Perbandingan model logit dan model multiple discriminant analysis (MDA) sebagai early warning sytems (EWS) untuk memprediksi kondisi bermasalah pada Bank-Bank umum swasta Nasional Devisa dan Non devisa di Indonesia

(1)

Perbandingan Model Logit dan Model Multiple Discriminant

Analysis (MDA) Sebagai Early Warning Systems (EWS)

Untuk Memprediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank-Bank

Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia

Diajukan Oleh : Vita Permatasari

107081003538

JURUSAN MANAJEMEN

KONSENTRASI PERBANKAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Vita Permatasari

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 05 September 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Ayah : Maryadi, SE

Nama Ibu : Nurhayati Rais

Anak ke dari : 1 dari 4 bersaudara

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Jalan Musyawarah No.10 A RT.04/RW. 04, Sawah Lama, Ciputat, Tangerang Selatan.

Telp/ Hp : 08999796495

E-mail : thavieta_permatasari@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

1994-1995 : TK Miftahul Hulda

1995-2001 : SD Negeri VI Ciputat

2001-2004 : SMP Islam AL-Falaah

2004-2007 : SMA Dua Mei Ciputat

2007-2011 : S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(7)

vi PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota PRAMUKA SMP Islam AL-Falaah tahun 2001-2003 2. Anggota OSIS SMA Dua Mei Ciputat tahun 2005

3. Panitia REKAYASA (Rekam Jejak Budaya Bangsa) sebagai ketua divisi keseketariatan tahun 2008

4. Aktif dalam organisasi Ikatan Remaja 04, Sawah Lama, Ciputat tahun 2004 – sekatrang.

SEMINAR DAN PELATIHAN

1. Mengikuti Pelatihan Manajemen Organisasi “Meningkatkan

Profesionalitas dan Integritas Kader, Melahirkan Pemimpin Berkualitas”

pada tahun 2008.

2. Mengikuti Seminar Ekonomi Nasional dengan tema “Demokrasi versus

Kesejahteraan Rakyat” pada tahun 2009.

3. Mengikuti Pelatihan Perbankan dengan tema “How to be a Professional


(8)

vii

ABSTRACT

This research is testing the capability of several forewarning system model logit and model Multiple Discriminant Analysis (MDA) to predict the bank bankruptcy. This research also examined significant difference of bank financial ratios between troubled banks and not troubled banks. Research sample consisted of 16 Foreign Exchange Bank (FEB) and Non-Bank Foreign Exchange (NFEB) with a predicted period of research between 2007-2009. Samples taken in the research with purposively sampling method. The variables used are the which eight financial ratios CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg dan NPLn .Statistic methods used in this research are logit analysis, and Multiple Discriminant Analysis (MDA) Independenst sample T-test was applied to analyze wherher bank ratios of troubled banks and not troubled banks.

Our result shows the model Multiple Discriminant Analysis (MDA) is more pre-eminent than model Logit. The result show that bank financial ratios had a classification power to predict troubled banks and not troubled banks. This research also indicate that ATTM and NIM ratios are statistically different for the condition of the bank troubled banks and not troubled banks, finally only APB is significant variables in determinant troubled banks and not troubled banks.

Keyword : Bank, Bankruptcy, Bank Financial Ratios, Logit, Multiple Discriminant Analysis (MDA)


(9)

viii

ABSTRAK

Penelitian ini menguji kemampuan model logit dan model Multiple Discriminant Analysis (MDA) dalam sistem peringatan untuk memprediksi kebangkrutan bank. Penelitian ini juga menguji perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan bank pada bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Sampel penelitian ini terdiri dari 16 bank devisa dan non devisa dengan periode prediksi penelitian antara 2007-2009. Sampel penelitian diambil dengan metode purposive sampling. Variabel yang digunakan sejumlah delapan rasio keuangan bank yakni CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg dan NPLn. Model statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model logit dan model Multiple Discriminant Analysis (MDA). Independent sample T-Test digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan bank pada bank bermasalah dan bank tidak bermasalah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Multiple Discriminant Analysis (MDA) lebih baik dibandingan model logit untuk memprediksi kebangkrutan bank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan bank memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti bahwa rasio ATTM dan NIM secara statistik berbeda untuk kondisi bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan APB yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi bank bermasalah dan bank tidak bermasalah.

Kata Kunci : Bank, Kebangkrutan, Rasio Keuangan Bank, Logit, Multiple Discriminat Analysis (MDA)


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak curahan rahmat dan kasih sayangnya serta nikmatnya yang tidak dapat dihitung dan dinilai selain dengan kata syukur untuk menggambarkan rasa terima kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul ”Perbandingan Model Logit dan Model Multiple Discriminant Analysis (MDA) Sebagai Early Warning Systems (EWS) Untuk Memprediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank-Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang telah merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang saat ini dengan ilmu pengetahuan, semoga kita termasuk umatnya yang mendapat syafaat dihari nanti.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga allah SWT memberikan balasan yang terbaik terutama kepada:

1. Papa dan mama terima kasih atas segala kasih sayang yang tulus, perhatian, pengorbanan, kesabaran, motivasinya serta doa-doa yang papa dan mama panjatkan kepada Allah untuk vita. Rabbighfirli waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayani shaghiira.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Murdiyah Hayati, S. Kom, MM selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.


(11)

x

5. Ibu Lies Suzanawaty, SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Manajemen. 6. Segenap jajaran pengajar atau dosen yang tanpa pamrih memberikan

ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis. Semoga semua ilmu-ilmu yang diberikan selalu dalam keberkahan Allah SWT sehingga dapat berguna kelak dihari kemudian.

7. Adik-adikku tersayang terimakasih atas keceriaan, dorongan dan doa-doanya. Semoga kalian selalu di lindungi Allah SWT dan kelak menjadi orang yang sukses.

8. Keluarga kecil Manajemen D 2007. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku tersayang safitri, Tuty, Nadia dan juga teman-temanku yang lainnya Tya, Yana, Dewi, Diah, Deta, Lya, Rima, Susan, Isty, Ika, Lingga, Agus, Yandi, Ichank, Ryo, Dedy, Dery, Roby, Addin, Ivan, Haikal, Qodar, Abi, Andry, Wahyudi, Fityan, Kamil dan Latief.

9. Untuk sahabatku Dewi Yani dan Bayu Diah Ayunda (yang udah nemenin ke BI cari data, jelajah ke perpus-perpus, banyak ngebantuin dalam segala hal, selalu menggingatkan dan maksa supaya skripsinya di kerjain hehe , makasie sayang buat semangat, motivasi dan nasehat yang ga ada abis2nya), Aztyara Ismadharliani dan Susan Aprilia (yang udah ngeluangin waktunya buat ngajarin vita, minjemin buku dan nasehatnya), Yolanda (yang udah ngajarin baca laporan keuangan bank), Safitri Setyo Utami S. (yang udah ngasih semangat, hunting ke perpus, yang udah nemenin begadang di YM haha).

10.Untuk teman-temanku Agus Surahman a.k. a waw2 (yang udah banyak bantuin vita, ngasih semangat, ngajarin ngolah data padahal lagi sibuk nyelesaiin skripsinya juga hee), Andri Yani a.k. a choey (yang udah ngeluangin waktunya buat bantuin nginstall aplikasi spss), Rizky Maulana a.k. a kidut (yang udah ngasih semangat n minjemin buku). Makasie ya teman-teman sukses buat kalian semua.

11.Teman-teman Manajemen Perbankan E Ayu, Dini, Wulan, Novi, Pinkan, Ka Adi, Bang Ole, Wawo, Ari, Dani, Jeje, Perri, Zadi, Fauzi, Doli, Shagon, Indra, Mbaw, Haikal.


(12)

xi

12.Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : staf administrasi, keuangan, perpustakaan dan staf jurusan manajemen. 13.Para staf perpustakaan Bank Indonesia (yang udah baik banget bantuin

cariin data-data yang dibutuhin).

14.Untuk Moch. Syaiful Agam, orang yang selalu setia menemani, memberikan nasehat, dorongan, motivasi, semangat, perhatian dan doanya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

15. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 17 Agustus 2011


(13)

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11


(14)

xiii

B. Kebankrutan ... 16

C. Penyebab Kebangkrutan ... 19

D. Tahap-tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan ... 21

E. Tingkat Kesehatan Bank ... 24

F. Laporan Keuangan ... 29

G. Manfaat Laporan Keuangan ... 34

H. Rasio Keuangan Perbankan ... 36

I. Pengertian Logit ... 42

J. Pengertian Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 43

K. Penelitian Sebelumnya ... 43

L. Kerangka Berpikir ... 49

M. Hipotesis ... 54

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 55

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 55

B. Metode Penentuan Sampel ... 56

C. Metode Pengumpulan Data ... 58

D. Metode Analisis ... 59

E. Operasional Variabel-Variabel Penelitian ... 69

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 72


(15)

xiv

1. Analisis Deskriptif ... 73

2. Uji Asumsi Diskriminan ... 90

3. Analisis Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 94

4. Analisis Regresi Binary Logit ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Implikasi ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(16)

xv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1. Prediksi Kebangkrutan ... 19

2.2. Penelitian Sebelunya ... 49

3.1. Pengambilan Sampel Penelitian ... 58

4.1. Bank Umum Swasta Nasional Devisa ... 72

4.2. Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa ... 72

4.3. Perhitungan Nilai CAR ... 73

4.4. Perhitungan Nilai ATTM ... 76

4.5. Perhitungan Nilai NIM ... 78

4.6. Perhitungan Nilai LDR ... 81

4.7. Perhitungan Nilai PM ... 83

4.8. Perhitungan Nilai APM ... 85

4.9. Perhitungan Nilai NPLg ... 87

4.10. Perhitungan Nilai NPLn ... 89

4.11. Hasil Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 91

4.12. Uji Independent Sample T-Test ... 93

4.13. Uji Linieritas ... 94

4.14. Analysis Case Processing Summary ... 95

4.15. Test of Equality of Group Means ... 96

4.16. Uji Variabel Independent Secara Stepwise ... 100

4.17. Wilks’ Lambda Model MDA ... 100


(17)

xvi

4.19. Tingkat Keakuratan ... 102

4.20. Fungsi Diskriminan ... 103

4.21. Functions of Group Centroid ... 103

4.22. Ketepatan Prediksi Klasifikasi ... 105

4.23. Identifikasi Data ... 107

4.24. Case Processing Summary ... 107

4.25. Ketepatan Model dalam Memprediksi Kondisi Bermasalah 0 ... 108

4.26. Ketepatan Model dalam Memprediksi Kondisi Bermasalah 1 ... 109

4.27. Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square ... 110

4.28. Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi ... 110

4.29. Ketepataan Prediksi Klasifikasi ... 111


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1. Kerangka Berpikir ... 53 3.2. Model Fungsi Diskrminan ... 64 3.3. Model Fungsi Regresi Binary Logit ... 65


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman 1. Data-data variabel penelitian tahun 2007-2009 ... 126 2. Output SPSS 17 Uji Normalitas ... 131 3. Output SPSS 17 Uji Model Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 133 4. Output SPSS 17 Uji Model Logit ... 142


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang Masalah

Industri perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut dimulai pada tahun 1983, dengan adanya campur tangan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam pengaturan kredit dan tingkat suku bunga terhadap bank-bank nasional sejak penyediaan kredit likuiditas dalam jumlah yang melimpah, sehingga bank-bank nasional hanya berfungsi sebagai penyalur kredit-kredit Bank Indonesia. Akibatnya, pola pengelolaan bank-bank nasional cenderung konvensional, kurang profesional, kurang memiliki kreativitas, dan tidak inovatif.

Kemudian industri perbankan berkembang dengan pesat pada tahun 1988-1996 dengan adanya deregulasi yang berupaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap financial market dan mendorong perbankan kearah kompetisi (persaingan) yang efesien dan sehat dengan kemudahan dalam mendirikan bank. Oleh karena itu jumlah bank semakin mengalami kenaikan serta menciptakan berbagai produk-produk perbankan yang inovatif. Persaingan antarbank dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan dalam bentuk kredit ternyata banyak bank yang kurang berhati-hati sehingga menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dalam industri perbankan. Akibatnya banyak terjadi kredit macet yang merugikan para nasabah deposan dan investor (Lukman Dendawijaya, 2003:10).


(21)

2 Cepatnya perkembangan dalam perekonomian Indonesia dalam perekonomian global ternyata tidak diikuti dengan infrastuktur perekonomian (sektor usaha, sektor keuangan/perbankan, perangkat hukum dan pemerintah) Indonesia (Dahlan Siamat, 2005: 78). Dimulai pada bulan Juli-Agustus 1997 yang kita semua mengetahui bahwa terjadi krisis di Indonesia yang berawal dari krisis moneter dan berkembang menjadi krisis-krisis yang berdampak pada sektor-sektor dalam perekonomian, salah satu krisis tersebut yaitu krisis di bidang perbankan. Krisis perbankan berkaitan dengan sistem ekonomi makro, kebijakan moneter pemerintah, kebijakan fiskal, sistem pemerintah dan sebagainya.

Krisis perbankan pada pertengahan tahun 1997, diawali dengan terjadinya krisis moneter sebagai akibat dari jatuhnya nilai rupiah terhadap valuta asing khususnya dolar Amerika Serikat (US $). Depresiasi rupiah mula-mula tidak begitu tajam, yakni dari kurs US $ 1 = Rp. 2.400,00 merayap menjadi US $ 1 = Rp. 3.000,00 hingga akrinya merosot tajam menjadi US $ 1 = Rp. 12.000,00, meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti

“melempar” US $ 1 miliar ke pasar (yang diambil dari cadangan devisa kita).

Akan tetapi cara ini tidak berhasil mengangkat nilai rupiah. Cara kedua yang

dilakukan pemerintah yaitu “menyedot” atau menarik rupiah dari peredaran

pasar uang dengan menaikan tingkat uku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) hingga mencapai 30% p.a. untuk jangka waktu satu bulan. Kebijakan kedua ini yang mengakibatkan terkurasnya likuiditas bank-bank nasional baik BUMN maupun bank swasta dan akhirnya meminta bantuan Bank Indonesia


(22)

3 untuk mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) (Lukman Dendawijaya, 2003: 158).

Krisis yang terjadi ini telah menyebabkan perbankan menjadi sangat rawan. Kepercayaan masyarakat akan perbankan semakin menurun, dimana masyarakat dikejutkan dengan kejadian-kejadian yang menimpa perbankan nasional, khususnya sejak terjadinya pencabutan izin usaha 16 bank pada 24 November 1997. Hal ini terjadi karena kebijakan tersebut kurang memperhatikan untuk menghindari rush atau bank run. Dapat dilihat dari pemindahan dana oleh nasabah deposan ke bank yang lebih aman baik di dalam maupun luar negeri, serta tidak adanya penjamin simpanan yang semakin menurunkan kepercayaan masyarakat akan perbankan.

Setelah krisis di Indonesia pada tahun 1997, terjadi krisis keuangan global yang melanda kembali Indonesia pada tahun 2007-2009. Krisis ini terjadi akibat adanya resesi ekonomi Amerika Serikat karena kondisi perekonomian internal dan eksternal di Amerika Serikat yang tidak kondusif, kemudian dengan disusulnya kasus subprime mortgage di sektior perumahan, niaknya harga minyak dunia dan terjadinya tingkat inflasi. Krisis yang terjadi di Amerika itu mengakibatkan penurunan pertumbuhan global.

Selain itu perbankan Indonesia juga dihadapkan pada tantangan dan permasalahan globalisasi dengan adanya persaingan yang semakin ketat, keterbatasan modal yang dapat memperlambat kinerja suatu bank, naik turunya suku bunga, dan produk serta promosinya.


(23)

4 Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dalam sistem keuangan yang turbulen, sebuah bank harus dapat berkompetisi dengan bank-bank kompetitor dan financial intermediary unit lainnya yang juga memberikan layanan jasa keuangan. Suatu bank dikatakan berhasil memenangkan kompetisi bisnisnya jika ia mampu memberikan jasa layanan keuangan bank lebih baik daripada kompetitornya, sekaligus mampu mengadaptasikan diri dengan setiap perubahan lingkungan. Dengan kemampuan manajerial yang dimiliki, bagaimana para manajer bank dapat mengubah ancaman lingkungan yang turbulen menjadi berbagai peluang usaha yang menguntungkan. Manajemen bank yang kreatif dan inovatif selalu berusaha menciptakan berbagai produk layanan bank yang prospektif dan menguntungkan tanpa mengabaikan prinsip

asset liabilitymanagement (ALMA), yaitu menyelaraskan antara profitabilitas dan risiko. (Hadad et. al., 2004:3).

Krisis moneter di Indonesia yang berkepanjangan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni terpuruknya kegiatan ekomoni karena semakin banyaknya perusahaan yang tutup, perbankan yang dilikuidasi dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang menganggur mengingatkan kita bahwa betapa besar dampak ekonomi yang akan ditimbulkan apabila terjadi kegagalan usaha perbankan. Untuk itu perlu dilakukan serangkaian analisis untuk mengantisipasi sedini mungkin terjadinya kesulitan keuangan yang berdampak pada kegagalan industri perbankan.

Untuk melihat dan menilai kinerja setiap bank serta menganalisis kondisi keuangan suatu bank dapat melalui laporan keuangan bank. Analisis laporan


(24)

5 keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kondisi keuangan suatu bank. Dengan melakukan analisis laporan keuangan manajemen bank akan mengetahui keadaan serta perkembangan keuangan yang terjadi dalam aktifitas-aktifitas yang dilakukan bank baik yang telah dicapai maupun yang sedang berjalan. Analisis laporan keuangan bank juga dapat membantu manajemen bank untuk memprediksi kebangkrutan bank.

Dengan adanya berbagai macam bentuk model prediksi kebangkrutan merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress

karena model tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi kebangkrutan. Dengan terdeteksinya lebih awal, sangat memungkinkan bagi perbankan melakukan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah agar kebangkrutan bank dapat dihindari.

Menurut penelitian Liza Angelina (2003:462) di Amerika Serikat, fenomena kepailitan perusahaan telah menjadi obyek penelitian yang intensif. Salah satu area penelitian terkait yang telah berkembang selama ini telah menghasilkan kajian atas asosiasi informasi laporan keuangan terhadap kemungkinan perusahaan mampu dengan sukses mempertahankan bisnisnya atau harus dinyatakan bermasalah karena gagal secara ekonomi dan keuangan. Perkembangan sistem keuangan, khususnya industri perbankan, dalam dekade terakhir dapat dikatakan cukup dramatis. Krisis perbankan beberapa waktu lalu disamping masih menyisakan trauma bagi pelaku ekonomi, juga


(25)

6 telah memakan biaya rehabilitasi sistem yang cukup signifikan (Tarmizi dan Willyanto, 2003:1).

Dalam upaya untuk meminimalkan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan bank, para regulator perbankan dan para manajer bank berupaya untuk bertindak cepat untuk mencegah kebangkrutan bank atau menurunkan biaya kegagalan tersebut. Salah satu alat yang digunakan oleh lembaga pengawas federal di Amerika Serikat dan negara-negara lain adalah Early Warning Systems (EWS) yang berupaya untuk memprediksi permasalahan potensial yang berhubungan dengan bank dan lembaga simpanan lainnya (Thomson, 1991). Namun demikian, teknik statistik yang paling sering digunakan untuk menganalisis kebangkrutan bank adalah analisis logit dan

MDA. Analisis logit memperlihatkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan MDA apabila digunakan untuk tujuan estimasi parameter. Walaupun demikian, untuk asumsi distribusi tertentu, kedua prosedur tersebut menghasilkan estimasi yang konsisten; dan estimasi yang menggunakan MDA

lebih efisien (Andrew, 1986). Demikian juga halnya penelitian oleh Espahbodi (1991) telah menunjukkan bahwa model logit cenderung untuk mengalahkan model multiple discriminant (MDA) sebagai EWS di perbankan. Meskipun sejumlah bukti empiris yang menggunakan model statistik ini telah membuktikan keefektivitasannya dalam bermacam permasalahan pilihan biner dalam bidang bisnis keuangan dan akuntansi, Frydman, Altman dan Kao (1985) telah mengamati bahwa, karena sejumlah kegagalan potensial yang menghadang model statistik, prosedur klasifikasi non-parametrik dapat


(26)

7 menjadi pendekatan alternatif yang layak uji. Mereka menggunakan teknik pemilihan recursif, yang didasarkan pada regression tree, untuk memprediksikan perusahaan non-finansial yang gagal. Hasilnya mempertegas hipotesa mereka bahwa teknik non-parametrik memiliki keunggulan sebagai

EWS, karena model pemilahan recursif mengalahkan model MDA (Liza Angelina, 2003:462).

Penelitian mengenai kebangkrutan bank di Indonesia, antara lain dilakukan oleh: Wilopo (2001), Liza Angelina (2003), Luciana dan Winny (2005), Sumantri (2010). Wilopo (2001) meneliti tentang prediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan metode CAMEL. Liza Angelina (2003) meneliti tentang perbandingan Early Warning System (ESW) untuk memprediksi kebangkrutan bank umum di Indonesia. Selain itu penelitian lainya dilakukan oleh Luciana dan Winny (2005) yaitu rasio CAMEL terhadap prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan periode 2000-2002 dan Sumantri (2010) meneliti tentang manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kepailitan bank nasional. Adapun perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah pada penelitian ini menggunakan periode saat terjadinya krisis keuangan global yaitu periode 2007-2009, sedangkan variabel independent yang digunakan adalah rasio keuangan perbankan yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Aktiva Tetap Terhadap Modal (ATTM), Aktiva Produktif Bermasalah (APB), Non Performing Loan Gross (NPLg), Non Performing Loan Net (NPLn), Net Interest Mergin (NIM), Profit Margin


(27)

8 Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model prediksi kebangkrutan yang memiliki tingkat akurasi yang baik dan tingkat kesalahan yang kecil sehingga dapat memberikan peringatan lebih awal pada industri perbankan dalam memprediksi kepailitan, maka penulis menggunakan dua metode uji statistik, yaitu model logit dan model multiple discriminant (MDA). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Model Logit dan Model Multiple Discriminant Analysis (MDA) Sebagai Early Warning Systems (EWS) Untuk Memprediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank-Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa

di Indonesia”

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang singkat diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah dalam rasio keuangan CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg, NPLn terdapat perbedaan yang signifikan antara bank-bank bermasalah dan tidak bermasalah periode 2007-2009?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat akurasi pada model MDA dan model logit dalam memprediksi kebangkrutan pada Bank-Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia tahun 2007-2009?


(28)

9 D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan, sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis perbedaan yang signifikan pada variabel CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg, NPLn antara bank-bank bermasalah dan tidak bermasalah periode 2007-2009.

2. Untuk menganalisis perbedaan tingkat akurasi pada model MDA dan model Logit dalam memprediksi kebangkrutan pada Bank-Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia periode 2007-2009

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan : 1. Bagi Manajemen Bank

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi manajemen bank, agar manajemen bank dapat lebih berhati-hati daam mengelola bank dan diharapkan dapat dijadikan referensi bagi perusahaan perbankan dalam menentukan keputusan serta perbaikan dalam pengelolaan keuangan perusahaan perbankan dari pengaruh lingkungan bisnis yang semakin turbulen. Selain itu, sebagai informasi model sistem peringatan dini (Early Warning Systems / EWS) yang merupakan alat prediksi yang terbaik untuk kasus kebangkrutan bank umum di Indonesia


(29)

10 2. Bagi Investor

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi investor, untuk menghetahui bagaimana keadaan bank tersebut sebelum menginventasikan dananya agar tidak terjadi kerugian-kerugian yang diinginkan. Dengan adanya informasi yang didapatkan maka para investor dapat menginvestasikan dananya tanpa ada rasa khawatir dengan kondisi bank tersebut.

3. Bagi Pemerintah

Dapat memberikan informasi untuk membantu dalam mengeluarkan peraturan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya stabilitas ekonomi dan politik negara.

4. Bagi penulis

Penelitian ini untuk mengetahui mengenai hal-hal apa saja yang mempengaruhi kondisi bermasalah bank dan merealisasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah dan mencoba menerapkan dalam kehidupan nyata.


(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perbankan

Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dalam berbagai alternatif. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan dana ini, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan. Pengertian perbankan menurut Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 adalah:

1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Siamat, 2005: 275) .

Secara umum bank didefinisikan sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit dalam jangka waktu yang ditentukan dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana.

Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa usaha utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi


(31)

12 juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat (Siamat, 2005:276).

Jenis-jenis perbankan di Indonesia dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2004:18) :

1. Dilihat dari segi jenisnya

Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari: a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya

secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran.

2. Dilihat dari segi kepemilikannya, dibagi menjadi: a. Bank Milik Pemerintah

Merupakan bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.

b. Bank Milik Swasta Nasional

Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya diambil oleh swasta


(32)

13 pula. Dalam Bank Swasta Milik Nasional termasuk pula bank-bank yang dimiliki oleh badan usaha yang berbentuk koperasi.

c. Bank Milik Asing

Merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannyapun jelas dimiliki oleh pihak asing(luar negeri).

d. Bank Milik Campuran

Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Di mana kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.

3. Dilihat dari segi statusnya a. Bank Devisa

Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan.

b. Bank Non-Devisa

Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.

4. Dilihat dari segi cara menentukan harga

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok yaitu :


(33)

14 a. Bank berdasarkan prinsip konvensional

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu:

 Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan maupun produk pinjamannya (kredit). Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.

 Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

b. Bank berdasarkan prinsip syariah

Adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan Prinsip Syariah adalah sebagai berikut:

 Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)

 Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal

(musyarakah)

 Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan


(34)

15  Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa

pilihan (ijarah)

 Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)

Menurut Sri, dkk (2000:6) secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agen of services.

1. Agen of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.

2. Agen of Development

Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi berkaitan dengan penggunaan uang.


(35)

16

3. Agen of Services

Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.

B. Kebangkrutan

Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramalkan kontiuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi akan kontinuitas perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan, karena kebangkrutan berarti menyangkut terjadinya biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Kebangkrutan perusahaan banyak membawa dampak yang begitu berarti, bukan cuma untuk perusahaan itu sendiri tetapi juga terhadap karyawan, investor, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan operasio perusahaan (Adnan dan Kurniasih, 2000).

Foster (1986) menggunakan istilah financial distress untuk menunjukkan masalah likuiditas yang berat yang tidak dapat dipecahkan tanpa sebuah penskalaan kembali yang besar dari operasi atau struktur perusahaan.

Financial distress merupakan pandangan terbaik sebagai suatu ide/gagasan/pikiran ekonomi untuk beberapa point pada sebuah rangkaian kesatuan. Riset empirik pada area ini mempunyai kriteria objektif untuk


(36)

17 mengkategorisasikan perusahaan. Kebangkrutan adalah kriteria yang digunakan pada banyak studi; peristiwa ini adalah sebuah peristiwa legal yang dapat dipengaruhi oleh aksi bankers atau kreditur lainnya. Sekalipun dugaan

financial distress adalah biner, tidak diperlukan menjadi sebuah persesuaian satu menjadi satu antara kategori nondistressed/distressed dan kategori

nonbankrupt/bankrupt.

Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Sedangkan menurut UU No.4 Tahun 1998 adalah dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Martin.et.al, (1995:376) dalam Adnan dan Kurniasih (2000) menyebutkan bahwa kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti, yaitu:

1. Kegagalan Ekonomi ( Economic Distressed)

Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti


(37)

18 bahwa tingkat pendapatan atas biaya histories dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

2. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu:

a. Insolvensi Teknis

Adalah perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total hutang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu.

b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan

Adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.


(38)

19 Menurut Taswan (2006) kebangkrutan atau likuidasi bank dapat menimbulkan

domino effect terhadap bank lain yang sehat. Bila ini terjadi maka akan mengganggu sistem perbankan nasional dan perekonomian nasional.

Dalam menentukan model kebangkrutan melalui analisis keuangan kemungkinan kesalahan klasifikasi model (classification error) bisa dikelompokkan menjadi dua (Farid H dan Siswanto S, 1998 dalam Penni mulyaningrum, 2008):

1. Error tipe I terjadi apabila timbul misclasification yang disebabkan oleh adanya prediksi bahwa perusahaan tidak bangkrut, tetapi ternyata mengalami kebangkrutan.

2. Error tipe II terjadi apabila timbul misclasification prediksi yang disebabkan oleh adanya prediksi bahwa perusahaan bangkrut, tetapi kenyataannya tidak bangkrut.

TABEL 2.1

PREDIKSI KEBANGKRUTAN

Hasil Yang Diharapkan Bangkrut Hasil Sesunggunya Tidak Bangkrut

Bangkrut Benar Kesalahan Tipe II

Biaya: lebih dari 100% Tidak Bangkrut Kesalahan Tipe I

Biaya: kecil 0% - 10%

Sumber: Farid H dan Siswanto S (1998) dalam Penni Mulyaningrum (2008)

C. Penyebab Kebangkrutan

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga (Agung Gemah Permana, 2009:42) yaitu:


(39)

20 1. Faktor umum

a) Sektor ekonomi, dimana berasa dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keungan, suku bunga, dan devaluasi atau revaluasi dengan mata uang asing.

b) Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan karyawan.

c) Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan implementasi.

d) Sektor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor bisa berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja lain-lain.

2. Faktor Ekternal Perusahaan

a) Sektor pelanggan atau nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan nasabah bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat nasabah atau konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan nasabah baru.

b) Sektor kreditur, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang piutang


(40)

21 yang tergantung pada kepercayaan kreditur terhadap kelikuiditan suatu bank.

c) Sektor pesaing atau bank lain, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pinjaman kepada nasabah.

3. Faktor Internal Perusahaan

a) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar.

b) Manajemen yang tidak efesien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiaif dari manajemen.

c) Peyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manejer puncak sekalipun yang sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

D. Tahap-tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan

Dalam kaitannya dengan faktor-faktor internal, kebangkrutan yang menimpa suatu perusahaan tidak terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat diramalkan sebelumnya. Kebangkrutan merupakan klimaks dari berbagai tahap atau proses dari situasi kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan. Sebelum suatu perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh


(41)

22 berbagai situasi tau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efesiensi operasinya. Kesulitan-kesulitan keuangan yang menuju kearah terjadinya kebangkrutan dapat dianalisa dan dapat diidentifikasikan melalui tahap-tahap yang tercakup dalam proses perjalanan yang berakhir ada keadaan kebangkrutan tersebut. Adapun tahap-tahap itu adalah (Harnanto, 1984:426 dalam Adnan dan Kurniasih (2000) ):

1. Tahap permulaan atau tahap awal.

2. Tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat-alat likuid lainnya/tahap kesulitan likuiditas.

3. Tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan keuangan.

4. Bangkrut secara total.

Dalam perbankan, setiap badan usaha bank wajib menyampaikan kepada Bank Sentral Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Sentral Indonesia. Dalam hal ini apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka Bank Sentral Indonesia dapat melakukan tindakan agar (Herman Darmawi, 2006:40):

a. Pemegang saham menambah modal

b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direktur bank. c. Bank menghapusbukukan kredit macet dan memperhitungkan kerugian

dengan modal bank.


(42)

23 e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih keseluruhan

kewajiban.

Apabila berbagai tindakan yang dilakukan Bank Sentral Indonesia tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bank atau bahkan keadaan bank tersebut menjadi lebih buruk dan dapat membahayakan sistem perbankan, maka Bank Sentral Indonesia mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan (Herman Darmawi, 2006:41).

Menurut Foster (1986), ada beberapa indikator atau sumber informasi tentang

kemungkinan dari kebangkrutan:

1. Sebuah analisis arus kas periode sekarang dan masa mendatang. Manfaat

dari penggunaan sumber informasi ini yakni fokus secara langsung pada

dugaan kebangkrutan untuk periode yang menjadi perhatian. Estimasi

arus kas termasuk pada analisis ini merupakan variabel kritis pada asumsi

yang mendasari persiapan anggaran.

2. Analisis strategi perusahaan. Analisis ini mempertimbangkan kompetitor

potensial dari perusahaan atau institusi, struktur biaya relatifnya, ekspansi

gedung pada industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan

kenaikan biaya, kualitas manajemen dan sebagainya. Dalam teori,

pertimbangan ini juga akan mendasari analisis arus kas. Bagaimanapun

sebuah fokus yang terpisah pada persoalan strategi dapat menyoroti

konsekuensi dari perbedaan yang tiba-tiba terjadi dalam sebuah industri.


(43)

24

3. Analisis laporan keuangan perusahaan dengan perbandingan perusahaan.

Analisis ini dapat berfokus pada variabel keuangan single (univariate

analysis) atau kombinasi variabel keuangan (multivariate analysis).

4. Variabel eksternal seperti return sekuritas atau peringkat obligasi.

E. Tingkat Kesehatan Bank

Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Sri, dkk, 2000:22).

Sebagaimana layaknya manusia, dimana kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan unuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya (Kasmir, 2008:49).

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut:


(44)

25 1. Capital

Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. Kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan bank dalam mengcover aset bermasalah.

b. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank.

2. Asset Quality

Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. Kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).

b. Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.


(45)

26 3. Management

Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. Kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko. b. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen

kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. 4. Earning

Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. Pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi bank.

b. Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional.

5. Liquidity

Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. Rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi

Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan.

b. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.


(46)

27 6. Sensitivity to Market Risk

Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. Kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar.

b. Kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.

Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating). Peringkat Komposit ditetapkan sebagai berikut:

a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan.

b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin.

c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif.


(47)

28 d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Predikat Tingkat Kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP sebagai berikut:

1. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 1 (PK-1) atau Peringkat Komposit 2 (PK-2). 2. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Cukup Sehat” dipersamakan

dengan Peringkat Komposit 3 (PK-3).

3. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Kurang Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 4 (PK-4).

4. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Tidak Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 5 (PK-5).


(48)

29 Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia sebagi otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya. Informasi mengenai kondisi suatu bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko( Dahlan Siamat, 2005:208).

Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakan ada peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatanya. Akan tetapi, bagi bank terus-menerus tidak sehat, mungkin harus mendapat pengarahan atau sangsi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank (Kasmir, 2008:50).

F. Laporan Keuangan

Salah satu aspek penting dalam pencapaian good corporate gorvernance

(tata kelola perusahaa yang baik) dalam perbankan Indonesia adalah transparansi kondisi keuangan bank kepada publik. Adanya transparansi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan nasional. Selain itu, dalam menciptakan disiplin pasar (market dicipline) perlu diupayakan peningkatan transparansi kondisi keuangan dan

kinerja bank untuk memudahkan penilaian oleh pelaku pasar melalui publikasi


(49)

30

keuangan bank juga akan mengurangi informasi yang asimetris sehingga para

pelaku pasar dapat memberikan penilaian yang wajar dan dapat mendorong

terciptanya disiplin pasar (Dahlan Siamat, 2005:367).

Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank pada suatu waktu (periode tertentu) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik, manajemen maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap laporan tersebut. Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode (Kasmir 2004:239).

Kemudian laporan keuangan juga berikan informasi tentang hasil-hasil usaha yang diperoleh bank dalam suatu periode tertentu dan biaya-biaya atau beban yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut. Informasi ini akan termuat dalam laporan laba rugi. Laporan keuangan bank juga memberikan gambaran tentang arus kas suatu bank yang tergambar dalam laporan arus kas. Dengan demikian laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen bank yang bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan (Kasmir, 2004: 240).


(50)

31 Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001, bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan yang terdiri dari (Dahlan Siamat, 2005: 368) :

1. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan

Adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu bank dalam kurun waktu satu tahun.

2. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan

Adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan dipublikasikan setiap triwulan. 3. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan

Adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Laporan Bulanan Bank Umum yang disampaikan bank kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan setiap bulan.

4. Laporan Keuangan Konsolidasi

Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan atau memiliki Anak Perusahaan, wajib menyusun laporan keuangan konsolidasi berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku serta menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.

Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi


(51)

32 neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007) dalam Penni Mulyaningrum (2008)

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) dalam PSAK No.31 tentang Akuntansi Perbankan, laporan keuangan bank terdiri atas:

1. Neraca

Bank menyajikan aset dan kewajiban dalam neraca berdasarkan karakteristiknya dan disusun berdasarkan urutan likuiditasnya.

2. Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi bank menyajikan secara terperinci unsur pendapatan dan beban, serta membedakan antara unsur-unsur pendapatan dan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan nonoperasional.

3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. 4. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan ekuitas menyajikan peningkatan dan penurunan aset bersih atau kekayaan bank selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan.


(52)

33 5. Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan perusahaan antara lain (Kasmir, 2004:241):

1. Pemegang saham, digunakan untuk melihat kemajuan bank yang dipimpin oleh manajemen dalam suatu periode.

2. Pemerintah, digunakan untuk mengetahui kemajuan bank yang bersangkutan, kepatuhan bank dalam melaksanakan kebijakan moneter yang telah ditetapkan, dan sampai sejauh mana peranan perbankan dalam mengembangkan sektor-sektor industri tertentu.

3. Manajemen, digunakan untuk menilai kinerja menajemen bank dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan, menilai kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari pertumbuhan laba yang diperoleh dan pengembangan aset-aset yang dimilikinya.

4. Karyawan, digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan bank yang sebenarnya.

5. Masyarakat Luas, digunakan untuk mengetahui kondisi bank yang

bersangkutan, sehingga masih tetap mempercayakan dananya disimpan di


(53)

34 G. Manfaat Laporan Keuangan

Sesuai penelitian Abarbanell dan Bushee (1997) dalam Penni Mulyaningrum (2008). Pada pendekatan yang digunakan oleh Ou and Penman (1989) dan Lev and Thiagarajan (1993) diperlihatkan bagaimana fundamental signals yang pasti dari laporan keuangan saat ini seperti perubahan pada penjualan, piutang dagang, persediaan, gross margin dan pengeluaran modal dapat meningkatkan prediksi perubahan earning pada tahun mendatang.

Sesuai dengan Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 tentang Tujuan dari pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor dan pemakai lainnya, baik yang sekarang dan potensial pada pembuatan keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis secara rasional. Tujuan kedua pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi untuk membantu investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang sekarang maupun yang potensial dalam menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari prospective penerimaan kas dari deviden atau bunga. (Scott, 2000 dalam Penni Mulyaningrum, 2008).

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK 2007) pengguna laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini meliputi:


(54)

35 a. Investor

Penanaman modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan.

b. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja, dan kesempatan kerja.

c. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.

e. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan.


(55)

36 f. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawahnya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan.

g. Masyarakat

Perusahaan dapat memberikan kontribusi yang berarti kepada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanaman modal domestik.

H. Rasio Keuangan Perbankan

Rasio keuangan adalah hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numerik, baik dalam persentase atau kali. Hasil perhitungan rasio ini dapat digunakan untuk engukur kinerja keuangan bank pada periode tertentu, dan dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai tingkat kesehatan bank selama periode keuangan tersebut (Selamet Riyadi, 2006:155).

Rasio keuangan perbankan meliputi: 1. Rasio Permodalan

Analisa rasio permodalan sering disebut sebagai analisa solvabilitas atau capital adequancy analysis. Analisa rasio ini untuk mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang akan dilakukan secara efisien dan


(56)

37 mampu untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan (Penni Mulyaningrum, 2008). Rasio ini terbagi atas: a. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. Untuk saat ini minimal CAR sebesar 8% dari aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), atau ditambah dengan Risiko Pasar dan Risiko Operasional, ini tergantung pada kondisi bank yang bersangkutan. CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia saat ini mengacu pada ketentuan/standar internasional yang dikeluarkan oleh Banking For International Settlement (BIS). Persamaan CAR dapat dituliskan sebagai berikut: (Slamet Riyadi, 2006: 161).

Menurut Hasibuan (2002), ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk:

1. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan. 2. Melindungi dana pihak ketiga pada bank bersangkutan. 3. Untuk memenuhi ketetapan standar BIS Perbankan

International dengan formula sebagai berikut:

b. 4%modal inti yang terdiri dari shareholder equity, prefered stock,

dan freereserves, serta

CAR = Modal x 100% ATMR


(57)

38 c. 4% modal sekunder yang terdiri dari subordinate debt, loan loss

provision, hybrid securities dan revolution reserves.

b. Aktiva Tetap Terhadap Modal (ATTM)

Rasio ini mengukur kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya aktiva tetap dan inventaris yang dimiliki bank yang bersangkutan terhadap modal. Semakin tinggi rasio ini artinya modal yang dimiliki bank kurang mencukupi dalam menunjang aktiva tetap dan inventaris sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

2. Rasio Kualitas Asset

Rasio kualitas asset terdiri dari:

a. Aktiva Produktif Bermasalah (APB)

Rasio ini untuk menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif bermasalah terhadap total aktiva produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas aktiva produktif yang menyebabkan PPAP yang tersedia semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.Aktiva produktif bermasalah adalah aktiva produtif dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio ini

ATTM = Aktiva Tetap dan Inventaris x100% Modal


(58)

39 dapat dirumuskan sebagi berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :

b. Non Performing Loan

Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001).

Non Performing Loan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: Non Performing Loan Gross (NPLg) dan Non Performing Loan Net

(NPLn). Menurut Slamet Riyadi (2006) NPLg adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas 3 sampai 5 dibandingkan dengan total kredit yang diberikan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

APB = Aktiva Produktif Bermasalahx 100% Total Aktiva Produktif

NPLg = Kredit yang Diberikan (kol 3-5)x 100% Total Kredit yang Diberikan


(59)

40 Sedangkan Non Performing Loan Net (NPLn) dapat dirumuskan sebagai berikut:

3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah perbandingan laba (setelah pajak) dengn modal

(modal inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total asset yang dimiliki bank

pada periode tertentu (Slamet Riyadi, 2006:155). Rasio profitabilitas terdiri

dari:

a. Net Interest Margin (NIM)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001). Menurut Slamet Riyadi (2006) Net Interest Margin adalah perbandingan antara Interest Income dikurangi Interest Expenses

dibagi dengan Average Interest Earning Asset. Rasio NIM dapat dirumuskan sebagai berukit:

NPLn= Kredit yang Diberikan (kol 3-5) – PPAP Khusus (Kol. 3-5) x 100% Total Kredit yang Diberikan

NIM = Interest Income Interest Expensensx 100% Average Interest Earning Asset


(60)

41 b. Profit Mergin (PM)

Rasio ini merupakan salah satu parameter kinerja dari suatu bank terkait dengan produktifitas dari kegiatan operasionalnya. Semakin besarnya profit margin berarti semakin produktif sehingga akan memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan bank. Profit Margin adalah perbandingan antara biaya bunga dengan total asset, dapat dirumuskan sebagai berikut:

4. Rasio Likuiditas

Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar semua kewajiban finansialnya pada saat jatuh tempo. Kewajiban tersebut merupakan kewajiban jangka pendek atau kewajiban jangka panjang yang sudah segera jatuh tempo. Rasio ini terbagi atas:

a. Loan To Deposit Ratio (LDR)

LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dapat dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Maksimal LDR yang diperkenankan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 110%. Persamaan LDR dapat dituliskan sebagai berikut: (Slamet Riyadi, 2006: 165).

PM = Biaya Bungax 100% Total Asset

LDR = Total kredit yang diberikan x 100% Total DPK


(61)

42 I. Pengertian Logit

Analisis Regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen terhadap variabel dependen yang berupa variabel kategorik (binomial, multinomial atau ordinal) atau juga untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen (yang berupa variabel kategorik) berdasarkan nilai variabel-variabel independen(Uyanto, S. Stanislaus, 2006:225). SPSS menyediakan tiga prosedur regresi logistik yaitu:

1. Regresi Logistik Biner (binary logistic regression), adalah regresi logistik dimana variabel dependennya berupa variabel dikotomi atau

variabel biner.

2. Regresi Logistik Multinomial (multinomial logistic regression)

adalah regresi logistik di mana variabel dependennya berupa variabel kategorik yang terdiri lebih dari dua nilai.

3. Regresi Logistik Ordinal (ordinal logistic regression) adalah regresi logistik di mana variabel dependennya berupa variabel dengan skala ordinal.

Logit analysis merupakan bentuk khusus dari regresi dimana variabel dependennya nonmetrik dan terbagi menjadi dua bagian/kelompok (biner), walaupun formulasinya dapat saja meliputi lebih dari dua kelompok. Secara umum, penginterpretasian logit analysis sangat mirip dengan regresi linear (Hair dkk, 1998 dalam Liza Angelina, 2003).


(62)

43 J. Pengertian Multiple Discriminant Analysis (MDA)

Multiple Discriminant Analysis (MDA) merupakan teknik statistik yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan hubungan yang berpengaruh kuat terhadap kategori dimana objek tersebut berada dimana variabel dependennya merupakan sesuatu yang pasti (nominal atau nonmetrik) dan variabel independennya metrik (Hair dkk, 1998 dalam Liza Angelina 2003). Tujuan MDA adalah mengidentifikasi jumlah fungsi diskriminan seminimum mungkin yang mampu memaksimumkan perbedaan antar kelompok yang ada (Agus Widarjono, 2010 : 193)

Multiple Discriminant Analysis (MDA) atau analisis pembeda ganda merupakan suatu metodologi formal yang digunakan untuk memperkecil rasio dan untuk mempertinggi kerepresentatifan rasio keuangan yang dipilih sebagai variabel (Evi Wardhani, 2007). Model analisis semacam ini dapat digunakan untuk:

1. Memprediksi kebangkrutan perusahaan.

2. Mengevaluasi atas prospek perusahaan secara individual.

3. Menilai kelayakan dan kewajaran suatu rencana organisasi dalam memutuskan alternatif-alternatifnya.

K. Penelitian Sebelumnya

Argo Asmoro (2010) meneliti mengenai judul Analisis pengaruh rasio keuangan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional periode 2004-2007. Penelitian ini dilakukan untuk


(63)

44

menguji pengukuran rasio-rasio keuangan CAR (Capital Adequacy Ratio), NPL

(Non Performing Loan), ROA (Return on Assets), BOPO (Biaya

Operasional/Pendapatan Operasional), dan LDR (Loan to Deposit Ratio) terhadap

prediksi kondisi bermasalah pada bank persero dan bank umum swasta nasional

periode tahun 2004 hingga 2007. Permasalahan dari penelitian ini adalah karena

adanya kontradiksi (researh gap) dari penelitian sebelumnya. Dari hasil analisis

menunjukkan hasil secara parsial bahwa variabel CAR dan ROA berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap kondisi bermasalah. Sedangkan variabel NPL,

BOPO, dan LDR berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi

bermasalah pada sektor perbankan. Kemudian hasil estimasi regresi logistik

menunjukkan kemampuan prediksi dari 5 variabel bebas tersebut terhadap kondisi

bermasalah sektor perbankan sebesar 49,1% sedangkan sisanya, yaitu sebesar

50,9% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Penni Mulyaningrum (2008) menganalisis rasio keuangan bank untuk memprediksi kebangkrutan bank di Indonesia. Variabel yang digunakan sejumlah tujuh rasio keuangan bank yakni CAR, LDR, NPL, BOPO, ROA, ROE dan NIM. Data penelitian diperoleh secara sensus yang berarti keseluruhan populasi digunakan dalam penelitian yang sejumlah 130 bank pada tahun 2006. Alat analisis yang digunakan adalah regresi logit. Hasil uji multivariate memperlihatkan bahwa variabel LDR signifikan berpengaruh terhadap profitabilitas kebangkrutan bank di Indonesia pada α = 5% namun tidak mempunyai tanda yang sama dengan yang diprediksikan. Variabel CAR, NPL, BOPO, ROE, dan NIM mempunyai tanda yang sama dengan yang diprediksikan namun tidak signifikan. Variabel ROA tidak signifikan dan


(64)

45 mempunyai tanda yang berbeda dengan yang diprediksikan. Secara umum, hasilnya tidak menerima keseluruhan Ha. Ketepatan prediksi kebangkrutan bank tahun 2006 sebesar 94.6%. Tingkat kesalahan yang dilakukan dalam memprediksi kebangkrutan adalah tipe II yaitu bank yang diprediksi bangkrut ternyata tidak bangkrut.

Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Rasio Camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002” dengan sampel penelitian yang terdiri dari 16 bank sehat, 2 bank yang mengalami kebangkrutan, dan 6 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan. Dalam penelitian ini digunakan kondisi bermasalah suatu bank sebagai variabel dependen sedangkan variabel independennya menggunakan rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAPAP, PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, dan LDR). Penelitian ini menggunakan model analisis regresi logistik dan penentuan sampel digunakan metode purposive sampling. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, dan BOPO secara statistik berbeda untuk kondisi bank bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan dengan bank yang tidak bangkrut dan tidak mengalami kondisi kesulitan keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa hanya rasio keuangan CAR dan BOPO yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan.


(65)

46 Liza Angelina (2003) meneliti tentang Perbandingan Early Warning System (EWS) untuk memprediksi kebangkrutan Bank Umum di Indonesia periode 1994/1995 - 1999/2000 yaitu sebanyak 88 bank yang gagal dan 81 bank yang tidak gagal. Dari jumlah responden tersebut ternyata tidak semuanya dapat dijadikan responden dalam penelitian ini, karena data yang tersedia tidak lengkap atau bahkan karena tidak tersedianya data. Akhirnya responden yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 74 bank yang gagal dan 81 bank yang tidak gagal. Penelitian ini menggunakan metode analisis Trait Recognition (TR), Logit, Multiple Discriminant Analysis (MDA).

Hasil penelitian ini menunjukkan model TR memiliki akurasi prediksi yang paling tinggi. Selain itu, model TR tidak hanya dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kegagalan bank, tapi juga dapat mengetahui dengan tepat bank-bank mana saja yang akan mengalami kegagalan. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan model logit maupun MDA. Ini membuktikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini, yang berbunyi EWS dengan model TR memiliki ketepatan peramalan yang lebih baik dari model MDA dan model logit, benar-benar terbukti yang artinya, penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu.

FX Sugiyanto, Prasetiono, dan Teddy Hariyanto (2002) melakukan penelitain yang berjudul “Manfaat Indikator-Indikator Keuangan dalam Pembentukan Model Prediksi Kondisi Kesehatan Perbankan”. Variabel independen yang digunakan berupa rasio keuangan yang meliputi kekuatan


(1)

140

42 0 0 .809 1 .985 .058 1 .015 8.385 2.398

43 0 0 .323 1 .711 .977 1 .289 2.776 1.168

44 0 0 .054 1 1.000 3.727 1 .000 21.021 4.087

45 0 0 .883 1 .980 .022 1 .020 7.847 2.303

46 0 0 .310 1 .696 1.029 1 .304 2.689 1.142

47 0 0 .124 1 1.000 2.370 1 .000 17.589 3.696

48 0 0 .411 1 .997 .675 1 .003 12.082 2.978

Cross-validat eda

1 1 1 .768 1 .985 .087 0 .015 8.495

2 1 1 .850 1 .981 .036 0 .019 7.901

3 1 0** .253 1 .650 1.306 1 .350 2.543

4 1 1 .511 1 .855 .432 0 .145 3.988

5 1 1 .305 1 .699 1.052 0 .301 2.741

6 1 1 .692 1 .989 .157 0 .011 9.096

7 1 1 .007 1 1.000 7.393 0 .000 29.998

8 1 1 .711 1 .988 .137 0 .012 8.938

9 1 1 .208 1 .999 1.588 0 .001 15.195

10 1 1 .591 1 .992 .289 0 .008 9.967

11 1 1 .980 1 .967 .001 0 .033 6.764

12 1 1 .731 1 .987 .118 0 .013 8.786

13 1 1 .376 1 .769 .784 0 .231 3.185

14 1 1 .759 1 .986 .094 0 .014 8.566

15 1 1 .778 1 .985 .080 0 .015 8.425

16 1 1 .220 1 .583 1.502 0 .417 2.172

17 1 1 .106 1 1.000 2.610 0 .000 18.256

18 1 1 .719 1 .926 .129 0 .074 5.193

19 1 1 .581 1 .992 .305 0 .008 10.063

20 1 1 .823 1 .947 .050 0 .053 5.803

21 1 1 .817 1 .946 .054 0 .054 5.766

22 1 1 .805 1 .983 .061 0 .017 8.221

23 1 1 .570 1 .993 .322 0 .007 10.161

24 1 1 .950 1 .964 .004 0 .036 6.579

25 1 1 .731 1 .987 .118 0 .013 8.786

26 1 1 .958 1 .965 .003 0 .035 6.624

27 1 1 .632 1 .991 .229 0 .009 9.600

28 1 1 .966 1 .972 .002 0 .028 7.110

29 1 0** .253 1 .650 1.306 1 .350 2.543

30 1 1 .442 1 .996 .590 0 .004 11.497

31 1 0** .649 1 .940 .208 1 .060 5.705

32 1 1 .987 1 .968 .000 0 .032 6.812

33 1 1 .303 1 .697 1.061 0 .303 2.728


(2)

141

35 1 1 .450 1 .822 .571 0 .178 3.630

36 1 1 .238 1 .999 1.392 0 .001 14.547

37 1 1 .855 1 .952 .034 0 .048 5.992

38 1 1 .910 1 .977 .013 0 .023 7.487

39 1 1 .730 1 .929 .119 0 .071 5.256

40 0 0 .855 1 .980 .033 1 .020 7.775

41 0 1** .837 1 .998 .042 0 .002 12.448

42 0 0 .788 1 .983 .072 1 .017 8.214

43 0 0 .266 1 .684 1.239 1 .316 2.782

44 0 0 .024 1 1.000 5.077 1 .000 22.626

45 0 0 .870 1 .979 .027 1 .021 7.680

46 0 0 .253 1 .667 1.307 1 .333 2.699

47 0 0 .078 1 .999 3.115 1 .001 18.265

48 0 0 .357 1 .996 .850 1 .004 12.018

For the original data, squared Mahalanobis distance is based on canonical functions. For the cross-validated data, squared Mahalanobis distance is based on observations. **. Misclassified case

a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case is classified by the functions derived from all cases other than that case.

Classification Resultsb,c

kategori

Predicted Group Membership

Total Bermasalah Tidak Bermasalah

Original Count Bermasalah 8 1 9

Tidak Bermasalah 3 36 39

% Bermasalah 88.9 11.1 100.0

Tidak Bermasalah 7.7 92.3 100.0

Cross-validateda Count Bermasalah 8 1 9

Tidak Bermasalah 3 36 39

% Bermasalah 88.9 11.1 100.0

Tidak Bermasalah 7.7 92.3 100.0

a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case is classified by the functions derived from all cases other than that case.

b. 91.7% of original grouped cases correctly classified. c. 91.7% of cross-validated grouped cases correctly classified.


(3)

142

Lampiran 4 : Output spss 17 model Logit

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES kategori /METHOD=ENTER CAR ATB NIM LDR PM APM NPLg NPLn /CLASSPLOT /PRINT=GOODFIT CI(95) /CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

[DataSet1] C:\Documents and Settings\Compaq\My Documents\data spss\fix.sav

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 48 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 48 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 48 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Bermasalah 0

Tidak Bermasalah 1

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients Constant

Step 0 1 46.685 1.250

2 46.329 1.453

3 46.327 1.466

4 46.327 1.466

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 46.327

c. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b

Observed

Predicted kategori

Percentage Correct Bermasalah Tidak Bermasalah

Step 0 kategori Bermasalah 0 9 .0

Tidak Bermasalah 0 39 100.0

Overall Percentage 81.3

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500


(4)

143

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1.466 .370 15.723 1 .000 4.333

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables CAR 8.936 1 .003

ATM 6.554 1 .010

NIM 1.289 1 .256

LDR .404 1 .525

PM 6.974 1 .008

APB 25.359 1 .000

NPLg 24.786 1 .000

NPLn 18.065 1 .000

Overall Statistics 28.325 8 .000

Block 1: Method = Forward Stepwise (Conditional)

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients Constant APM

Step 1 1 27.430 -2.519 -.955

2 21.127 -4.322 -1.583

3 19.677 -5.709 -2.060

4 19.513 -6.373 -2.288

5 19.510 -6.489 -2.327

6 19.510 -6.491 -2.328

7 19.510 -6.491 -2.328

a. Method: Forward Stepwise (Conditional) b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 46.327

d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 26.818 1 .000

Block 26.818 1 .000

Model 26.818 1 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 19.510a .428 .691


(5)

144

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 10.019 7 .187

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

kategori = Bermasalah kategori = Tidak Bermasalah

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 5 4.674 0 .326 5

2 3 2.949 3 3.051 6

3 0 .724 5 4.276 5

4 0 .253 5 4.747 5

5 0 .142 5 4.858 5

6 1 .100 4 4.900 5

7 0 .085 6 5.915 6

8 0 .052 5 4.948 5

9 0 .021 6 5.979 6

Classification Tablea

Observed

Predicted kategori

Percentage Correct Bermasalah Tidak Bermasalah

Step 1 kategori Bermasalah 6 3 66.7

Tidak Bermasalah 1 38 97.4

Overall Percentage 91.7

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a APB -2.328 .745 9.776 1 .002 .097 .023 .419

Constant -6.491 2.475 6.879 1 .009 .002 a. Variable(s) entered on step 1: APM.

Model if Term Removeda

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df Sig. of the Change

Step 1 APB -23.967 28.425 1 .000


(6)

145

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 1 Variables CAR .615 1 .433

ATM .008 1 .928

NIM 2.589 1 .108

LDR 1.186 1 .276

PM 1.190 1 .275

NPLg 1.251 1 .263

NPLn .208 1 .648