Sejarah PITI Profil Persatuan Islam Tionghoa Indonesia PITI
Tionghoa, maka PITI dan PTM merelakan diri pindah ke Jakarta dan bergabung dalam satu wadah, yakni PITI.
57
Berdirinya PITI saat itu merupakan tanggapan realistis saran dari Ketua PP Muhammadiyyah
– mendiang KH. Ibrahim – kepada mendiang H. Abdul Karim Oei agar muslim Tionghoa menyampaikan syiar agama
Islam kepada etnis Tionghoa di kalangan mereka. Kemudian pada 15 Agustus 2005, H. Abdul Karim Oei karena jasa-jasanya kepada nusa dan
bangsa dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Republik Indonesia
– Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
58
Program kerja PITI secara umum adalah menyampaikan dakwah islamiyyah khususnya kepada masyarakat etnis Tionghoa dengan
pembinaan dalam bentuk bimbingan menjalankan syari‟at Islam baik di lingkungan keluarganya yang masih non-muslim dan persiapan berbaur
dengan umat Islam di lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya serta pembelaanperlindungan bagi mereka yang karena masuk agama Islam,
untuk sementara bermasalah dengan keluarga dan lingkungannya. PITI merupakan organisasi da‟wah sosial keagamaan yang
berskala nasional, berfungsi sebagai tempat singgah dan silaturahmi untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah serta berbagi pengalaman bagi etnis
Tionghoa baik yang baru tertarik dan ingin memeluk Islam maupun yang sudah memeluk Islam.
57
http:pitijakarta.org, diakses pada tanggal 10 April 2011
58
Ibid.
Dalam perjalanan sejarah keorganisasiannya, ketika di era tahun 1960-1970an, setelah meletusnya pemberontakan Gerakan 30 September
1965 G30S PKI, di mana pada saat itu pemerintah sedang menggalakkan gerakan pembinaan persatuan dan kesatuan Bangsa nation and character
building, maka simbol-simbol identitas ciri yang dianggap bersifat dissosiatif menghambat pembauran, seperti istilah, bahasa, dan budaya
asing khususnya Tionghoa dilarang dan dibatasi. Dan PITI pun merasakan dampaknya, yakni nama Tionghoa pada kepanjangan PITI dilarang.
Berdasarkan pertimbangan kebutuhan bahwa dakwah kepada masyarakat Tionghoa tidak boleh berhenti, maka pada 15 Desember 1972, pengurus
PITI mengubah kepanjangan PITI menjadi Pembina Iman Tauhid Islam.
59
Singkatan PITI tetap dilestarikan karena sudah tersosialisasi di kalangan umat Islam Indonesia. Sudah menjadi kelaziman di masyarakat
bahwa PITI adalah muslim Tionghoa dan muslim Tionghoa adalah PITI. Konseku
ensinya, umat Islam menghendaki “motor-motor penggerak” PITI adalah mereka yang berasal dari etnis Tionghoa.
Jika pada suatu saat, atas dasar kesepakatan anggota yang menghendaki
agar kepanjangan
PITI kembali
menyandang mempergunakan nama Tionghoa pada nama organisasi ini, maka demikian
itu semata-mata hanya sebagai strategi dakwah dan kecirian organisasi ini bahwa prioritas sasaran dakwahnya tertuju kepada etnis Tionghoa.
59
Ibid.
Sebagai organisasi dakwah yang telah lama berdiri, PITI pun mengalami pasang surut dalam menjalankan fungsinya. Namun secercah
harapan muncul di awal tahun 2000-an dengan dibangunnya beberapa tempat syiar Islam bernuansa etnis seperti Masjid Cheng Ho
– Surabaya, Masjid Jami‟ An-Naba‟ KH Tan Shin Bin – Purbalingga, Masjid Cheng Ho
Sriwijaya – Palembang, Masjid Cheng Ho Pandaan – Pasuruan, dan Islamic
Center – Kudus.
60
Apapun dan bagaimanapun kondisi organisasinya, PITI sangat diperlukan oleh etnis Tionghoa baik yang muslim maupun non-muslim.
Bagi muslim Tionghoa, PITI sebagai wadah silaturahmi, untuk saling memperkuat semangat dalam menjalankan agama Islam di lingkungan
keluarga yang masih non-muslim. Bagi etnis Tionghoa non-muslim, PITI menjadi jembatan antara mereka dengan umat Islam di Indonesia. Bagi
Pemerintah, PITI sebagai komponen bangsa yang dapat berperan strategis sebagai penghubung antara suku dan etnis, perekat untuk mempererat dan
sebagai perajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.