18
4. Estetikal
Pilihan kata yang sudah harus benar-benar mempertimbangkan mutu kesastraan, seperti konotasi dan irama, tentu saja sebisa mungkin setia dengan mutu kesastraan naskah asli.
5. Etikal
Pemilihan kata yang didasarkan pada prinsip kepatutan yang berlaku pada penutur bahasa sasaran.
d. Efektivitas Kalimat
Kalimat efektif, yaitu kalimat yang menimbulkan daya khayal pada pembaca, minimal mendekati apa yang dipikirkan penulis. Bukan hanya memiliki syarat-syarat komunikatif,
gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya khayal pada diri pembacanya.
20
Sebuah kalimat terdiri dari isi dan bentuk. Yang dimaksud dengan isi adalah pemikiran penulis, sedangkan bentuk ialah kata-kata yang mewakili pikiran penulis. Jadi, isi dan bentuk
menjadi kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah bangun kalimat. Widyamartaya dalam bukunya Seni Menerjemahkan menyebutkan ciri-ciri kalimat efektif
sebagai berikut:
21
1. Mengandung kesatuan gagasan
Sebuah kalimat dianggap memiliki kesatuan gagasan apabila 1 memiliki subjek dan predikat yang jelas; 2 tidak rancu, mengandung pleonasme atau tautology, dan membenarkan
apa yang sudah benar; 3 ditandai dengan penggunaan tanda yang tepat dan sesuai kaidah yang telah disepakati.
20
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi Jakarta: Grasindo, 2007, h. 79.
21
Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Quran Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001, h. 34.
19
2. Mampu mewujudkan koherensi yang baik dan kompak
Kalimat yang mampu mewujudkan koherensi yang baik biasanya ditandai dengan 1 penggunaan kata ganti pronominal yang tepat; 2 penggunaan kata depan preposisi yang
benar. 3.
Memperhatikan asas kehematan Menurut Widyamarta, penerjemah harus memperhatikan efesiensi kata. Sebab, dalam
penerjemahan tidak setiap kata harus diterjemahkan apabila memiliki maksud dan tujuan yang sama.
2. Pedoman penilaian Terjemahan
a. Rochayah Machali
Menurut Rochayah Machali penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap:
22
Tahap Pertama: penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua. Tahap
kedua: penialaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria. Tahap ketiga: penilaian terperinci pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skalakontinum dan dapat diubah
menjadi nilai.
Penilaian Umum Terjemahan
1. Segi-segi yang yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian
Perlu diperhatikan dalam setiap melakukan proses penilaian bukan hanya sekedar melihat dari benar-salah, baik buruk, dan harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus
22
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 143.
20
diperhatikan dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan, berikut contoh beberapa versi teks
23
: -
TSu: Some focal points of crises in the present day world are of a longstanding nature.
- TSa terjemahan Autentik:
a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat
kronis. b.
Beberapa persoalan krisis utama di dunia ini sebetulnya merupakan masalah lama. c.
Beberapa hal penting yang merupakan hal krisis dunia dewasa ini adalah mengenai pelestarian alam.
Dari tiga hasil terjemahan di atas, ada beberapa hal yang menunjukkan adanya pembanding. Pada Tsa, dari segi ketepatan pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu
semantik pragmatik.
24
Aspek pemadanan linguistik struktur gramatikal dari ketiga versi terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar ketepatannya dalam menyatakannya kembali
makna yang terkandung dalam Bsu.
25
Kemudian perbedaan prosedur transposisi yang mendasar pada teks C yaitu kata World sebagai frasa dari kata in the world menjadi frasa nominal yang
disatukan dengan kata crises. Sehingga seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.
26
Kemudian aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar pada teks C. yaitu pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan adanya distorsi makna referensial. Sehingga
seolah-olah kata nature pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.
23
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 143.
24
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 145.
25
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 145.
26
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 146.
21
Apabila dari ketiga versi terjemahan di atas dibandingkan dari segi gaya bahasanya, maka penerjemahan teks A harus berupaya untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan
menggunakan kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah menjadi gaya bahasa yang biasa atau netral.
27
2. Kriteria Penilaian
Suatu penilain harus mengikuti prinsip validitas dan reliabitas. Tetapi dalam proses penilaian terjemahan bersifat relatif. Maka validitas penilaiannya dipandang dari aspek content
validity dan face validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti berarti melihat
aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang keterbacaan seperti ejaan atau face.
28
Perlu diperhatikan, yang menjadi pembantas dalam kretiria dasar adalah terjemahan yang salah tidak berterima dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada
penyimpangan makna referensil yang menyangkut maksud dari penulis aslinya. Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik, semantik, dan pragmatik. Kemudian segi
kewajaran dalam penggunaan ejaan.
29
Tabel 1. Kriteria Penilaian
Segi dan Aspek Kriteria
A. Ketepatan reproduksi makna
1. Aspek linguistik
a. Transposisi
b. Modulasi
Benar, jelas, wajar
27
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 147.
28
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 151.
29
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 152.