Efektivitas implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning (studi pra eksperimen pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo tahun ajaran 2015/2016).

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING (Studi Pra Eksperimen pada Siswa/I Kelas VIII A SMPK Untung Suropati

Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016) Sifra Dita Novelina

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai: 1) peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada sebelum dan sesudah perlakuan, 2) signifikansi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo antara sebelum dan sesudah perlakuan, 3) peningkatan hasil pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning tiap sesi layanan bimbingan, 4) efektivitas implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

menurut penilaian siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan one group

pre-post test design. Instrumen yang digunakan terdiri dari, tes karakter

kepempinan, self assessment scale, dan kuesioner validasi penilaian siswa. Subjek penelitian berjumlah 36 siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo. Tes karakter kepemimpinan diberikan dalam bentuk pilihan ganda bergradasi, dengan jumlah 20 item soal. Hasil uji reliabilitas tes karakter kepemimpinan menunjukkan nilai Alpha Cronbach = 0,686 yang termasuk dalam kategori reliabilitas sedang.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: 1) terdapat peningkatan hasil pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning antara sebelum dan sesudah perlakuan, 2) terdapat

signifikansi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo

antara sebelum dan sesudah perlakuan, 3) ada peningkatan karakter kepemimpinan tiap sesi layanan bimbingan, 4) berdasarkan penilaian siswa, implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dipandang sangat efektif.

Kata kunci: pendidikan karakter, karakter kepemimpinan, bimbingan klasikal,


(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF LEADERSHIP CHARACTER EDUCATION BASED ON CLASS COUNSELING SERVICES USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(Pre Experiment Study of the Eighth Grade Students at SMPK Untung Suropati Sidoarjo, Academic Year 2015/2016)

Sifra Dita Novelina

Sanata Dharma University

This study aims to describe: 1) the improvement of the implementation leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach before and after treatments, 2) the significant development in the implementation of leadership character education based on classi counseling services using the experiential learning approach to the eighth grade students at SMPK Untung Suropati Sidoarjo, 3) the results of improvement of implementation of leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach of each session, 4) the effectiveness of implementation of leadership character education based on class counseling services with experiential learning

approach according to the student’s assessment.

This was a pre-experiment research with one group pre-test post-test design. The instrument used consisted of questionnaires of the model

effectiveness validity according to the student’s assessment, self-assessment

scale, and the leadership character test. The subjects were 36 students of grade VIII A at SMPK Untung Suropati Sidoarjo. The tests of leadership character education consisted of 20 items and were given in the form of graded multiple choice. The reliability test on the leadership character test showed the

Cronbach’s alpha = 0.686, and categorized as having medium reliability.

The results showed that: 1) the development of the implementation of leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach has increased before and after the treatments, 2) the significant development of the leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach significantly improve the character of the leadership of grade VIII A students at SMPK Untung Suropati Sidoarjo , 3) there was an improvement in the

students’ leadership character at each session, 4) according to the student’s

assessment, the implementation of leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach was effective.

Keywords: character education, leadership character, class counseling, experiential learning.


(3)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh : Sifra Dita Novelina

131114025

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(4)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh : Sifra Dita Novelina

131114025

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN MOTTO

Ing ngarsa sung tuladha Ing madya mangun karsa

Tut wuri handayani

Di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang memberikan dorongan

(Ki Hadjar Dewantara)

Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangant mengejarnya.

(Abraham Lincoln)

Pekerjaan besar tidak dihasilkan dari kekuatan, melainkan oleh ketekunan.


(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan bagi…..

Pemberi kekuatan dan sumber pengharapan Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah lelah menuntun dan menopang

selama hidup ini ketika saya merasa khawatir, sedih, takut, dan putus asa

Orang tua tercinta,

Soehardi Wijono dan Puji Lestari

Orang tua kedua saya yang selalu mendukung dan mendoakakan,

Sarah Griatmini dan Hadi Wisesa

Keluarga tersayang,

Mbah Sri Wahyu Utami, Nurul Susanti, Naomi Grace Rubiyanti, Tito Leogusta Pratama

Adik tercinta yang selalu menyayangi dan menghibur, Jedidia Dinar Kinanthi Yusuf Angga Wisesa

Stefanus Gagas Wibowo yang setia mendukung, mendoakan, dan berjuang bersama untuk menyelesaikan skripsi ini

Semua orang yang terkasih yang telah memberikan kisah manis dalam buku hidup saya dengan persahabatan yang


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING (Studi Pra Eksperimen pada Siswa/I Kelas VIII A SMPK Untung Suropati

Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016) Sifra Dita Novelina

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai: 1) peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada sebelum dan sesudah perlakuan, 2) signifikansi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo

antara sebelum dan sesudah perlakuan, 3) peningkatan hasil pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning tiap sesi layanan bimbingan, 4) efektivitas implementasi

pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menurut penilaian siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan one group

pre-post test design. Instrumen yang digunakan terdiri dari, tes karakter kepempinan,

self assessment scale, dan kuesioner validasi penilaian siswa. Subjek penelitian

berjumlah 36 siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo. Tes karakter kepemimpinan diberikan dalam bentuk pilihan ganda bergradasi, dengan jumlah 20 item soal. Hasil uji reliabilitas tes karakter kepemimpinan menunjukkan nilai Alpha Cronbach = 0,686 yang termasuk dalam kategori reliabilitas sedang.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: 1) terdapat peningkatan hasil pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning antara sebelum dan sesudah perlakuan, 2) terdapat

signifikansi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo antara sebelum dan sesudah perlakuan, 3) ada peningkatan karakter kepemimpinan tiap sesi layanan bimbingan, 4) berdasarkan penilaian siswa, implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

dipandang sangat efektif.

Kata kunci: pendidikan karakter, karakter kepemimpinan, bimbingan klasikal,


(12)

ix ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF LEADERSHIP CHARACTER EDUCATION BASED ON CLASS COUNSELING SERVICES

USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(Pre Experiment Study of the Eighth Grade Students at SMPK Untung Suropati Sidoarjo, Academic Year 2015/2016)

Sifra Dita Novelina

Sanata Dharma University

This study aims to describe: 1) the improvement of the implementation leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach before and after treatments, 2) the significant development in the implementation of leadership character education based on classi counseling services using the experiential learning approach to the eighth grade students at SMPK Untung Suropati Sidoarjo, 3) the results of improvement of implementation of leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach of each session, 4) the effectiveness of implementation of leadership character education based on class

counseling services with experiential learning approach according to the student’s

assessment.

This was a pre-experiment research with one group pre-test post-test design. The instrument used consisted of questionnaires of the model effectiveness validity

according to the student’s assessment, self-assessment scale, and the leadership character test. The subjects were 36 students of grade VIII A at SMPK Untung Suropati Sidoarjo. The tests of leadership character education consisted of 20 items and were given in the form of graded multiple choice. The reliability test on the

leadership character test showed the Cronbach’s alpha = 0.686, and categorized

as having medium reliability.

The results showed that: 1) the development of the implementation of leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach has increased before and after the treatments, 2) the significant development of the leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach significantly improve the character of the leadership of grade VIII A students at SMPK Untung Suropati

Sidoarjo , 3) there was an improvement in the students’ leadership character at each session, 4) according to the student’s assessment, the implementation of

leadership character education based on class counseling services using the experiential learning approach was effective.

Keywords: character education, leadership character, class counseling, experiential learning.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan rahmat dan perlindungan-Nya, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Efektivitas Pendidikan Karakter Kepemimpinan Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016)” dengan baik. Selama proses penulisan tugas akhir ini, Penulis menyadari bahwa ada banyak pihak yang berperan dalam membimbing, mendampingi, mengingatkan, dan mendukung setiap proses yang Penulis jalani. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan serta pendampingan selama Penulis menempuh studi.

4. Bapak Soehardi Wijono dan Ibu Puji Lestari selaku orangtua yang telah memberikan dukungan, doa, dan nasihat pada Penulis.

5. Adik Jedidia Dinar Kinanthi dan Mbah putri Sri Wahyu Utami yang telah memberi dukungan dan doa pada Penulis.

6. Saudara-saudara yang setia mendoakan, memberi nasihat, dukungaan moral yang diberikan kepada Penulis.


(14)

xi

7. Teman-teman BK 2013 atas doa, dukungan, pengalaman, serta kebersamaan yang diberikan pada Penulis selama ini, terkhusus sahabat Penulis, yaitu Wibi, Santo, Elin, Karinsa, Sindu atas keceriaan, kekompakan, dukungan, dan kebersamaan yang sudah dibagikan pada Penulis.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses pembuatan tugas akhir ini, terutama SMPK Untung Suropati Sidoarjo atas kesempatan yang telah diberikan pada Penulis sehingga dapat melakukan penelitian di sekolah tersebut.

Penulis menyadari dalam proses menyelesaikan tugas akhir ini masih ada kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mohon maaf. Penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat dipergunakan sebagai referensi alternatif bagi penelitiannya.


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Definisi Istilah ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Hakikat Pendidikan Karakter ... 13

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 13

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 14

3. Prinsip Pendidikan Karakter ... 15


(16)

xiii

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan

Pendidikan Karakter ... 21

B. Hakikat Kepemimpinan ... 22

1. Pengertian Kepemimpinan ... 22

2. Aspek-aspek Kepemimpinan ... 23

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Kepemimpinan ... 24

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter Kepemimpinan ... 25

C. Hakikat Bimbingan Klasikal ... 27

1. Pengertian Bimbingan Klasikal... 27

2. Tujuan Bimbingan Klasikal ... 28

3. Manfaat Bimbingan Klasikal ... 29

4. Strategi/Teknik Pelayanan Bimbingan Klasikal ... 30

D. Hakikat Experiential Learning ... 35

1. Pengertian Experiential Learning ... 35

2. Tujuan Pendekatan Experiential Learning... 36

3. Langkah-langkah Pendekatan Experiential Learning ... 37

4. Kekuatan Experiential Learning dalam Pendidikan Karakter ... 39

E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 40

F. Kerangka Berpikir ... 42

G. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 45

A. Jenis atau Desain Penelitian ... 45

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 46

C. Subjek Penelitian ... 46

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ... 47

1. Teknik Pengumpulan Data ... 47

2. Instrumen ... 48

a. Tes Karakter Kepemimpinan ... 49

b. Kuesioner Skala Penilaian Diri (Self Assesment) ... 51


(17)

xiv

E. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 52

1. Validitas Kuesioner ... 52

2. .Reliabilitas Kuesioner ... 56

3. Uji Normalitas ... 58

F. Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Hasil Penelitian ... 65

B. Pembahasan ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN & SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Keterbasatan Penelitian ... 87

C. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian One Group Pre-test Post-test Design ... 46

Tabel 3.2 Data Subjek Penelitian ... 47

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Karakter Kepemimpinan ... 50

Tabel 3.4 Kisi-kisi Skala Penilaian Diri ... 51

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Tes Karakter Kepemimpinan ... 54

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Skala Penilaian Diri ... 55

Tabel 3.7 Norma Kategori Statistik Reliabilitas Guilford ... 57

Tabel 3.6 Reliabilitas Tes Karakter Kepemimpinan ... 57

Tabel 3.7 Reliabilitas Skala Penilaian Diri ... 58

Tabel 3.8 Hail Uji Normalitas Instrumen Tes Karakter Kepemimpinan ... 59

Tabel 3.9 Norma Kategorisasi... 60

Tabel 3.10 Norma Kategorisasi Tes Karakter Kepemimpinan ... 61

Tabel 3.11 Norma Kategorisasi Penilaian Diri Karakter Kepemimpinan ... 63

Tabel 4.1 Distribusi Peningkatan Hasil Karakter Kepemimpinan Sebelum dan Sesudah ... 66

Tabel 4.2 Uji Paired Smple T Test ... 68

Tabel 4.3 Peningkatan Hasil Pendidikan Karakter Kepemimpinan Antar Tiga Sesi ... 70


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Model Experiential Learning……….37


(20)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Selisih Skor Rata-rata Pendidikan Karakter Kepemimpinan Antara

Pre-Test dan Post-Test... 65 Grafik 4.2 Komposisi Sebaran Subjek Berdasarkan Capaian

Skor Pretest-Posttest ... 67 Grafik 4.3 Peningkatan Skor Rata-rata Karakter Kepemimpinan

Antar Tiga Sesi ... 71 Grafik 4.4 Peningkatan Karakter Kepemimpinan Tiap Siswa Antar Sesi ... 71


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 94

Lampiran 2 Kuesioner Tes Karakter Kepemimpinan ... 95

Lampiran 3 Self Assesment Scale ... 101

Lampiran 4 Kuesioner Validasi Siswa ... 102

Lampiran 5 Tabulasi Data Pre-Test ... 103

Lampiran 6 Tabulasi Data Post-Test ... 104

Lampiran 7 Tabulasi Data Sesi 1 ... 105

Lampiran 8 Tabulasi Data Sesi 2 ... 106

Lamipran 9 Tabulasi Data Sesi 3 ... 107

Lampiran 10 Tabulasi Data Penilaian Siswa ... 108

Lampiran 11 Tabulasi Uji Validitas Tes Karakter Kepemimpinan ... 109

Lampiran 12 Tabulasi Uji Validitas Self Assessment Scale ... 110


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan sebuah rekayasa yang memiliki tujuan untuk pembudayaan manusia yang dilakukan dalam pendidikan formal, informal, dan non formal. Karakteristik yang khas dalam pembelajaran adalah usaha sadar, terencana dan sistematik untuk mencapai tujuan, yaitu bertujuan untuk menjadikan manusia yang memiliki karakter baik. Membahas mengenai pembelajaran yang bertujuan menjadikan manusia untuk memiliki karakter yang baik, dibahas lebih dalam oleh Kemendiknas (2010: 8) yang mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga sebagai anggota masyarakat dan warga negara.

Sejalan dengan pendapat Kemendiknas, pendidikan karakter saat ini sudah mulai digalakkan, dimana pelaksanaanya terintegrasi dalam pembelajaran yang dituangkan dalam Pedoman Pendidikan Karakter di SMP oleh Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010. Namun pada pelaksanaannya, hasil yang didapat belum optimal dan mengalami hambatan. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Barus (2015) yang


(23)

2

menemukan bahwa 36,4% dari 653 siswa SMP di 5 kota menunjukkan hasil pendidikan karakter terintegrasi masih berada pada tingkat kurang baik, dan hanya 12,3% yang tergolong pada tingkat baik dengan capaian skor ≥ 7 pada skala stanine. Banyaknya sekolah yang belum bisa menerapkan pendidikan karakter terintegrasi tersebut disebabkan kurangnya pemahaman yang dalam dan luas mengenai pendidikan karakter. Selain itu juga, beberapa sekolah menempatkan pendidikan karakter hanya sebagai selingan saja bukan sebagai pembelajaran utama dalam meningkatkan karakter siswa.

Dampak dari kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan karakter tersebut, yaitu mulai muncul permasalahan-permasalahan remaja berkaitan dengan karakter remaja. Beberapa masalah mengenai karakter remaja mulai marak dibicarakan oleh masyarakat maupun sekolah karena membawa dampak negatif bagi lingkungan. Dapat dikatakan karakter remaja saat ini masuk ke dalam krisis karakter. Adapaun krisis karakter yang terjadi pada remaja, yaitu kasus membolos sekolah yang dilakukan sekelompok siswa pada tahun 2015 lalu, terdapat 34 pelajar yang berhasil terjaring. Sedangkan pada awal tahun 2016, sebanyak 17 pelajar yang tertangkap membolos sekolah (www.tribunjogja.com).

Persoalan karakter pada remaja mengenai kenakalan remaja, perilaku sosial yang menyimpang, perilaku anarki, dan perilaku kriminal tidak jauh dari seorang pemimpin, dimana pemimpin dijadikan teladan bagi anggotanya. Namun yang terjadi banyak remaja alih-alih menjadi pemimpin malah membawa kelompoknya kepada hal-hal negaitf. Beberapa masalah


(24)

3

kepemimpinan yang terjadi, yaitu berdasarkan data KPAI yang menyatakan remaja sebagai pelaku kekerasan di sekolah pada 2011 ada 48 kasus, 2012 ada 66 kasus, 2013 terdapat 63 kasus, 2014 ada 67 kasus, dan 2015 sampai saat ini baru 39 kasus (www.harnas.com). Gaya kepemimpinan yang ada pada kelompok remaja seringkali mengarahkan kelompok remaja menjadi kelompok kriminal yang cenderung menyukai hal-hal yang berbau kekerasan fisik. Selain itu, gaya kepemimpinan pada remaja yang senang melakukan tindakan provokasi negatif antar teman sebaya. Dalam hal ini, peneliti menemukan siswa-siswi di kelas VIII A mendorong orang lain untuk membuat keributan ketika layanan bimbingan, sibuk mengobrol dengan temannya ketika layanan bimbingan, dan mengontrol orang lain untuk tidak berbuat apapun ketika guru meminta melakukan sesuatu.

Melihat permasalahan karakter kepemimpinan tersebut, perlunya pendidikan karakter kepemimpinan agar siswa mampu menjadi pemimpin bagi komunitas dengan memiliki karakter pemimpin yang positif. Dimana seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan, mampu memotivasi, mampu berkomunikasi, mampu mengendalikan orang lain, dan mampu mengendalikan emosi (Kartono, 2008). Jika pendidikan karakter kepemimpinan harus ditanamkan, maka perluupaya khusus dalam kurikulum pendidikan karakter mengenai kepemimpinan remaja. Kurikulum pendidikan karakter yang tepat dan terintegrasi akan membantu terbentuknya karakter kepemimpinan remaja yang positif. Melalui pendidikan karakter diharapkan dapat menyentuh aspek kognitif, aspek


(25)

4

afeksi, dan aspek psikomotorik siswa supaya dapat mewujudkan kepemimpinan diri yang positif di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat. Maka, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter menempati posisi sebagai “motor utama” dalam menggerakkan dan sekaligus membentuk karakter siswa.

Semangat membangun karakter ini menjadi semakin kokoh tatkala pendidikan karakter juga melihat unsur-unsur penting didalamnya. Seperti yang diungkapan oleh Lickona (2003) tentang tiga unsur pendidikan karakter yang pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Senada dengan Lickona, Frye (2002: 2) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating school that foster ethical, responsible, and caring young people by modelling and teaching good

character through and emphasis on universal values that we all share”.

Dengan demikian, semakin tegaslah bahwa pendidikan karakter sangatlah penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana mampu mengubah karakter negatif remaja menjadi karakter yang positif untuk dapat berkarya di masyaraat.

Namun, tidak semata-mata pendidikan karakter dilaksanakan. Tetapi perlu adanya kerja keras guru BK dalam memberikan pendidikan karakter yang tepat bagi siswanya. Pendidikan karakter tidak hanya sebatas teori, tetapi dengan pendidikan karakter siswa mampu mengimplementasikan karakter yang ditanamkan. Maka, upaya yang harus


(26)

5

digalakkan adalah memberikan pelayananan pendidikan karakter dengan pengalaman langsung (experiential learning). Artinya, siswa belajar langsung dari pengalamannya dalam mengambil nilai/makna untuk perkembangan karaker yang sesuai dirinya. Namun, peneliti mendapat informasi dari guru BKbahwa guru BK di SMPK Untung Suropati belum melaksanakan layanan bimbingan klasikal dengan experiential learning ini karena tidak adanya waktu yang cukup dalam pelaksanaannya, sehingga layanan bimbingan klasikal sekadar ceramah belaka.

Melihat permasalahan-permasalahan di atas, guru bimbingan dan konseling perlu memberikan pelayanan bimbingan klasikal pendekatan

experiential learning dalam mengembangkan karakter kepemimpinan

siswa. Memberikan pelayanan bimbingan klasikal, guru BK dapat memberikan pengetahuan, informasi, maupun motivasi yang membangun bagi peserta didik. Sedangkan pendekatan experiential learning yang dimasukkan dalam pelayanan bimbingan klasikal dapat membantu peserta didik belajar langsung dari pengalamannya dengan kegiatan dinamika kelompok, refleksi, dan sharing. Adapun mengenai karakter pemimpin yang peneliti berikan, yaitu Berpikir Kritis, Berkomunikasi Asertif/Berkomunikasi yang Baik, dan Pemimpin Tegas nan Rendah Hati. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter diharapkan tidak hanya sampai pada tataran kognitif, namun dapat menyentuk aspek afektif siswa yang diwujud-nyatakan dalam pengamalan kehidupan sehari-hari peserta didik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat.


(27)

6

Berdasarkan berbagai situasi yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Kepemimpinan Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning pada Siswa/I Kelas VIII A SMP Katolik Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016”

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman sekolah mengenai pendidikan karakter terintegrasi.

2. Pendidikan karakter belum secara utuh terdapat di kurikulum, namun menjadi selingan dalam pembelajaran.

3. Pendidikan karakter terintegrasi di SMP belum sampai ke aspek afektif, namun masih pada aspek kognitif (pengetahuan).

4. Pengaplikasian pendidikan karakter terintegrasi masih berhenti pada tataran rancangan dalam pembelajaran.

5. Adanya perilaku siswa di SMPK Untung Suropati yang memprovokasi untuk membuat keributan ketika layanan bimbingan, sibuk mengobrol dengan temannya ketika layanan bimbingan, dan mengontrol orang lain untuk tidak berbuat apapun ketika guru meminta melakukan sesuatu.

6. Adanya krisis karakter kepemimpinan remaja yang memprovokasi orang lain untuk berbuat kekerasan di sekolah.


(28)

7

7. Belum adanya pemahaman gaya kepemimpinan yang positif di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

8. Layanan bimbingan klasikal di SMPK Untung Suropati diberikan dengan metode ceramah, belum pada eksperimen langsung dari para siswa.

9. Belum adanya penelitian mengenai sikap kepemimpinan yang berpikir kritis, berkomunikasi asertif dan tanggung jawab di sekolah. 10. Belum adanya proses pendidikan karakter kepemimpinan melalui bimbingan klasikal yang berfokus pada pendekatan experiential

learning dalam penyampaian nilai-nilai pendidikan karakter,

terutama karakter kepemimpinan. C. Pembatasan Masalah

Bertolak dari pengidentifikasian masalah di atas, peneliti mencoba untuk memberi pembatasan pada poin 6,7,8, dan 9. Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada mengkaji efektifitas implementasi layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning guna meningkatkan karakter kepemimpinan pada siswa kelas VIII A SMP Katolik Untung Suropati Sidoarjo tahun ajaran 2015/2016.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan

karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII


(29)

8

A SMPK Untung Suropati Sidoarjo tahun ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah perlakuan?

2. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo tahun ajaran 2015/2016 antara sebelum dan sesudah perlakuan?

3. Seberapa tinggi hasil peningkatan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung

Suropati Sidoarjo tahuna ajaran 2015/2016 tiap sesi layanan bimbingan?

4. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di SMPK Untung Suropati Sidoarjo berdasarkan penilaian siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo tahun ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah perlakuan.


(30)

9

2. Menganalisis signifikansi hasil peningkatan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo tahun ajaran 2015/2016 antara sebelum dan sesudah perlakuan.

3. Menggambarkan seberapa tinggi hasil peningkatan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo tahuna ajaran 2015/2016 tiap sesi layanan bimbingan.

4. Mengukur seberapa efektif hasil implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di SMPK Untung Suropati Sidoarjo berdasarkan penilaian siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan tentang efektivitas implementasi pendidikan karakter terintegrasi yang ada saat ini, sehingga dapat digunakan sebagai bahan inspiratif untuk menemukan cara-cara yang tepat dalam peningkatan pendidikan karakter di sekolah. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengembangan penelitian dalam bidang kajian yang sama, khususnya mengenai


(31)

10

pendidikan karakter kepemipinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di Indonesia. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah dan para guru

Hasil penelitian ini menjadi tolak ukur yang dapat digunakan oleh sekolah untuk mengetahui dan memahami gambaran nyata seberapa efektif pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

yang mulai diterapkan kepada para siswa. Hasil penelitian ini juga dapat membantu kepala sekolah dan para guru dalam menentukan langkah-langkah yang tepat guna meningkatkan layanan bimbingan klasikal di sekolah yang kemudian dapat berpengaruh untuk meningkatkan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan dalam diri siswa.

b. Bagi siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo Para siswa dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat seberapa baik (efektif) hasil pendidikan karakter model bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning yang mulai diterapkan kepada diri mereka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para siswa mengenai manfaat, pengetahuan, dan bimbingan bagi pengolahan diri siswa, khususnya berkaitan dengan karakter.


(32)

11

Hal ini semakin memotivasi siswa/i untuk dapat berkembang lebih optimal dan menjadi pribadi yang lebih baik.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini memberi kesempatan bagi peneliti untuk berlatih melakukan prosedur penelitian sesuai kaidah-kaidah ilmiah dan hasilnya dapat menjadi bekal bagi peneliti di kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan klasikal baik secara kelompok maupun individual yang memiliki sikap kepemimpinan rendah.

d. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat memberikan data atau informasi tambahan bagi peneliti-peneliti lain yang terinspirasi dan berminat mengkaji lebih jauh karakter kepemimpinan dari berbagai sudut yang bebeda.

G. Definisi Istilah

1. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. 2. Pendidikan karakter adalah usaha-usaha sadar dan disengaja untuk

perkembangan kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis moral dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.

3. Experiential learning adalah proses belajar dan proses perubahan

yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran.


(33)

12

4. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi untuk memotivasi orang lain melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu. 5. Bimbingan klasikal adalah salah satu pelayanan dasar bimbingan

yang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik dikelas secara terjadwal guna untuk memperoleh informasi, pengalaman, dan ketrampilan bagi peserta didik.


(34)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan hakikat pendidikan karakter, hakikat kepemimpinan, hakikat bimbingan klasikal dan hakikat experiential learning.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Berkowitz dan Bier (dalam Yaumi, 2014 : 9-10) pendidikan karakter adalah gerakan nasional dalam menciptakan sekolah untuk mengembangkan peserta didik dalam memiliki etika, tanggung jawab, dan kepedulian dengan menerapkan dan mengajarkan karakter-karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan gerakan suatu bangsa untuk mewujudkan penerus bangsa yang memiliki etika, tanggung jawab dan kepedulian dalam mewujudkan nilai-nilai karakter bagi dirinya maupun orang lain.

Lickona (2013) menjelaskan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter siswa. Pendidikan karakter menekankan tiga unsur penting, yakni paham akan moral, perasaan moral, dan tidakan moral. Dengan kata lain pendidikan karakter harus berjalan secara holistik, artinya mencakup aspek kognitif, afektif, maupun psikomotrik dalam mencirikan budaya dan karakter bangsa. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan secara sengaja dalam mengembangkan pribadi peserta didik untuk menerapkan dan


(35)

14

mewujudkan moral bangsa, sehingga pada akhirnya dapat bertindak mengikuti aspek kognitif (pengertian moral), aspek afektif (perasaan moral), dan aspek psikomotorik (tindakan moral).

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan Pendidikan nasional mengatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Konteks pendidikan karakter berkaitan tentang kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik, yaitu kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan dan mengemban amanah sebagai pemimpin dunia. Dapat diringkaskan bahwasannya tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan berbagai karakter manusia Indonesia.

Menurut Koesoma, dkk (2012: 9) tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai berikut:

a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.


(36)

15

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab.

Suyanto (Barus, 2015:12) menjelaskan pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter memiliki tujuan untuk mengoreksi, meningkatkan, dan mengembangkan mutu pendidikan, dimana pendidikan tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada di sekoah, keluarga, maupun masyarakat. Maka,diperlukan rancangan yang utuh, terpadu, dan seimbang sesuai tujuan kompetensi lulusan yang ada, sehingga peserta didik mampu membangun koneksi hubungan yang harmonis bersama keluarga dan masyarakat dalam menjalankan tanggung jawabnya.

3. Prinsip Pendidikan Karakter

Keberhasilan implementasi pendidikan karakter tidak lepas dari prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan karakter terutama mengenai strategi pelaksanaan pendidikan karakter. Dimana strategi pelaksanaan pendidikan karakter tersebut tidak dapat dirumuskan secara umum/menyeluruh. Hal tersebut dikarenakan penyesuaian dengan kondisi lingkungan sekolah yang


(37)

16

ada. Tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter lebih difokuskan pada analisis kebutuhan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai kebutuhan-kebutuhan peserta didik sebelum mengimplementasikan pendidikan karakter.

Lickona, Schaps, dan Lewis (Yaumi 2014: 11) menjelaskan sebelas prinsip dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

a. Komunitas sekolah mengembangkan nilai-nilai etika dan kemampuan inti sebagai landasan karakter yang baik.

b. Sekolah mendefinisikan karakter secara komprehensif untuk memasukkan pemikiran, perasaan, dan perbuatan.

c. Sekolah menggunakan pendekatan komprehensif, sengaja, dan proaktif untuk pengembangan karakter.

d. Sekolah menciptakan masyarakat peduli karakter.

e. Sekolah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan tindakan moral.

f. Sekolah menawarkan kurikulum akademik yang berarti menantang peserta didik untuk menghargai dan mengembangkan karakter, serta membantu mereka untuk mencapai keberhasilan.

g. Sekolah mengembangkan motivasi diri peserta didik.

h. Staf sekolah adalah masyarakat belajar etika yang membagi tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan karakter dan memasukkan nilai-nilai inti yang mengarahkan peserta didik.


(38)

17

i. Sekolah mengembangkan kepemimpinan bersama dan dukungan yang besar terhadap permulaan atau perbaikan pendidikan karakter.

j. Sekolah melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.

k. Sekolah secara teratur menilai dan mengukur budaya dan iklim, fungsi-fungsi staf sebagai pendidik karakter serta sejauh mana peserta didik mampu memanifestasikan karakter yang baik dalam pergaulan sehari-hari.

Berdasarkan poin-poin di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik dan

stakeholder saling bekerjasama dalam mendefinisikan, melaksanakan, dan

mengevaluasi implementasi pendidikan karakter. Supaya pendidikan karakter tidak hanya sekedar hadir untuk dilaksanakan tetapi secara komprehensif dan holistik mampu melaksanakan program pendidikan karakter dengan baik. Selain itu juga, sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter perlu melibatkan orang tua, keluarga, dan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan karakter peserta didik.

4. Nilai-nilai Karakter

Pendidikan karakter diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter dan budaya peserta didik. Dimana hasil akhir dari pendidikan karakter mengharapkan peserta didik memiliki karakter dirinya sendiri dan mampu menerapkan nilai-nilai yang sudah diajarkan dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai karakter yang ada dikonstruksikan berdasarkan agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.


(39)

18

Kemendiknas (Yaumi 2014: 83) mendeskripsikan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa sebagai berikut:

a. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. c. Toleran

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain, yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.


(40)

19 g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas.

h. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta tanah air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap Bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.


(41)

20 m. Bersahabat/komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain mersa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


(42)

21

5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter Menurut Zubaedi (2011: 178-182) faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pendidikan karakter sebagai berikut:

a. Faktor naluri/insting

Insting/naluri mendorong seseorang untuk mengambil sikap, tindakan, dan perbuatan yang dimotivasi oleh potensi kehendak. Insting befungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. b. Adat/kebiasaan

Setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti makan, tidur, dan olahraga, berpakaian, dan lain-lain. Suatu perbuatan yang sudah dilakukan berulang-ulang dan telah menjadi kebiasaan, maka seseorang akan dengan mudah melakukan suatu kegiatan dengan cepat dan tepat dan penuh perhatian.

c. Keturunan

Secara langsung atau tidak langsung keturunan memengaruhi pembentukan karakter seseorang karena sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tua, bukan sifat yang tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat, dan pendidikan melainkan sifat-sifat bawaan sejak lahir.

d. Lingkungan

Lingkungan memiliki nama lain, yaitu milieu. Milieu adalah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, diantaranya tanah dan udara, sedangkan


(43)

22

lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, tanah, udara, lautan, masyarakat. Artinya milleu adalah segala sesuatu yang melingkupi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan alam dan lingkungan pergaulan. B. Hakikat Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Ahmadi, dkk (1991: 123) membagi arti kepemimpinan menjadi dua. Pertama, kepemimpinan sebagai kedudukan artinya menuntut hak-hak dan kewajiban-kewajiban secara menyeluruh yang harus dilakukan orang seseorang. Kedua, kepemimpinan dikatakan sebagai proses sosial, maka arti kepemimpinan menuntut segala tindakan seseorang untuk dapat menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive) untuk memotivasi orang lain melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu. Pendapat lain menjelaskan kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan (Suwarto 1999: 179).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain melalui komunikasi yang menuntut hak dan kewajiban seseorang untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan bukan hanya sekedar menuntut orang lain untuk melakukan sesuatu, tetapi dengan kepemimpinan seseorang mampu memotivasi atau mendorong


(44)

23

seseorang untuk melakukan suatu tugas dengan penuh tanggung jawab. Peserta didik perlu memahami bahwa kepemimpinan di sekolah sangat penting untuk melatih tanggung jawab, kemandirian, kedisiplinan, berpikir logis, dan berkomunikasi yang baik.

2. Aspek-Aspek Kepemimpinan

Menurut Kartono (2008) kepemimpinan dibentuk berdasarkan aspek-aspek berikut ini :

a. Kemampuan mengambil keputusan

Suatu keputusan diambil berdasarkan pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. b. Kemampuan memotivasi

Daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota atau lebih dalam organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuannya, tenaga, dan waktunya untuk melakukan suatu kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

c. Kemampuan berkomunikasi

Kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan tujuan orang lain mampu memahami dengan baik pesan lisan secara langsung atau tidak langsung.


(45)

24

d. Kemampuan mengendalikan anggota (orang lain)

Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang. Tujuannya adalah agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik.

e. Kemampuan mengendalikan emosional

Pemimpin harus terampil dalam mengendalikan ketegangan emosinya dan mengatasi tekanan-tekanan emosi dalam hal ini penyesuaian diri. Pengendalian emosi tidak hanya dilakukan bagi pemimpin itu sendiri, namun pengendalian emosi juga harus dilakukan dalam kelompok ketika kelompok mengalami perdebatan argumen dan persaingan keras.

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Kepemimpinan Ahmadi, dkk (1991 : 127) mengatakan bahwa perlu adanya beberapa kecapakan umum yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar interaksi kelompok dapat berjalan dengan lancar dan produktif :

a. Persepsi sosial (Sosial perception)

Kecakapan seseorang untuk dapat melihat dan memahami akan perasaan-perasaan, sikap-sikap dan kebutuhuhan-kebutuhan anggota kelompoknya.


(46)

25

b. Kemampuan dalam berpikir abstrak (Ability in abstract thinking) Pemimpin kelompok harus mempunyai kecakapan untuk berfikis secara abstrak yang lebih tinggi daripada anggota kelompok yang dipimpin.

c. Stabilitas emosional (Emotional stability)

Pemimpin dalam kelompok mampu mengatur keseimbangan perasaan, diantaranya warth of feeling, spontanity of expression, obyectivity of social thinking, and cooperativeness of social

thinking. Dimana memiliki makna bahwa seorang pemimpin

memiliki sikap perasaan yang lebih positif dibandingkan yang bukan pemimpin.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter Kepemimpinan

Menurut Gibson (2000: 273-282) kepemimpinan dapat dipengaruhi oleh tiga variabel, diantaranya:

a. Sifat pemimpin (Leader’s traits)

Variabel ini terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, seperti keahlian interpersonal dan IQ. Kepribadian pemimpin, seperti ketahanan terhadap stress dan kepercayaan diri dalam memimpin, serta motivasi pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.


(47)

26

b. Perilaku pemimpin (Leader’s behavior)

1) Berorientasi pada tugas (Task-oriented)

Pemimpin yang berfokus pada penyelesaian tugas dan menggunakan pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugas mereka sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 2) Berpusat pada orang (Person-centered)

Pemimpin yang berfokus pada orang yang melakukan pekerjaan dan membantu pengikut dalam memenuhi kebutuhan mereka dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung.

3) Pertimbangan (Consideration)

Pemimpin yang melibatkan perilaku persahabatan, saling percaya, menghormati, adanya kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dan pengikut.

4) Struktur untuk memulai (Initiating structure)

Pemimpin yang mampu mengatur hubungan dalam kelompok, membuat pola komunikasi dan merincikan bagaimana pekerjaan itu diselesaikan.

c. Variabel situasional (Situational variable)

1) Hubungan antara pemimpin dan bawahan

Dapat dilihat dari tingkat kepercayaan diantara pemimpin dan bawahan, serta rasa hormat yang dimili oleh kedua belah pihak.


(48)

27 2) Struktur tugas

Struktur tugas ini menunjukkan karakteristik tugas yang hendak diselesaikan, siapa yang akan mengerjakan, dan bagaimana cara menyelesaikannya.

3) Posisi kekuasaan

Posisi kekuasaan dilihat dari kemampuan pemimpin untuk memberikan penghargaan dan hukuman, serta kemampuan untuk memberikan semacam promosi.

C. Hakikat Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Makhrifah & Nuryono (2014: 1) mengemukakan bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Ditegaskan lebih lanjut oleh Winkel dan Hastuti (2004) tentang bimbingan klasikal adalah istilah yang khusus digunakan di institusi pendidikan sekolah yang menunjuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan bersama untuk mengikuti kegiatan bimbingan.

Berdasarkan pengertian di atas, bimbingan klasikal diartikan sebagai layanan kelompok dalam bentuk klasikal bukan layanan pribadi yang diikuti 30-40 orang siswa. Bimbingan klasikal memiliki tujuan untuk memberikan informasi secara langsung di kelas demi menunjang perkembangan diri peserta didik secara optimal. Melalui bimbingan


(49)

28

klasikal, peserta didik dapat mengambil manfaat atau belajar dari pengalaman langsung yang membawanya pada perkembangan diri yang positif. Selain itu juga, konselor dalam melaksanakan bimbingan klasikal dituntut untuk dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik di dalam kelas.

2. Tujuan Bimbingan Klasikal

Menurut Makhrifah & Nuryono (2014: 2) strategi layanan dalam bimbingan dan konseling memiliki tujuan untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan dalam Suciati (2005) mendeskripsikan tujuan bimbingan klasikal ke dalam beberapa bagian diantaranya sebagai berikut:

a. Tujuan bimbingan klasikal berdasarkan aspek kognitif

Berorientasi pada kemampuan berpikir, dimana mencakup kemampuan intlektual yang sederhana, yaitu mengingat sampai pada pemecahan masalah. Secara hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif dari tingkatan paling rendah meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Tujuan bimbingan klasikal berdasarkan aspek afektif

Berorientasi pada perasaan emosi, sistem, nilai dan sikap yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Secara


(50)

29

hirarki tujuan bimbingan klasikal pada aspek afektif dari tingkatan paling rendah meliputi penerimaan, partisipasi, penentuan, sikap, pembentukan organisasi sitem nilai, dan pembentukan pola hidup. c. Tujuan bimbingan klasikal berdasarkan aspek psikomotorik

Berorientasi pada ketrampilan motorik individu mengenai anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Secara hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotorik dari tingkatan paling rendah meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

3. Manfaat Bimbingan Klasikal

Manfaat bimbingan klasikal menurut Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) tentang Bimbingan dan Konseling (2004) diantaranya sebagai berikut:

a. Siswa semakin memahami dirinya sendiri seperti bakat, minat, sifat, sikap, kemampuan, kebiasaan, perasaan, tingkah laku dan lain sebagainya.

b. Siswa semakin bersikap baik dan berhasil dalam proses bersosialisasi terhadap orang lain atau lingkungannya.

c. Siswa semakin tertarik, termotivasi dan berminat untuk belajar, lebih giat sehingga hasil belajarnya menjadi baik.


(51)

30

d. Siswa semakin mampu menyelesaikan masalahnya dan mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya, serta mampu merencanakan kegiatan-kegiatan yang berguna untuk pengembangan hidupnya. e. Siswa semakin mampu mengembangkan nilai dan sikap secara

menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

f. Siswa semakin mampu menerima dan memahami tingkah laku manusia.

g. Siswa semakin mampu untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depannya.

4. Strategi/Teknik Pelayanan Bimbingan Klasikal

Menurut Tatiek Romlah (2001: 86) teknik bimbingan klasikal/kelompok memfokuskan pada tujuan yang ingin dicapai dengan membuat suasana yang membangun selama layanan bimbingan, supaya siswa tidak cepat jenuh dalam mengikuti layanan bimbingan. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam pelaksanaan bimbingan klasikal/kelompok sebagai berikut:

a. Teknik pemberian informasi (expository)

Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, penilaian. Keuntungan teknik pemberian informasi antara lain:


(52)

31

2) Tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien, 3) Tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas,

4) Mudah dilaksanakan dibandingkan dengan teknik lain. Sedangkan kelemahannya adalah antara lain:

1) Sering dilaksanakan secara monolog, 2) Individu yang mendengarkan kurang aktif,

3) Memerlukan keterampilan berbicara, supaya penjelasan menjadi menarik.

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan. Dinkmeyer & Munro (dalam Romlah, 2001:89) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu: (1) untuk mengembangkan terhadap diri sendiri, (2) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri, (3) untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.

c. Teknik pemecahan masalah (problem solving)

Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana pemecahan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah :

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah

2) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah 3) Mencari alternatif pemecahan masalah


(53)

32 4) Menguji masing-masing alternatif

5) Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan 6) Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai

d. Permainan peranan (role playing)

Bennett dalam Romlah (2001:99) mengemukakan: “bahwa permainan peranan adalah suatu alat belajar yang menggambarkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya”. Di dalamnya Bennett menyebutkan ada dua macam permainan peranan, yaitu sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Dalam kesempatan itu individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang dihadapinya. Dari permainan peranan itu kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya. Sedangkan kedua adalah psikodrama adalah permainan yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Dengan memerankan suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam dirinya dapat dikurangi atau dihindari.


(54)

33

e. Permainan simulasi (simulation games)

Adams dalam Romlah (2001:109) menyatakan bahwa permainam simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi- situasi yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya. Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan permainan peranan dan teknik diskusi.

f. Home room

Home room yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan

tujuan agar guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Dalam program home room ini hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Dalam kesempatan ini diadakan tanya jawab, menampung pendapat, merencanakan suatu kegiatan, dan sebagainya.

g. Karyawisata/field trip

Kegiatan karyawisata yang dikemas dengan metode mengajar untuk bimbingan klasikal/kelompok dengan tujuan siswa dapat memperoleh penyesuaian dalam kelompok untuk dapat kerjasama dan penuh tanggungjawab. Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan riil dalam lingkungan beserta


(55)

34

segala masalahnya. Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai sejarah/kebudayaan tertentu. Kegiatan karyawisata berkaitan dengan kegiatan mendapatkan informasi. Karena pada kegiatan karyawisata berlangsung, siswa dapat langsung meninjau objek-objek menarik dan mereka mendapatkan informasi yang lebih baik dari objek itu. Selain itu siswa juga mendapat kesempatan untuk memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, serta dapat mengembangkan bakat dan cita-citanya.

h. Pengajaran Remedial

Merupakan suatu usaha pembimbing untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai pelajaran tertentu, terutama yang tidak dapat diatasi secara klasikal.

i. Organisasi Siswa atau Kegiatan Kelompok

Organisasi siswa atau kegiatan kelompok baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu cara dalam bimbingan kelompok, karena melalui organisasi banyak masalah yang bersifat individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam organisasi, siswa mendapatkan kesempatan untuk mengenal berbagai aspek kehidupan sosial, siswa juga dapat mengembangkan bakat kepemimpinanya, memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri.


(56)

35 D. Hakikat Experiential Learning

1. Pengertian Experiential Learning

Experiential learning merupakan proses pembelajaran yang

holistik di mana manusia belajar, tumbuh, dan berkembang. Penyebutan istilah experiential learning menekankan aspek experience

(pengalaman) yang berperan penting dalam proses pembelajaran.

Experiential learning memiliki kekhasan teori, dimana kekhasan

tersebut membedakannya dengan teori lainnya, seperti teori pembelajaran kognitif maupun teori belajar behaviorisme. (Kolb, 1984). Sedangkan menurut Supratiknya (2011) experiential learning

merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Artinya pembelajaran model ini mengutamakan keaktifan para siswa dengan mengalami aktivitas, mengolah, memaknai, dan menafsirkan pengalaman.

Experiential learning adalah sebuah pendekatan dalam

penyelenggaraan bimbingan kelompok dengan menggunakan dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dikatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara peserta kegiatan, yaitu meningkatan spontanitas, munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira, menikmati, dan bangga), meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan sosial (Prayitno, dkk 1998: 90).


(57)

36

Berdasarkan pengertian di atas, experiential learning adalah suatu pendekatan yang mendasarkan pada pengalaman diri peserta didik dalam proses belajar. Pengalaman yang telah dialami dan didapat tersebut berperan penting dalam perkembangan peserta didik untuk menemukan ketrampilan, sikap, atau bahkan cara berpikir yang baru dalam penyelesaian masalah. Experiential learning mengutamakan kegiatan dinamika kelompok bagi peserta didik untuk belajar langsung mengambil makna dan nilai-nilai karakter yang sesuai bagi dirinya, dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Pendekatan Experiential Learning

Pembelajaran dengan model experiential learning bertujuan untuk mempengaruhi peserta didik dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif, mengubah sikap dan memperluas ketrampilan yang telah dimiliki peserta didik. Ketiga hal tersebut menjadi fokus pada pendekatan experiential learning (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).

Kolb (Barus 2015: 25) mendeskripsikan tujuan experiential

learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu (a)

mengubah struktur kognitif siswa, (b) mengubah sikap siswa, dan (c) memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.


(58)

37

3. Langkah-langkah Pendekatan Experiential Learning

Gambar 2.1 Siklus Model Experiential Learning

Pembelajaran experiential learning mengajak peserta didik untuk mampu menjaga keseimbangan antara apa yang diamati/dialami dengan tindakan yang diberikan terhadap pengalamannya tersebut. Menurut Kolb (Kohonen, dkk 2001: 28-30) pembelajaran dengan metode

experiential learning memiliki langkah-langkah utama, yaitu:

a. Pengalaman kongkrit

Pembelajaran melalui intuisi dengan mengikutsertakan pengalaman pribadi dan menekankan pada aspek afektif seseorang, daripada aspek kognitif. Pengalaman kongkrit merupakan orientasi artistik yang mengandalkan sensitivitas pada rasa. Aktivitas instruksional yang mendukung pembelajaran dalam hal ini, yaitu diskusi kelompok kecil, simulasi, penggunaan film atau video, dan cerita-cerita autobiografi.

Concrete Experience

Reflective Observation

Abstract Conceptualisation Active

Experimentation

Pre

h

e

n

si

o

n


(59)

38 b. Konseptualisasi abstrak

Proses belajar yang mengutamakan pikiran (kognitif) dan menggunakan logika, serta pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah. Konseptualisasi abstrak menekankan pada pemikiran dan manipulasi simbol abstrak dengan maksud untuk merapikan dan menempatkan sistem konseptual. Aktivitas instruksional yang mendukung, yaitu konstruksi teori, perkuliahan, dan pembangungan model dan analogi.

c. Observasi reflektif

Proses belajar yang mengutamakan persepsi seseorang terhadap sesuat, dimana berpusat pada pemahaman arti dari ide dan situasi melalui pengamatan yang seksama. Peserta didik perlu memperhatikan bagaimana segala sesuatu yang terjadi dengan melihat dari perspektif yang berbeda-beda dan mengandalkan pemikiran, perasaan, dan penilaian pribadi. Teknik instruksional yang dapat digunakan, yaitu jurnal pribadi, karangan reflektif, pengamatan, pertanyaan pikiran dan diskusi.

d. Eksperimen aktif

Eksperimen aktif ini mengajak peserta didik belajar melalui tindakan. Eksperimen aktif ini menekankan pada aplikasi praktis dan bagaimana segala sesuatu terselesaikan. Peserta didik berusaha terus-menerus untuk mempengaruhi orang, mengubah situasi, dan mengambil resiko untuk menyelesaikan masalahnya. Teknik


(60)

39

instruksional yang dapat digunakan, meliputi permainan, drama/simulasi, penggunaan studi kasus, proyek lapangan, dan lain-lain.

4. Kekuatan Experiential Learning dalam Pendidikan Karakter Pendekatan experiential learning menuntut keterlibatan peserta didik, dimana peserta didik dianggap sebagai pusat dalam pembelajaran. Pendekatan experiential learning mengajak peserta didik untuk mampu mengolah, memaknai, dan menafsirkan pengalaman belajarnya dengan bantuan orang lain melalui pembelajaran. Dalam Supratiknya (2011) menjelaskan bahwa experiential learning memiliki aktivitas inti yang menjadi ciri khas dan kekuatan dalam proses belajarnya, beberapa diantaranya sebagai berikut:

a. Refleksi

Refleksi adalah suatu kegiatan untuk menghadirkan kembali dalam batin peserta didik dalam menemukan makna dan nilai tentang pengalaman yang sudah dialami. Refleksi bertujuan untuk mendidik peserta didik dalam menghubungkan pengalaman pribadi dengan pembelajaran yang didapat. Kegiatan refleksi yang baik akan membantu peserta didik untuk menemukan insight atau pencerahan dalam menangkap nilai-nilai hidup yang mendalam serta mendorong peserta didik untuk bertindak mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.


(61)

40

b. Sharing

Kegiatan sharing adalah kelanjutan dari refleksi. Dimana refleksi dilakukan oleh peserta didik secara individual, lalu hasil refleksi tersebut diceritakan (sharing) dalam kelompok dengan maksud membagikan pikiran atau perasaan yang muncul sebagai hasil refleksi dalam kegiatan bersama. Dalam kegiatan sharing

masing-masing peserta didik saling mendengarkan dan saling membantu untuk menangkap makna dan nilai dari berbagai pengalaman hidup agar pengalaman tersebut dapat meneguhkan setiap peserta didik setelah melakukan sharing.

E. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa peneitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian Barus tahun ke-2 Stranas (2015) menunjukkan bahwa implementasi (terbatas) model pendidikan karakter pada 9 SMP di berbagai kota di Indonesia menunjukkan peningkatan hasil pendidikan karakter antara pre-post test pada ke 9 SMP. Implementasi model ini telah mampu mentransformasi rata-rata skor karakter dari terendah 2,28 menjadi tertinggi 3,52 pada skala 4

(stanfour). Para guru dan siswa di 9 sekolah yang diteliti

mengatakan model pembelajaran experiential learning lebih efektif dibandingkan dengan model pendidikan karakter terintegrasi. Setelah pemberian pendidikan karakter dengan pendekatan experiential learning ini, sebanyak 95% siswa mengaku merasa


(62)

41

lebih mampu menghargai teman, lebih semangat untuk mengikuti kegiatan, membangun kepedulian/kesetiakawanan, lebih meningkatkan kesadaran untuk memperbaiki diri, lebih berani bertanggung jawab, mempererat rasa persaudaraan/persahabatan, memupuk kesediaan bekerja sama/kekompakan tim, menumbuhkan keinginan untuk menolong orang lain, dan mereka mengakui kegiatan bimbingan karakter model ini sangat memberi manfaat bagi perbaikan perilaku.

2. Hasil penelitian Betty Artati Kristina (2016) yang berjudul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasisi Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential

Learning Untuk Meningkatkan Karakter Bertanggung Jawab”,

menunjukkan hasil uji Paired Samples T Test bahwa nilai Sig (2-tailed) (0.001) < (0.05) dan nilai t hitung (-3.913) > t tabel (29;0.05) adalah 2.045, maka Ho ditolak. Hasil tersebut menandakan bahwa pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bertanggung jawab siswa SMP kelas VII A Kanisius Kalasan sebelum dan sesudah perlakuan dipandang efektif. Persamaan pada penelitian ini dengan sebelumnya yaitu membahas pendidikan karakter dengan menggunakan pendekatan experiential


(63)

42

perbedaannya yaitu variabel yang diteliti adalah kepemimpinan pada siswa.

F. Kerangka Berpikir

Karakter merupakan dasar kehidupan bagi remaja untuk berkembang dan bersosialisasi positif di lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat. Namun karakter yang muncul seringkali bersifat negatif dan merugikan peserta didik sendiri. Kurangnya ketrampilan sosial dan pengetahuan mengenai karakter membuat peserta didik berperilaku yang kurang baik di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan peran sekolah yang hanya sekedar mendukung perkembangan aspek kognitif peserta didik. Selain itu juga, beberapa sekolah kurang mampu memberikan pendidikan karakter dikarenakan kesulitan memahami pedoman yang ada. Oleh karena itu, sekolah bersama guru bimbingan dan konseling bekerjasama untuk membuat kurikulum pendidikan karakter yang terintegrasi untuk diimplementasikan kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu mengaplikasikannya ke dalam pengalaman nyata mereka melalui experiential learning (pengalaman langsung). Dengan adanya pengalaman langsung dari kegiatan pendidikan karakter ini, peserta didik mampu mengenali dirinya (karakter diri) dan peserta didik mampu mengembangkan ketrampilan sosial setelah mendapatkan pendidikan karakter. Melihat masalah-masalah yang ada mengenai implementasi pendidikan karakter di Sekolah Menengah Pertama (SMP), maka peneliti menawarkan solusi model pendidikan karakter yang didesain oleh Tim


(64)

43

Stranas Prodi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma yaitu model pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.


(65)

44 G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, disusunlah hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ho : Pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning secara signifikan tidak efektif meningkatkan

karakter kepemimpinan siswa kelas VIII A SMP Katolik Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016.

Hi :Pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning secara signifikan efektif meningkatkan karakter

kepemimpinan siswa kelas VIII A SMP Katolik Untung Suropati Sidoarjo Tahun Ajaran 2015/2016.


(66)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan jenis atau desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas dan realibilitas instrumen, dan teknik analisis data.

A. Jenis atau Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen dan menggunakan one group pre-test post-test

design. Menurut Sugiyono (2013:109) dikatakan bahwa pendekatan

pra-eksperimen merupakan jenis penelitian yang belum dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Maka dapat dikatakan terdapat variabel luar yang berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak ada variabel kontrol sehingga dapat mempengaruhi variabel dependen, dimana variabel dependen sendiri belum tentu dipengaruhi oleh variabel independen. Melalui desain ini akan diketahui efektivitas implementasi pendidikan karakter sebelum dan sesudah perlakuan. Oleh karena itu, peneliti memberikan kuesioner pre-test (tes awal) dan post-test (tes akhir).

Tujuan dari penggunaan desain ini adalah mengukur peningkatan karakter kepemimpinan siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo antara sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Teknik ini akan memberikan hasil efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter kepemimpinan siswa kelas VIII A SMPK Untung


(1)

128

d. Siswa mendengarkan tanggapan guru

3 menit 8. Refleksi &

mengisi self assesment

a. Siswa menuliskan refleksi 6 menit b. Beberapa siswa diminta

untuk membacakan hasil refleksi pribadi

c. Siswa diminta mengisi self assesment

6 menit

9. Pemberian Motivasi dan Pesan Moral

a. Siswa mendapatkan umpan balik maupun bombongan atas refleksinya

3 menit

b. Siswa menerima peneguhan berupa rangkuman singkat dan kalimat motivasi/ pesan moral dari guru

2 menit

 Ayo Bermain!

 Ice breaking: Ombak Penguin

“Hai Teman-teman

Mari kita main....

Bersama-sama kita menjadi Pinguin.. Pinguin Atention...

Pinguin Begin..

 Dinamika kelompok: Goyang Paku

Tujuan dinamika: melatih siswa untuk memimpin kelompok secara tegas dan rendah hati

Prosedur:

a. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, seperti: paku, botol, dan tali rafia.

b. Masing-masing kelompok mendapatkan seperangkat peralatan berupa sebuah paku, sebuah botol, dan 2m tali rafia.

c. Pertama-tama, setiap kelompok dipersilakan untuk memilih seorang pemimpin. Kemudian, anggota selain pemimpin diminta untuk berdiri membentuk lingkaran (menghadap ke luar). Sedangkan pemimpin berada di dalam lingkaran.

d. Lalu, setiap anggota kelompok harus mendapatkan tali rafia. Ujung tali rafia yang satu diikatkan pada paku, dan ujung satunya lagi diikatkan pada pinggang masing-masing anggota.


(2)

129

e. Selanjutnya, tugas pemimpin adalah memberikan instruksi kepada anggota, supaya mereka bisa memasukan paku ke dalam botol.

f. Kelompok yang menang adalah kelompok yang paling cepat memasukan paku ke dalam botol. Durasi waktu maksimal 7 menit.  Ayo menonton!

Video Amazing Ant

(sumber: https://www.youtube.com/watch?v=FLHAdwxLD-I)

Video Amazing Ant mengisahkan tentang sekawanan koloni semut yang tekun dalam memimpin dan dipimpin untuk membuat sarang. Siswa diharapkan dapat belajar dari tokoh semut yang memiliki karakter tegas dalam memipin, mendelegasikan tugas pada masing-masing semut berjumlah ratusan ribu. Kemudian, siswa juga diharapkan dapat menyontoh karakter semut yang rendah hati. Walaupun para semut memiliki kemampuan memimpin (semut lain dan dirinya sendiri) yang luar biasa, tetapi mereka tetap tekun. Mereka sombong dengan meremehkan tanggung jawab (tugas), mereka bekerja setiap hari.

Ayo mendengarkan!

Pemimpin yang Tegas Nan Rendah Hati

Seorang pemimpin yang tegas nan rendah hati, sangat didambakan semua orang. Berikut adalah ciri-ciri pemimpin yang tegas nan rendah hati:

1) Memiliki pengetahuan umum yang luas

2) Memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang 3) Memiliki kemampuan analitik yang Baik

4) Memiliki ketrampilan berkomunikasi secara efektif, 5) Berpandangan obyektif

6) Memiliki kemampuan menentukan prioritas

7) Mampu menghargai setiap pendapat maupun hasil kerja rekan kerjanya, dan

8) Menjadi pendengar yang baik

Ketika seseorang mampu menjadi pemimpin yang tegas nan rendah hati, ada banyak manfaat yang bisa diperolehnya, antara lain:

1) Memiliki relasi yang baik dengan rekan kerja 2) Dapat memajukan kelompok yang dipimpin 3) Disegani oleh rekan kerja, dan


(3)

130 4) Memiliki rekan kerja yang setia

Ayo membaca!

Kisah Tokoh Idolaku “Jose Mujica”

'Presiden termiskin' Jose Mujica jawab pertanyaan dari Indonesia Oleh: Redaktor BBC Indonesia

(sumber:http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/05/150505 _trensosial_mujica

Mantan Presiden Uruguay Jose "Pepe" Mujica yang menjadi simbol hidup sederhana menjawab pertanyaan dari Indonesia dalam wawancara khusus yang dilakukan BBC di peternakannya.

Brian Sumadi melalui Facebook BBC Indonesia menanyakan, "Kenapa bapak harus memakai mobil yang sudah tua, padahal di kebanyakan negara lain para presiden berlomba lomba memakai mobil bermerek canggih hingga ada yang anti bom?" Pepe, yang dikenal sebagai 'presiden termiskin di dunia', menjawab bahwa ia dapat pergi ke mana saja tanpa perlindungan ketat karena dilindungi rakyat saat menjabat sebagai presiden.

Mujica, mantan gerilyawan sayap kiri yang merampungkan masa jabatannya akhir Februari lalu, tetap tinggal di rumahnya yang sederhana dan tidak tinggal di istana presiden selama menjabat. Dia mengatakan, "Saya tidak khawatir tentang itu (keamanan saya) karena saya dilindungi oleh rakyat saya." Mujica menjawab pertanyaan dari seluruh dunia dalam wawancara yang dilakukan BBC Mundo (BBC berbahasa Spanyol) akhir April lalu.

"Saya bisa berjalan bebas di jalan-jalan dan mendapat dukungan banyak orang. Tetapi tentu saja, saya tidak mendapat dukungan dari setiap orang." "Presiden bisa pergi ke bar dan beli minuman atau kopi dan warga negara seperti yang lainnya juga. Tidak ada yang lebih dari lainnya," kata Mujica menjawab pertanyaan Brian Sumadi, salah seorang pembaca BBC Indonesia.

"Bagi kami, tidak ada jarak antara politisi dan rakyat. Dan inilah tradisi, bukan sesuatu yang saya terapkan. Saya tahu ada presiden lain yang mengemudi mobilnya sendiri," tambahnya. "Saya ingin mempertahankan gaya republikan di masyarakat Uruguay karena saya merasa cara ini adalah yang terbaik."

Soal korupsi?


(4)

131

Salah satu yang paling banyak ditanyakan oleh para pembaca BBC adalah soal korupsi. "Apakah seseorang pernah mencoba menyogok Anda? Apa Anda pernah membantu teman mendapat pekerjaan (dengan menggunakan kekuasaan Anda)?" begitu bunyi salah satu pertanyaan.

Pepe menjawab bahwa dia pernah membantu orang mendapat pekerjaan, tetapi atas alasan kemanusiaan. Ada dua orang yang dia bantu mendapat pekerjaan. Pertama, seorang pria berusia 74 tahun, teman Pepe yang kini telah meninggal. Seorang lainnya ialah teman yang menyandang difabel mental. "Itu selama saya mengabdi kepada publik, sekitar 20 tahun. Selain dari itu, saya membantu siapa saja.” "Saya selalu mengatakan kepada para pengusaha: 'Jika kalian mendengar ada pejabat yang meminta suap tetapi tidak melapor pada saya, hubungan kita akan berakhir."


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Efektifitas penerapan metode ekperimen dengan kerja kelompok pokok bahasa bunyi pada siswa kelas II A Cawu 2 SLTP Negeri 2 Jember tahun ajaran 2001/2002

0 6 76

Pengaruh pendekatan pemecahan masalah teknik analogi terhadap pemahaman konsep matematika: studi eksperimen pada kelas VIII MTs YASDA

1 16 205

Pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran Matematika terhadap sikap asertif siswa (studi eksperimen di SMP Binong Permai Tangerang)

7 53 65

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar siswa kelas 5 pada sistem pernapasan manusia

1 38 151

Pengaruh penerapan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran pendidikan agama islam terhadap kreativitas siswa

2 5 136

Hubungan cerita rakyat riau dengan pendidikan multikultural (penelitian eksperimen implementasi pendidikan multikultural di kelas xi ilmu-ilmu sosial SMA Negeri 7 kota Tangerang)

0 18 0

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (ctl) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa

0 14 195

Efektivitas manajemen pendidikan karakter dalam upaya meningkatkan prestasi akademik siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015

0 0 9

Pelaksanaan pendidikan karakter melalui pendidikan agama Islam dan implementasinya pada perilaku siswa kelas VIII R2 di SMPN 3 Mentaya Hilir Utara - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 9

Pelaksanaan pendidikan karakter melalui pendidikan agama Islam dan implementasinya pada perilaku siswa kelas VIII R2 di SMPN 3 Mentaya Hilir Utara - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 5 37