Hubungan kompetensi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta: kasus di Kelurahan Balumbang jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor

(1)

HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN

KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA

(Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

NOVA NISA NINDIKA I34061213

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

NOVA NISA NINDIKA. Relationship of Facilitator Competency on “Program Keluarga Harapan (PKH)” with the Sustainable of Children‟s Education Participants. A Case of Village Kelurahan Balumbang Jaya, Sub-district of Bogor Barat, Bogor Municipality. (Supervised by SITI AMANAH).

The Family Hope Programme known as Program Keluarga Harapan (PKH) is one of poverty reduction program from Indonesian government for Millennium Development Goals. In this program, government provides cash assistance, to support education of the children and health components of the family. Educational component in PKH is developed to improve the participation for ensure achievement nine years basic education. PKH involves facilitator to help the participants of program. Facilitator of community must have a competency. Facilitator should have a certain aspects of the competency in order to assist the participants of the community.

The purposes of the study are as follows (1) to analyse the PKH in increasing school participation of children participants, (2) the important role of PKH’s for a sustainability children's education participants, and 3) competence of PKH’s facilitator for sustainability of children's education participants.

Research site was Balumbang Jaya village, sub-district Bogor Barat, Bogor Municipality. Site selection is done by purposive sampling, was based on socio-economic conditions of society in transition from rural communities to urban communities. The population in this study were 191 participants of PKH, and the sampel of this research is 66 people. Data collected in this study consisted of primary data and secondary data. Instrumentation used were a questionnaire, interviews, and observation. Questionnaire tested for validity and reliability with validity test Pearson Product Moment correlation and reliability test split half coefficient. Data processed by the frequency distribution table, Chi Square analysis and Spearman Rank correlation test supported by SPSS Program for Windows version 17,0.

Not all characteristics have significant relationship. Socio-economic conditions are not proven to have significant and close relationship with the sustainable of children's education participants (p>0,05). The relationship of competency and the role of facilitator with the sustainable of children’s education participants is low. The role of facilitator have significantly associated with the sustainable of children's education participants only for the role as facilitator and as the motivator with the level of

mother’s supervision role (p<0,05). Competency of facilitator (knowing of region condition and sustainability of school children) very have significant relationship with build networks (p<0,05).

Keywords: facilitator, competency, cash assistance, Family Hope Programme,


(3)

RINGKASAN

NOVA NISA NINDIKA. Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta. Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. (Di bawah bimbingan SITI AMANAH).

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program Pemerintah Indonesia dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) sekaligus pula pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dimana dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 387.928 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Program ini dicanangkan pemerintah pada tanggal 23 Juli 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015. Program Keluarga Harapan merupakan program pemberdayaan keluarga bertujuan untuk membebaskan suatu keluarga dari belenggu kemiskinan melalui upaya mandiri keluarga itu. Dalam PKH, pemerintah memberikan bantuan tunai pada komponen pendidikan dan kesehatan.

Program Keluarga Harapan memiliki pendamping yang merupakan pelaksana jalannya program dan mendampingi masyarakat dalam setiap kegiatan program. Seorang pendamping masyarakat harus mempunyai kompetensi dan penguasaan strategi dalam membantu masyarakat mendapat akses terhadap komponen pendidikan dan kesehatan PKH tersebut. Pendamping PKH selain harus dapat menjadi seorang fasilitator yang baik, pendamping pun harus dapat memotivasi peserta PKH. Selain itu, pendamping dituntut memiliki keahlian dalam pengawasan dan evaluasi, juga harus mampu menggerakan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam program.

Tujuan dari penelitian ini antara lain, 1) menganalisis peran PKH dalam meningkatkan partisipasi sekolah anak peserta, 2) menganalisis pentingnya peran pendamping PKH bagi keberlanjutan pendidikan anak peserta, dan 3) menganalisis kompetensi pendamping PKH dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta.

Tempat penelitian di Kecamatan Bogor Barat, sedangkan peserta yang dijadikan populasi penelitian adalah masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja, didasarkan atas kondisi sosial ekonomi masyarakat yang mengalami transisi dari masyarakat pedesaan ke masyarakat perkotaan. Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode penelitian survai, sedangkan pendekatan kualitatif hanya digunakan untuk menggali informasi mendalam tentang keadaan yang didapatkan dalam penelitian survai. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 191 peserta PKH penerima bantuan, dengan jumlah responden yang diambil sebanyak 66 orang peserta. Responden dipilih dengan teknik simple random sampling.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi dan kuesioner. Sebelum digunakan untuk penelitian, kuesioner diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari 60 pernyataan maupun pertanyaan yang diajukan terdapat 15 pernyataan yang dinyatakan valid karena nilainya lebih kecil dari rtabel (rα0,05). Seluruh pernyataan yang tidak valid tersebut diganti dengan pernyataan yang lebih mudah dimengerti oleh responden. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan uji koefisien reliabilitas teknik belah dua. Nilai reliabilitas yang


(4)

diperoleh untuk peran dan kompetensi pendamping sudah reliabel dengan nilai sebesar 0.702, dan 0.730. Sedangkan untuk keberlanjutan pendidikan anak peserta kurang reliabel dengan nilai sebesar 0.496. Pertanyaan yang tidak reliabel akan diganti dengan pertanyaan yang lebih dapat dipercaya.

Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman yang diolah dengan menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows versi 17.0. Jenis data nominal akan dianalisis menggunakan uji statistik Chi Square. Sedangkan uji statistik Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan jenis data yang berbentuk ordinal. Hubungan kompetensi dan peran pendamping dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta dinilai rendah. Kondisi sosial ekonomi tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan dan erat dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta (p>0,05). Pada umumnya, peserta memiliki tingkat pendidikan yang rendah yakni hanya mengenyam pendidikan SD. Mayoritas pekerjaan peserta Program Keluarga Harapan adalah sebagai buruh. Jumlah tanggungan rata-rata peserta kurang dari 3 orang. Penghasilan keluarga peserta pun mayoritas sebesar seratus ribu rupiah samapai empat ratus ribu rupiah. Hanya terdapat beberapa variabel yang memiliki hubungan berdasarkan hasil uji Rank Spearman dan uji Chi Square.

Peran pendamping berhubungan signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta hanya untuk peran sebagai facilitator dan motivator dengan tingkat peran pengawasan orang tua (p<0,05). Tabel frekuensi hasil survai digunakan untuk memberikan gambaran sejauhmana tingkat peran pendamping. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH dinyatakan dimana mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai fasilitator PKH sudah baik. Kemudian kategori tingkat peran pendamping sebagai motivator menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sudah baik. Untuk kategori tingkat peran pendamping sebagai dinamisator mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai dinamisator sangat rendah. Menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai monev sangat rendah.

Kompetensi pendamping berhubungan sangat signifikan untuk kemampuan memahami wilayah dengan keberlanjutan sekolah anak, dan kemampuan membangun jejaring kerja dengan tingkat peran pengawasan orang tua (p<0,05). Tabel frekuensi hasil survai digunakan untuk memberikan gambaran sejauhmana tingkat peran pendamping. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH mengenai kategori tingkat kompetensi pendamping berkomunikasi efektif menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping berkomunikasi efektif berada pada taraf sedang. Kemudian kategori tingkat kompetensi pendamping memahami wilayah menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menyatakan dimana peserta menilai bahwa kompetensi pendamping memahami wilayah berada pada taraf tinggi. Kategori tingkat kompetensi pendamping membangun jejaring kerja menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menyatakan bahwa peserta menilai kompetensi pendamping tersebut berada pada taraf tinggi. Menurut hasil survai untuk kategori tingkat kompetensi pendamping menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa yang dilakukan kepada peserta PKH, peserta menilai bahwa kompetensi pendamping membangun jejaring kerja berada pada taraf rendah.


(5)

HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING

PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA

(Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

NOVA NISA NINDIKA I34061213

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

ii

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nova Nisa Nindika

Nomor Pokok : I34061213

Judul : Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta.

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. NIP. 19670903199212 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S. NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA

HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA (KASUS DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2011

Nova Nisa Nindika I34061213


(8)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Indramayu, 04 November 1988 sebagai anak tertua dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Sutikno, SH dan Hj. Ani Hariyani. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMAN 1 Indramayu pada tahun 2006. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB, penulis memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB sebagai jurusan mayor. Untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki, penulis mengambil program SC (Supporting Course) dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

Selama memasuki perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi dan kegiatan. Organisasi yang diikuti adalah Organisasi Mahasiswa Daerah Indramayu pada tahun 2007-2008. Kemudian, penulis juga mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan seperti, COMMNEX 2008, Pekan Ekologi Manusia 2009, Training Motivasi pada tahun 2007-2008.


(9)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan dan rakhmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta (Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program yang diluncurkan oleh Pemerintah. Program Keluarga Harapan adalah suatu program yang memberikan Bantuan Tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sampai tahun 2015. Saat ini PKH berada di 13 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Salah satu tujuan program PKH yakni pada bidang pendidikan khususnya membantu meringankan kebutuhan sekolah anak. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kompetensi pendamping dengan pendidikan dari anak peserta Program Keluarga Harapan. Khusunya untuk mengetahui peran dan kemampuan pendamping dalam PKH.

Terdapat sejumlah pihak yang berperan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, karena itu perkenankan penulis untuk berterima kasih kepada mereka, khususnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. selaku dosen pembimbing, yang telah begitu sabar dalam memberikan bimbingan sekaligus pinjaman atas sejumlah buku teks yang menjadi sumber dalam penulisan.

2. Kedua orang tua kandung saya, Ayahanda Sutikno, khususnya Ibunda tercinta Ani Hariyani, penulis persembahkan skripsi ini untuk beliau yang telah memberikan kasih sayangnya sehingga penulis tidak merasa kekurangan sesuatu apapun, juga penulis persembahkan untuk Bapak Dede Dachwana dan Ibu Yuli sebagai orang tua kedua penulis.

3. Pendamping PKH yang telah membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan materi penelitian ini, antara lain: Bapak Kevin, Ibu Isti, Ibu Eva, Bapak Irman, Ibu ella, Ibu Yuni, dan Bapak Ade.

4. Masyarakat Desa Balumbang Jaya khususnya peserta PKH yang telah bersedia meluangkan waktunya, sehingga penulis dapat memperoleh data guna menyelesaikan penelitiannya.

5. Amel KPM 42 dan Indah Biologi 43 yang merupakan teman seperjuangan dan secara tidak sadar memberikan penulis semangat untuk melanjutkan turun lapang serta terimakasih atas waktu luang yang telah diberikan dalam menemani penulis turun lapang ke desa.

6. Tika KPM 43 atas motivasi, waktu luang dan bantuannya dalam mengajarkan input data uji validitas dan reliabilitas ke dalam SPSS, serta terima kasih sebesar-sebesarnya karena telah banyak membantu mengajarkan penulis tentang hal yang tidak diketahui mengenai penulisan skripsi ini.

7. Yuli, Nana, Demul, Indri, Ani, Vani, Aero, Nirmala, Dwi, Dewi, Molen, Come, atas semangat, saran, bantuan, nasihat juga waktu luang untuk berdiskusi tentang penulisan skripsi ini.


(10)

vi

8. Sahabat-sahabat S2S (Sweet To Six): Sekar Mega P, Evi Novi Yanti, Tianah, Kartika dan Citra Y.N yang merupakan sumber dukungan dan semangat selama menyelesaikan penulisan skripsi.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan mutu penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak terkait, terutama dalam pengembangan Program Keluarga Harapan di masa depan.

Bogor, Januari 2011


(11)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Implementasi Prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ... 8

2.1.1 Belajar Orang Dewasa ... 9

2.2 Pemberdayaan Masyarakat ... 10

2.2.1 Elemen Pemberdayaan Masyarakat ... 11

2.2.1.1 Partisipasi ... 11

2.2.1.2 Kemandirian ... 12

2.3 Program Keluarga Harapan (PKH) ... 13

2.3.1 Ketentuan Penerima Program Keluarga Harapan ... 17

2.3.2 Pendidikan Anak Peserta ... 18

2.4 Pendampingan ... 19

2.4.1 Peran Pendamping ... 19

2.4.2 Kompetensi Pendamping ... 22


(12)

viii

2.5 Kerangka Pemikiran ... 28

2.6 Hipotesis Penelitian ... 30

2.7 Definisi Operasional ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Metode Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Teknik Pemilihan Sampel ... 39

3.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 40

3.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 42

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 44

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya ... 44

4.1.1 Kondisi Geografis dan Sumberdaya Alam ... 44

4.1.2 Kondisi Demografi ... 45

4.1.3 Pendamping Program Keluarga Harapan Kelurahan Balumbang Jaya ... 48

4.1.3.1 Pelayan Pendidikan ... 57

4.1.3.2 Pelayan Kesehatan ... 60

4.1.3.3 Sistem Pengaduan Masyarakat ... 61

BAB V KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PKH ... 64

5.1 Gambaran Umum Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya ... 64

5.1.1 Usia Responden Peserta PKH ... 64

5.1.2 Pekerjaan Responden Peserta PKH ... 65

5.1.3 Pendidikan Terakhir Responden Peserta PKH ... 66

5.1.4 Pendidikan Non Formal Responden Peserta PKH ... 67


(13)

ix

5.1.6 Jumlah Penghasilan Rumahtangga Responden Peserta PKH ... 70 5.2 Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)

Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 72 BAB VI PERAN PENDAMPING BAGI KEBERLANJUTAN

PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH ... 75 6.1 Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak

Peserta PKH ... 75 6.1.1 Hubungan Peran Pendamping sebagai Fasilitator dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 77 6.1.2 Hubungan Peran Pendamping sebagai Motivator dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 79 6.1.3 Hubungan Peran Pendamping sebagai Dinamisator dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 82 6.1.4 Hubungan Peran Pendamping sebagai Pengevaluasi dan

Pemantau (Monev) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 84 BAB VII KOMPETENSI PENDAMPING DALAM MEMFASILITASI

PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH ... 88 7.1 Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan

Anak Peserta PKH ... 88 7.1.1 Hubungan Kemampuan Berkomunikasi Efektif dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 90 7.1.2 Hubungan Kemampuan Memahami Wilayah dengan Keberlanjutan

Pendidikan Anak Peserta PKH ... 93 7.1.3 Hubungan Kemampuan Membangun Jejaring Kerja dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 95 7.1.4 Hubungan Kemampuan Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang

Dewasa dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 98 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ...101 DAFTAR PUSTAKA ...103


(14)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Skenario Bantuan PKH ... 18 Tabel 2 Jenis Data yang Dibutuhkan, Sumber Data dan Metode Pengumpulan

Data ... 40 Tabel 3 Analisis Hubungan Variabel yang Diteliti dengan Uji Korelasi

Rank Spearman dan Chi Squre ... 41 Tabel 4 Jumlah dan Persentase Luas Lahan menurut Penggunaan Lahan, di

Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ... 45 Tabel 5 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ... 46 Tabel 6 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan, di Kelurahan

Balumbang Jaya, 2008 ... 47 Tabel 7 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan, di

Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ... 47 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kategori

Usia, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 64 Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jenis

Pekerjaan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 66 Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Tingkat

Pendidikan Terakhir, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 67 Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kesertaan

Pendidikan Non Formal, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 68 Tabel 12 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jumlah

Tanggungan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 69 Tabel 13 Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden Peserta PKH

menurut Kategori Jumlah Penghasilan, di Kelurahan Balumbang Jaya,

2010 ... 71 Tabel 14 Analisis Koefisien Korelasi Kondisi Sosial Ekonomi RTSM Peserta

PKH dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 73 Tabel 15 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta, Kelurahan


(15)

xi

Tabel 16 Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Peran Pendamping

dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 76 Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Fasilitator, Kelurahan

Balumbang Jaya, 2010 ... 79 Tabel 18 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Motivator, Kelurahan

Balumbang Jaya, 2010 ... 81 Tabel 19 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Dinamisator, Kelurahan

Balumbang Jaya, 2010 ... 83 Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Monev, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 86 Tabel 21 Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Kompetensi

Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta

PKH ... 88 Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Kompetensi Pendamping Berkomunikasi Efektif,

Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 90 Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut

Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Memahami Wilayah,

Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 94 Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Kompetensi Pendamping Membangun Jejaring Kerja,

Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 96 Tabel 25 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Kompetensi Pendamping Menerapkan Teknik Pembelajaran


(16)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Gambar Struktur Kelembagaan Program Keluarga

Harapan ... 17

Gambar 2 Kerangka Pemikiran ... 30

Gambar 3 Peserta Program Keluarga Harapan ... 116

Gambar 4 Pertemuan Kelompok PKH ... 116


(17)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Jadwal Rencana Penelitian ... 106 Lampiran 2 Hasil Uji Validitas ... 107 Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas ... 108 Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman dan Chi Square Hubungan

Kondisi Sosial Ekonomi dengan Keberlnjutan Pendidikan

Anak Peserta ... 110 Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Peran Pendamping

dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 111 Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Kompetensi

Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan

Anak Peserta ... 112 Lampiran 7 Tabel Frequensi Peran Pendamping, Kompetensi Pendamping dan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 113 Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ... 116


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah pokok yang hampir dihadapi oleh semua negara, termasuk Indonesia. Kemiskinan sebagai sebuah masalah sosial merupakan sebuah masalah kompleks, karena tidak saja berkaitan dengan rendahnya pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, tapi juga berkaitan dengan kurangnya kesempatan untuk memperoleh akses pendidikan dan kesehatan, rendahnya kemampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kurangnya jaminan dari ketidakberdayaan (Sumodiningrat, 1999). Sampai saat ini, pemerintah melakukan berbagai macam strategi, kebijakan dan program pembangunan. Hal tersebut diupayakan agar terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini. Berbagai permasalan tersebut yakni, masalah kemiskinan, gizi buruk dan kesejahteraan masyarakat.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia rata-rata meningkat setiap tahunnya. Seperti yang diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik dimana jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebesar 36,10 juta jiwa dan meningkat menjadi sebesar 39,30 juta jiwa pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 menjadi sebesar 37,17 juta jiwa, namun masih lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2005 yang hanya sekitar 35,10 juta jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada selang tahun 2004-2006 yakni sebanyak 3,2 juta jiwa, dan sebanyak 2,07 juta jiwa antara selang tahun 2005-2007 (BPS, 2009). Untuk itu pemerintah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Program khusus pemberdayaan masyarakat yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mendorong menstimulasi masyarakat untuk mengubah cara hidup yang


(19)

2

biasa dijalani dengan kehidupan yang lebih berkualitas (quality of life) sehingga masyarakat mampu mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Mekanisme pemberdayaan telah dilakukan cukup lama di Indonesia. Dilakukan oleh berbagai lembaga-lembaga swadaya masyarakat, instansi swasta maupun pemerintah. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat inilah, diharapkan upaya masing-masing untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok akan tercapai (Susanto dan Adhikerana, 2000).

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2008 sebesar 942,204 jiwa dengan total jumlah rumahtangga sebesar 198,250 kepala keluarga (BPS Bogor, 2009). Dengan kepadatan penduduk 7.951 jiwa per Km² (BPS Bogor, 2006). Maka dari itu, Pemerintahan Kota Bogor memiliki tantangan besar dalam menghadapi masalah sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Salah satunya dengan adanya program pemerintah dalam mengatasi masalah sosial ekonomi, kesehatan dan pendidikan yakni dengan Program Keluarga Harapan.

Program Keluarga Harapan merupakan program Pemerintah Indonesia dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) sekaligus pula pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. Program ini dicanangkan pemerintah pada tanggal 23 Juli 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015. Dikoordinasikan oleh Bappenas bersama dengan Kementerian atau lembaga terkait, yaitu Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Komunikasi dan Informatika, BPS, dan PT Pos Indonesia. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian dana bantuan tunai kepada RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin) sepanjang mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan (Tim Penyusun Buku PKH, 2008).


(20)

3

Program Keluarga Harapan mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dimana dilakukan uji coba di tujuh provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 387.928 RTSM. Ketujuh provinsi tersebut adalah: Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2008 ditambah sebanyak enam provinsi yaitu NTB, Banten, DI Yogyakarta, NAD, Kalimantas Selatan, Sumatera Utara sebanyak 244.121 RTSM.

Program Keluarga Harapan adalah program pemberdayaan keluarga bertujuan untuk membebaskan suatu keluarga dari belenggu kemiskinan melalui upaya mandiri keluarga itu. Dalam upaya meningkatkan fungsi-fungsi keluarga baik sebagai fungsi reproduksi, sosial budaya, keagamaan, cinta kasih, perlindungan, sosialisas, pendidikan, ekonomi keluarga dan pembinaan lingkungan dituntut adanya suatu kemampuan dan kondisi yang menunjang terlaksananya fungsi tersebut sebagai suatu keluarga yang sejahtera seperti apa yang diharapkan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998). Pemerintah melalui PKH memberikan dana bantuan tunai, khususnya bantuan pada komponen pendidikan dan kesehatan. Komponen kesehatan dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib sembilan tahun. Bantuan ini diberikan melalui prosedur yang berlaku yang berarti bahwa jika peserta program tidak dapat mengelola dan memanfaatkan bantuan dengan baik maka bantuan itu akan diberhentikan oleh pemerintah. Namun, kenyataannya di lapangan masih terdapat peserta yang belum dapat menggunakan bantuan secara tepat sasaran sesuai dengan tujuan program PKH. Bantuan tersebut tepat sasaran jika digunakan untuk kesehatan ibu hamil dan balita serta pendidikan anak (Johanes, 2010).


(21)

4

Program Keluarga Harapan dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan yang memiliki agen pendamping, bertugas mendampingi masyarakat. Pendamping dibutuhkan bukan hanya sebagai pembawa program tetapi pendamping dipandang sebagai fasilitator dan edukator bagi masyarakat. Pendamping juga ditugaskan membantu masyarakat dalam memberikan informasi agar mereka dapat membuat keputusan secara benar. Pendamping sebagai agen pembaruan tidak hanya bertugas sebagai penyebar ide-ide baru ke masyarakat. Pendamping dapat pula disebut sebagai tenaga profesional atau petugas penyuluh dari instansi atau lembaga yang ingin memberdayakan masyarakat. Pendamping dalam PKH merupakan pelaksana jalannya program dan mendampingi masyarakat dalam setiap kegiatan program. Pendamping memiliki peranan sangat penting dalam PKH. Hal tersebut terangkum dalam buku pedoman umum yang disusun oleh Tim Penyusun Buku PKH (2008). Seorang pendamping masyarakat harus mempunyai kompetensi dan penguasaan strategi dalam membantu masyarakat. Hal ini penting untuk keberlanjutan dari sebuah program pemberdayaan PKH. Agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam program pemberdayaan tersebut, pendamping PKH harus mampu memotivasi peserta PKH untuk dapat mencapai kemandirian dan keberdayaan diri. Khususnya memotivasi agar peserta melakukan kewajiban pada komponen pendidikan yakni meningkatkan partisipasi pendidikan dasar wajib sembilan tahun.


(22)

5

1.2 Perumusan Masalah

Kota Bogor sebagai kota yang berkembang sangat pesat memiliki persoalan sosial, ekonomi, pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan. Proporsi penduduk miskin Kota Bogor tahun 2007 sekitar 16,7 persen dari total jumlah penduduk Bogor seluruhnya dan jumlah keluarga miskin sebanyak 41.398 keluarga. Jumlah total anak putus sekolah berdasarkan tingkat pendidikan yaitu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA adalah sebesar 463 orang pada tahun 2008. Sebagian besar alasan mereka putus sekolah adalah karena tidak adanya biaya. Kemudian masalah anak jalanan di Kota Bogor juga memerlukan perhatian. Jumlah anak jalanan pada tahun 2002 hingga 2006 mengalami fluktuasi dan ada penurunan jumlah yang signifikan terjadi pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2008 terdapat sekitar 17.288 pencari kerja dan 45.083 pengangguran di Kota Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan kerja di Kota Bogor sangat terbatas. Fenomena pengangguran yang parah dapat berdampak pada timbulnya permasalahan sosial di Kota Bogor (Amanah et al., 2009).

Persoalan tersebut harus segera ditanggulangi melalui program pemberdayaan yang telah dicanangkan pemerintah. Salah satu program tersebut dikenal sebagai Program Keluarga Harapan (PKH). Penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM melalui pemberian dana bantuan tunai. Pemberian bantuan pada komponen pendidikan dalam jangka panjang diharapkan mampu memecahkan masalah rendahnya tingkat pendidikan anak dan mengurangi jumlah anak putus sekolah di Kota Bogor. Prinsip PKH adalah pemberian bantuan tunai kepada rumahtangga sangat miskin (RTSM) dengan syarat mereka bersedia mematuhi ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan. Ketentuan tersebut harus ditaati peserta agar tujuan program PKH tercapai. Oleh karena itu PKH memiliki pendamping guna mengawasi agar peserta melakukan syarat maupun ketentuan tersebut sebagai kewajiban mereka. Namun, kenyataan di


(23)

6

lapang masih banyak peserta PKH yang belum dapat mengelola bantuan dan menaati ketentuan tersebut secara tepat sasaran (Johanes, 2010). Hal tersebut dapat berhubungan dengan peran dan kompetensi pendamping. Sesuai dengan perannya sebagai pendamping dengan tugas-tugasnya dalam membimbing peserta agar pelaksanaan program sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan kompetensi pendamping yang dimiliki akan sesuai dengan perannya sehingga mampu digunakan pada pelaksanaan kegiatan PKH. Untuk melihat peran dan kompetensi pendamping dalam mengawasi jalannya program khususnya pada komponen pendidikan yakni dalam hal ini peningkatan partisipasi sekolah anak peserta. Beberapa pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Apakah partisipasi sekolah anak peserta “PKH” berlanjut setelah keluarga memperoleh dana “PKH”?

2. Sejauh manakah pendamping “PKH” memainkan peran dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta?

3. Bagaimanakah kompetensi pendamping “PKH” dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji keberlanjutan sekolah anak peserta Program Keluarga Harapan.

2. Menganalisis peran pendamping “PKH” dalam memastikan keberlanjutan pendidikan anak peserta.

3. Menganalisis kompetensi pendamping “PKH” dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta.


(24)

7

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi: 1. Aspek Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya aspek inovasi pembelajaran untuk pemberdayaan serta dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Aspek Praktis:

a. Bagi peneliti, sebagai ajang berlatih mengkaji fenomena sosio-ekonomi peserta PKH pada penelitian ini.

b. Bagi PKH, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dan kebijakan Program Keluarga Harapan selanjutnya. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil dapat lebih tepat guna memberdayakan peserta PKH.

c. Bagi Pendamping, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan evaluasi keberlangsungan Program Keluarga Harapan dilihat dari kompetensi dan peran pendamping terhadap keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Sehingga oleh pendamping dapat dijadikan sebagai masukan guna perkembangan kegiatan pendampingan selanjutnya. Masukan-masukan tersebut diharapkan dapat membantu pendamping untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik lagi.


(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat

Pendidikan orang dewasa adalah proses pendidikan yang diorganisasikan isi atau pesannya sedemikian rupa dimana metode penyampaiannya maupun pelaksanaannya di lapangan, terutama ditujukan untuk dapat melanjutkan maupun menggantikan pendidikan disekolah. Tujuan pendidikan orang dewasa adalah agar terjadi proses perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih baik dan menguntungkan bagi kehidupan sasaran didik (Setiana, 2005).

Pendidikan orang dewasa menurut Bartin (2006) adalah satuan pendidikan yang cenderung non formal dengan peserta didiknya adalah orang dewasa (dewasa dalam pengertian biologis, psikologis ekonomi, hukum, dan sosial), bertujuan untuk membantu orang dewasa belajar menciptakan dan mengembangkan minat baru, pengembangan pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan perbaikan sikap mental sesuai dengan keadaan lingkungan. Pendidikan orang dewasa sekarang cenderung ke arah kelompok diskusi yang terlaksana dalam satuan pendidikan non formal seperti kelompok belajar dengan tema memecahkan masalah pekerjaan, individu, keluarga, daerah, nasional, dan internasional. Diskusi kelompok ini semakin meluas kurikulumnya dan makin besar jumlah pesertanya. Misalnya kegiatan pendidikan orang dewasa dalam bentuk lokakarya, seminar, diklat, kursus dan sebagainya.

Implementasi pemberdayaan berdasarkan prinsip pendidikan orang dewasa dapat dilihat pada pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pada pemberdayaan UMKM, kebutuhan belajar anggota pelaku usaha kecil dalam


(26)

9

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan menggunakan model fasilitasi belajar. Dalam penerapan model fasilitasi belajar, agen perubahan atau pengelola program mempelajari langkah-langkah praktis yang dilandasi oleh alasan-alasan filosofis. Model ini berupaya memberdayakan masyarakat dari ketidakmampuan menjadi mampu. Agen perubahan perlu melibatkan anggota kelompok sasaran dalam semua langkah kegiatan pembelajaran mulai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengevaluasian (Saepudin, 2006).

2.1.1 Belajar Orang Dewasa

Belajar menurut Syah (2003) merujuk pada Hintzman (1978) adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Susanto (2006) mengemukakan suatu contoh landasan belajar bagi orang dewasa yakni, sebagai makhluk sosial yang memiliki akal dan budi setiap individu berhak mengembangkan dirinya dari „saya‟ („I‟) sekarang menjadi „saya yang baru‟ („Me‟) kelak setelah menjalani proses belajar tertentu. Saya „yang baru‟ mengandung konotasi yang berperilaku lebih baik, lebih kompeten, dan lebih bermartabat serta lebih berkepribadian.

Houle (1961) seperti dikutip Bartin (2006) menekankan tujuan pendidikan orang dewasa adalah pada penyesuaian minat dan kebutuhan serta membangun kepemimpinan secara formalitas. Tujuan orang dewasa belajar adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, Susanto (2006) merujuk pada Adler (1989) mengatakan: “Tujuan dari proses belajar adalah pertumbuhan, tidak seperti tubuh kita maka pikiran kita dapat tumbuh terus selama hayat dikandung badan (The purpose of learning growth, unlike our bodies our minds can continue growing as we continue to


(27)

10

live)”. Pengertian belajar disini bisa berarti „belajar apa saja‟, artinya proses belajar tidak senantiasa harus berlangsung tatkala seseorang duduk di bangku sekolah atau bangku kuliah, melainkan dimana saja ia berada.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Moeljarto (1996) adalah proses pematahan atau breakdown dari hubungan atau relasi antara subyek dengan obyek. Proses tersebut melihat pentingnya mengalirnya daya (flow of power) dari subjek ke obyek. Pengaliran daya termasuk didalamnya pemberian kuasa, kebebasan dan pengakuan dari subjek ke objek dengan memberinya kesempatan untuk meningkatkan hidupnya. Dalam pengertian lebih luas, mengalirnya daya merupakan upaya atau cita-cita untuk mereintegrasikan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih luas. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial akan bercirikan dengan relasi antar subjek dengan objek yang lain.

Nasdian (2006) merujuk pendapat Payne (1979) bahwa tujuan proses pemberdayaan (empowerment) adalah untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Pemberdayaan dalam pembangunan menurut Susanto dan Adhikerana (2000) yakni meliputi proses pemberian kekuasaan untuk meningkatkan posisi politik pada kelompok lemah sehingga sama dengan kelompok lainnya. Kemudian Saepudin (2006)


(28)

11

mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan paket yang tidak bisa dipisahkan dari tujuan comunity development. Masyarakat atau komunitas sasaran ditempatkan sebagai pihak yang akan menerima kekuatan (daya/power) atau sebagai pihak yang diberdayakan, dan bersamaan dengan itu sebuah program atau proyek atau pelaku pelaksana program pendampingan, disebut sebagai pemberdaya.

2.2.1 Elemen Pemberdayaan Masyarakat

Elemen pemberdayaan memberikan gambaran kepada peneliti mengenai unsur yang harus ada dalam sebuah program pemberdayaan. Peneliti mengkaitkannya dengan program pendampingan yang sedang diteliti. Elemen pemberdayaan tersebut yakni partisipasi dan terciptanya kemandirian masyarakat (Fauziah, 2007).

2.2.1.1 Partisipasi

Nasdian (2006) merujuk pendapat Curties (1978) menyatakan bahwa partisipasi berkaitan dengan pendistribusian kekuasaan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, yakni: pertama, menekankan keterlibatan masyarakat pada segala aspek dalam pembangunan. Kedua, bahwa partisipasi berkaitan erat dengan pemberdayaan. Dimana dalam partisipasi terdapat distribusi kekuasaan yang setara. Kekuasaan tersebut mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumberdaya yang penting.

Partisipasi merupakan aspek penting dalam program pemberdayaan. Pemberdayaan akan sukses jika ada keterlibatan dari semua pihak yang terlibat khususnya masyarakat yang sedang diberdayakan. Dalam pendampingan keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai suatu unsur yang sangat menentukan suksesnya suatu pemberdayaan. Oleh karena itu, pendamping perlu memperhatikan dan mengikutsertakan masyarakat dalam setiap kegiatan pemberdayaan.


(29)

12

Kemudian Van Den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan partisipasi semua pihak sebagai alat yang dapat digunakan untuk menciptakan perubahan dalam program pemberdayaan.

“... Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir manusia. Perubahan dalam tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan ini tidak akan bertahan lama jika menuruti saran-saran agen penyuluhan dengan patuh daripada bila mereka ikut bertanggung jawab”.

Berdasarkan pernyataan dapat ditarik kesimpulan, agar masyarakat merasa bertanggung jawab terhadap program, masyarakat harus diikutsertakan baik dalam aspek kontrol dan akses terhadap program pemberdayaan. Sehingga perubahan-perubahan yang diinginkan lebih cepat tercipta. Oleh karena itu pendamping harus menekankan partisipasi warga dalam setiap kegiatan.

2.2.1.2 Kemandirian

Kemandirian merupakan elemen lain dari pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996) bahwa memberdayakan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.

Pemberdayaan adalah memberi energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri. Dalam hal ini, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi (Sumodiningrat et al., 2005).

Teknik kemandirian menurut Sumodiningrat (1999) yakni bahwa kemandirian adalah proses pembangunan yang diciptakan dari, oleh, dan untuk setiap anggota masyarakat. Sehubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, kemandirian dikategorikan menjadi tiga, yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual dan


(30)

13

kemandirian manajemen. Kemandirian material merupakan kemampuan produktif guna memenuhi materi dasar untuk bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar pengetahuan yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi dari pihak luar. Kemandirian manajemen adalah kemampuan untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif.

Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri (Setiana, 20005).

2.3 Program Keluarga Harapan (PKH)

Program Keluarga Harapan atau biasa disebut PKH merupakan program percepatan penanggulan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial melalui pemberian bantuan tunai bersyarat kepada RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin). Program Keluarga Harapan yang merupakan program lintas Kementerian dengan aktor utama yang terdiri dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik serta dibantu oleh tim tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. Program Keluarga Harapan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi keluarga Indonesia. Khususnya meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM, taraf pendidikan anak-anak RTSM, status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM, serta meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi RTSM.


(31)

14

Pemilihan RTSM berdasarkan 14 kriteria kemiskinan yakni: (1) ukuran rumah kurang dari 8 m2 / orang; (2) lantai rumah yang terbuat dari tanah, bambu, kayu dan semen; (3) tembok yang terbuat dari bambu, kayu, daun rumbia, dan batu bata; (4) Tidak mempunyai fasilitas sanitasi; (5) tidak memiliki sumberdaya listrik; (6) sumberdaya air yang digunakan berupa sumur, sungai, air terjun, dan tidak menggunakan saluran pipa; (7) bahan bakar memasak yakni kayu, minyak tanah, dan arang; (8) frekuensi untuk makan daging dan susu yakni kurang dari atau sekali dalam seminggu; (9) membeli baju baru hanya kurang dari atau hanya sekali dalam setahun; (10) frekuensi makan: kurang dari atau dua kali sehari; (11) kemampuan mengakses pusat kesehatan; (12) jenis pekerjaan utama yaitu petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha, buruh peternakan, buruh nelayan, buruh konstruksi, atau pengangguran; (13) tingkat pendidikan tertinggi yakni SD, tidak lulus SD atau tidak pernah sekolah; dan (14) memiliki nilai kekayaan dari tabungan atau lainnya dengan nilai maksimum Rp500.000,00.

Komponen PKH difokuskan pada sektor kesehatan dan pendidikan, karena pada kedua sektor inilah inti untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sampai tahun 2015. Saat ini PKH berada di 13 provinsi yang tersebar diseluruh Indonesia yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Program Keluarga Harapan merupakan program dalam memenuhi tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals atau MDGs). Setidaknya ada lima komponen MDGs yang secara tidak langsung akan terbantu yaitu pengurangan


(32)

15

penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan pusat adalah pelaksana program yang berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan bertugas untuk merancang serta mengelola persiapan dan pelaksanaan program. Selain itu, UPPKH pusat juga melakukan pengawasan terhadap perkembangan di tingkat daerah dan menyediakan bantuan yang dibutuhkan. Sedangkan orang-orang yang bekerja di UPPKH pusat terdiri dari pegawai Departemen Sosial RI, tim asistensi, tenaga ahli, dan praktisi/narasumber yang ahli dibidangnya, serta tenaga pendukung berupa tenaga operator komputer dan tehnical support.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan daerah adalah pelaksana program yang memantau semua kegiatan PKH di tingkat provinsi serta untuk memastikan komitmen daerah terkait dengan PKH terpenuhi. Tim koordinasi PKH di tingkat daerah terdiri dari tim koordinasi PKH provinsi dan tim koordinasi PKH kabupaten dan kota.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kabupaten/kota adalah pelaksana program yang bertugas untuk mempersiapkan dan memenuhi tanggung jawab kabupaten/kota terhadap pelaksana PKH dalam mengelola serta mengawasi kinerja pendamping. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kabupaten/Kota merupakan kunci untuk mensukseskan pelaksanaan PKH dan akan menjadi saluran informasi terpenting antara UPPKH kecamatan dengan UPPKH pusat serta tim koordinasi provinsi dan tim koordinasi kabupaten/kota.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kecamatan dibentuk di setiap kecamatan yang terdapat peserta PKH. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kecamatan merupakan ujung tombak PKH karena unit ini akan berhubungan langsung


(33)

16

dengan peserta PKH. Personel UPPKH kecamatan terdiri atas pendamping PKH. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, UPPKH kecamatan bertanggung jawab kepada UPPKH kabupaten/kota dan berkoordinasi dengan camat. UPPKH kecamatan secara umum bertugas untuk melakukan pendampingan kepada RTSM peserta PKH.

Pelaksanaan PKH, terdapat tim koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi. PT Pos bertugas untuk menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan, dan sebagainya, serta bantuan ke tangan peserta PKH. Di samping itu, ada lembaga di luar struktur, yang berperan penting dalam pelaksanaan PKH, yakni lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan disetiap kecamatan dimana PKH dilaksanakan.

PKH merupakan suatu kelembagaan yang terdiri dari lembaga terkait baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, serta UPPKH (Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan) yang dibentuk di tingkat Pusat, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Adapun struktur kelembagaan PKH yaitu :


(34)

17

Gambar 1. Struktur Kelembagaan Program Keluarga Harapan Keterangan:

: garis koordinasi --- : garis komando

2.3.1 Ketentuan Penerima Program Keluarga Harapan

Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Calon penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan:

1. Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar;

2. Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan

Departemen Sosial (Depsos)

UPPKH Pusat

Tim Pengendali PKH

Tim Pengarah Pusat Tim Teknis Pusat

PT Pos

Tim Koordinasi Teknis Provinsi

Tim Koordinasi Teknis Kabupaten/Kota DINAS SOSIAL

UPPKH Kabupaten/Kota Kantor Pos Kabupaten/Kota

Pusat

Provinsi

Kab./Kot a

Pendamping PKH

Kecamatan


(35)

18

3. Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil.

Tabel 1. Skenario Bantuan PKH

Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per Tahun (Rp)

Bantuan tetap 200.000 Bantuan bagi RTSM yang memiliki:

a. Anak usia di bawah 6 tahun 800.000 b. Ibu hamil/menyusui 800 000 c. Anak usia SD/MI 400.000 d. Anak usia SMP/MTs 800.000 Rata-rata bantuan per RTSM 1.390.000 Bantuan minimum per RTSM 600.000 Bantuan maksimum per RTSM 2.200.000 Sumber: Pedoman Umum PKH 2008

2.3.2 Pendidikan Anak Peserta

Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib sembilan tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Dalam upaya mengurangi angka putus sekolah maka PKH memberikan dana bantuan bersyarat kepada peserta program. Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar sembilan tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-kurangnya 85 persen waktu tatap muka. Atas dasar kewajiban sebagai peserta maka pendamping harus selalu mengawasi dan mendampingi peserta dalam setiap kegiatan. Kemudian pendamping memberikan bimbingan agar orang tua juga mengawasi proses pendidikan anak. Pendamping menginformasikan dalam setiap pertemuan agar dana bantuan tersebut dialokasikan untuk biaya sekolah


(36)

19

anak. Pengalokasian dana untuk biaya pendidikan diwajibkan bagi peserta agar bantuan tidak disalah gunakan untuk keperluan lain. Peserta yang sadar akan pentingnya pendidikan anak akan berkomiten terhadap kewajiban tersebut. Oleh karena itu, keberlanjutan PKH dapat dilihat dari komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta dapat dilihat dari tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan pengalokasian dana dari peserta, dan keberlanjutan sekolah anak ke jenjang yang lebih tinggi (Pedoman Operasional PKH, 2008).

2.4 Pendampingan

Dewi (2008) merujuk pendapat Matias (2008) yang mengatakan bahwa pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik.

Pendampingan ditujukan untuk membantu masyarakat meningkatkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk miskin di desa tertinggal (Sumodiningrat et al., 1999).

2.4.1 Peran Pendamping

Suranto (1997) mengatakan bahwa peran pendamping dalam pelaksanaan program IDT sangat menentukan. Peran utama seorang pendamping adalah membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok masyarakat sebagai wadah peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dalam proses pembentukan dan pengembangan kelompok, ada tiga peran utama yang dapat dijalankan pendamping, yaitu sebagai pemelancar, pendorong motivasi, dan penghubung. Pendamping program IDT identik dengan penyuluh lapangan yang mencerminkan diri sebagai agen pembaruan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yusri (1999), penampilan peran penyuluh pertanian berhubungan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap


(37)

20

kredibilitas penyuluh pertanian. Hal ini sesuai bahwa peran dan kredibilitas penyuluh sangat menentukan dalam suatu program pemberdayaan.

Suranto (1997) merujuk pendapat Rogers dan Shoemaker (1986), agen pembaruan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam sistem sosial. Dia adalah tenaga profesional (petugas) yang mewakili lembaga pembaruan yakni instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan jalan menyebarkan ide-ide baru. Seorang agen pembaru adalah petugas yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial untuk menerima suatu inovasi dalam rangka melaksakan program yang telah ditetapkan oleh lembaga atau instansi tempatnya bekerja.

Yusri (1999), mengatakan bahwa peran penyuluh pertanian bukan hanya sekedar menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian kepada petani. Lebih luas adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru sehingga mampu bertani dan berusahatani lebih baik dan lebih menguntungkan.

Definisi peranan agen penyuluhan pertanian secara garis besar di atas terangkum dalam pernyataan Van Den Ban dan Hawkins (1999), bahwa dalam membantu petani untuk mencapai tujuan dengan cara sebagai berikut:

1. Memberi nasihat secara tepat waktu guna menyadarkannya tentang suatu masalah; 2. Menambahkan kisaran alternatif yang dapat menjadi pilihan;

3. Memberikan informasi mengenai konsekuensi yang dapat diharapkan dari masing-masing alternatif;


(38)

21

5. Membantu dalam mengambil keputusan secara sistematis baik secara perorangan maupun berkelompok;

6. Membantu belajar dari pengalaman dan dari pengujicobaan; dan 7. Mendorongnya untuk tukar-menukar informasi dengan rekan petani.

Secara umum, peran pendamping adalah memperlancar proses dialog, membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok dalam masyarakat, mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial untuk menerima suatu inovasi, menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian, mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru juga memfasilitasi dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat miskin tanpa berusaha untuk menggurui masyarakat yang diberdayakan.

Undang-undang Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengamanatkan bahwa jabatan penyuluh adalah jabatan profesi, artinya seorang penyuluh harus mengabadikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan penyuluhan karena dirinya merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan sebagai penyuluh. Menurut Sumodiningrat et al. (1999), pendamping bertugas antara lain: pertama, membina penduduk miskin dan kelompok masyarakat sehingga menjadi suatu kebersamaan yang beriorentasi pada perbaikan upaya kehidupan. Kedua, sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator).

Seorang pendamping adalah sebagai pemeran utama atau pemegang kunci di dalam pemberdayaan masyarakat. Tugas utama seorang pendamping adalah mengembangkan kapasitas masyarakat sehingga mampu mengorganisir diri dan menentukan sendiri upaya-upaya yang diperlukan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Pendamping bekerja bersama-sama dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan diri mereka terhadap kemampuam dan potensi yang sebenarnya mereka


(39)

22

miliki. Sedangkan menurut Primahendra (2002), pada dasarnya pendamping memiliki tiga peran dasar, yaitu:

1. Penasehat kelompok

Pendamping memberikan berbagai masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh kelompok dalam menghadapi masalah. Pendamping tidak memutuskan apa yang perlu dilakukan, akan tetapi, kelompoklah yang nantinya membuat keputusan. 2. Trainer participatoris

Pendamping memberikan berbagai kemampuan dasar yang diperlukan oleh kelompok seperti mengelola rapat, pembukuan, administrasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagainya.

3. Link person

Peran pendamping adalah menjadi penghubung masyarakat dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan bagi pengembangan kelompok.

2.4.2 Kompetensi Pendamping

Kompetensi menurut Mugniesyah (2005) adalah spesifikasi pengetahuan dan keterampilan dan aplikasi keduanya (dalam suatu industri atau dalam pekerjaan industri atau tingkat industri) terhadap standar kinerja yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Dalam konsep yang luas, kompetensi harus: a) berhubungan dengan praktek di tempat kerja yang realistik dan b) harus diekspresikan sebagai hasil (outcomes). Terdapat 4 tahapan kompetensi yakni unconscious incompetence, conscious incompetence, conscious-competence, unconscious-competence.

Istilah kompetensi merujuk pada salah satu rangkaian perilaku yang harus ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi suatu jabatan dengan kompeten. Terdapat dua pemahaman mengenai


(40)

23

kompetensi yakni kompetensi yang merujuk pada area pekerjaan atau peranan, dan kompetensi yang merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak dibalik kinerja yang kompeten (Prihadi, 2004).

Nuryanto (2008) mengambil 10 dimensi kompetensi yang dirasa harus dimiliki oleh penyuluh, yakni: kemampuan penyuluh berkomunikasi secara efektif, kemampuan penyuluh menggunakan media internet untuk pengembangan kompetensi, kemampuan penyuluh membangun jejaring kerja secara sinergis, kemampuan penyuluh mengakses informasi terkait dengan bidang tugasnya, kemampuan penyuluh dalam penguasaan inovasi tepat guna, kemampuan penyuluh bekerjasama dalam tim, kemampuan penyuluh menganalisis masalah, kemampuan penyuluh berpikir secara sistem/logis, kemampuan penyuluh memahami potensi wilayah, dan kemampuan penyuluh memahami kebutuhan petani. Selanjutnya, kesepuluh kompetensi tersebut dijadikan peubah/indikator dalam penelitian untuk menentukan tingkat kompetensi penyuluh dalam pembangunan. Oleh karena itu, berdasarkan ke sepuluh kompetensi di atas yang telah diambil sesuai dengan penelitian ini yaitu: 1) keefektifan komunikasi/sosialisasi, 2) membangun jejaring kerja, 3), dan pemahaman terhadap wilayah.

2.4.3 Teknik-Teknik Pendampingan

Teknik-teknik pendampingan dapat diartikan sebagai suatu cara memberdayakan masyarakat yang dilakukan pendamping agar masyarakat dapat mengembangkan potensi diri untuk meningkatkan kesejahteraannya. Teknik yang dapat dilakukan pendamping sangat beragam. Mulai dari yang menggunakan metode bersifat top-down atau bottom-up. Metode top-down merupakan pendekatan yang dalam pengaturannya bersifat terpusat berasal dari mereka yang berada diatas. Seperti yang diungkapkan Nasdian (2006) yakni, sebagai suatu rencana induk ataupun paket program terpadu


(41)

24

dimana persepsi, desain, dan instrumen lebih banyak dikembangkan oleh mereka yang berada di atas (top down). Pendamping dalam metode top-down dilihat sebagai perantara pemerintah dalam menggerakan masyarakat. Masyarakat hanya dipandang sebagai objek yang pasif tanpa diberi kesempatan untuk berperan serta dalam mengembangkan dirinya sendiri. Sedangkan bottom-up adalah suatu metode yang lebih menekankan partisipasi masyarakat. Ide-ide dalam pengembangan suatu komunitas berasal dari masyarakat itu sendiri. Pendamping hanya sebagai fasilitator yang memfasilitasi masyarakat. Penyuluh dibentuk bukan hanya untuk memiliki seperangkat keterampilan teknis tetapi perlu memiliki kiat menyuluh dan sikap yang profesional (Nuryanto, 2008).

Agar peranan seorang pendamping dalam program pemberdayaan sesuai dengan prinsip dan konsep belajar orang dewasa dengan tetap memperhatikan peran serta masyarakat, maka harus terdapat unsur power dan akses yang setara dalam pemberdayaan. Tugas seorang pendamping adalah memastikan agar masyarakat memiliki akses dan power tersebut. Berikut ini merupakan tahapan yang dapat digunakan pendamping menurut Lippitt et al. (1958):

1. Tahap pengembangan kebutuhan akan perubahan (unfreezing);

Sebelum proses perubahan berencana dimulai, kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat harus diterjemahkan sebagai kesadaran mengenai masalah yang ada (problem awareness). Hal ini merupakan inti dari keinginan untuk berubah dan keinginan untuk mencari bantuan di luar sistem. Tetapi pada kasus-kasus tertentu masyarakat tidak tahu bagaimana harus menggali kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan kebutuhan riil (real needs) mereka, serta tidak tahu apa yang menjadi kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan riil mereka. Dalam kasus seperti ini, mereka


(42)

25

memerlukan hadirnya agen perubahan (change agen) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan.

2. Tahap pemantapan relasi kerja dengan agen perubahan (dalam hal ini community worker) merupakan isu utama pada fase ini;

Pengembangan relasi ini dibutuhkan karena adanya keterbatasan dari community worker dan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (sistem klien) melalui masyarakat sendiri (self determination). Hal yang sangat penting pada fase kedua adalah ketika sistem klien mulai memikirkan tentang agen perubahan mereka yang potensial. Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga masyarakat sangat diperlukan untuk dapat bekerjasama dengan mereka ke arah perubahan yang direncanakan. Pembinaan relasi akan sangat membantu untuk dapat memperoleh data akurat mengenai kebutuhan dan sumberdaya sistem klien. Serta membentuk kepercayaan warga yang ikut aktif melakukan perubahan dalam masyarakat.

3. Tahap klarifikasi/diagnosis masalah sistem klien;

Pada saat data telah terkumpul, masalah yang semula tampaknya sederhana, kemungkinan bertambah rumit, karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok-kelompok yang menolak pembaharuan, masalah-masalah ketergantungan terhadap lembaga tersebut. Pada tahap ini community worker harus mengklarifikasi dan menganalisis hakekat permasalahan sistem klien.

4. Tahap pengkajian alternatif jalur dan tujuan perubahan, serta penentuan tujuan program dan kehendak untuk melakukan tindakan;

Data yang telah dianalisis kemudian ditentukan tujuan operasional dari program/kegiatan yang akan dilakukan serta alternatif cara yang ditempuh guna mencapai tujuan. Kemudian dari beberapa alternatif akan diputuskan alternatif mana yang akan diterapkan serta kegiatan/program apa yang akan dilaksanakan. Akan tetapi,


(43)

26

dalam kaitan dengan upaya mengembangkan kegiatan untuk bertindak, komunitas lokal kadangkala mempunyai kendala yang terkait dengan aspek kognitif dan motivasionalnya. Kelompok yang sudah dibentuk untuk mempelajari masalah yang dihadapi masyarakat mungkin sudah mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah mereka, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa gagasan mengenai apa yang akan dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya akan otomatis muncul mengikuti proses sebelumnya.

5. Tahap transformasi kehendak ke dalam upaya perubahan yang nyata;

Tahap ini merupakan tahapan yang memfokuskan pada upaya mentransfer perencanaan program (program planning) menjadi pelaksanaan program dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang nyata (action program). Kunci keberhasilan dari fase ini sangat ditentukan kepada kemampuan masyarakat dan community worker untuk melakukan kegiatan secara efisien dan efektif. Untuk mengatahui ketidakefisienan kerja, agen perubahan dan sistem klien harus melakukan pemantauan secara progresif, guna mempertahankan atau mencapai kinerja yang mereka butuhkan. Keberhasilan dari program kerja diukur dari bagaimana suatu rencana dan kehendak dapat ditransformasikan kedalam bentuk pencapaian yang aktual (actual achievement).

6. Tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan; dan

Perubahan sebagai akibat dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan program sebagaimana ditetapkan di atas, akan stabil bila dampak perubahan itu akan diikuti kelompok-kelompok lain dalam masyarakat atau meluas pada desa/kelurahan lainnya. Tahap ini seringkali disebut sebagai proses institusionalisasi, yaitu proses melembagakan perubahan. Prasyarat utama dari tahap ini adalah adanya dukungan dari sistem secara keseluruhan maka diperlukan evaluasi dari pelaksanaan program.


(44)

27

7. Tahap terminasi merupakan akhir dari suatu relasi perubahan.

Berakhirnya suatu relasi perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah berakhir atau karena masyarakat itu sudah siap untuk mandiri (mempunyai keterampilan teknis) untuk dapat terus mengembangkan kegiatan yang ada. Dalam proses pengembangan masyarakat, terminasi yang diharapkan adalah siapnya masyarakat untuk mandiri, sehingga tidak lagi diperlukan kehadiran community worker di daerah tersebut. Hal ini dapat terjadi kalau warga masyarakat diikutsertakan sejak tahap awal upaya perubahan berencana. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada tidak jarang terminasi terjadi karena adanya keterbatasan dana dari lembaga yang ingin memberikan bantun, dan bukan karena masyarakat sudah mandiri.

Pendamping dapat menggunakan falsafah penyuluhan yang telah lama di kembangkan di Amerika Serikat sebagai salah satu teknik pendampingan untuk digunakan dalam pemberdayaan masyarakat. Falsafah tersebut dikenal dengan istilah 3T, yaitu Teach (Pendidikan), Truth (Kebenaran/Keyakinan), Trust (Kepercayaan). Artinya, 1) Bahwa pendidikan adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan, 2) Membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri, oleh karenanya harus ada kepercayaan dari masyarakat sasaran, 3) Belajar sambil melakukan sesuatu, sehingga ada keyakinan atas kebenaran terhadap apa yang diajarkan. Sehubungan dengan falsafah penyuluhan, terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan (Setiana, 2005):

1. Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat;

2. Penyuluh tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong kemandirian;


(45)

28

3. Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan

4. Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok, dan masyarakat umumnya.

2.5 Kerangka Pemikiran

Pemerintah melakukan berbagai macam upaya berupa program pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengurangi kemiskinan. Salah satu program tersebut adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan yang akan diberikan terkait dengan komponen kesehatan dan pendidikan. Komponen pendidikan tersebut dilihat dari keberlanjutan sekolah dari anak peserta program. Pendampingan akan dilihat dari peran dan kompetensi pendamping yang mempengaruhi tercapainya sasaran PKH. Sasaran tersebut khususnya dilihat dari komponen pendidikan yakni apabila partisipasi sekolah anak peserta program mengalami peningkatan. Program Keluarga Harapan menyertakan pendampingan pada peserta program. Penyertaan pendamping tersebut adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap terlaksananya PKH secara berkelanjutan. Pelaksanaan PKH dipengaruhi oleh kualitas dari pendamping itu sendiri.

Kualitas pendampingan yang akan mempengaruhi keberhasilan PKH yakni dipengaruhi oleh peran dan kompetensi yang dimiliki oleh pendamping. Peran pendamping sebagai fasilitator, motivator, dinamisator dan monev (pengevaluasi dan pemantau) merupakan peran yang harus dijalankan oleh pendamping. Sedangkan kompetensi merupakan kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki oleh pendamping. Kompetensi tersebut terangkum dalam kerja dan tugas yang harus diemban oleh pendamping PKH. Kompetensi tersebut mencangkup kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa. Peran dan kompetensi ini akan mempengaruhi


(46)

29

terhadap capaian keberlanjutan pendidikan anak peserta program. Pengaruh tersebut terlihat dari ketaatan peserta terhadap kewajiban yang harus dilakukan yakni menyekolahkan anaknya minimal pendidikan dasar wajib sembilan tahun. Pendamping dapat melihat ketaatan peserta terhadap kewajiban PKH yakni dilihat dari apakah peserta sebagai orang tua memiliki peran dalam meningkatkan partisipasi sekolah anaknya. Kemudian peserta dapat mengalokasikan dana bantuan sesuai dengan proporsi kebutuhan biaya sekolah sehingga anak tersebut dapat terus melanjutkan pendidikannya.


(47)

30

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan :

= Hubungan

= Menunjukan 1 kelompok variabel yg hubungannya tidak akan diteliti 2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan positif antara kondisi sosial ekonomi peserta PKH, yaitu kategori usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak; 2. Terdapat hubungan positif antara peran pendamping, yaitu pendamping sebagai

fasilitator, motivator, dinamisator, serta monev (pengevaluasi dan pemantau) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran

X3. Kompetensi Pendamping (Kemampuan) X3.1: Berkomunikasi Efektif X3.2: Memahami Wilayah X3.3: Membangun Jejaring Kerja X3.4: Menerapkan Teknik

Pembelajaran Orang Dewasa

X1. Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH X1.1: Kategori Usia X1.2: Jenis Pekerjaan X1.3: Tingkat Pendidikan

Terakhir X1.4: Kesertaan

Pendidikan Non Formal

X1.5: Jumlah Tanggungan X1.6: Kategori Jumlah

Penghasilan Rumatangga Y1. Keberlanjutan

Pendidikan Anak Peserta PKH

Y1.1: Tingkat Peran Pengawasan Orang Tua

Y1.2: Ketepatan Alokasi Dana

Y1.3: Keberlanjutan Sekolah Anak X2. Peran Pendamping

X2.1: Fasilitator X2.2: Motivator X2.3: Dinamisator X2.4: Pengevaluasi dan


(48)

31

pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak; dan

3. Terdapat hubungan positif antara kompetensi pendamping, yaitu kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak.

2.7 Definisi Operasional

1. Kondisi Sosial Ekonomi RTSM meliputi: kategori usia peserta, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga.

a. Kategori usia adalah tahun lahir responden sejak dilahirkan sampai penelitian ini dilakukan, usia merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kategori yang dibuat oleh Mugniesyah (2006), yaitu: (1) dewasa awal 18-29 tahun, (2) dewasa pertengahan 30-50 tahun, (3) dewasa tua 50 tahun keatas.

b. Jenis pekerjaan adalah posisi/kedudukan responden untuk melakukan pekerjaan dalam menjalankan unit usahanya masing-masing. Peubah ini diukur dengan skala nominal. Berdasarkan turun lapang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) buruh, (2) ibu rumahtangga, (3) pedagang, (4) pembantu rumahtangga. c. Tingkat pendidikan terakhir merupakan jumlah tahun sukses yang telah

diselesaikan oleh responden di bangku sekolah, merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: (1) pernah mengenyam pendidikan ≤ SD, (2) pernah mengenyam pendidikan SMP, (3) pernah mengenyam pendidikan ≥ SMA/Sederajat.


(1)

111

Lampiran 5.

Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH

fasilitator motivator dinamisator monev

tingkat peran pengawasan orang tua

Ketepatan alokasi dana

keberlanjutan sekolah anak Spearman's

rho

fasilitator Correlation Coefficient 1.000 .191 -.015 .257* .272* -.030 -.092

Sig. (2-tailed) . .125 .902 .037 .027 .811 .464

motivator Correlation Coefficient .191 1.000 .073 .110 .276* .158 .063

Sig. (2-tailed) .125 . .558 .380 .025 .205 .618

dinamisator Correlation Coefficient -.015 .073 1.000 -.211 -.059 -.004 -.162

Sig. (2-tailed) .902 .558 . .089 .635 .977 .194

monev Correlation Coefficient .257* .110 -.211 1.000 .191 -.072 -.165

Sig. (2-tailed) .037 .380 .089 . .124 .563 .185

tingkat peran pengawasan orang tua

Correlation Coefficient .272* .276* -.059 .191 1.000 .263* .129

Sig. (2-tailed) .027 .025 .635 .124 . .033 .303

ketepatan alokasi dana

Correlation Coefficient -.030 .158 -.004 -.072 .263* 1.000 .317**

Sig. (2-tailed) .811 .205 .977 .563 .033 . .010

keberlanjutan sekolah anak

Correlation Coefficient -.092 .063 -.162 -.165 .129 .317** 1.000

Sig. (2-tailed) .464 .618 .194 .185 .303 .010 .

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

112

Lampiran 6.

Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta

tingkat peran pengawasan orang

tua

ketepatan alokasi

dana

keberlanjutan sekolah anak

berkomunikasi efektif

memahami wilayah

bangun jaring kerja

menerapkan teknik pembelajaran orang

dewasa Spearman's

rho

tingkat peran

pengawasan orang tua

Correlation Coefficient 1.000 .263* .129 .210 .202 .350** .140

Sig. (2-tailed) . .033 .303 .090 .104 .004 .263

ketepatan alokasi dana Correlation Coefficient .263* 1.000 .317** .049 .119 .206 .111

Sig. (2-tailed) .033 . .010 .695 .340 .097 .376

keberlanjutan sekolah anak

Correlation Coefficient .129 .317** 1.000 .014 .347** .039 .069

Sig. (2-tailed) .303 .010 . .909 .004 .758 .581

Berkomunikasi efektif Correlation Coefficient .210 .049 .014 1.000 .138 .335** .110

Sig. (2-tailed) .090 .695 .909 . .268 .006 .378

memahami wilayah Correlation Coefficient .202 .119 .347** .138 1.000 .224 .135

Sig. (2-tailed) .104 .340 .004 .268 . .071 .280

bangun jaring kerja Correlation Coefficient .350** .206 .039 .335** .224 1.000 .141

Sig. (2-tailed) .004 .097 .758 .006 .071 . .259

menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa

Correlation Coefficient .140 .111 .069 .110 .135 .141 1.000

Sig. (2-tailed) .263 .376 .581 .378 .280 .259 .

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(3)

113

1.

Peran Pendamping

fasilitator

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 4 6.0 6.1 6.1

rendah 26 38.8 39.4 45.5

tinggi 29 43.3 43.9 89.4

sangat tinggi 7 10.4 10.6 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

motivator

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 4 6.0 6.1 6.1

rendah 15 22.4 22.7 28.8

tinggi 27 40.3 40.9 69.7

sangat tinggi 20 29.9 30.3 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

dinamisator

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 26 38.8 39.4 28.8

rendah 19 28.4 28.8 54.5

tinggi 17 25.4 25.8 93.9

sangat tinggi 4 6.0 6.1 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

monev

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 30 44.8 45.5 77.3

rendah 19 28.4 28.8 31.8

tinggi 15 22.4 22.7 3.0

sangat tinggi 2 3.0 3.0 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0


(4)

114

1.

Kompetensi Pendamping

keefektifan komunikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 6 9.0 9.1 9.1

sedang 33 49.3 50.0 59.1

tinggi 27 40.3 40.9 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

pemahaman wilyah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 5 7.5 7.6 7.6

sedang 20 29.9 30.3 37.9

tinggi 41 61.2 62.1 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

bangun jaring kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 4 6.0 6.1 6.1

sedang 14 20.9 21.2 27.3

tinggi 48 71.6 72.7 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

teknik pembelajaran orang dewasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 38 56.7 57.6 6.1

sedang 4 6.0 6.1 42.4

tinggi 24 35.8 36.4 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5


(5)

115

2.

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta

peran pengawasan orang tua

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 25 37.3 37.9 37.9

rendah 16 23.9 24.2 93.9

tinggi 21 31.3 31.8 69.7

sangat tinggi 4 6.0 6.1 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

alokasi dana

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 8 11.9 12.1 12.1

rendah 26 38.8 39.4 51.5

tinggi 29 43.3 43.9 95.5

sangat tinggi 3 4.5 4.5 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5

Total 67 100.0

keberlanjutan sekolah anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat rendah 4 6.0 6.1 6.1

rendah 41 61.2 62.1 68.2

tinggi 19 28.4 28.8 97.0

sangat tinggi 2 3.0 3.0 100.0

Total 66 98.5 100.0

Missing System 1 1.5


(6)

116

Lampiran 8.

Dokumentasi Penelitian PKH di Kelurahan Balumbang Jaya

Gambar 3. Peserta Program Keluarga Harapan

Gambar 4. Pertemuan Kelompok PKH