yang bukan karena nilai-nilai profesionalisme kerja saja. Professional Respect
, dimana persepsi mengenai sejauh mana setiap anggota dari sebuah tim kerja telah membangun reputasi pribadi baik di dalam
maupun di luar organisasi.
3. Dampak dari Leader-Member Exchange LMX
Sebelumnya diketahui bahwa kualitas LMX yang tinggi dapat memberikan dampak positif pada organisasi, termasuk outcomes yang
positif pada karyawan seperti kepuasan kerja, organizational citizenship behavior
dan komitmen terhadap pekerjaan pada karyawan Breevaart et al., 2015. Gerstner dan Day 1997 mengatakan bahwa
karyawan akan merasa puas dalam bekerja, komunikasi yang terbuka, bekerja dengan efektif dan adanya extrarole behavior yang tinggi
ketika kualitas LMX tinggi. Selain itu, kualitas LMX yang tinggi memberikan hasil yang diinginkan pada karyawan seperti performansi
pada tingkat yang lebih tinggi, job satisfaction, komitmen organisasi, organizational trust
, loyalitas, organizational citizenship behavior, dan menurunnya tingkat employee turnover Ozdevecioglu et al., 2015.
Tingginya kualitas LMX tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif.
Handoyo dan Sandjadja 2012 mengatakan bahwa ada fenomena social loafing
, dimana karyawan akan memandang dan merasa bahwa posisi atau kedudukannya aman di dalam perusahaan sehingga hanya
melakukan apa yang menjadi tugasnya saja. Hal ini dikarenakan dengan mendapat dukungan dan memiliki relasi yang baik dari atasan
membuat karyawan merasa cukup dengan pekerjaannya yang sesuai job description
, tanpa menujukkan keterlibatan dan keterikatannya pada organisasi Handoyo Sandjadja, 2012.
Selain itu, rendahnya kualitas LMX dapat pula memberikan dampak yang negatif bagi organisasi, dimana adanya ketidakpuasan
karyawan dalam bekerja, komitmen pada organisasi yang rendah, dan tingkat employee turnover yang tinggi Gerstner dan Day, 1997. Hal
ini dikarenakan dengan rendahnya kualitas LMX, komunikasi antara karyawan dan pemimpinnya menjadi terbatas Gerstner dan Day,
1997 sehingga karyawan merasa tidak didukung oleh atasan dan performansinya menurun.
Meskipun demikian, banyak sekali outcomes positif pada karyawan ketika kualitas LMX tinggi. Employee engagement menjadi
salah satu outcomes yang dipengaruhi oleh LMX. Karyawan akan menjadi lebih terlibat engage dalam organisasi dan pekerjaannya
ketika memiliki kualitas LMX yang tinggi Breevaart et al. 2015. Hal ini dapat dilihat bahwa ketika karyawan memiliki kualitas LMX
dengan atasannya akan menimbulkan motivasi intrinsik, termasuk engagement
pada karyawan untuk melakukan tugas dan pekerjaan mereka sebaik mungkin untuk memajukan organisasi, termasuk
melakukan pekerjaan yang bukan menjadi tugas mereka atau di luar dari job description mereka.
C. Employee Engagement
1. Definisi Employee Engagement
Konsep mengenai employee engagement sudah menjadi topik yang sangat menarik dalam dunia organisasi dan literatur pada sumber
daya manusia dalam beberapa tahun terakhir Rana, Ardichvili Oleksandr, 2014. Konsep mengenai engagement mulai muncul dan
diperbincangkan dalam penelitian dan literatur bisnis dan organisasi sekitar dua dekade yang lalu Simpson, 2009. Analisis literatur
mengidentifikasi adannya tahapan-tahapan evolusi dalam konsep employee engagement,
dan dibagi menjadi serangkaian gelombang, seperti Pre-Wave, Wave 1, Wave 2, dan Wave 3 Welch, 2011.
Pada era Pre-Wave, para peneliti tidak menggunakan istilah employee engagement
, namun engagement lebih melihat bahwa adanya kebutuhan bagi para karyawan untuk terlibat engage dengan
pekerjaan dan organisasi mereka Welch, 2011. Katz and Kahn mendiskusikan bahwa perilaku karyawan employee behaviours
diperlukan untuk mencapai efektivitas perusahaan, termasuk terlibat dalam perilaku inovatif dan kooperatif, melebihi perannya dalam
mencapai tujuan organisasi dalam Welch, 2011. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Era Wave 1 pada tahun 1990an, dimulai dengan adanya karya akademik mengenai personal engagement. Kahn 1990 yang
berpengaruh pada konsep ini mendefinisikan bahwa personal engagement
merupakan usaha memanfaatkan diri setiap anggota organisasi terhadap peran mereka, berupa keterlibatan mereka secara
penuh terhadap organisasi, serta mempekerjakan dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosi selama mereka bekerja dalam
organisasi atau perusahaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, employee engagement
merupakan aspek psikologis dari seorang individu atau anggota organisasi mengenai kehadiran dan keterlibatan
mereka selama bekerja dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Kahn 1990 juga menjelaskan bahwa terdapat komponen
penting yang dapat meningkatkan engagement di tempat kerja, seperti kebermaknaan meaningfulness, keamanan safety, dan ketersediaan
availability . Meaningfulness didefinisikan rasa positif sebagai
investasi diri dalam peran kerja. Kemudian, safety didefinisikan sebagai kemampuan untuk menampilkan diri sendiri tanpa rasa takut
akan konsekuensi negatif mengenai citra diri, status, atau karier. Sedangkan availability merupakan rasa ingin memiliki secara fisik,
emosional, dan psikologis dari sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Pada era Wave 2 tahun 2000-2005, sudah mulai banyak peneliti yang mulai mendefinisikan employee engagement dan