Latar Belakang Analisis Usahatani Bawang Daun Organik Dan Anorganik (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai salah satu indikator utama dalam proses pembangunan nasional. Sektor pertanian meliputi beberapa subsektor, yakni subsektor hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah hortikultura. Dalam aspek ekonomi, hortikultura memegang peranan penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, industri maupun penyerapan tenaga kerja. Bahkan secara nasional komoditas hortikultura mampu memberikan sumbangan Produk Domestik Bruto PDB secara signifikan 1 . Hal ini terbukti dari perbandingan nilai PDB terhadap subsektor lainnya. Pada tahun 2005 atas dasar harga berlaku, sumbangan PDB hortikultura mencapai 21,17 persen dari PDB sektor pertanian atau nomor dua setelah tanaman pangan yang mencapai 40,75 persen, sedangkan atas dasar harga konstan pada tahun 2005, PDB hortikultura tersebut bernilai Rp 44.196,- triliyun. Pertumbuhan PDB hortikultura sejak tahun 2000-2005 mencapai 4,6 persen per tahun dan pada tahun 2006-2009 ditargetkan meningkat rata-rata 5,2 persen 2 Sayuran tergolong kedalam salah satu jenis tanaman hortikultura yang kaya akan vitamin dan mineral sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat, namun tingkat konsumsi sayuran juga dipengaruhi oleh oleh berbagai faktor, 1 Siswanto Mulyaman, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Mei 2007. 2 Ratek Batam, Direktorat Jenderal Hortikultura, Maret 2007. misalnya harga dan tingkat pendapatan. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat konsumsi sayuran per kapita di Indonesia dari tahun ke tahun yang cenderung berfluktuasi pada Tabel 1. Tabel 1 Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2006 Tahun Jumlah Konsumsi Kg 2003 34,52 2004 53,49 2005 35,33 2006 34,16 Sumber : Susenas, BPS dalam Pusat Data dan Informasi Ditjen Hortikultura 2007 Banyaknya manfaat sayuran bagi pemenuhan gizi masyarakat menyebabkan sayuran menjadi bagian dari komoditas hortikultura yang terus diproduksi. Pada tahun 2001-2006 tingkat produksi sayuran di Indonesia cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan luas panen dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,2 persen per tahun. Berikut data luas panen, produksi dan produktivitas sayuran di Indonesia tahun 2001-2006. Tabel 2 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2006 Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun Ha Pertumbuhan Ton Pertumbuhan TonHa Pertumbuhan 2001 794.033 - 6.919.624 - 8,71 - 2002 824.361 3,81 7.144.745 3,25 8,67 0,45 2003 913.445 10,80 8.574.870 20,01 9,39 8,30 2004 977.552 7,01 9.059.676 5,65 9,27 1,27 2005 944.695 3,36 9.101.986 0,46 9,63 3,88 2006 1.007.839 6,68 9.527.463 4,67 9,45 1,86 LajuTahun 4,2 5,67 8,6 Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2006 Pada akhir-akhir ini masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dalam pertanian seperti pupuk dan pestisida kimia, hormon tumbuh dalam produksi pertanian sampai penggunaan mesin-mesin pertanian. Dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan-bahan kimia tersebut tidak hanya dapat merugikan kesehatan tubuh konsumen yang mengkonsumsi hasil produksi pertanian itu, tetapi juga membahayakan kelangsungan daur hidup unsur-unsur hara dalam tanah, lingkungan serta ekosistem lain disekitarnya. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, kini masyarakat pun mulai beralih kepada gaya hidup sehat dan alami atau ”back to nature” yang mengutamakan pangan yang sehat dan bergizi tinggi tanpa kandungan bahan-bahan kimia. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang lebih dikenal dengan pertanian organik. Produksi pertanian organik di Indonesia diperkirakan tumbuh kurang lebih 10 persen per tahun Sutanto, 2002. Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan pemasaran produk-produk organik yang kian pesat, baik di pasar domestik maupun internasional. Di pasar domestik terlihat dengan semakin banyaknya supermarket, outlet maupun gerai-gerai khusus yang menjual berbagai jenis produk pertanian organik. Disamping itu, masih banyak lagi kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, kelompok tani, perseorangan dan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian organik Sutanto, 2002. Sedangkan di pasar internasional, beberapa negara maju seperti Eropa, Amerika dan Asia Timur Jepang, Korea, Taiwan semakin gencar dalam mengembangkan serta memperluas pasar produk-produk pertanian organik. Pada saat ini harga produk yang dihasilkan dari budidaya organik jauh lebih tinggi daripada produk konvensional. Konsumen harus membayar 50-150 persen lebih tinggi, dan produsen memperoleh keuntungan 10-50 persen. Namun harga yang tinggi tidak menjadi halangan bagi para konsumen untuk tetap loyal dalam membeli serta mengkonsumsi produk organik Pada umumnya konsumen produk organik adalah kelompok masyarakat dibawah 35 tahun yang berpendidikan tinggi dengan pendapatan yang relatif tinggi, mulai dari para pria dan wanita yang belum berstatus menikah sampai keluarga dengan tiga anggota keluarga, terutama apabila keluarga tersebut mempertimbangkan kesehatan anak balitanya Sutanto, 2002. Berikut data indikator konsumsi dan distribusi pendapatan Indonesia tahun 2002 sampai 2006. Tabel 3 Indikator Konsumsi dan Distribusi Pendapatan Indonesia Tahun 2002- 2006 Indikator Pilihan 2002 2003 2004 2005 2006 Pendapatan Rata-rata per Kapita Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Makanan 58,47 56,89 54,59 51,37 53,01 Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Non Makanan 41,53 43,11 45,42 48,63 46,99 Distribusi Pendapatan 40 Masyarakat Dengan Pendapatan Rendah 20,92 20,57 20,80 18,81 19,75 40 Masyarakat Dengan Pendapatan Menengah 36,89 37,10 37,13 36,4 38,1 20 Masyarakat Dengan Pendapatan Tinggi 42,19 42,33 42,07 42,78 42,15 Sumber : National Socio Economic Survey, Module Consumption 2002-2006 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata masyarakat lebih banyak dialokasikan untuk pengeluaran rumah tangga akan kebutuhan makanan. Hal ini terlihat dari nilai persentase pengeluaran akan makanan yang lebih tinggi jika dibanding nilai persentase pengeluaran rumah tangga akan produk non makanan. Selain itu jika dilihat dari distribusi pendapatan masyarakat Indonesia tahun 2002 sampai 2006, sebanyak 40 persen masyarakat Indonesia berada pada golongan dengan pendapatan menengah yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dijadikan salah satu peluang bagi para produsen untuk semakin mengembangkan usaha pertanian organik di Indonesia. Pertanian organik memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa kini dan mendatang. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, yakni adanya kritik terhadap asupan kimia yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan pada akhirnya akan membawa sistem pertanian konvensional beralih ke sistem pertanian yang lebih baik melalui sistem pertanian organik, semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat serta ramah lingkungan dengan mengkonsumsi produk organik, tingginya permintaan produk organik dari negara- negara maju di dunia yang dapat membuka peluang ekspor yang cukup besar bagi produk organik, serta adanya peluang untuk meningkatkan pendapatan petani karena produk pertanian organik menghemat biaya produksi dan harga jualnya lebih tinggi dibanding produk pertanian konvensional. Produk pertanian organik Indonesia hampir semuanya adalah produk pertanian belum diolah fresh product, salah satunya adalah sayuran organik yang sangat digemari oleh masyarakat. Adapun daerah-daerah di Indonesia khususnya pulau Jawa yang telah banyak memproduksi sayuran organik yaitu Cisarua Bogor, Lembang Bandung, Kaliworo Wonosobo dan Salatiga. Pracaya dalam Iryanti, 2005. Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan dan cuaca di Indonesia yang sangat sesuai untuk pengembangan bawang daun. Selain itu, pembudidayaan bawang daun relatif mudah dan murah. Perkembangan produksi bawang daun dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Meskipun pernah terjadi penurunan luas panen pada tahun 2003 dan 2005, namun penurunan luas panen tersebut tidak diikuti oleh penurunan produksi maupun produktivitas bawang daun. Hal ini terlihat dari nilai produksi dan produktivitas bawang daun pada tahun 2003 dan 2005 yang justru meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya perbaikan teknologi atau teknik penanaman dalam usahatani bawang daun. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 2001-2006 Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun Ha Pertumbuhan Ton Pertumbuhan TonHa Pertumbuhan 2001 34.339 - 283.285 - 8,25 - 2002 41.602 21,15 315.232 11,27 7,58 8,12 2003 38.453 7,56 345.720 9,67 8,99 18,60 2004 45.718 18,89 475.571 37,55 10,40 15,68 2005 45.402 0,69 501.437 5,43 11,04 6,15 2006 51.343 13,08 571.264 13,92 11,13 0,81 LajuTahun - 7,5 - 12,97 - 33,12 Sumber : Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2006 Berdasarkan Tabel 4, maka dapat dilihat bahwa produksi bawang daun dari tahun 2001-2006 meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 12,97 persen per tahun. Peningkatan produksi bawang daun tersebut disebabkan oleh peningkatan luas panen dan produktivitas bawang daun dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 7,5 persen dan 33,12 persen per tahun. Salah satu daerah yang menghasilkan bawang daun di Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor 2006 menyebutkan bahwa terdapat sepuluh kecamatan yang memproduksi bawang daun. Luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kabupaten Bogor tahun 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 dan 2006 2005 2006 No Kecamatan Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa 1 Sukajaya 56 3.585 64,02 21 880 41,90 2 Leuwiliang 6 300 50,00 5 125 25,00 3 Pamijahan 58 4.270 73,62 133 11.964 89,95 4 Tenjolaya 4 310 77,50 18 1.250 69,44 5 Cijeruk 12 800 66,67 24 1.262 52,58 6 Caringin 23 1.953 84,91 23 1.768 76,87 7 Ciawi 75 2.800 37,33 73 3.320 45,48 8 Megamendung 71 8.890 125,21 106 11.755 110,90 9 Cisarua 242 34.826 143,91 365 110.160 301,81 10 Sukamakmur 36 1.149 31,92 36 1.012 28,11 Total 583 58.883 755,09 804 143.496 842,04 Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor Tahun 2005 dan 2006 Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 sampai 2006 terjadi peningkatan produksi bawang daun di Kecamatan Cisarua, yakni dari 34.826 Ton menjadi 110.160 Ton atau meningkat sebesar 216,32 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya luas panen di kecamatan Cisarua dari tahun 2005 sampai 2006, yakni sebesar 37,91 persen. Peningkatan luas panen dan produksi bawang daun tersebut juga menyebabkan terjadinya peningkatan produktivitas bawang daun di Kecamatan Cisarua sebesar 11,52 persen. Meskipun selama dua tahun tersebut juga terdapat beberapa kecamatan lain selain kecamatan Cisarua Pamijahan, Tenjolaya, Cijeruk, Ciawi, Megamendung yang juga memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi dalam usahatani bawang daun, namun peningkatan produktivitasnya tidak terlalu besar dibanding Kecamatan Cisarua. Hal inilah yang menyebabkan Cisarua menjadi kecamatan dengan produktivitas tertinggi dalam usahatani bawang daun di Kabupaten Bogor dan memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani jamur tiram putih (Studi kasus di Desa Tugu Utara, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat)

0 12 119

Analisis Usahatani dan Analisis Kelayakan Usahatani pada Budidaya Paprika (Capsicum annum var. grosumm) dengan Sistem Hidroponik (Studi Kasus di PT Cipta Citra Persada, Desa Naringgul Bawah, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

2 15 106

Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran wortel dengan budidaya organik (studi kasus Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 7 122

Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 10 200

Analisis perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan padi anorganik (kasus : kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, kecamatan Bogor Barat)

2 15 211

Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)

1 8 217

Analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor

2 17 134

Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

6 14 103

Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik (Studi Kasus PT. X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)

1 11 81

Analisis Perbandingan Usahatani Dan Pemasaran Antara Padi Organik Dan Padi Anorganik (Kasus : Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 3 190