1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
definisi istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan sebuah rekayasa yang memiliki tujuan untuk pembudayaan manusia yang dilakukan dalam pendidikan formal,
informal, dan non formal. Karakteristik yang khas dalam pembelajaran adalah usaha sadar, terencana dan sistematik untuk mencapai tujuan, yaitu
bertujuan untuk menjadikan manusia yang memiliki karakter baik. Membahas mengenai pembelajaran yang bertujuan menjadikan manusia
untuk memiliki karakter yang baik, dibahas lebih dalam oleh Kemendiknas 2010: 8 yang mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan
yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan
mempraktikkan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Sejalan dengan pendapat Kemendiknas, pendidikan karakter saat ini sudah mulai digalakkan, dimana pelaksanaanya terintegrasi dalam
pembelajaran yang dituangkan dalam Pedoman Pendidikan Karakter di SMP oleh Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010. Namun pada
pelaksanaannya, hasil yang didapat belum optimal dan mengalami hambatan. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Barus 2015 yang
2
menemukan bahwa 36,4 dari 653 siswa SMP di 5 kota menunjukkan hasil pendidikan karakter terintegrasi masih berada pada tingkat kurang baik, dan
hanya 12,3 yang tergolong pada tingkat baik dengan capaian skor ≥ 7 pada skala stanine. Banyaknya sekolah yang belum bisa menerapkan pendidikan
karakter terintegrasi tersebut disebabkan kurangnya pemahaman yang dalam dan luas mengenai pendidikan karakter. Selain itu juga, beberapa
sekolah menempatkan pendidikan karakter hanya sebagai selingan saja bukan sebagai pembelajaran utama dalam meningkatkan karakter siswa.
Dampak dari kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan karakter tersebut, yaitu mulai muncul permasalahan-permasalahan remaja berkaitan
dengan karakter remaja. Beberapa masalah mengenai karakter remaja mulai marak dibicarakan oleh masyarakat maupun sekolah karena membawa
dampak negatif bagi lingkungan. Dapat dikatakan karakter remaja saat ini masuk ke dalam krisis karakter. Adapaun krisis karakter yang terjadi pada
remaja, yaitu kasus membolos sekolah yang dilakukan sekelompok siswa pada tahun 2015 lalu, terdapat 34 pelajar yang berhasil terjaring. Sedangkan
pada awal tahun 2016, sebanyak 17 pelajar yang tertangkap membolos sekolah www.tribunjogja.com.
Persoalan karakter pada remaja mengenai kenakalan remaja, perilaku sosial yang menyimpang, perilaku anarki, dan perilaku kriminal
tidak jauh dari seorang pemimpin, dimana pemimpin dijadikan teladan bagi anggotanya. Namun yang terjadi banyak remaja alih-alih menjadi pemimpin
malah membawa kelompoknya kepada hal-hal negaitf. Beberapa masalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
kepemimpinan yang terjadi, yaitu berdasarkan data KPAI yang menyatakan remaja sebagai pelaku kekerasan di sekolah pada 2011 ada 48 kasus, 2012
ada 66 kasus, 2013 terdapat 63 kasus, 2014 ada 67 kasus, dan 2015 sampai saat ini baru 39 kasus www.harnas.com. Gaya kepemimpinan yang ada
pada kelompok remaja seringkali mengarahkan kelompok remaja menjadi kelompok kriminal yang cenderung menyukai hal-hal yang berbau
kekerasan fisik. Selain itu, gaya kepemimpinan pada remaja yang senang melakukan tindakan provokasi negatif antar teman sebaya. Dalam hal ini,
peneliti menemukan siswa-siswi di kelas VIII A mendorong orang lain untuk membuat keributan ketika layanan bimbingan, sibuk mengobrol
dengan temannya ketika layanan bimbingan, dan mengontrol orang lain untuk tidak berbuat apapun ketika guru meminta melakukan sesuatu.
Melihat permasalahan karakter kepemimpinan tersebut, perlunya pendidikan karakter kepemimpinan agar siswa mampu menjadi pemimpin
bagi komunitas dengan memiliki karakter pemimpin yang positif. Dimana seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan, mampu
memotivasi, mampu berkomunikasi, mampu mengendalikan orang lain, dan mampu mengendalikan emosi Kartono, 2008. Jika pendidikan karakter
kepemimpinan harus ditanamkan, maka perluupaya khusus dalam kurikulum pendidikan karakter mengenai kepemimpinan remaja.
Kurikulum pendidikan karakter yang tepat dan terintegrasi akan membantu terbentuknya karakter kepemimpinan remaja yang positif. Melalui
pendidikan karakter diharapkan dapat menyentuh aspek kognitif, aspek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
afeksi, dan aspek psikomotorik siswa supaya dapat mewujudkan kepemimpinan diri yang positif di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan
masyarakat. Maka, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter menempati posisi sebagai “motor utama” dalam menggerakkan dan sekaligus
membentuk karakter siswa. Semangat membangun karakter ini menjadi semakin kokoh tatkala
pendidikan karakter juga melihat unsur-unsur penting didalamnya. Seperti yang diungkapan oleh Lickona 2003 tentang tiga unsur pendidikan
karakter yang pokok, yaitu mengetahui kebaikan knowing the good, mencintai kebaikan desiring the good, dan melakukan kebaikan doing the
good . Senada dengan Lickona, Frye 2002: 2 mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai, “A national movement creating school that foster ethical, responsible, and caring young people by modelling and teaching good
character through and emphasis on universal values that we all share ”.
Dengan demikian, semakin tegaslah bahwa pendidikan karakter sangatlah penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana mampu
mengubah karakter negatif remaja menjadi karakter yang positif untuk dapat berkarya di masyaraat.
Namun, tidak semata-mata pendidikan karakter dilaksanakan. Tetapi perlu adanya kerja keras guru BK dalam memberikan pendidikan
karakter yang tepat bagi siswanya. Pendidikan karakter tidak hanya sebatas teori,
tetapi dengan
pendidikan karakter
siswa mampu
mengimplementasikan karakter yang ditanamkan. Maka, upaya yang harus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
digalakkan adalah memberikan pelayananan pendidikan karakter dengan pengalaman langsung experiential learning. Artinya, siswa belajar
langsung dari pengalamannya dalam mengambil nilaimakna untuk perkembangan karaker yang sesuai dirinya. Namun, peneliti mendapat
informasi dari guru BKbahwa guru BK di SMPK Untung Suropati belum melaksanakan layanan bimbingan klasikal dengan experiential learning ini
karena tidak adanya waktu yang cukup dalam pelaksanaannya, sehingga layanan bimbingan klasikal sekadar ceramah belaka.
Melihat permasalahan-permasalahan di atas, guru bimbingan dan konseling perlu memberikan pelayanan bimbingan klasikal pendekatan
experiential learning dalam mengembangkan karakter kepemimpinan
siswa. Memberikan pelayanan bimbingan klasikal, guru BK dapat memberikan pengetahuan, informasi, maupun motivasi yang membangun
bagi peserta didik. Sedangkan pendekatan experiential learning yang dimasukkan dalam pelayanan bimbingan klasikal dapat membantu peserta
didik belajar langsung dari pengalamannya dengan kegiatan dinamika kelompok, refleksi, dan sharing. Adapun mengenai karakter pemimpin
yang peneliti berikan, yaitu
Berpikir Kritis,
Berkomunikasi AsertifBerkomunikasi yang Baik, dan Pemimpin Tegas nan Rendah
Hati
. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter diharapkan tidak hanya sampai pada tataran kognitif, namun dapat menyentuk aspek afektif
siswa yang diwujud-nyatakan dalam pengamalan kehidupan sehari-hari peserta didik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat.
6
Berdasarkan berbagai situasi yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengangkat judul
“Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Kepemimpinan Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan
Pendekatan Experiential Learning pada SiswaI Kelas VIII A SMP
Katolik Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 20152016” B.
Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman sekolah mengenai pendidikan karakter terintegrasi.
2. Pendidikan karakter belum secara utuh terdapat di kurikulum, namun menjadi selingan dalam pembelajaran.
3. Pendidikan karakter terintegrasi di SMP belum sampai ke aspek afektif, namun masih pada aspek kognitif pengetahuan.
4. Pengaplikasian pendidikan karakter terintegrasi masih berhenti pada tataran rancangan dalam pembelajaran.
5. Adanya perilaku siswa di SMPK Untung Suropati yang memprovokasi untuk membuat keributan ketika layanan bimbingan,
sibuk mengobrol dengan temannya ketika layanan bimbingan, dan mengontrol orang lain untuk tidak berbuat apapun ketika guru
meminta melakukan sesuatu. 6. Adanya krisis karakter kepemimpinan remaja yang memprovokasi
orang lain untuk berbuat kekerasan di sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
7. Belum adanya pemahaman gaya kepemimpinan yang positif di Sekolah Menengah Pertama SMP.
8. Layanan bimbingan klasikal di SMPK Untung Suropati diberikan dengan metode ceramah, belum pada eksperimen langsung dari para
siswa. 9. Belum adanya penelitian mengenai sikap kepemimpinan yang
berpikir kritis, berkomunikasi asertif dan tanggung jawab di sekolah. 10. Belum adanya proses pendidikan karakter kepemimpinan melalui
bimbingan klasikal yang berfokus pada pendekatan experiential learning
dalam penyampaian nilai-nilai pendidikan karakter, terutama karakter kepemimpinan.
C. Pembatasan Masalah