipe TGT dengan Media Monopoli Lebih Efektif Meningkatkan Hasil Belajar Siswa... 102

BAB V PENUTUP ... 105

5.1 Simpulan ... 105

5.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

DAFTAR TABEL


(15)

xv

Tabel 1.1 Hasil Ulangan Harian Siswa ... 4

Tabel 2.1 Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif ... 43

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Media Permainan Monopoli ... 52

Tabel 3.1 Skor Angket Skala Likert ... 66

Tabel 3.2 Interval Kriteria Hasil Angket Partisipasi Belajar Siswa ... 66

Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Validitas Soal Uji Coba ... 70

Tabel 4.1 Deskripsi Nilai Pre-test Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol .... 83

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Pre-test ... 84

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Pre-test ... 85

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pre-test .... 86

Tabel 4.5 Deskripsi Data Post-test kelas Eksperimen dan Kontrol ... 87

Tabel 4.6 Tingkat Ketuntasan Post-test kelas Eksperimen dan Kontrol ... 88

Tabel 4.7 Hasil perhitungan Uji Normalitas Data Post-test ... 89

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Data Post-test ... 90

Tabel 4.9 Skor Angket Partisipasi Belajar Siswa ... 91

Tabel 4.10 Kriteria Keaktifan Siswa ... 92

Tabel 4.11 Hasil pengujian Hipotesis 1 ... 95

Tabel 4.12 Peningkatan Hasil Belajar Materi pokok Pasar Modal ... 96

Tabel 4.13 Hasil Pengujian Hipotesis 2 ... 97

Tabel 4.14 Penilaian Turnamen Kelas Eksperimen ... 98

DAFTAR GAMBAR


(16)

xvi

Gambar 2.1 Media Permainan Monopoli ... 51 Gambar 2.2 Kerangka Berfikir ... 62

DAFTAR LAMPIRAN


(17)

xvii

Lampiran 1 Data Observasi Nilai Ulangan Harian Pasar Modal ... 109

Lampiran 2 Daftar Nama Siswa dan Kode Responden Soal Uji Coba ... 110

Lampiran 3 Daftar Nama Siswa dan Kode Responden Kelas Eksperimen .. 111

Lampiran 4 Daftar Nama Siswa dan Kode Responden Kelas Kontrol ... 112

Lampiran 5 Nilai Mid Semester Ganjil Ekonomi Kelas XI ... 113

Lampiran 6 Uji Normalitas dan Homogenitas Data Populasi ... 114

Lampiran 7 Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 115

Lampiran 8 Soal Uji Coba... 116

Lampiran 9 Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 125

Lampiran 10 Analisis Validitas, dan Reliabilitas Soal Uji Coba ... 126

Lampiran 11 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 130

Lampiran 12 Perhitungan Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 133

Lampiran 13 Kisi-kisi Soal Pre-test ... 136

Lampiran 14 Soal Pre-test ... 137

Lampiran 15 Kunci Jawaban Soal Pre-test ... 144

Lampiran 16 Daftar Nilai Pre-test kelas Eksperimen ... 145

Lampiran 17 Daftar Nilai Pre-test Kelas Kontrol ... 146

Lampiran 18 Analisis Data Tahap Awal ... 147

Lampiran 19 Kisi-kisi Soal Post-test ... 149

Lampiran 20 Soal Post-test ... 150


(18)

xviii

Lampiran 22 Data Nilai Post-test Kelas Eksperimen ... 158

Lampiran 23 Data Nilai Post-testKelas Kontrol ... 159

Lampiran 24 Analisis Data Tahap Akhir ... 160

Lampiran 25 Angket Uji Coba Partisipasi Belajar Siswa ... 161

Lampiran 26 Hasil Angket Uji Coba Partisipasi Belajar Siswa ... 164

Lampiran 27 Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Uji Coba ... 165

Lampiran 28 Angket Partisipasi Belajar Siswa ... 168

Lampiran 29 Hasil Angket Tahap Akhir Partisipasi Belajar Siswa ... 171

Lampiran 30 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 172

Lampiran 31 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan Pertama ... 173

Lampiran 32 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan kedua ... 174

Lampiran 33 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan ketiga ... 175

Lampiran 34 Lampiran 30 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan keempat ... 176

Lampiran 35 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan kelima ... 177

Lampiran 36 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan pertama ... 178

Lampiran 37 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan kedua ... 179


(19)

xix

Lampiran 38 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol

Pertemuan ketiga ... 180

Lampiran 39 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan keempat ... 181

Lampiran 40 Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol Pertemuan kelima ... 182

Lampiran 41 Analisis Uji Hipotesis ... 183

Lampiran 42 RPP Kelas Eksperimen ... 184

Lampiran 43 RPP Kelas Kontrol... 201

Lampiran 44 Soal Turnamen dengan Media permainan Monopoli ... 218

Lampiran 45 Surat Ijin Penelitian dari Unniversitas Negeri Semarang ... 221

Lampiran 46 Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Semarang ... 222

Lampiran 47 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA N 11 Semarang ... 223


(20)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting, salah satunya dengan cara belajar. Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tercantum pengertian pendidikan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan Negara”.

Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan terutama ditentukan oleh


(21)

proses pembelajaran yang dialami siswa. Siswa yang terlibat dalam proses belajar mengajar diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Dalam proses belajar mengajar, guru akan menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda. Dengan demikian guru harus memperhatikan perbedaan individu dalam memberikan pelajaran kepada mereka, supaya dapat menangani siswa sesuai dengan kondisinya untuk menunjang keberhasilan belajar.

Salah satu pokok masalah dalam pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan guru. Salah satu mata pelajaran yang penyerapan materinya masih rendah oleh siswa yaitu mata pelajaran ekonomi sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran tersebut. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setela mengalami kegiatan belajar (Rifa’i dan Catharina, 2012:69). Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu apabila dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Perubahan perilaku tersebut dapat dilihat dengan adanya perubahan ketrampilan, sikap dan kemampuan menuju arah yang positif. Sehingga seseorang dapat dikatakan berhasil dalam proses belajar, ketika ia memperoleh hasil belajar yang baik dan ditunjukan oleh pengetahuan dan penguasaan yang semakin bertambah, setelah melalui proses belajar.


(22)

Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam proses belajar mengajar di sekolah tergantung pada beberapa aspek yaitu kurikulum, sarana dan prasarana, guru, siswa, dan metode. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Cara mengajar guru sangat berpengaruh pada minat siswa belajar. Guru dituntut menguasai materi pelajaran sekaligus terampil dalam menyampaikan materi tersebut kepada siswa. Tegasnya, guru harus mengusai ragam metode pembelajaran aktif dan media pembelajaran baik visual, audio, maupun audio-visual. Untuk menciptakan suasana belajar siswa aktif, maka diperlukan pemilihan metode yang tepat.

Ekonomi merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi, dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi, dan/atau distribusi. Luasnya ilmu ekonomi dan terbatasnya waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran membuat mata pelajaran ini dibatasi dan difokuskan kepada fenomena empirik ekonomi yang ada di sekitar peserta didik, sehingga peserta didik dapat merekam peristiwa ekonomi yang terjadi disekitar lingkungannya dan mengambil manfaat untuk kehidupannya yang lebih baik. Pelajaran ekonomi dalam kurikulum 2013 merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai siswa bidang ilmu ilmu sosial. Pembelajaran ekonomi yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang dapat meningkatkan pola pikir kreatif dan inovatif, serta keaktifan siswa. Dengan terlibatnya siswa secara aktif


(23)

dalam pembelajaran, maka siswa akan merasa senang dan tertarik dalam pembelajaran. Sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat semakin baik. Salah satu materi pelajaran ekonomi di SMA kelas XI semester II adalah pasar modal. Dalam materi pasar modal ini diperlukan pemahaman konsep yang mendalam.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMA N 11 Semarang diketahui bahwa hasil belajar mata pelajaran ekonomi di kelas XI IIS belum optimal. Hal ini bisa dilihat dari hasil ulangan harian siswa kelas XI materi pasar modal yang masih kurang dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah yaitu 75. Berikut ini data hasil ulangan harian siswa kelas XI IIS materi pasar modal di SMA N 11 Semarang tahun ajaran 2013/2014 pada semester ganjil.

Tabel 1.1 Hasil Ulangan Harian Siswa Kelas XI IIS

No. Kelas Jumlah

Siswa

Nilai < 75

Persentase (%)

Nilai

≥ 75

Persentase (%)

1. XI IIS 1 34 8 23,5% 26 76,5%

2. XI IIS 2 32 15 46,9% 17 53,1%

3. XI IIS 3 32 11 34,4% 21 65,6%

4. XI IIS 4 34 12 35,3% 22 64,7%

5. XI IIS 5 34 13 38,2% 21 61,8%

6. XI IIS 6 35 18 51,4 17 48,6%

Jumlah 201 77 38,3% 124 61,7 %

Sumber : Dokumen SMA N 11 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014

Tabel 1.1 menunujukan bahwa dari jumlah siswa 201 terlihat siswa yang nilainya masih kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah


(24)

ditetapkan sebanyak 77 atau 38,3%. Untuk SMA N 11 Semarang yang berakreditasi “A”, 38,3% siswa yang belum tuntas merupakan masalah yang harus diatasi. Ketidaktuntasan siswa dikarenakan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu siswa menganggap ekonomi merupakan mata pelajaran yang membutuhkan pemahaman konsep yang mendalam sehingga sulit untuk dipahami. Selain itu mata pelajaran ekonomi merupakan mata pelajaran yang lebih banyak teori dari pada prakteknya sehingga siswa akan merasa bosan jika tidak menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Menurut pengamatan penulis, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa antusias siswa dalam mengikuti mata pelajaran ini sangat rendah. Hal ini terlihat pada saat proses belajar mengajar berlangsung, partisipasi aktif dari siswa masih kurang. Pada SMA N 11 Semarang menerapkan kurikulum 2013 namun guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu ceramah, tanya jawab dan diskusi. Metode ceramah dirasa membosankan bagi siswa dan siswa cenderung menghafal materi dari pada melogika. Untuk siswa yang mudah menghafal, hal ini bukan suatu masalalah. Namun bagi siswa yang sulit untuk menghafal, hal ini merupakan suatu masalah. Diskusipun porsinya juga sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan metode ceramah pada saat proses belajar mengajar. Sehingga fokus pembelajaran hanya terpusat pada guru dan kurang ada partisipasi siswa yang berarti. Pada saat sesi tanya jawab, sangat jarang ada siswa yang bertanya. Ketika sesi diskusi dilakukan, siswa yang aktif hanya beberapa siswa tertentu saja. Sehingga hanya siswa yang aktif sajalah yang bisa menyerap materi dengan baik serta mendapatkan nilai baik juga. Ketidakaktifan dari siswa


(25)

dalam proses belajar mengajar ini berdampak pada rendahnya tingkat pemahaman siswa pada mata pelajaran ekonomi. Pemahaman yang rendah mengakibatkan siswa mengalami kesulitan ketika memecahkan kasus yang diberikan oleh guru. Selain itu di sana juga memiliki ketarbatasan bahan ajar dimana buku pegangan materi yang digunakan dalam proses pembelajaran digunakan untuk semua kelas IIS secara bergantian dan tidak bisa digunakan untuk belajar di rumah. Siswa hanya menggunakan LKS dan mengandalkan penjelasan yang disampaikan dari guru pada saat proses pembelajaran di kelas yaitu dengan cara mencatat penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh guru sehingga siswa kurang berkonsentrasi terhadap materi apa yang disampaikan. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan penyebab menurunnya kualitas pembelajaran ekonomi pada siswa jurusan IIS. Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya siswa yang mendapatkan nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Salah satu materi pelajaran ekonomi di SMA kelas XI IIS semester II adalah pasar modal. Dalam materi pasar modal ini diperlukan pemahaman konsep yang mendalam. Pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Materi pasar modal ini banyak menuntut siswa untuk dapat mendeskripsikan pasar modal dalam perekonomian. Sehingga materi ini membutuhkan pemahaman yang sangat mendalam serta keterampilan dan penalaran dalam mempelajarinya. Tidaklah mudah untuk mempelajari mekanisme perdagangan saham dan investasi di pasar


(26)

modal, seorang siswa harus benar-benar memahami konsep materi pasar modal. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa ekonomi khususnya pada materi pasar modal diperlukan suatu metode pembelajaran yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik untuk kedepannya.

Berdasarkan data di atas maka diperlukan pemecahan masalah untuk mengoptimalkan pembelajaran ekonomi sehingga keberhasilan dan target ketuntasan belajar tercapai serta membuat mata pelajaran ekonomi menjadi lebih mudah dipahami dan menarik minat siswa untuk belajar lebih giat belajar. Untuk mengatasi masalah di atas maka dibuatlah suatu inovasi agar siswa mudah memahami materi dan tidak merasa bosan atau jenuh dengan pelajaran ekonomi yang terlalu monoton dengan metede ceramah atau diskusi. Model pembelajaran ceramah memang tidak bisa dihilangkan, tetapi guru dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang relatif banyak melibatkan keaktifan siswa dan menciptakan inovasi sehingga pembelajaran berlangsung menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif (Hasan, 2011).

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning). Empat model pembelajaran


(27)

tersebut merupakan model pembelajaran yang diutamakan pada kurikulum 2013 namun tidak menutup kemungkinan jika pada proses pembelajaran diterapkan model pembelajaran selain empat model tersebut. Penerapan model pembelajaran di atas merangsang siswa melalui berbagai masalah yang ditemukan kemudian dipecahkan sehingga siswa harus pandai menganalisis berbagai permasalahan. Sedangkan permasalahan yang menyebabkan banyaknya siswa yang memperoleh nilai < KKM pada kelas XI IIS SMA N 11 Semarang yaitu siswa kurang memahami materi pokok pasar modal, antusias siswa yang rendah terhadap proses pembelajaran, serta siswa merasa bosan dengan pembelajaran yang sudah ditepkan sehingga membutuhkan motivasi dan bantuan dari guru serta teman sebaya untuk saling membantu memahami materi. Maka dari itu peneliti mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif yang memiliki beberapa tipe pendekatan yang dapat dipilih sebagai alternatif dalam pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompok yang heterogen. Kelompok heterogen terdiri dari campuran kemampuan siswa dan jenis kelamin. Mereka belajar bersama-sama, saling membantu antar satu dengan yang lain dalam belajar atau menyelesaikan tugas kelompok dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Pembelajaran kooperatif tidak akan membosankan jika pembelajarannya menggunakan metode permainan. Banyak orang beranggapan bahwa bermain dan belajar adalah sesuatu yang bertolak


(28)

belakang. Banyak bermain akan mengurangi waktu belajar, begitu kata para orangtua. Sedangkan menurut anak, bermain itu menyenangkan dan belajar itu menjemukan. Bermain kadang disamakan dengan main-main yang lebih bernada sepele, tidak serius dan dianggap sebagai tindakan yang hanya dilakukan oleh anak kecil. Padahal banyak aspek yang terkandung dalam bermain terlebih bermain yang memiliki unsur pendidikan.

Bermain mengandung aspek kegembiraan, kelegaan, kenikmatan yang intensif, bebas dari ketegangan atau kedukaan, bersifat memerdekakan jiwa. Permainan manusia sangat erat dan ekspresi diri, spontanitas, melatih pribadi untuk siap melewati persaingan, siap menerima kemenangan sekaligus siap menerima kekalahan, dan aktualisasi diri sehingga permainan bersifat mendewasakan. Melalui bermain, seseorang belajar banyak tentang kehidupan baik itu belajar kemandirian, keberanian, sosialisasi, kepemimpinan dan menyadari arti akan eksistensi dirinya berarti bangkitnya minat adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman dan nilai yang membahagiakan bagi diri si pembelajar. Membahagiakan diri bagi si pembelajar memiliki arti permainan dapat membangkitkan minat dengan adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, serta pemahaman (penguasaan atas materi).

Pembelajaran kooperatif yang tepat untuk bermain sambil belajar mengenai ekonomi adalah pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT). TGT adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdapat unsur permainan akademik atau turnamen untuk mengganti tes individu. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dibutuhkan media untuk


(29)

mempermudah guru menyampaikan kalimat yang kurang mampu diucapkan melalui kata-kata tertentu. Di era modern ini sudah banyak media pembelajaran menggunakan teknologi yang canggih, namun media pembelajaran berbasis teknologi tidak memungkinkan untuk diterapkan dan dimainkan secara leluasa oleh siswa pada pembelajaran kooperatif tipe TGT sehingga kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT ini akan menggunakan media permainan monopoli. Monopoli adalah salah satu jenis permainan ketangkasan dalam berstrategi. Dalam memainkannya seseorang harus pandai dalam mengatur siasat, mengatur keuangan serta mempu mengembangkan imajinasi untuk berfikir bagaimana bisa memenangkan permainan. Permainan monopoli terdiri dari satu papan permainan yang dilengkapi dengan kartu soal, kartu kesempatan, dadu dan kocokan. Untuk reward, peserta didik diberi point. Pada proses kegiatan pembelajaran, peserta didik dibagi menjadi enam kelompok dengan anggota masing-masing 5-6 orang. Setiap kelompok mendapatkan media pembelajaran berupa papan monopoli dan perlengkapan lainnya. Mula-mula pemain dibagikan sejumlah uang sebagai modal awal untuk membeli tanah. Setiap pemain mendapat giliran satu kali untuk melakukan permainan dalam sekali putaran dengan cara melempar dadu dan berjalan sesuai jumlah angka dadu yang keluar. Setelah berhenti pemain mengambil kartu soal dan menjawab pertanyaannya, jika benar akan mendapat poin. Jika pemain berhenti di tanah yang belum dibeli, maka bisa membelinya dengan sejumlah uang dengan harga yang telah ditetapkan. Jika pemain berhenti di tanah yang sudah dibeli maka harus membayar uang sesuai


(30)

ketentuan kepada pemilik. Jika pemain berhenti di “kesempatan” maka harus mengambil kartu kesempatan dan mengikuti petunjuk yang ada dalam kartu tersebut. Jika pemain sudah melakukan satu putaran maka mendapatkan sejumlah uang sesuai ketentuan. Jumlah reward tersebutlah yang nantinya akan mementukan juaranya. Permainan selesai jika kartu soal telah habis.

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Tournamen (TGT) dengan media permainan monopoli sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi permainan diskusi kelompok. Model ini digunakan untuk materi pelajaran yang membutuhkan pemahaman konsep yang mendalam sehingga sangat tepat digunakan dalam mata pelajaran ekonomi khususnya materi pokok pasar modal karena di dalamnya dibutuhkan pemahaman konsep-konsep yang mendalam. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media permainan monopoli dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal didukung oleh penelitian dari Wyk (2011) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi tipe Teams Games

Tournaments (TGT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran

menggunakan metode ceramah. Selain itu penelitian yang dilakukan Susanto, dkk (2012) menyatakan bahwa media permainan monopoli sebagai media pembelajaran untuk siswa SMA kelas XI IPA pada materi sel layak dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran biologi dengan topik sel.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Vikagustanti, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa media pembelajaran monopoli IPA tema organisasi kehidupan dapat dikatakan layak oleh pakar sesuai dengan indikator kelayakan


(31)

yang ditetapkan BSNP. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran monopoli IPA berpengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan masalah latar belakang dan penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran TGT dengan media permainan monopoli untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi. Adapun judul penelitian ini adalah EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS

GAME TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PERMAINAN

MONOPOLI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI MATERI POKOK PASAR MODAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IIS SMA N 11 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Materi pokok Pasar Modal Kelas XI IIS SMA N 11 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015?

2. Apakah pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli lebih efektif meningkatkan hasil belajar pada materi pokok pasar modal dibandingkan dengan menggunakan model konvensional (ceramah dan diskusi)?


(32)

Tujuan penelitian sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah :

1. Untuk mengetahui apakah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tornament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi materi pokok pasar modal Kelas XI IIS SMA N 11 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015.

2. Untuk mengetahui apakah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Monopoli lebih efektif meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi materi pokok pasar modal dibandingkan dengan menggunakan model konvensional (ceramah dan diskusi).

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dalam menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Tournamen (TGT) dengan media permainan monopoli sebagai upaya meningkatkan pemahaman siswa untuk meningkatkan materi ekonomi. b. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Susanto, dkk. (2012) karena dalam penggunaan media permainan monopoli, penulis mendesain sendiri media permainan monopoli


(33)

sehingga dapat dijadikan sebagai referensi media pembelajaran ekonomi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Jika penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vikagustanti, dkk. (2014) hanya fokus dengan media permainan monopoli, kali ini penulis mencoba menggunakan tipe TGT yang dimana model pembelajaran ini mengajak siswa untuk belajar dengan berlomba-lomba mencapai hasil yang maksimal. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam meningkatkan hasil belajar siswa khususnya bagi yang ingin menerapkan model pembelajaran yang menyenangkan yaitu belajar sambil bermain.

2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar baru dan diharapkan dengan adanya model pembelajaran ini, belajar menjadi lebih mudah dan menyenangkan dan tentunya dengan hasil yang lebih baik.

b. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat sebagai alternatif guru untuk memilih model pembelajaran yang variatif, sehingga akan meningktkan motivasi belajar siswa.


(34)

Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan informasi mengenai model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran ekonomi di sekolah.

BAB II TELAAH TEORI 2.1 Teori Pembelajaran

2.1.1 Teori Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009:3).

Hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Instrumen dibagi menjadi dua bagian, yakni tes dan non tes (Wahidmurni, dkk. 2010:28). Hasil belajar nampak dalam perubahan tingkah laku, secara teknik dirumuskan dalam sebuah pertanyaan verbal melalui


(35)

tujuan pengajaran (tujuan instruksional). Dengan perkataan lain rumusan tujuan pengajaran berisikan hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudjana, 2014:49).

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan di bidang fisik, gerakan keterampilan, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. 2.1.2 Pembelajaran Menurut Aliran Kognitif

Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada di luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu, teoripsikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur-unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni proses pengolahan informasi (Rifa’i dan Catharina, 2012:105-106).


(36)

Tiga tokoh penting dalam pengembangan pembelajaran menurut aliran kognitif adalah Piaget, Bruner, dan Ausubel. Berikut adalah garis besar prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan ketiga tokoh tersebut.

1) Jean Piaget

Piaget mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial, dan belajar lewat pengalaman sendiri.

a. Belajar aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Untuk membantu perkembangan anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya melkukan percobaan, manipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, membanding-bandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannnya.

b. Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinye interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik di antara sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Tanpa interaksi sosial perkembangan kognitif anak akan tetap bersifat egosentris. Sebaliknya lewat interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif


(37)

anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.

c. Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa ang digunakan berkomunikasi. Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun jika menggunakan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tanpa pernah karena pengalaman sendiri, maka perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Pembelajaran di sekolah hendaknya dimulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dari pada dengan pemberitahuan-pemberitahua, atau pertanyaan-pertanyaan yang jawabannnya harus persis seperti yang dimaui pendidik. Di samping akan membelenggu anak, dan tiada interaksi sosial, belajar verbal tidak menunjang perkembangan kognitif anak yang lebih bermakna. Oleh karena itu Piaget sependapat dengan prinsip pendidikan dari konkrit ke abstrak dari khusus ke umum.

2) Brunner

Dalam upaya memperbaiki pendidikan di Sekolah Dasar dan sekolah Menengah, di Amerika, JA Brunner mengemukakan empat pokok utama dalam belajar yang perlu diintegrasikan dalam kurikulum sekolah dan


(38)

pembelajarannya. Ia menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok penting yang perlu diperhatikan yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka dalam pengajaran di sekolah Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup: a. Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar b. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal

c. Perincian urutan penyajian materi pelajaran d. Cara pemberian penguatan

3) David Assubel

Sebagai pelopor aliran kognitif, David Assubel mengemukakan teori belajar bermakna. Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasyarat yaitu: (1) Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial, dan (2) anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermanaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Berdasarkan pandangannnya tentang belajar bermakna, maka David Assubel mengajukan empat prinsip pembelajaran yaitu:


(39)

Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan pendidik dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi pelajaran, terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saatmengawali pembelajaran dengan presentasi suatu materi pokok sebaliknya kerangka cantolan itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

b. Diferensiasi program

Dalam proses pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetil, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.

c. Belajar superordinat

Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi. Ia terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada sutu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.


(40)

Pada suatu saat peserta didik kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pernyataan tentang kognitif itu, Ausubel mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif. Caranya, materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga pendidik dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

2.1.3 Pembelajaran Menurut Teori Kontemporer

Pembelajaran teori kontemporer yang dimaksud di sini adalah pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Biarpun pembelajaran konstruktivisme dilihat dari pandangannya bagaimana proses belajar itu terjadi, sebenarnaya tidak berbeda dengan pandangan pengikut kognitif, seperti Piaget, Brunner, dan Ausubel. Hanya saja para konstruktivisme seperti Von Glaseersfeld, Bettencourt, mengembangkan lebih lanjut fungsi kognitif itu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Pembelajaran berfungsi membekali kemampuan peserta didik mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Sesuai dengan prinsip belajar teori konstruktivisme maka dalam pembelajarannya nampak ada pergeseran fungsi pendidik dan buku sumber berbagai sumber informasi. Dalam kaitan informasi peserta didik mempunyai kemampuan mengakses beraga informasi yang dapat digunakan untuk belajar. Maka pendidik lebih berfungsi membekali kemampuan peserta didik dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan.


(41)

Pembelajaran konstruktivisme mengkritisi konsep pembelajaran yang selama ini, belajar-mengajar dalam arti cenderung berpusat pada pendidik di pihak lain cenderung berpusat pada subjek belajar. Karena konstruktivisme berpegang kepada pandangan keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh. Maka dalam kaitan ini pengajar dan peserta didik sama-sama aktif, peserta didik aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pengajar sebagai fasilitator. Bentuk pembelajaran student-centered learning strategic dilaksanakan melalui belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, dan problem-based learning. Model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme yang cukup terkenal sekarang adalah pembelajaran quantum. Pengertian quantum teachingmencakup dan dapat dipahami melalui tiga hal yaitu: quantum, pemercepatan belajar, dan fasilitasi. Quantum berarti interaksi yang berarti mengubah energi menjadi cahaya. Pemercepatan belajar, berarti menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian, dan keterlibatan aktif. Fasilitasi, artinya memudahkan segala hal. Fasilitasi juga termasuk penyediaan alat-alat bantu yang memudahkan peserta didik belajar. Berdasarkan keterangan di atas disimpulkan bahwa quantum teaching adalah upaya pendidik untuk mengorkestrasikan berbagai interaksi dalam proses pembelajaran menjadi cahaya yang melejitkan prestasi peserta didik, dengan menyingkirkan hambatan belajar


(42)

melalui penggunaan cara dan alat yang tepat, sehingga peserta didik dapat belajar secara mudah dan alami.

2.2 Hasil Belajar

Hasil belajar salah satu bagian terpenting dalam pembelajaran karena merupakan tolak ukur untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudjana, 2009:3). Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006:26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.


(43)

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk mengukur hasil belajar siswa, guru biasanya melakukan penilaian atau evaluasi. Pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik dapat dibagi menjadi 2 macam penilaian yaitu penilaian berbasis kelas dan penilaian kompetensi. Penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran, sedangkan penilaian kompetensi merupakan penilaian formatif dan sumatif terhadap ketuntasan pencapaian hasil peserta didik setelah menyelesaikan satu materi pokok. Hasil penilaian kompetensi inilah yang dijadikan sebagai indikator hasil belajar siswa. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Berhasil atau tidaknya pencapaian hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sudjana (2014:39-43) menyebutkan hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang


(44)

dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Faktor tersebut menarik banyak perhatian para ahli pendidik untuk diteliti, seberapa jauh kontribusi/sumbangan yang diberikan oleh faktor tersebut terhadap hasil belajar siswa. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan, adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha mengarahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapainya.

Namun demikian, hasil yang dapat diraih masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya, ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Carrol (Sabri, 2007:46) mengemukakan hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni (a) bakat pelajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d)


(45)

kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor yang disebut di atas (a b c e) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor (d) adalah faktor di luar individu (lingkungan). Salah satu yang diduga mempengaruhi kualitas pengajaran adalah variabel guru. Cukup beralasan mengapa guru mempunyai pengaruh dominan terhadap kualitas pengajaran, sebab guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pengajaran. Ini tidaklah berarti mengesampingkan variabel lain seperti buku pelajaran, alat bantu pengajaran, dan lain-lain. Dari variabel guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pengajaran adalah kompetensi profesional yang dimilikinya. Di samping faktor guru, kualitas pengajaran dipengaruhi juga oleh karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain:

a. Besarnya kelas

Artinya, banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Ukuran yang biasanya digunakan adalah ratio guru dengan siswa. Pada umumnya dipakai ratio 1:40, artinya satu orang guru melayani 40 siswa.

b. Suasana belajar

Suasana belajar yang demokratis akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan suasana belajar yang kaku, disiplin yang ketat dengan otorisasi ada pada guru.

c. Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia

Kelas harus diusahakan sebagai laboratorium belajar bagi siswa. Artinya kelas harus menyediakan berbagai sumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga, dan lain-lain.


(46)

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah adalah karakteristik sekolah itu sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan dengan disiplin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapi, dan teratur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, yakni: kompetensi guru, karakteristik kelas, dan karakteristik sekolah. 2.4 EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN

Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki seseorang. Efektifitas berkaitan dengan pencapaian target yang berkaitan dengan pencapaian untuk kerja secara maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Efektifitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dicapai (Mulyasa, 2004:132-133).

Mengajar yang efektif ialah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula. Belajar di sini adalah suatu aktivitas mencari, menemukan dan melihat pokok masalah. Siswa berusaha memecahkan masalah termasuk pendapat bahwa bila seseorang memiliki motor skill atau mampu dapat menciptakan puisi atau simfoni, maka dia telah menghasilkan masalah dan menemukan kesimpulan (Slameto, 2010:92).

Mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dlam belajar siswa harus mengalami aktivitas mental, misalnya pelajar dapat mengembangkan


(47)

kemampuan intelektualnya, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menganalisis, kemampuan mengucapkan pengetahuannya dan lain sebagainya, tetapi juga mengalami aktivitas jasmani seperti mengerjakan sesuatu, menyusun intisatri pelajaran, membuat peta, dan lain-lain.

2. Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar. Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi hidup.

3. Motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa selanjutnya melalui proses belajar. Bila motivasi guru tepat mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan belajar. Dengan tujuan yang jelas siswa akan belajar lebih tekun, lebih giat dan bersemangat.

4. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah yang memenuhi tuntutan masyarakat dikatakan bahwa kurikulum itu baik dan seimbang. Kurikulum ini juga harus mampu mengembangkan segala segi kepribadian siswa, di samping kebutuhan siswa sebagai anggota masyarakat.

5. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual. Guru tidak cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, karena masing-masing siswa mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, misalnya intelegensi, bakat, tingkah laku, sikap, dan lain-lain. Hal itu mengharuskan guru untuk membuat perencanaan secara individual pula, agar dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa secara individual.

6. Guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar. Dengan persiapan mengajar guru akan mantap di depan kelas,


(48)

perencanaan yang matang dapat menimbulkan banyak inisiatif dan daya kreatif guru waktu mengajar, dapat meningkatkan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa.

7. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada siswa. Sugesti yang kuat akan merangsang siswa untuk lebih giat belajar.

8. Seorang guru harus memiliki keberartian menghadapi siswa-siswanya, juga masalah-masalah yang timbul waktu proses belajar mengajar berlangsung. 9. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis di sekolah.

Lingkungan yang saling menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, bertenggang rasa, memberi kesempatan pada siswa untuk belajar sendiri, berpendapat sendiri, berdiskusi untuk mencari jalan keluar bila menghadapi masalah, akan mengembangkan kemampuan berfikir siswa, cara memecahkan masalah, dan lain-lain

10. Pada penyajian bahan pelajaran pada siswa, guru perlu memberikan masalah-masalah yang merangsang untuk berfikir.

11. Semua pelajaran yang diberikan pada siswa perlu diintegrasikan, sehingga siswa memiliki pengetahuan yang terintegrasi, tidak terpisah-pisah seperti pada sistem pengajaran lama, yang memberikan siswa pelajaran secara terpisah-pisah satu sama lainnya.

12. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di masyarakat. Bentuk-bentuk kehidupan di masyarakat di bawa ke sekolah, agar siswa mempelajarinya sesuai dengan kenyataannya.


(49)

13. Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan pada siswa, untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan maslah sendiri. Hal tersebut akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang dikerjakannya, dan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga siswa tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain.

14. Pengajaran remidial. Banyak faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar. Guru perlu meneliti faktor-faktor itu agar dapat memberikan diagnosa kesulitan belajar dan menganalisis kesulitan-kesulitan itu. Dari sebab itu guru harus menyusun perencanaan pengajaran remidial pula, dan dilaksanakan bagi siswa yang memerlukan. Dengan remidial diharapkan interaksi belajar mengajar itu meningkat, atau dapat dikatakan guru melaksanakan mengajar yang efektif.

(Slameto, 2010:92)

Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian isi belajar. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:

1. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM. 2. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa.

3. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi kemampuan belajar ) diutamakan.


(50)

4. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4) (Soemosasmito, 1988 dalam Trianto, 2011:20).

2.5 Model Pembelajaran

2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalam buku-buku. Film, komputer, dan lain-lain (Joyce dalam Trianto 2007:5). Sedangkan menurut Supriyono (2010:46) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagi pedoman bagi para pengajar dalam merencanakan aktifitas dalam belajar mengajar.

Model pembelajaran terdiri atas model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, dan model berbasis masalah (Supriono, 2010:46).

1. Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran lansung dikenal dengan sebutan active teaching. Penyebutan ini mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pembelajaran kepada seluruh siswa. Pembelajaran langsung dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural, pengetahuan deklaratif, serta berbagai keterampilan. Pembelajaran langsung dimaksutkan


(51)

untuk menuntaskan dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan dengan baik dan penguasaan keterampilan.

2. Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin lebih oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsurr dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. 3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jereme Brunner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery laerning dan inquiry learning. Hal ini karena proses akhir discovery learning adalah penemuan, sedangkan inquiry learning proses akhir terletak pada kepuasan meneliti.Walaupun ada pendapat yang membedaan antara discovery laerning dan inquiry learning namun keduanya memiliki persamaan. Discovery laerning dan inquiry learning merupakan pembelajaran beraksentuasi pada masalah-masalah kontekstual. Keduanyan merupakan pembelajaran yang menekankan aktivitas penyelidikan meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. 2.5.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 4-6 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran


(52)

yang maksimal. Berikut ini merupakan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif menurut para ahli:

1. Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Kooperatif (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.

2. Slavin (Isjoni, 2011:15) “In pembelajaran kooperatif methods, students work together in four member teams to master material initially presented

by the teacher”. Ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bantuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah


(53)

bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari (Etin dan Raharjo, 2011:5).

Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (Kodir, 2011:33) berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetensi, yaitu keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi, yaitu keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, yaitu sebagai berikut:

1. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.


(54)

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

Agar benar-benar mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Anita Lie, 2005:18-20):

a. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan


(55)

tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpuldan bertukar informassi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik, setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-rata si A adalah 65 don kali ini dia mendapat 72, dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan nilai kelompok. Selain itu, beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder untuk meningkatkan rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan.

b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan ang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota


(56)

kelompok harus melaksanakantanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknik jigsaw yang dikembangkan Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.

c. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.

Inti dari model kooperatif ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, don sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukuppanjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.


(57)

d. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-caraberkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

a. Evaluasi

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.

Pendekatan kooperatif terdiri dari berbagai macam pendekatan, diantaranya:

a. Student Team Achivement Division (STAD)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi baru kepada siswa setiap minggu menggunakan persentasi verbal/teks.Pelaksanaan pembelajaran STAD dengan mengelompokan siswa da masing-masing skeompok terdiri dari 4-5 orang secara heterogen. Guru menyajikan pelajaran dan siswa yang bekerja dalam tim, mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah


(58)

menguasai pelajaran tersebut. Kemudian semua siswa diberi tes yang dikerjakan individu.

b. Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok 5/6 anggota kelompok belajar heterogen dengan pola kelompok “asal” dan kelompok “ahli”, materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi menjadi beberapa sub bab. Kemudian siswa mempelajari sub bab yang ditugaskan dalam kelompok ahli, setelah itu kelompok ahli membantu kelompok asal mempelajari sub bab tersebut.

c. Group Investigation

Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Dalam mengimplementasi tipe investigasi kelompok guru guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok heterogen dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya siswa menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

d. Pendekatan struktural

Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawan. Meskipun banyak memiliki persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang


(59)

dirancang untuk memperoleh pola interaksi siswa. Dalam penerapan pendekatan struktural, guru membentuk kelompok dalam jumlah yang bervariasi misal berdua, bertiga, atau 4-5 orang anggota. Pemilihan topik pembelajaran biasanya dilakukan oleh guru. Tugas siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif. Pada akhir pembelajaran seluruh siswa diberi tes yang dikerjakan individu. Ada struktur tertentu yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengerjakan yang terkenal, adalah Think Pair Share dan Teams Game Tournament yang dapat digunakan oleh guru untuk mngajarkan isi akademik atau mengecek pemahaman siswa untuk meningkatkan isi tertentu.

Lungdren (Isjoni, 2009:16) mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan siswa atau siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab untuk meningkatkan diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.


(60)

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh untuk meningkatkan evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sanjaya (2006:247) menuliskan beberapa keunggulan model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung pada guru, tapi dapat menambah kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagi sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif


(61)

dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif untuk meningkatkan sekolah.

6. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

7. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. 8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan

memberikan rangsangan untuk berfikir.

Disamping keunggulan, model pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan diantaranya:

1. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh siswa yang mempunyai kelebihan akan merasa terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan kurang, akibatnya keadaan seperti ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

2. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap saling membelajarkan. Oleh karena itu jika tanpa peer teaching yang efektif, bila dibandingkan dengan pembelajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang harus dipelajari dan dipahami tidak dicapai oleh siswa.


(62)

3. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif kepada hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa hasil atau presentasi yang diharapkan sebanarnya adalah hasil atau presentasi setiap individu siswa. 4. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan

kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan ini tidak mungkin dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali penerapan strategi.

5. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individu.

Tabel 2.1 Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif (Ibrahim, 2000: 10)

Fase Indikator Aktivitas Guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa.

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien.

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas. 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


(63)

materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

2.6 Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar (Kodir, 2011:92).

Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward yang merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams Games Tournament (TGT) diterapkan sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu. TGT menggunakan turnamen permainan akademik sehingga siswa tidak akan bosen dalam penerapannya. Dalam turnamen ini siswa


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT(TEAMS GAME AND TOURNAMENT) DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PETA KONSEP TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK HIDROKARBON.

0 2 21

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA.

0 2 28

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI SISWA.

0 0 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) DENGAN SIMULASI MEDIA MONOPOLI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI Syamsul Arifin

0 0 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

0 1 288