Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM

(1)

EVALUASI PELATIHAN PERANCANG PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP PENINGKATAN

KOMPETENSI PEGAWAI

DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

Oleh

WELLIAM BERGEN

H24104062

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

EVALUASI PELATIHAN PERANCANG PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP PENINGKATAN

KOMPETENSI PEGAWAI

DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

WELLIAM BERGEN

H24104062

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(3)

Judul : Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan

Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM

Nama : Welliam Bergen NIM : H24104062

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.M NIP.19671020 199403 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP. 19610123 198601 1 002


(4)

ii

WELLIAM BERGEN. H24104062. Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang Undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM. Di bawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI

Pelatihan dibutuhkan oleh pegawai untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM merupakan sebuah lembaga pemerintah di bawah naungan dari Kementerian Hukum dan HAM RI. BPSDM bertugas untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Tujuan dari penelitian ini adalah:(1) Menganalisis persepsi peserta pelatihan perancang peraturan perundang-undangan (2) Menganalisis pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pegawai. (3) Menganalisis faktor-faktor lain yang berpegaruh terhadap kompetensi. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap kompetensi pegawai.

Metode penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan analisis regresi berganda. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan persepsi peserta pelatihan terhadap peningkatan kompetensi. Analisis regresi berganda menunjukkan variabel pelatihan yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan kompetensi pegawai.

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi pegawai terlihat dalam empat variabel. Variabel reaksi memberikan pengaruh sebesar 87,9% ini menjelaskan bahwa reaksi memberikan pengaruh paling besar pelatihan terhadap peningkatan kompetensi. Variabel pembelajaran memberikan pengaruh sebesar 78,8% terhadap peningkatan kompetensi. Variabel hasil memberikan pengaruh sebesar 66,75 terhadap peningkatan kompetensi. Sedangkan variabel perilaku memberikan pengaruh paling kecil sebesar 57,6% terhadap peningkatan kompetensi.

Hasil analisis secara simultan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kompetensi pegawai. Hasil uji f-test dengan F- Hitung(14,430) menunjukan nilai yang lebih besar dari F-Tabel (2,714) sehingga terdapat perbedaan yang positif dan signifikan terhadap peningkatan kompetensi. Sedangkan hasil uji t-test diperoleh T-Hitung variabel Reaksi (1,436), Pembelajaran (2,144), Perilaku (1,514), Hasil (1,761). Berdasarkan hasil uji t-test hanya variabel pembelajaran yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kompetensi.

Besarnya pengaruh pelatihan terhdap peningkatan kompetensi pegawai sebesar 62,7% sedangkan sisanya 37,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi berdasarkan pendapat dari beberapa pihak diantaranya yaitu faktor teknik penyampaian materi, niat atau motivasi, penyelenggara diklat, sarana prasarana serta faktor praktek kerja lapang yang akan menjadi faktor lain dalam memberikan pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi perancang peraturan perundang-undangan.


(5)

iii

Penulis di lahirkan di Lampung pada tanggal 14 September 1987 dari ayah Romli, S.Pdi dan Ibu Emrahayati. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan pada tahun 2006 Penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Keahlian Teknik Komputer dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2010 Penulis melanjutkan perkuliahan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan Penulis bekerja di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada Sub Bagian Humas dan Protokoler BPSDM Hukum dan HAM.


(6)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat membuat skripsi ini dengan judul “Evaluasi Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Kementerian Hukum dan HAM” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam membuat skripsi ini karena tanpa bantuan serta motivasinya penulis tidak dapat membuat skripsi ini dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dalam penyusuan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran diperlukan dalam memperbaiki skripsi ini.

Bogor, September 2013


(7)

v

Dalam kesempatan ini,atas bantuan dan dukungan serta penghargaan dari semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.M sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk dapat memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. sebagai Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

3. Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sidoyono, S.H., M.H sebagai Kepala Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM.

6. Kedua orangtua atas perhatian, doa, restu, serta dukungan kepada penulis. 7. Istriku tercinta dr.Pusposari Purwaka yang telah memberikan dukungan, cinta

dan kasih sayang dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Alih Jenis Manajemen. 9. Ridiarsih dan Rizki Andayani teman-teman bimbingan dan seperjuanganku

yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman kuliah Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Angkatan 8 atas persahabatannya.


(8)

vi

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...2

1.3. Tujuan Penelitian ...3

1.4. Manfaat Penelitian ...4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...4

II. TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1. Pelatihan dan Pengembangan ...5

2.2. Pelatihan Pegawai ...6

2.2.1Mengapa pelatihan diperlukan ... 8

2.2.2Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan ... 10

2.2.3Analisis kebutuhan ... 11

2.2.4Penentuan Tujuan Pelatihan ... 11

2.2.5Pemilihan metode pelatihan ... 12

2.2.6Evaluasi pelatihan dan pengembangan ... 13

2.3. Competence dan Competency ... 15

2.4. Karakteristik Kompetensi ... 15

2.5. Kompetensi Pegawai Negeri Sipil... 16

2.6. Penelitian Terdahulu ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran ... 18

3.2. Hipotesis Penelitian ... 20

3.3. Lokasi dan waktu penelitian ... 20

3.4. Jenis dan sumber data ... 21

3.5. Metode pengumpulan data ... 21

3.6. Teknik pemilihan responden ... 22


(9)

vii

4.1. Gambaran Umum Instansi... 28

4.1.1 Profil singkat BPSDM Hukum dan HAM ... 28

4.1.2 Visi dan Misi Kementerian Hukum dan HAM ... 29

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ... 29

4.3. Struktur Organisasi BPSDM Hukum dan HAM ... 30

4.4. Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia ... 31

4.5. Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM ... 32

4.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 32

4.6.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel X ... 32

4.6.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Y ... 33

4.7. Karateristik Responden ... 34

4.8. Deskripsi Efektivitas Pelatihan ... 35

4.9. Persepsi Pegawai Terhadap Peningkatan Kompetensi ... 43

4.10. Pengaruh Variabel Reaksi, Pembelajaran, Perilaku, dan Hasil ... 48

4.11. Uji secara parsial pengaruh pelatihan terhadap kompetensi ... 51

4.12. Uji secara simultan pengaruh pelatihan terhadap kompetensi ... 53

4.13. Analasis Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 55

4.14. Faktor-faktor lain Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kompetensi ... 56

4.15. Imlipkasi Manajerial ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN... 57

1. Kesimpulan ... 58

2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(10)

viii

No Halaman

1. Perbandingan antara pelatihan dan pengembangan ... 7

2. Skala Likert ... 22

3. Tingkat realibilitas metode Alpha Cronbach ... 24

4. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel reaksi ... 36

5. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel pembelajaran .. 38

6. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel perilaku ... 41

7. Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel hasil ... 42

8. Ringkasan efektivitas pelatihan perancang peraturan perundang undangan .... 43

9. Persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi variabel pengetahuan ... 44

10. Persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi variabel keterampilan ... 45

11. Persepsi pegawai terhadap peningkatan kompetensi pegawai pada variabel sikap dan perilaku ... 46

12. Ringkasan pengaruh pelatihan terhadap kompetensi perancang peraturan perundang-undangan ... 47

13. Analisis regresi linier berganda Y1(Pengetahuan) ... 48

14. Analisis regresi linier berganda Y2(Keterampilan) ... 49

15. Analisis regresi linier berganda Y3(Sikap dan perilaku) ... 49

16. Analisis regresi linier berganda ... 50

17. Pengaruh variabel reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil secara parsial berpengaruh terhadap kompetensi ... 52

18. Hasil uji F ... 54

19. Hasil uji R2 pada output Regression ... 55


(11)

ix

8 10 19 30 31 34 34 35

No Halaman

1. Siklus pelatihan………... 2. Langkah-langkah pelaksanaan pelatihan/pengembangan ... 3. Kerangka pemikiran………... 4. Bagan struktur organisasi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Hukum dan HAM………..

5. Bagan struktur organisasi Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM…….. 6. Responden menurut tingkat pendidikan... 7. Responden menurut umur ... 8. Responden menurut golongan...


(12)

x

66 66 66 67 67 67 68

No Halaman

1. Uji validitas dan realibilitas variabel pelatihan ... 63 2. Uji validitas dan realibilitas variable kompetensi ... 65 3. Analisis determinasi R2... 4. Uji normalitas normal P-P Plot... 5. Uji heteroskedastisitas... 6. Uji multikolinearitas... 7. Analisis regresi linier berganda... 8. Uji autokorelasi... 9. Kuesioner penelitian...


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM merupakan sebuah lembaga pemerintah di bawah naungan dari Kementerian Hukum dan HAM RI. BPSDM bertugas untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Reformasi Birokrasi yang sudah dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI menuntut agar SDM Hukum dan HAM agar lebih produktif.

Melihat permasalahan hukum yang semakin kompleks dan dinamis serta masyarakat yang semakin kritis terhadap permasalahan hukum dan hak asasi manusia, oleh karena itu dibutuhkan peraturan dan undang-undang yang dapat melindungi warga negara di bawah payung hukum dan menjunjung tinggi hak-hak seorang manusia. Peranan instansi-instansi yang berbasis hukum dan HAM sangat dibutuhkan dalam membuat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan tercapainya kepastian hukum dan melindungi hak-hak asasi manusia. Dalam membuat peraturan perundang-undangan tentunya harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang sudah ada saat ini agar tidak terjadi kesenjangan dan gap dalam pengaplikasian peraturan tersebut.

Dalam merancang peraturan perundang-undangan dibutuhkan SDM yang memiliki kompetensi yang baik untuk menjadi seorang perancang perundang-undangan. SDM dalam merancang perundang-undangan masih sangat kurang. Berdasarkan laporan Training Need Analysis (TNA) tahun 2011 untuk unit pusat (eselon I) dengan jumlah alumni sebanyak 89 pegawai dirasakan masih kurang dari segi jumlah dengan pertimbangan beban kerja yang sangat tinggi. Sementara itu, berdasarkan sebaran kuesioner pada 14 kantor wilayah, terdapat fakta berdasarkan jawaban responden menunjukkan bahwa persentase jumlah pegawai yang telah mengikuti diklat jabatan fungsional perancang peraturan perundang-undangan dari 14 kantor wilayah yang mewakili populasi rata-rata 11,7%. Persentase terbesar diperoleh dari kantor wilayah Gorontalo dengan 24,1% dan persentase terkecil diperoleh dari kantor wilayah Nangroh Aceh Darussalam dengan 5,3% (Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM, 2011). Jika dikaji lebih


(14)

2

lanjut mengenai posisi Kementerian Hukum dan HAM sebagai law center

terutama dalam perancangan peraturan di daerah dan data alumni Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan tahun 2007-2011, maka persentase tersebut dirasakan masih sangat rendah.

Pelatihan bagi pegawai merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja

(vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang (Mangkuprawira, 2002).

Oleh karena itu BPSDM melakukan sebuah pelatihan bagi pegawai dan melakukan evaluasi untuk dapat mengetahui efektivitas pelaksanaan pelatihan. Penelitian ini membahas mengenai Evaluasi Perancang Peraturan Perundang-undangan Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga diharapkan dengan adanya Pelatihan untuk pegawai Kementerian Hukum dan HAM akan mencetak para perancang perundang-undang yang profesional, berkualitas, berdedikasi dan bertanggung jawab di dalam mengemban tugas negara menyiapkan perangkat-perangkat hukum yang diperlukan oleh negara di dalam mencanangkan dasar hukum bagi pelaksanaan program-program pembangunan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan Training Need Analysis (TNA) Tahun 2011, maka dalam 3 (tiga) tahun ke depan (2012-2014) masih diperlukan adanya kegiatan pelatihan perancang peraturan perundang-undangan minimal untuk mencapai persentase rata-rata 30% jumlah pegawai pada kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM.Berdasarkan Self Assessment Kementerian Hukum dan HAM tahun 2012 Pada akhir tahun 2010 Pemerintah Daerah Tk I dan Tk II yang mendapat konsultasi terhadap penyusunan rancangan peraturan daerah/peraturan daerah adalah 206 dari 300 Pemda Tk.I dan Pemda Tk.II yang ditargetkan atau 66 % capaian. Tidak tercapainya hasil kinerja secara maksimal disebabkan karena terbatasnya SDM perancang peraturan perundang-undangan di kantor wilayah


(15)

3

Kementerian Hukum dan HAM. Belum adanya payung hukum yang memberi wewenang kepada Kanwil Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan mediasi dan konsultasi, sehingga daerah tidak perlu melakukan mediasi dan konsultasi langsung ke pemerintah pusat.

Dari analisa kondisi seperti ini maka pokok permasalahan yang ingin disampaikan adalah Bagaimana Pengaruh Pelatihan Perancang Perundang-Undangan Terhadap Kompetensi Pegawai di Lingkungan kementerian Hukum dan HAM serta besarnya konstribusi yang dapat diberikan dalam mencetak Perancang Perundang-Undangan yang berkualitas dan berkompeten sehingga dapat mewujudkan visi dan misi Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi peserta terhadap Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2. Bagaimana pengaruh Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan terhadap peningkatan kompetensi Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

3. Apakah ada faktor lain yang berpengaruh terhadap kompetensi pegawai pada saat mengikuti Pelatihan Perancang Perundang-undangan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian diharapakan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi organisasi untuk mengetahui efektivitas pelatihan terhadap kompetensi pegawai. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis persepsi peserta terhadap Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2. Menganalisis Pengaruh Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan terhadap peningkatan kompetensi Perancang Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.


(16)

4

3. Menganalisis apakah ada faktor lain yang berpengaruh terhadap kompetensi pegawai pada saat mengikuti Pelatihan Perancang Perundang-undangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat Praktis

Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi organisasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sasaran, metode pelatihan dan materi-materi dalam pelatihan agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan organisasi.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan memberikan konstribusi dalam pengembangan penelitian MSDM, khususnya terkait topik evaluasi pelatihan dan kompetensi sehingga dapat memberikan gambaran kepada peneliti lainnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini penulis membatasi masalah pada beberapa aspek yaitu:

1.Variabel reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil dalam penelitian ini adalah variabel-variabel evaluasi pelatihan.

2.Variabel pengetahuan, keterampilan, sikap danperilakudalam melakukan penelitian ini merupakan variabel-variabel yang menggambarkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil.


(17)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelatihan dan Pengembangan

Hariandja (2002) menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai. Tetapi, pelatihan dan pengembangan secara konseptual dapat juga mengubah sikap pegawai terhadap pekerjaan. Hal ini disebabkan pemahaman pegawai terhadap pekerjaanya juga berubah, karena sikap seseorang memiliki elemen-elemen kognitif yaitu keyakinan dan pengetahuan seseorang terhadap objek, afeksi yaitu perasaan seseorang terhadap objek tersebut sebagai akibat dari pengetahuan dan keyakinanya, dan kecenderungan tindakan terhadap objek tersebut, sehingga pengetahuan yang diperoleh akan dapat mengubah sikap sesorang. Akan tetapi, pelatihan dapat juga dilakukan secara khusus untuk mengubah sikap pegawai dalam upaya meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja bilamana dibutuhkan.

Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi dilihat dari tujuannya, umumya kedua konsep tersebut dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja. Terdapat beberapa alasan mengapa pelatihan harus dilakukan atau menjadi bagian yang sangat penting dari kegiatan manajemen sumber daya manusia, diantaranya dan mungkin yang terpenting adalah:

1. Pegawai yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.

2. Perubahan-perubahan dalam lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan-perubahan di sini meliputi perubahan-perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru, di mana perusahaan secara proaktif harus menyesuaikan keterampilan pegawainya untuk dapat menggunakan teknologi tersebut


(18)

6

untuk menghindari keusangan pegawai (employee absorlescence). Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, dan sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.

3. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Sebagaimana dipahami pada saat ini, daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan asset berupa modal yang dimiliki sebab modal bukan kekuatan daya saing yang langgeng, dan SDM merupakan elemen yang paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab SDM merupakan aspek penentu utama daya saing yang sehat. Selanjutnya, dengan meningkatkan kemampuan seseorang, dengan asumsi faktor lain seperti gaji dan lingkungan kerja berada dalam kondisi yang baik, kemampuan akan dapat meningkatkan produktivitas pegawai.

4. Menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanan pekerjaan untuk dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

Secara lebih rinci, William B. werther, Jr. dan Keith Davis mengemukakan manfaat pelatihan dan pengembangan, baik untuk organisasi maupun untuk pegawai itu sendiri.

2.2. Pelatihan Pegawai

Massaile (2005) menyatakan bahwa di instansi-instansi pemerintah, istilah

training lazimnya disebut pelatihan, disingkat dengan istilah “diklat”. Sebutan ini

menunjukkan bahwa sesungguhnya pelatihan hanya dapat dipisahkan secara teoritis tetapi dalam prakteknya pelatihan tidak berdiri sendiri melainkan beriringan dengan istilah pendidikan. Tabel 1 berikut ini akan memaparkan tentang perbandingan antara pendidikan dan pelatihan.


(19)

7

Tabel 1. Perbandingan antara pelatihan dan pengembangan

Aspek Pendidikan Pelatihan

1. Pengembangan kemampuan Menyeluruh (overall) Mengkhusus (specific) 2. Area kemampuan

(penekanan)

Kognitif, afektif, psychomotor

Psikomotor

3. Jangka waktu pelaksanaan Panjang (long term) Pendek (short term)

4. Materi yang diberikan Lebih umum Lebih khusus

5. Penekanan penggunaan metode belajar mengajar

Konvensional Inkonvensional

6. Penghargaan akhir proses Gelar (degree) Sertifikat (non-degree)

Dari Tabel 1 dapat dipahami bahwa ciri pendidikan umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh instansi dan lebih menekankan pada pengembangan pengetahuan dan intelektualitas, serta memperoleh perhatian yang seimbang antara spek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ciri lain, pendidikan membutuhkan waktu yang relatif lama, dan pada akhir suatu proses pendidikan peserta memperoleh ijazah. Sebaliknya pelatihan berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan pegawai tentang suatu tugas tertentu, lebih menekankan pada kemampuan psikomotorik meskipun didasari pada pengetahuan dan sikap, serta berorientasi pada tugas yang dilakukan sehari-hari (job orientation). Ciri lain, pelatihan memerlukan waktu yang lebih singkat, bervariasi antara satu minggu hingga tiga bulan, dengan metode pembelajaran yang lebih inovatif dan pada akhir pelatihan peserta hanya memperoleh sertifikat.

Pengertian pelatihan secara umum, merujuk pada suatu usaha yang terencana yang dilakukan oleh organisasi untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan, keterampilan, atau perilaku para pegawai. Dalam konteks ini, tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kemahiran dan kemampuan pegawai yang ditekankan pada program pelatihan dan penerapannya dalam aktivitas kerja sehari-hari.

Secara sederhana mengumpamakan output pelatihan seperti “kopi untuk diminum” (drinkable coffee). Secangkir kopi untuk diminum ini berasal dari


(20)

8

bermacam-macam input, seperti kopi, gula, air, dan creamer (jika diperlukan). Ketika dilakukan pengadukan, pada saat itulah pelatihan sedang berlangsung. Bila pengadukan ini dilakukan dengan mesin pengaduk (coffee machine) maka mesin ini disebut teknologi. Teknologi adalah salah satu input untuk membuat segelas kopi untuk diminum. Lalu bagaimana output dihasilkan sesuai dengan selera/rasa (taste) yang diinginkan, ini juga tergantung dari takaran input lain yaitu metode pengaduk yang diumpamakan sebagai metode pelatihan, termasuk di dalamnya unsur waktu yang dipergunakan untuk membuat segelas kopi. Orang adalah juga input yang diumpamakan sebagai para instruktur dalam suatu kegiatan pelatihan.

2.2.1 Mengapa pelatihan diperlukan

Massaile (2005) menyatakan bahwapelatihan adalah suatu proses, suatu wahana, suatu pengalaman, dan suatu kesempatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga mendatangkan manfaat bagi mereka yang terlibat, menjadi lebih berkemampuan, dan lebih berpengetahuan. Dua jawaban mengapa pelatihan diperlukan.

1. Dari sisi individu pegawai.

Pelatihan mencakup seluruh tingkatan kepegawaian, mulai dari pegawai baru, pegawai lama atau yang sedang memegang jabatan, hingga


(21)

9

pegawai yang akan memegang jabatan baru. Pelatihan mengubah pegawai yang semula tidak memiliki akses menjadi pegawai yang kaya akan informasi. Pelatihan merubah pegawai yang tidak mahir/sedikit mahir menjadi pegawai yang dapat melakukan tugasnya dengan cara yang diinginkan unitnya, dengan cara yang benar dan yang sesuai dengan standar organisasinya. Bagi pegawai baru, agar dapat melaksanakan tugas (task) dengan benar, ia harus menguasi teknologi yang berkaitan dengan tugasnya. Di sinilah program pelatihan diperlukan. Pegawai baru yang kurang menguasai teknologi dapat dijembatani oleh pelatihan yang relevan.

Demikian pula, pelatihan mencakup juga pegawai lama dan yang sedang memegang jabatan. Teknologi senantiasa mengalami perubahan sehingga organisasi perlu memperbaharui kebijakan dari waktu ke waktu. Dilain pihak, organisasi memiliki para pegawai yang pada umumnya tahu bagaimana mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi/kebijakan baru itu dengan cara yang benar. Pada saat itulah pelatihan diperlukan, yakni menghasilkan orang-orang yang menguasi teknologi dan metode baru sehingga mampu mengerjakan tugas-tugasnya sesuai dengan standar organisasi baik kuantitas maupun kualitas.

Selanjutnya pegawai yang mendapat promosi tidak selalu tahu bagaimana mengerjakan tugas baru dengan tepat (how to handle next job properly), sehingga diperlukan pelatihan dan pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada pegawai tersebut untuk siap memangku jabatan baru dengan tugas-tugas yang baru pula. Bahkan gagasan yang mengemukakan beberapa tahun lalu adalah bahwa pelatihan tetap diperlukan saat pegawai menghadapi masa pensiun. Melalui program pelatihan yang relevan, pegawai yang akan memasuki masa purna bakti ini dipersiapkan untuk menghadapi berbagai persoalan dalam menjalani kehidupan barunya.

2. Dari sisi unit/lembaga/organisasi

Soekijo dalam Massaile (2005) Dari sudut pandang organisasi, pelatihan adalah investasi bagi organisasi Karena itu, setiap organisasi yang


(22)

10

ingin berkembang harus memberikan porsi dan perhatian yang besar pada urusan pelatihan pegawainya.

2.2.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan

Hariandja (2002) menyatakan bahwa mengingat pentingnya pelatihan dan pengembangan, maka seorang manajer SDM harus dapat mengembangkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif. Terdapat beberapa proses/kegiatan yang harus dilakukan dalam upaya mengembangkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif, yaitu:

1. Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut

need analysis atau need assessment.

2. Menentukan sasaran dan materi program pelatihan.

3. Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.

4. Mengevaluasi program pelatihan

Lebih lanjut, keempat langkah dan kegiatan ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.

 Prinsip - prinsip belajar  Biaya yang tersedia  Fasilitas yang ada  Waktu

ANALISIS KEBUTUHAN Kebutuhan organisasi

Kebutuhan tugas

PENENTUAN TUJUAN DAN MATERI PELAJARAN

PENETUAN METODE PELATIHAN On the job training atau

Off the job training

EVALUASI PELATIHAN

Gambar 2. Langkah-langkah pelaksanaan pelatihan/pengembangan (Massaile,2005)


(23)

11 2.2.3 Analisis kebutuhan

Menurut Massaile (2005), Analisis kebutuhan adalah penetuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan yang akan dilakukan. Kegiatan ini sangat penting, rumit, dan sulit. Dikatakan sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga bilamana pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiaknosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang lingkungan yang sedang dihadapi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang.

Selanjutnya, kegiatan ini akan berjalan dengan baik bila dapat menjawab tiga pertanyaan berikut:

1. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan apa yang dibutuhkan? 2. Apakah pegawai memiliki kekurangan dalam aspek di atas?

3. Apakah pelatihan akan memecahkan kekurangan-kekurangan tersebut?

Selanjutnya analisis dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berkut:

1. Analisis organisasi atau analisis kebutuhan organisasi. 2. Analisis tugas atau organisasi kebutuhan jabatan, dan 3. Analisis orang atau analisis kebutuhan pegawai.

2.2.4 Penentuan Tujuan Pelatihan

Menurut Massaile (2005), Tujuan pelatihan harus dirumuskan secara spesifik, dalam arti apakah perubahan perilaku atau perubahan pengetahuan ingin dicapai setelah pelatihan dilakukan, misalnya kemampuan untuk menggunakan suatu program komputer, kemampuan menggunkan sebuah peralatan baru, dan lain-lain. Selanjutnya berdasarkan tujuan diatas, ditentukan materi atau isi dari suatu pelatihan yang menyangkut topik-topik yang harus diberikan atau diketahui dalam upaya mencapai tujuan. Misalnya, tujuan pelatihan untuk seorang supervisor di sebuah bengkel


(24)

12

adalah mampu mengidentifikasi kerusakan mobil dan memeperbaikinya dalam waktu 30 menit.

Kemudian berdasarkan tujuan pelatihan yang sebelumnya, juga didasarkan pada analisis kebutuhan, ditentukan materi atau isi program, yaitu menyangkut materi-materi khusus yang diajarkan di dalam proses pelatihan, misalnya pengetahuan mengenai sistem bekerjanya mesin mobil, membuka komponen yang rusak dan memasang kembali komponen-komponen itu dengan baik dan lain-lain.

2.2.5 Pemilihan metode pelatihan

Menurut Massaile (2005), Setelah merumuskan tujuan dan isi program, dilakukan pemilihan metode pelatihan dan pengembangan. Metode pelatihan yang akan dipakai biasanya dalam bentuk on the job training, yaitu dilakukan pada waktu jam kerja berlangsung, baik secara formal maupun informal, dan off the job training, yaitu pelatihan dan pengembangan yang dilakukan secara khusus di luar pekerjaan.

Metode pelatihan dan pengembangkan yang dipilih tergantung pada kebutuhan serta tujuan pelatihan. Tetapi, di samping itu beberapa faktor perlu diperhatikan, yaitu:

1. Cost-effectiveness,

2. Desired program content,

3. Appropriateness of the facilities,

4. Trainee preferences and capabilities,

5. Learning principle

Di antara beberapa faktor di atas, ada satu faktor yang perlu mendapat perhatian dan penting, yaitu learning principle. Hal ini disebabkan di samping merupakan faktor yang penting dalam suatu proses belajar mengajar, juga faktor ini dapat dikendalikan.

Secara teoritis terdapat beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu:

1. Participation,

2. Repetition,


(25)

13

4. Transference,

5. Feedback

Participation atau partisipasi merupakan keterlibatan seorang peserta latihan dalam kegiatan pelatihan secara aktif dan secara langsung. Partisipasi merupakan aspek penting dalam pelatihan sebab partisipasi dapat meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan sukar untuk dilupakan.

Repetition adalah melakukan tautan mengatakan secara berulang-ulang dalam usaha menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang. Suatu konsep atau cara melaksanakan pekerjaan, bilamana dilakukan secara atau didengar berulang-ulang akan tertanam dalam ingatan seseorang.

Relevance berarti adanya kesesuian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari oleh pegawai, misalnya seseorang melaksakan suatu pekerjaan melalui suatu langkah-langkah tertentu dan ini mempunyai arti penting karena memudahkan dia dalam pelaksanaan pekerjaan.

Transferences berarti adanya kesesuian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari oleh pegawai. Transference akan memotivasi seseorang untuk belajar sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat oleh peserta karena dapat mempermudah peserta dalam melaksankan tugas-tugas sehari-hari.

Feedback merupakan pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang dapat dipertahankan.

2.2.6 Evaluasi pelatihan dan pengembangan

Menurut Kirkpatrick (1998) ada empat tingkatan model dalam mengevaluasi program pelatihan, keempat tingkatan itu didefinisikan sebagai berkut :

1. Level 1, Reaksi

Evaluasi di tingkat ini mengukur reaksi para peserta program. Ini berbeda jauh dari penilaian program yang lebih ilmiah dan objektif dalam hal butir-butir evaluasi, sebab ada begitu banyak pertimbangan nilai subjektif yang bisa mempengaruhi objektivitas. Dalam banyak hal, penilaian reaksi mengindikasikan besarnya kepuasan pelanggan.


(26)

14

Banyak evaluator mengkritik penilaian reaksi akibat subjektivitas ini, tetapi agar program-program pelatihan dan pengembangan bisa berjalan dan berkembang, pelanggan harus dibuat puas kalau tidak, pembelajaran berdasarkan program itu akan terkena getahnya, dan permintaan akan program yang tidak memberikan kepuasan pelanggan, selain kesempatan-kesempatan pembelajaran efektif, akan berkurang secara signifikan.

2. Level 2, Pembelajaran

Kirckpatrick mendefinisikan pembelajaran dalam metodenya sebagai sejauh mana para peserta mengubah sikap-sikap, meningkatkan pengetahuan atau keterampilan sebagai buah dari menghadiri program itu. Ia mengisyaratkan agar pembelajaran itu bisa dievaluasi dengan penggunaan control groups dan dengan pre-dan post-testing.

3. Level 3, Perilaku

Evaluasi perilaku dalam model ini menyangkut sejauh mana transfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap terjadi sebagai hasil dari mengikuti program itu.

Kickpatrick menganjurkan untuk evaluasi ini: a. Penggunaan control group secara kontinu

b. Memberikan waktu agar perubahan perilaku bisa terjadi c. Mengevaluasi sebelum dan sesudah program

d. Mensurvei atau mewawancarai para peserta, atasan langsung, bawahan mereka.

e. Pengulangan evaluasi pada saat-saat yang tepat

f. Mempertimbangkan kerugian-kerugian versus keuntungan-keuntungan dari bentuk evaluasi ini.

4. Level 4, Hasil

Pengembangan evaluasi di level ini menyangkut perubahan-perubahan yang berhasil diamati dalam level 3 dan meliputi usaha untuk merasionalisasi nilai pembelajaran dan implementasi di tempat kerja, dari sudut pandang kembalinya investasi oleh organisasi.


(27)

15 2.3. Competence dan Competency

Menurut Prihadi (2004), “an ability to do something or for a task” seseorang

mempunyai kompetensi untuk mengelola pekerjaan atau secara lebih spesifik, mempunyai kompetensi untuk merencanakan serangkaian aktivitas untuk mencapai target. Disini kompetensi merujuk pada kemampuan secara umum untuk menjalankan sebuah job atau bagian dari sebuah job secara kompeten, misalnya kompetensi pada fungsi perencanan. Setelah itu, istilah ini juga dapat digunakan untuk mengatakan hal-hal yang menimbulkan kemampuan itu, misalnya orientasi efisiensi. Istilah kompetensi merujuk pada pada salah satu rangkaian perilaku yang harus ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi suatu jabatan dengan kompeten. Tiap kompetensi merupakan suatu dimensi perilaku yang discrete.

Dimensi perilaku itulah yang relevan dengan kinerja dalam job tersebut.

2.4. Karakteristik Kompetensi

Para pakar kompetensi yang tergabung dalam kelompok Hay-Macber et al dalam Prihadi (2004), mengemukakan lima karateristik kompetensi sebagai berikut:

1. Motives

Motif adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan. Motives berhubungan erat dengan drive, direct, dan select. Contoh, motivasi untuk berprestasi, memikul tanggung jawab pribadi untuk pencapainya, dan menggunakan feedback agar dapat bekerja lebih baik.

2. Traits

Karateristik pribadi merujuk pada karateristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Hal ini menjurus kepada karakter individu yang mengarah pada respon-respon konsisten terhadap stimulus atau situasi tertentu. Kontrol diri atas emosi dan inisiatif merupakan respon-respon terhadap sesuatu yang lebih kompleks. Sejumlah orang mampu menahan emosinya dan bertindak di luar panggilan tugas untuk memecahkan masalah di bawah tekanan.


(28)

16 3. Self- Concept

Kategori ini mencakup sikap-sikap, values, atau self image seseorang. Hal ini merujuk pada sikap, nilai-nilai, dan citra diri yang ditunjukkan dengan rasa percaya diri sesorang. Nilai individu mempunyai sikap reaktif yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan sesorang dalam waktu singkat. Sesorang yang memiliki values menjadi seorang pemimpin lebih berkemungkinan menunjukkan perilaku kepemimpinan. Sebuah tugas akan menjadi tes kemampuan kepemimpinan bagi diriya.

4. Knowledge

Kategori ini merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran yang dimiliki seseorang dalam bidang-bidang tertentu. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

5. Skill

Keterampilan adalah kemampuan sesorang untuk melakukan suatu pekerjaan baik fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif mencakup berfikir analitis (pemrosesan pengetahuan dan data, menentukan sebab dan akibat, pengorganisasian data), dan berfikir konseptual (mengenai pola-pola dalam data yang kompleks).

2.5. Kompetensi Pegawai Negeri Sipil

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien (SK Kepala BKN No.46a Tahun 2003).

Kompetensi dasar Pegawai Negeri Sipil adalah kemampuan dan karakteristik dalam diri seseorang yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang menjadi ciri-ciri seorang Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia. Kompetensi bidang adalah kemampuan dan karakteristik


(29)

17

dalam diri seseorang yang berupa pengetahuan, keterampilan, perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sehingga individu mampu menampilkan unjuk kerja yang tinggi dalam suatu jabatan tertentu. (Permenpan dan RB No.197 Tahun 2012).

2.6. Penelitian Terdahulu

Haryono (2011) dalam skripsinya yang berjudul Evaluasi Pelatihan Wise Leadership Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai Pada PT. Tirta Investama DEPO Kawasan Jakarta Timur. Tingkat kompetensi pegawai berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara pelatihan dengan kompetensi pegawai atau dengan kata lain ada keterkaitan antara kompetensi dengan efektivitas pelatihan.

Ningrum (2009) dalam tesisnya yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Diklat Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang (Periode Tahun 2009) Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM. Efektivitas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan pada periode tahun 2009 dilihat dari pendekatan sumber, pendekatan proses internal, Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas memusatkan perhatian terhadap aspek output.

Helena (2009) dalam tesisnya yang berjual Hubungan Pelatihan dan Pendidikan Kepemimpinan Tingkat IV Dengan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil di Bidang Pelayanan Publik. Mengukur hubungan pelatihan dengan kompetensi berdasarkan empat variabel yaitu substansi materi, kompetensi pengajar, metode pembelajaran, sarana/prasarana diklat, dan pengelola diklat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pelatihan dan pendidikan dengan kompetensi Pegawai Negeri Sipil di bidang pelayanan publik.


(30)

18

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Badan Pengembangan SDM Hukum dan HAM merupakan unit organisasi Kementerian Hukum dan HAM, yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM yang berkualitas. Badan Pengembangan SDM perlu dilakukan agar visi, misi, tujuan, dan sasaran yaitu seluruh aparatur Hukum dan HAM memiliki kompetensi sesuai bidangnya. Oleh karena itu, salah satu pengembangan SDM yang dilakukan oleh Badan Pengembangan SDM adalah dengan pelatihan perancang peraturan perundang-undangan tingkat pertama, yang diikuti oleh pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM seluruh Indonesia. Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Pertama ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi di bidang perancang perundang-undangan. Sehingga diharapkan dapat menimbulkan sikap profesionalisme yang mempunyai perilaku kerja yang lebih produktif.Menurut Kirkpatrick (1998), evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu evaluasi reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46a Tahun 2003 dinyatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.

Peneliti akan melihat bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi pegawai. Kompetensi pegawai negeri sipil yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku. Melalui pencapaian tujuan dari pelatihan, yaitu untuk meningkatkan kompetensi peserta yang telah mengikutinya agar mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik.


(31)

19

Gambar 3. Kerangka pemikiran Program Pelatihan:

Evaluasi Pelatihan 4 Level (Kirkpatrick,1998):

1. Reaksi 2. Pembelajaran 3. Perilaku 4. Hasil

Tiga Tipe Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (Permenpan dan RB No.197 Tahun 2012) :

1. Pengetahuan 2. Keterampilan 3. Sikap dan Perilaku

Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran

Meningkatkan Kualitas SDM

Melakukan Pengembangan SDM

Evaluasi Pelatihan dan Pendidikan Terhadap Peningkatan Kompetensi

Implikasi Manajerial


(32)

20 3.2. Hipotesis Penelitian

Menurut Priyatno (2010) hipotesis adalah jawaban sementara atau merupakan dugaan sementara dari masalah penelitian. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu diuji kebenarannya oleh karena itu hipotesis juga berfungsi untuk menguji kebenaran dari suatu teori.

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah kesimpulan pada sampel dapat berlaku untuk seluruh populasi. Hipotesis yang perlu diuji dalam penelitian ini adalah:

Ho : b = Reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil secara parsial tidakberpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Ha : b  0 Reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil secara parsial berpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Ho : b1,b2, b3,b4= 0 Artinya reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Ha : b1,b2, b3,b4  0 Artinya reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil

secara bersama-sama berpengaruh terhadap kompetensi PNS Perancang Undang-undang.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara pelatihan perancang peraturan perundang-undangan dengan kompetensi PNS perancang undang-undang di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berarti bahwa reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil diklat mempunyai pengaruh terhadap kompetensi PNS perancang undang-undang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia baik berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.

3.3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian mengenai evaluasi pelatihan perancang peraturan perundang-undangan terhadap peningkatan kompetensi pegawai Kementerian Hukum dan HAM yang diadakan di Badan Pengembangan SDM Hukum dan HAM yang berlokasi di Jl. Raya Gandul No.4 Cinere Depok, Jawa-Barat.


(33)

21

Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan oleh peneliti yang secara langsung berhubungan dengan pekerjaan dan lokasi peneliti sekarang berada dan ketersedian organisasi untuk memberikan informasi dan data yang dibutuhkan oleh peneliti.

Waktu yang digunakan untuk pengumpulan data pada bulan Nopember 2012 -Januari 2013. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data, informasi dan keterangan tambahan dari pihak-pihak terkait yang relevan dengan topik penelitian ini.

3.4. Jenis dan sumber data

Data yang dikumpulkan oleh peneliti yaitu data primer dan data sekunder. Menurut Umar (2005), data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang akan diteliti. Data primer diperoleh memberikan kuesioner dengan pihak-pihak yang terkait.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, berupa arsip data perusahaan, buku-buku yang relevan dengan topik yang akan diteliti, hasil penelitian terdahulu, media internet, serta literaturlain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan pihak terkait, yaitu Kepala Pusat Fungsional dan HAM dan peserta pelatihan serta dilengkapi dengan kuesioner yang diberikan kepada responden. Materi wawancara dan kuesioner meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan evaluasi pelatihan dan pendidikan perancang peraturan perundang-undangan, tingkat kompetensi pegawai setelah mengikuti pelatihan, dan pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pegawai.

Pengukuran poin jawaban kuesioner menggunakan skala likert. Skala likert merupakan skala ordinal yang berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Skala ini mengukur penilaian atau persepsi responden terhadap serangkaian pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.


(34)

22

Keunggulan skala likert yakni mudah dibuat, diatur, dan responden mudah mengerti bagaimana cara menggunakan skala pada kuesioner yang digunakan (Umar, 2005). Cara penilaian kuesioner dengan skala likert dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Skala Likert

Jawaban Responden Bobot Nilai

Sangat Setuju 4

Setuju 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

Adapun perhitungan rentang skala menurut Umar (2005), adalah sebagai berikut:

Keterangan:

RS = Rentang skala atau rentang kriteria M = Jumlah alternatif jawaban tiap item n = Jumlah responden

3.6. Teknik pemilihan responden

Teknik yang digunakan dalam menentukan responden dalam melakukan penelitian ini adalah teknik sensus. Teknik ini diberlakukan karena anggota populasi yang akan diteliti relatif kecil. Responden dalam penelitian ini merupakan keseluruhan peserta pelatihan perancang perundang-undangan yang berjumlah 33 orang.

3.7. Pengujian kuesioner

Sebelum diolah, kuesioner perlu diuji validitas dan realibilitasnya. Kedua uji perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut layak untuk disebar kepada responden.

3.7.1 Uji Validitas

Menurut Hasan (2003), Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrument. Instrument yang sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi, demikian pula sebaliknya.


(35)

23

Sebuah instrument dikatakan sahih apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Sebuah instrument memiliki validitas tinggi, apabila butir-butir yang membentuk instrument tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrument tersebut.

Prosedur kerjanya sebagai berikut :

a. Menentukan skor butir pertanyaan dan skor total

b. Skor butir pertanyaan dipandang sebagai nilai x dan skor total dipandang sebagai nilai y.

c. Menentukan koefisien korelasi (r) setiap butir dengan mengkorelasikan setiap skor setiap butir (x) dengan skor total (y). d. Syarat minimum untuk menganggap suatu butir instrument valid

adalah r hitung > r table, maka korelasi butir pertanyaan tersebut valid.

e. Dalam penelitian ini digunakan rumus Pearson Product Moment dengan bantuan Microsoft Excel 2007 sebagai berikut:

……...……...(2)

Dimana :

r = Koefisien korelasi x dan y

x = Skor masing-masing pernyataan dari tiap responden y = Skor total semua penyataan dari tiap responden N = Jumlah responden

Uji validitas kuesioner bertujuan untuk mengetahui ketepatan alat ukur atau sejauh mana respoden dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan dalam kuesioner sehingga pernyataan-pernyataan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati dengan cara membandingkan koefisien korelasi yang diperoleh (r hitung) dengan angka kritik tabel korelasi nilar r (r tabel). Jika nilai r hitung > r table maka pernyataan tersebut dinyatakan valid.


(36)

24 3.7.2 Uji Realibilitas

Menurut Sugiyono (2010), realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu alat pengukuran dikatakan reliable, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten dari dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Uji realibilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS 17.0 for windows sebagai berikut:

………...…..(3) Keterangan :

k = Banyaknya butir pertanyaan

σ = Jumlah ragam butir

∑σ

Rumus varian yang digunakan adalah :

………...…..(4) Keterangan :

n = Jumlah responden Xi = Nilai skor yang dipilih

Tingkat realibilitas dengan metode Cronbach Alpha diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1 yang dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

Tabel 3 Tingkat realibilitas metode Alpha Cronbach

Alpha Tingkat Realibilitas

0,00-0,20 Kurang reliable

0,21-0,40 Agak reliable

0,41-0,60 Cukup reliable

0,61-0,80 Reliable


(37)

25

Setelah uji validitas dilakukan, selanjutnya variabel-variabel yang valid diuji reliabilitasnya.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Normalitas Model Regresi

Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal.

Cara untuk mendeteksinya adalah dengan uji statistik dengan One Sample Kolmogorov Smirnov.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: (Santoso, 2001)

- Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) > 0,05, maka data berdistribusi normal.

- Jika nilai Signifikansi(Asym Sig 2 tailed < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal.

Cara lain untuk mendeteksinya adalah dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada grafik NormalP-P Plotof regression standardized sebagai dasar pengambilan keputusannya. Jika menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal maka model regresi tersebut telah normal dan layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas dan sebaliknya (Ghozali, 2005).

3.8.2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan dimana terjadi hubungan linear yang sempurna atau mendekati antar variabel independen dalam model regresi. Suatu model regresi dikatakan mengalami multikolinearitas jika ada fungsi linear yang sempurna pada beberapa atau semua independen variabel dalam fungsi linear. Dan hasilnya sulit didapatkan pengaruh antara independen dan dependen variabel.

Cara untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikoliniearitas antara lain dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance, apabila nilai VIF kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0,1 maka dinyatakan tidak terjadi multikoliniearitas (Ghozali, 2005).


(38)

26

3.8.3 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolute residual. Sebagai pengertian dasar, residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi, dan absolut adalah nilai mutlaknya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Cara lain untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dengan melihat pola titik-titik pada scatterplots regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas(Ghozali, 2005).

3.8.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana pada model regresi ada korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode sebelumnya (t-1). Model regresi yang baik adalah yang tidak adanya masalah autokorelasi

Pengambilan keputusan pada uji autokorelasi sebagai berikut: a. dU < d < 4 – dU maka H0 diterima, tidak terjadi autokorelasi

b. d < dL atau d > 4 – dL maka H0 ditolak, terjadi autokorelasi

c. dL < d < dU atau 4 – dU < d < 4 – dL maka tidak ada kesimpulan Nilai Durbin Watson dapat dilihat pada output Regression (Ghozali, 2005). 3.8.5 Regresi Berganda

Menurut Sugiyono (2010), Regresi linier berganda digunakan apabila variabel independen berjumlah dua atau lebih. Persamaan untuk n variabel adalah:

Y= a + b1X1 + b2X2 + ...+ bnXn...(5)

Keterangan :

Y = Variabel dependen a = Konstanta

b1-n= Koefisien regresi variabel

X1 = Variabel 1

X2 = Variabel 2

Xn = Variabel ke-n

Seiring kemajuan teknologi komputer, perhitungan regresi berganda sangat mudah dilakukan walaupun variabel dan datanya banyak.


(39)

27

3.8.6 Uji simultan dengan F-Test

Menurut Nugroho (2010), Uji Simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA.

Hipotesis:

H0: variabel-variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

H1: variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.8.7 Uji parsial dengan T-Test

T-test bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada Tabel 17.

Hipotesis:

H0: variabel independen secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

H1: variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.8.8 Analisis koefisien determinasi (Adjusted R2)

Analisis determinasi adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar variabel x memberikan kontribusi terhadap variabel y. Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhdap variabel dependen. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen.

menunjukkan bahwa tidak ada sedikitipun sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen. Dan bila

, maka presentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna, atau variabel yang independen yang digunakan mampu menjelaskan variasi variabel dependen(Priyatno, 2010).


(40)

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Instansi

4.1.1 Profil singkat BPSDM Hukum dan HAM

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM merupakan unit organisasi Kementerian Hukum dan HAM, yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas, tidak saja bagi pegawai Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga SDM di bidang hukum dan HAM yang berada di instansi lain dalam lingkup nasional, seperti Pemerintah Daerah (PEMDA), Lembaga Legislatif. Dalam melaksanakan tugas penyusunan dan perancangan peraturan dan perundang-undangan (legal drafting) dan penegakan HAM.

Sebagai konsekuensi transformasi organisasi, maka BPSDM Hukum dan HAM harus mampu mengantisipasi tantangan tugas pengembangan SDM Hukum dan HAM yang semakin kompleks dalam menghadapi dinamika persoalan hukum dan HAM masyarakat Indonesia dan Internasional. Melalui transformasi organisasi ini, diharapkan kegiatan pengembangan SDM bidang Hukum dan HAM yang dilaksanakan Kementerian Hukum dan HAM dapat lebih adaptif, akomodatif dan handal, karena didorong oleh adanya visi dan keyakinan baru (reframing), restrukturisasi, revitalisasi serta pembaruan dalam bidang organisasi. Dalam menyusun strategi pengembangan SDM Hukum dan HAM, maka BPSDM Hukum dan HAM berupaya melaksanakan programnya dengan mengacu pada pendekatan competency-based human resources management system (CBHRM), sebagai suatu pendekatan mutakhir dalam manajemen sumber daya manusia (SDM), yang mengintegrasikan strategi organisasi dengan system manajemen SDM. Sistem ini mencakup pengembangan model kompetensi yang berkaitan dengan strategi pengembangan SDM (competency based training and development), sehingga kompetensi yang dikembangkan akan tepat sesuai dengan strategi dan dan kebijakan Kementerian Hukum dan HAM baik softskill, social skill dan mentalskill.


(41)

29

4.1.2 Visi dan Misi Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan HAM memiliki visi dan misi sebagai berikut:

Visi

Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum

Misi

Melindungi Hak Asasi Manusia

Tujuan

Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

Sasaran :

1. Seluruh aparatur Hukum dan HAM memiliki kompetensi sesuai bidangnya dan memperoleh pengembangan karir yang jelas.

2. Seluruh unit kerja memiliki sumber daya manusia profesional sesuai kebutuhan dan kaderisasi berkesinambungan.

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi

BPSDM Hukum dan HAM mempunyai tugas pokok melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, BPSDM Hukum dan HAM menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan dan program pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

2) Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

3) Pelaksanaan kegiatan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

4) Koordinasi dan kerjasama pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia

5) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan hasil pendidikan dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia hukum dan hak asasi manusia


(42)

30

4.3. Struktur Organisasi BPSDM Hukum dan HAM

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 Tangal 30 Desember 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM terdiri dari :

a. Sekretariat Badan

b. Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen c. Pusat Pengembangan Teknis

d. Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM e. Kelompok Jabatan Fungsional

f. Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) g. Akademi Ilmu Imigrasi (AIM)

Struktur BPSDM Hukum dan HAM tersebut terangkai dalam bagan struktur organisasi.

Gambar 4. Bagan struktur organisasi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM (Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010)


(43)

31

4.4. Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia

Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan dan pelatihan fungsional dan hak asasi manusia sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala BPSDM Hukum dan HAM.

Untuk melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Fungsional dan Hak Asasi Manusia mempunyai fungsi:

a. Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pengembangan sumber daya manusia dibidang fungsional dan hak asasi manusia

b. Penyiapan penyusunan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pengembangan fungsional dan hak asasi manusia

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional dan hak asasi manusia

d. Koordinasi kegiatan pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan dan pelatihan dengan instansi terkait

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang pengembangan fungsional dan hak asasi manusia

Gambar 5. Bagan struktur organisasi Pusat PengembanganFungsional dan HAM(Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH 05.OT.01.01 Tahun 2010)

Kepala Pusat Fungsional Dan Ham

Bidang Program

Subbidang Penyusunan

Program Subbidang Standarisasi Dan

Metode

Bidang Penyelenggara

Subbidang Pengajaran Subbidang Administrasi

Diklat

Bidang Evaluasi Dan Pelaporan

Subbidang Evaluasi

Subbidang Pelaporan Kelompok Jabatan


(44)

32

4.5. Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki 11 unit organisasi eselon 1, dengan jumlah pegawai 48.883 pegawai pusat dan daerah yang mencakup 33 kantor wilayah dengan 765 unit pelaksana teknis.Luas dan besarnya cakupan dari lingkup tugas pokok serta fungsi Kementerian Hukum dan HAM sehingga kebutuhan organisasi akan pengembangan kompetensi SDM semakin besar. Atas dasar pemikiran tersebut, maka BPSDM Hukum dan HAM bertanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas, tidak saja bagi pegawai Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga SDM di bidang Hukum dan HAM yang berada di instansi lain dalam lingkup Nasional, seperti Pemerintah Daerah (PEMDA), Lembaga Legislatif. Dalam melaksanakan tugas penyusunan dan perancangan peraturan dan perundang-undangan (legal drafting) dan penegakan HAM. BPSDM Hukum dan HAM yang memiliki jumlah pegawai sampai dengan bulan Desember 2012 sebanyak 270 orang. Dengan latar belakang pendidikan Doktor sebanyak 6 orang, Pascarjana sebanyak 68 orang, Sarjana sebanyak 102 orang, Diploma sebanyak 22 orang, SLTA sebanyak 61 orang. Tenaga Medis sebanyak 11 orang.Untuk menunjang kegiatan pengembangan SDM Kementerian Hukum dan HAM dalam tenaga kesehatan, BPSDM memiliki Klinik Medis yang terdiri dari 5 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, dan 3 orang perawat.

4.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.6.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel X, Pelatihan Perancang Perundang-undangan Gelombang 3

Untuk mengetahui valid atau tidaknya alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) maka harus dilakukan pengujian validitas tiap butir pertanyaan kuesioner.Hasil pengolahan data pada variabel pelatihan perancang peraturan perundang-undangan tingkat pertama gelombang 3 tahun 2012, dapat dilihat bahwa nilai signifikasi kurang dari 0,005 (<5%). Sedangkan nilai r pada signifikasi 0,05 dengan jumlah data (n)=33, didapat sebesar 0,355 (lihat pada lampiran 1 tabel r). Dari hasil uji validitas nilai r hitung > nilai r tabel, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur


(45)

33

dapat digunakan untuk mengukur (data) evaluasi perancang peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dilakukan uji realibilitas untuk mengukur tingkat keandalan alat ukur. Pengukuran ini dilakukakan untuk tiap butir pertanyaan kuesioner. Hasil pengolahan data dapat dilihat nilai Alpha 0,917. Sedangkan nilai r tabel pada signifikasi 0,005 degan jumlah data (n)=33, didapat sebesar 0,355 ( lihat pada lampiran 1 tabel r). Dari hasil uji realibilitas nilai r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir variabel penelitian perancang peraturan perundang-undangan tersebut reliabel atau memiliki kualitas keandalan yang baik sehingga dapat digunakan dalam melakukan penelitian evaluasi pelatihan.

4.6.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Y (Kompetensi), Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan Gel. 3

Pengolahan data pada variabel Y (Kompetensi) pelatihan perancang peraturan perundang-undangan gelombang 3 tahun 2012, dapat dilihat bahwa nilai signifikasi kurang dari 0,005 (<5%). Sedangkan nilai r pada signifikasi 0,05 dengan jumlah data (n)=33, didapat sebesar 0,355 (lihat pada lampiran 2 tabel r).

Dari hasil uji validitas nilai r hitung > nilai r tabel, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur dapat mengukur kompetensi perancang peraturan perundang-undangan.Selanjutnya dilakukan uji realibilitas untuk mengukur keandalan alat ukur untuk mengukur kompetensi perancang peraturan perundang-undangan.

Hasil pengolahan data dapat dilihat nilai Alpha 0,949. Sedangkan nilai r tabel pada signifikasi 0,005 degan jumlah data (n)=33, didapat sebesar 0,355 (lihat pada lampiran 2 tabel r). Dari hasil uji realibilitas nilai r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur memiliki keandalan dalam mengukur kompetensi dalam penelitian perancang peraturan perundang-undangan.


(46)

34 4.7. Karateristik Responden

Karakteristik responden yang akan dijelaskan disini adalah berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pangkat/golongan. Penyajian data karateristik responden adalah bertujuan untuk mengenal ciri-ciri khusus yang dimiliki responden sehingga dapat memudahkan peneliti untuk mengadakan analisis. Karateristik responden dapat dilihat pada diagam berikut:

Gambar 6 Responden menurut tingkat pendidikan

Dapat dilihat dalam diagram bahwa responden yang mengikuti pelatihan perancang peraturan perundang-undangan berdasarkan tingkat pendidikan lebih banyak Sarjana Hukum (S1 Hukum). Hal ini terjadi karena kebutuhan dan syarat utama perancang peraturan perundang-undangan ialah peserta yang memiliki kompetensi hukum baik Sarjana(S1) maupun Pascasarjana(S2). Hal ini untuk dapat memudahkan peserta mengerti dalam pelatihan perancang peraturan perundang-undangan.

Gambar 7 Responden menurut umur

Dapat dilihat dalam diagram bahwa responden yang mengukuti pelatihan perancang peraturan perundang-undangan berdasarkan tingkat umur cenderung

28 2

3

Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

S1 Hukum S1 Lain S2

1

21

8 3

Responden Berdasarkan Umur

20-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 36 Tahun Lebih


(47)

35

terbanyak pada usia dari 26-30 tahun yaitu 21 orang, hal ini dapat dimengerti karena pada usia tersebut, umumnya pegawai negeri sipil masih berada pada tahap-tahap pengembangan karir dan tahap pengembangan tingkat kompetensi. Salah satu persyaratan peserta pelatihan juga harus memiliki umur tidak lebih dari 45 tahun. Hal ini juga sebagai proses sebuah regenerasi dalam menyusun peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepada calon-calon perancang tingkat pertama.

Gambar 8 Responden menurut golongan

Dapat dilihat dalam diagram bahwa responden yang mengikuti pelatihan perancang peraturan perundang-undangan berdasarkan tingkat golongan cenderung terbanyak adalah golongan IIIa. Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam mengikuti diklat perancang peraturan perundang-undangan yang serendah-rendahnya adalah golongan IIIa.

4.8. Deskripsi Efektivitas Pelatihan

Deskripsi efektivitas pelatihan bertujuan untuk menggambarkan persepsi pegawai/responden terhadap efektivitas pelatihan perancang perundang-undangan. Persepsi pegawai juga merepakan sebuah parameter untuk mengukur keberhasilan pelatihan. Efektivitas pelatihan diukur dalam 4 variabel yaitu reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil.

31 1

1

Responden berdasarkan

golongan

3a 3c 3d


(48)

36

Berdasarkan Tabel 4, variabel reaksi dapat diketahui bahwa 66,7% peserta pelatihan setuju dan menganggap materi yang disampaikan ke peserta pelatihan sudah sesuai dengan program pelatihan, pandangan ini didasarkan atas kurikulum yang telah dibuat yang menjadi acuan dalam program pelatihan perancang peraturan perundang-undangan. Kurikulum tersebut terdiri dari kelompok dasar, kelompok inti, dan kelompok lainnya.

Dari Tabel 4, dapat diketahui widyaiswara menguasai bidang ilmu hukum yang mendalam sebanyak 78,85%, pandangan ini didasarkan atas latar belakang pendidikan widyaiswara yang memiliki gelar Professor, Doktor, Pasca sarjana

Tabel 4 Persepsi pegawai terhadap efektivitas pelatihan pada variabel reaksi

Indikator SS S TS STS Modus Frekuensi(%)

Materi yang diberikan sesuai dengan program pelatihan

11 22 0 0 22 66,7

Widyaiswara/Pengajar menguasai bidang ilmu Hukum yang mendalam

2 26 5 0 26 78,8

Instruktur melibatkan serta partisipasi peserta dalam kegiatan

7 22 4 0 22 66,7

Peserta diberikan tugas/latihan agar lebih mendalami materi yang diberikan

8 24 1 0 24 72,7

Kondisi waktu saat pelatihan tidak menggangu kegiatan

2 29 2 0 29 87,9

Waktu yang disediakan sudah efektif

1 23 9 0 23 69,7

Pelatihan berjalan tepat waktu

3 20 10 0 20 60,6

Ruangan yang digunakan nyaman dan mampu

menampung seluruh peserta diklat

6 22 5 0 22 66,7

Modul/Handout pelatihan mampu membantu peserta dalam memahami materi

3 14 14 2 14 42,4

Kualitas dan kuantitas konsumsi dapat memenuhi keinginan peserta

5 6 15 7 15 45,5


(1)

Lampiran 6. Uji multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardiz ed Coefficient

s

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.189 5.838 -.032 .974

Reaksi (X1) .349 .243 .225 1.436 .162 .477 2.098 Pembelajaran

(X2) .418 .195 .292 2.144 .041 .627 1.594

Perilaku (X3) .377 .249 .207 1.514 .141 .622 1.609 Hasil (X4) 1.139 .647 .298 1.761 .089 .409 2.448 a. Dependent Variable: Kompetensi PNS

(Y)

Lampiran 7. Analisis regresi linier berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardiz ed Coefficient

s

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.189 5.838 -.032 .974

Reaksi (X1) .349 .243 .225 1.436 .162 .477 2.098 Pembelajaran

(X2) .418 .195 .292 2.144 .041 .627 1.594

Perilaku (X3) .377 .249 .207 1.514 .141 .622 1.609 Hasil (X4) 1.139 .647 .298 1.761 .089 .409 2.448 a. Dependent Variable: Kompetensi PNS (Y)

Lampiran 8. Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .821a .673 .627 3.169 1.925

a. Predictors: (Constant), Hasil (X4), Pembelajaran (X2), Perilaku (X3), Reaksi (X1) b. Dependent Variable: Kompetensi PNS (Y)


(2)

KUISIONER PENELITIAN

Yth. Bapak/Ibu Peserta Pelatihan Suncang Tingkat Pertama Periode 2012 di

Tempat

Dengan hormat,

Dalam rangka penelitian yang saya lakukan di Institut Pertanian Bogor Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Manajemen dengan judul “Evaluasi Pelatihan Perancang Perundang-Undangan (Suncang) Tingkat Pertama Tahun 2012 Terhadap Peningkatan Kompetensi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia“. Untuk itu saya meminta bantuan Bapak/Ibu dalam mengisi kuisioner secara jujur, benar, dan akurat.

Pengisian kuesioner ini tidak ada kaitannya dengan penilaian prestasi kerja di instansi Bapak/Ibu bekerja. Jawaban terhadap kuisioner Bapak/Ibu sangat saya jamin kerahasiannya. Atas perhatian dan bantuannya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, William Bergen

I. Identitas Responden

Petunjuk Pengisian:

 Birakan tanda “X” atau lingkari pada jawaban yang sesuai dengan pilihan anda  Jika terdapat uraian pada pilihan jawaban, mohon diisi dengan jelas

1. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita 2. Usia :...Tahun 3. Pendidikan Terakhir :

a. SMA c. S1 Jurusan... b. Diploma d.Lainnya....

4. Lama Bekerja di Kemenkumham/instansi Pemerintah :...Tahun 5. Golongan Kepangkatan Saat ini :

a. I c.III a/ b/ c /d

b. II a/b/c/d d.IV a /b /c /d /e 6. Bagian/Unit Kerja :

a.Fungsional b.Struktural

7. Jabatan saat ini :...

Keterangan :

SS = Sangat Setuju TS = Tidak Setuju


(3)

Lanjutan Lampiran 9

II.

Evaluasi Diklat Perancang Peraturan Perundang-undangan

No Pernyataan Jawaban

A Reaksi SS S TS STS

1 Materi yang diberikan sesuai dengan program pelatihan

2 Widyaiswara/Pengajar menguasai bidang ilmu Hukum yang mendalam 3 Instruktur melibatkan serta partisipasi

peserta dalam kegiatan

4 Peserta diberikan tugas/latihan agar lebih mendalami materi yang diberikan 5 Kondisi waktu saat pelatihan tidak

menggangu kegiatan diklat

6 Waktu yang disediakan sudah efektif 7 Pelatihan berjalan tepat waktu

8 Ruangan yang digunakan nyaman dan mampu menampung seluruh peserta diklat

9 Modul/Handout pelatihan mampu membantu peserta dalam memahami materi

10 Kualitas dan kuantitas konsumsi dapat memenuhi keinginan peserta

B PEMBELAJARAN

11 Setelah mengikuti diklat, saya semakin mengetahui sumber dan bahan yang terkait dengan penyusunan peraturan perundang-undangan

12 Setelah mengikuti diklat, saya semakin mampu mengolah dan menyajikan data informasi penyusunan peraturan perundang-undangan secara kualitatif 13 Setelah mengikuti diklat, saya semakin

mampu mengolah dan menyajikan data informasi penyusunan peraturan perundang-undangan secara kuantitatif 14 Setelah saya mengikuti diklat saya

memahami dasar-dasar pembentukan peraturan perundang-undangan

15 Setelah saya mengikuti diklat sayamampu memahami konsep perencanaan hukum

16 Setelah saya mengikuti diklat saya mampu mengetahui program kebijakan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang di bidang hukum


(4)

B PEMBELAJARAN SS S TS STS

17 Setelah saya mengikuti diklat saya mampu mengetahui jenis-jenis peraturan perundang-undangan

18 Setelah saya mengikuti diklat saya mampumemahami teknik penyusunan peraturan perundang-undangan

19 Setelah saya mengikuti diklat saya mampumemahami proses Peradilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi 20 Setelah saya mengikuti diklat saya

mampumemahami penuangan kebijakan ke dalam peraturan perundang-undangan

C Perilaku

21 Selama mengikuti pelatihan saya selalu berpakain rapih dan sopan

22 Selama mengikuti pelatihan saya selalu disiplin dan selalu mengikuti semua kegiatan

23 Selama mengikuti pelatihan saya selalu bersungguh-sungguh dalam mengikuti semua kegiatan

24 Selama mengikuti pelatihan saya selalu jujur dan bertanggung jawab terhadap kegiatan pelatihan

25 Selama mengikuti pelatihan saya mampu bekerjasama dan mampu menerima pendapat dari orang lain

26 Selama mengikuti pelatihan saya mampu menciptakan suasana yng kondusif dan memberikan saran agar pelatihan dapat berjalan lancar dan efektif

D Hasil

27 Pelatihan Perancang undang-undangtelah meningkatkan produktivitas kerja di unit kerja saya

28 Pelatihan Perancang undang-undang telah meningkatkan Kualitas Kerja saya

29 Pelatihan Perancang undang-undang telah meningkatkan kompetensi saya


(5)

Lanjutan Lampiran 9

III.

Kompetensi

pegawai

setelah

mengikuti

pelatihan

perancang

perundang-undangan (Suncang)

No Pernyataan Alternatif Jawaban A PENGETAHUAN SS S TS STS

1 Dengan mengikuti Pelatihan Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan sangat bermanfaat bagi pengingkatan pengetahuan saya

2 Dengan mengikuti Pelatihan Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan saya dapat memahami kedudukan dan fungsi organisasi instansi tempat saya bekerja

3 Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan saya dapat memahami konsep dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan

4. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan dapat membantu saya dalam menjalankan tupoksi/jobdesk

B KETERAMPILAN

5. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangansaya mampu berfikir analitis mengenai perancangan undang-undang

6. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan saya mampu menyusun konsep instrumen hukum

7. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan saya mampu membuat laporan secara sistematik

8. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan saya mampuberkomunikasi dan memberikan informasi pelayanan yang berkaitan dengan bidang hukum

C SIKAP DAN PERILAKU SS S TS STS 9. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan

Perundang-undangandapat memotivasi saya untuk bertugas dan memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas

10. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-undangan saya cukup responsif dalam merespon tuntutan publik/masyarakat

11. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-Undangan saya dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain

12. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-Undangan saya dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dengan ramah dan sopan?

13. Dengan mengikuti Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-Undangan saya selalu merasa bertanggung jawab atas pekerjaan saya


(6)

IV.Tanggapan dan Harapan Pegawai

1. Menurut penilaian dan perkiraan Anda, dalam mengikuti pelatihan ini secara keseluruhan. Seberapa besar sasaran/target Pelatihan Perancang Perundang-Undangan yang telah tercapai?

a. 90-100 persen b. 80-90 persen c. 70-80 persen d. 60-70 persen e. ≤ 50 persen

a) Menurut Anda , faktor apakah yang paling mendukung keberhasilan dalam Pelatihan Perancang Perundang-Undangan tahun 2012? ... Alasannya?... ... b) Menurut Anda, faktor apa yang paling menghambat dalam

pencapaian Pelatihan Perancang Perundang-Undangan tahun 2012? ... Alasannya?... ... ...

2. Menurut Anda, dengan kapasitas, jabatan, serta tanggung jawab Anda saat ini. Pelatihan apa saja yang anda butuhkan untuk meningkatkan kompetensi Anda?