Tinjauan Pustaka Metode Penelitian

9 1.6.2 Nilai dan Fungsi Ritual “Ritual adalah pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri mistis. Di pihak lain, upacara berarti setiap organisasi kompleks dari kegiatan manusia yang tidak hanya sekadar bersifat teknis ataupun rekreasional melainkan juga berkaitan dengan penggunaan cara-cara tindakan yang ekspresif dari hubungan sosial”, Dhavamony, 1995: 175. 1.6.2.1 Nilai Allport, Vernom dan Lindzey via Suriasumantri 1995, 263 mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama. Nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme, dan metode ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan manusia. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan penekanan segi kemanusiaan yang luhur. Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik. Sedangkan nilai agama atau religi merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transcendental dalam 10 usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi karena anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Berdasarkan klasifikasi mengenai nilai-nilai tersebut, Tradisi Rasulan mempunyai nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, dan nilai agama. 1.6.2.2 Fungsi Ritus dapat dibedakan atas empat macam Dhavamony, 1995: 175- 176. 1 Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis; 2 Tindakan religius, kultus para leluhur, juga bekerja dengan cara ini; 3 Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas; dan 4 Ritual faktitif, yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok. Ritual faktitif berbeda dari ritual konstitutif, karena tujuannya lebih dari sekadar pengungkapan atau perubahan hubungan sosial. Dia tidak saja mewujudkan korban untuk para leluhur dan pelaksanaan magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang diwajibkan oleh anggota kelompok dalam konteks peranan sekular mereka. Chaple dan Coon mengusulkan perlunya ditambahkan satu jenis ritual 11 lainnya, yakni 5 Ritual intensifikasi, ritus kelompok yang mengarah kepada pembaharuan dan mengintensifkan kesuburan, ketersediaan buruan dan panenan. Orang yang menginginkan panenan berhasil akan melaksanakan ritual intensifikasi. Upacara-upacara tersebut sesungguhnya memiliki penjelasan- penjelasan yang tidak sekadar berciri mistis melainkan terutama berciri sosiologis. Dengan lain perkataan, ritual yang dilaksanakan memiliki fungsi-fungsi sosiologis tertentu. Mengikuti pembagian Dhavamony 1995: 175-176 mengenai lima macam ritual seperti telah diungkapkan di atas, maka upacara dan tindakan-tindakan ritual dalam tradisi Rasulan dapat dikategorikan ke dalam empat fungsi. Fungsi-fungsi ini berkaitan erat dengan alasan-alasan mistis yang melatar-belakanginya. Penjelasan ini sekaligus mengungkapkan fungsi ritus bagi masyarakatnya.

1. Fungsi Magis

“Magi sihir adalah suatu fenomen yang sangat dikenal dan umumnya dipahami, namun tampaknya sangat sulit dirumuskan dengan tepat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa magi adalah kepercayaan dan praktik menurut mana manusia yakin bahwa secara langsung mereka dapat mempengaruhi kekuatan alam dan antarmereka sendiri, entah untuk tujuan baik atau buruk, dengan usaha-usaha mereka sendiri dalam memanipulasi daya-daya yang lebih tinggi”, Dhavamony:47 12 Fungsi magi dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri adi rasa.

2. Fungsi Religius

Menurut KBBI, kata religius memiliki arti bersifat religi, sementara religi adalah kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia. Kultus leluhur, juga bekerja dengan cara ini. 1 penghormatan resmi dl agama; upacara keagamaan; ibadat; 2 sistem kepercayaan; 3 penghormatan secara berlebih-lebihan kpd orang, paham, atau benda;

3. Fungsi Faktitif

Fungsi faktitif berkaitan dengan meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok. Dia tidak saja mewujudkan korban untuk para leluhur dan pelaksanaan magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang diwajibkan oleh anggota kelompok dalam konteks peranan sekular mereka.

4. Fungsi Intensifikasi

Fungsi Intensifikasi berkaitan dengan ritus kelompok yang mengarah kepada pembaharuan dan mengintensifkan kesuburan dan hasil panen. 13

1.7 Metode Penelitian

Metode merupakan cara dan prosedur yag akan ditempuh oleh peneliti dalam rangka mencari pemecahan masalah Santosa, 2004: 8. Tulisan ini disajikan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Dalam hal ini analisis tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan penjelasan dan pemahaman secukupnya Ratna, 2006: 53. Dalam hal ini metode penelitian yang akan digunakan untuk memecahkan masalah meliputi metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data.

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data

1.7.1.1 Observasi Sutrisno Hadi via Sugiyono 1999: 139 mengemukkan bahwa observasi meupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi 1 participant observation observasi berperan serta yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, 2 non participant 14 observation observasi nonpartisipan yaitu peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai peneliti independent Sugiyono, 1999: 139. Dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi 1 observasi terstruktur yaitu observasi yang dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel yang akan diamati, 2 observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati Sugiyono, 1999: 140. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi terstruktur, observasi yang telah dirancang secara sistematis, karena penulis sudah mengetahui tentang apa yang akan diamati dan dimana tempatnya yaitu peneliti mengamati proses Tradisi Rasulan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Trowono A. Selain observasi terstruktur, penulis juga menggunakan teknik observasi berperan serta participant observation karena peneliti terlibat dengan kegiatan sehari- hari masyarakat Trowono A sebagai narasumber. 1.7.1.2 Wawancara Wawancara sebagai suatu roses tanya jawab lisan, yaitu dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yaitu satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri Hadi, 1979: 192. 15 Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara atau informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman guide wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan Bungin, 2008: 108 1.7.1.3 Dokumentasi Teknik ini berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun perseorangan, baik berupa tulisan maupun lisan. Teknik dokumentasi dilakukan dengan wawancara mendalam, menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari responden atau informan agar informasi yang detail diperoleh peneliti Hamidi, 2004: 72-78 Dalam melakukan penelitian, pengumpulan data merupakan tahap yang penting. Dalam proses pengumpulan data, peneliti memerlukan teknik untuk memperoleh data-data yang diperlukan yaitu teknik pengumpulan data lapangan. Pengumpulan data di lapangan merupakan salah satu aspek penting dalam proses penelitian budaya. Dalam pengumpulan data di lapangan ada beberapa langkah yang akan dilakukan. Langkah-langkah tersebut antara lain penentuan narasumber, pengumpulan data-data sosial budaya, dan teknik 16 pengumpulan data yang mencakup wawancara, pengamatan observasi, perekaman atau pencatatan, dan pengarsipan.

1.7.2 Teknik Analisis Data

Analisis data menjadi pekerjaan utama dalam suatu penelitian. Pada tahap analisis data, penulis akan menggunakan teknik transkripsi. Transkripsi merupakan pengubahan dari bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis. Setelah mengubah bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis, peneliti menggunakan metode kualitatif dalam menganalisis data. “Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi gabungan, analisis data bersifat induktifkualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi” Sugiyono, 2011 : 9. Selain menggunakan metode kualitatif, peneliti juga mengacu pada teknik hermeneutika dalam menganalisis data. “Hermeneutika mengarah pada penafsiran ekspresi yang penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia. Artinya, kita melakukan interpretasi oleh interpretasi yang telah dilakukan oleh pribadi atau kelompok manusia terhadap situasi mereka sendiri”, Smith :1984, via Tri Nugroho Adi dalam http:sinaukomunikasi.wordpress.com20111103teori-teori-penunjang- 17 dalam-penelitian-kualitatif diunduh pada 9 mei 2014, jam 23:12. Setelah menganalisis data, penulis menggunakan metode deskripsi untuk menyajikan hasil analisis data.

1.8 Sistematika Penyajian

Makalah ini disajikan dalam lima bab yaitu pendahuluan, pembahasan yang terdiri dari tiga bab yaitu deskripsi bagaimana Rasulan dilaksanakan, macam- macam sesaji yang terdapat dalam Rasulan, dan makna serta fungsi Tradisi Rasulan bagi masyarakat Dusun Trowono A. Satu bab penutup berupa kesimpulan penulis. Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, peneliti menyusun ke dalam bab, yaitu : Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan mengenai prosesi pelaksanaan Tradisi Rasulan di Dusun Trowono A. Bab III merupakan pemaparan mengenai berbagai macam sesaji yang terdapat dalam Tradisi Rasulan. Bab IV merupakan pemaparan nilai dan fungsi Tradisi Rasulan bagi masyarakat Dusun Trowono A. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran serta Daftar Pustaka. 18

BAB II PELAKSANAAN TRADISI RASULAN

2.1 Pengantar

Dusun Trowono A merupakan sebuah dusun dengan seratus tujuh puluh lima kepala keluarga yang terbagi dalam enam RT Rukun Tetangga. Pedukuhan Trowono A merupakan pedukuhan yang mayoritas penduduknya petani dan juga pemeluk Islam. Dari seratus tujuh puluh lima kepala keluarga, hanya satu kepala keluarga yang beragama Kristen dan pada setiap rumah, minimal satu orang bermata pencaharian tani. Dunia pertanian sudah menjadi urat nadi kehidupan warga dusun. Meskipun kondisi geografis yang berbukit dan sekilas terlihat tandus karena berupa tegalan, juga terasering, namun hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi berlangsungnya kehidupan pertanian. Telaga dan ledeng menjadi sumber air selain tadah hujan. Padi, jagung, kedelai, dan singkong merupakan andalan hasil tani warga setiap musimnya hasil wawancara dengan Pak Harto Wiharjo, kepala Dusun Trowono A. Apresiasi warga terhadap tradisi pertanian terlihat jelas dari kesungguhan penduduk meminta dan mensyukuri panen melalui Rasulan. Kemeriahan yang tercipta semakin menjiwai sisi religius dan semangat gotong royong serta toleransi diantara warga Dusun Trowono A. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih sangat peduli terhadap tradisi warisan leluhur. 19 Tradisi Rasulan merupakan tradisi bersih desa atau sering disebut merti desa yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Gunungkidul khususnya masyarakat Dusun Trowono A. secara etimologi atau asal kata, Rasulan jelas berasal dari kata rasul dan mendapat akhiran –an. Menurut KBBI, ra·sul n 1 orang yg menerima wahyu Tuhan untuk disampaikan kpd manusia. Sedangkan, akhiran –an memberikan makna sifat. Berdasarkan definisi tersebut, dapat juga diartikan bahwa Rasulan merupakan pewahyuan atau penyebaran nilai-nilai Ketuhanan atau nilai-nilai kebaikan melalui sebuah tradisi atau budaya. Jika pengertian atau definisi tersebut diuji atau diaplikasikan dalam pelaksanaan Rasulan saat ini, maka jelas terbukti bahwa Rasulan merupakan pengungkapan nilai-nilai religi selain juga nilai-nilai yang lain. Hal tersebut terlihat dari hakikat Rasulan itu sendiri, yakni ungkapan rasa syukur kepada Sang Pemberi Kehidupan. Rasulan di dusun Trowono A dilakukan dua kali dalam setahun yakni sebelum para petani menanam padi atau nyebar dan setelah panen. Rasulan yang dilakukan sebelum nyebar disebut rasul labuh dan setelah panen disebut Rasul Gede. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai klasifikasi Rasulan dan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan saat Rasulan. Rasulan dibagi menjadi dua yaitu Rasul Labuh dan Rasul Gede. Rangkaian acara dalam Rasul Labuh meliputi kenduri dan sesaji. Sedangkan dalam Rasul Gede meliputi kenduri, jamuan makan, pentas seni, olahraga, dan kirab budaya. Bab ini akan diakhiri dengan rangkuman. 20

2.2 Rasul Labuh

Rasul labuh merupakan bagian dari tradisi rasulan yang dilaksanakan sebelum para petani menebar benih padi. Melalui Rasul Labuh ini, masyarakat Trowono A khususnya para petani meminta kepada Tuhan agar benih yang ditanam atau dilabuh diberikan kesuburan dan terhindar dari penyakit tanaman. Rasul Labuh biasanya dilakukan pada Jumat Legi sekitar bulan Juni. Saat menjalankan Rasul Labuh, masyarakat biasanya hanya melaksanakan upacara kenduri dan sesaji. Kenduri dan sesaji tersebut merupakan ekspresi masyarakat dalam menyampaikan permintaan. Jika kenduri merupakan ekspresi permintaan kepada Tuhan, sesaji merupakan wujud penghormatan masyarakat kepada makhluk ciptaan Tuhan yang lain yaitu roh atau makhluk halus yang dipercaya menempati tempat-tempat tertentu di Dusun Trowono A. Penghormatan tersebut bukan merupakan penyembahan tetapi merupakan tindakan harmonisasi.

2.2.1 Kenduri

Tahap pertama yang dilakukan dalam acara Rasulan adalah kenduri atau selamatan. Kenduri merupakan wujud kebersamaan masyarakat dalam menghadapi segala peristiwa yang terjadi baik itu berupa peristiwa bahagia ataupun duka cita. Sedangkan menurut KBBI, kenduri merupakan perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat. 1 Kenduri dilaksanakan di balai dusun. Kenduri atau yang biasa disebut kenduren merupakan sebuah ritual 1 kbbi 21 yang biasanya dilakukan dalam setiap upacara pada masyarakat suku Jawa, khususnya masyarakat Gunungkidul. Kenduri selalu dilaksanakan pada Jumat Legi oleh masyarakat Trowono A. Jumat Legi dianggap sebagai hari besar atau hari baik bagi masyarakat Jawa begitupun oleh masyarakat Trowono A. Jumat sebagai hari besar umat muslim sedangkan legi atau manis berkaitan dengan segala sesuatu yang baik. Saat kenduri dilaksanakan, masyarakat Dusun Trowono A berkumpul di balai dusun dengan membawa nasi beserta lauk pauk. Biasanya warga dusun datang ke balai dusun dengan membawa tenggok atau bakul yang berisi nasi putih beserta lauk pauk seperti tahu, tempe, telur, sambal goreng, bakmi goreng dan sebagainya. Nasi dan lauk pauk tersebut merupakan simbol dari keberhasilan panen. Meskipun demikian, banyak sedikitnya makanan yang dikumpulkan tidak berbanding lurus juga tidak berbanding terbalik dengan banyak sedikitnya panen yang dihasilkan oleh warga. Adapun dalam hal ini prosesi kenduri terbagi menjadi empat bagian pokok antara lain pengumpulan makanan berdasarkan jenisnya, penyiapan sesaji, pembacaan doa, dan pembagian makanan. 2.2.1.1 Pengumpulan Makanan Berdasarkan Jenisnya Pengumpulan makanan dilakukan sebagai wujud ungkapan kebersamaan warga dusun. Dari yang awalnya terpisah, setelah dikumpulkan akan berubah menjadi satu. “Ini hajatnya orang banyak sehingga maknanya