Analisis pengendalian persedian bahan baku pada PT. Dagsap Endura Eatore di kawasan industri Sentul, Bogor

(1)

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU PADA PT. DAGSAP ENDURA EATORE

DI KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR

Restu Wahyuningsih

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H


(2)

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT. DAGSAP ENDURA EATORE

DI KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR

Restu Wahyuningsih NIM: 105092002964

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011 M / 1432 H


(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul ” Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor ”, yang ditulis oleh Restu Wahyuningsih NIM 105092002964 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu Tanggal 01 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Rizki Adi Puspita Sari, SP, MM Drh. Zulmanery, MM

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Taswa Sukmadinata, M.Si Eny Dwiningsih, S.TP, M.Si

Mengetahui,

Dekan Ketua

Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Agribisnis

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Drs. Acep Muhib, MM NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19690605 200112 1 001


(4)

MOTTO

“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan ”

(Alam Nasyrah : 5-6)

“ Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu, orang-orang yang masih terus belajar

akan menjadi pemilik masa depan “ (Mario Teguh)

Ku persembahkan karya ini untuk kedua Orang Tua tercinta

Ayahanda Wahyudi (alm) dan Ibunda Satini Langkah ku hanya untuk membahagiakan kalian Semoga Allah SWT selalu melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya serta ampunan dosa bagi keduanya


(5)

SURAT PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 01 Juni 2011


(6)

CURRICULUM VITAE

RESTU WAHYUNINGSIH Pangkalan Jati 7, Rt:005, Rw:09, No:42

Kel: Cipinang Melayu, Kec: Makasar, Jakarta Timur 13620 +62 856 9192 7043, email: seneng_benerr@yahoo.co.id

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 07 Februari 1987 Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum menikah

Pendidikan Formal

1993 – 1999 SD Negeri Pondok Cempaka I, Bekasi 1999 – 2002 SLTP Negeri 51, Jakarta

2002 – 2005 SMA Negeri 100, Jakarta

2005 – 2011 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Pendidikan Nonformal

2004 – 2005 Bimbingan Belajar Salemba Collage

2004 – 2005 Pendidikan Komputer Microsoft Office dan Web Design

Pengalaman Kerja


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Daging Sapi pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammnad SAW beserta keluarga dan sahabat yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibunda Satini dan Ayahanda Wahyudi (alm) yang telah mencurahkan cinta

dan kasih sayang yang tiada henti, perhatian, dukungan moriil dan materiil serta nasihat yang tak ternilai harganya bagi penulis. Penulis haturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang tinggi kepada mereka berdua atas jerih payah dan motivasinya supaya penulis dapat meraih cita-cita dan menuju masa depan yang cerah. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan segala karunianya kepada mereka.

2. Kakak-kakak ku tercinta Eka Wahyuningsih, Edi Wahyu Wibowo dan Tri Wahyu Indratno yang selalu ada memberikan semangat kepada penulis untuk terus maju serta keponakan kecil ku Assyfa Ade Andrini, Kartika Nila Wardani dan Safira Agnia Wibowo yang selalu membuat ku ceria, semoga kalian menjadi anak yang shalihah dan senantiasa berbakti terhadap kedua orang tua.

3. Dr. Taswa Sukmadinata, M.Si dan Eny Dwiningsih S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu mengarahkan, menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi terselesaikannya skripsi ini.


(8)

4. Drs. Acep Muhib, MM dan Riski Adi Puspita Sari, MM selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan..

5. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Rusli Adna Solihin selaku manager produksi PT. Dagsap Endura Eatore dan Agus Riyanto selaku manager HRD PT. Dagsap Endura Eatore yang telah meluangkan waktu dan bersedia menerima penulis dengan baik selama penelitian.

7. Seluruh dosen dan staff Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan masukan-masukan dan ilmunya kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan Agribisnis angkatan 2005 Lece, Ochid, Alip, Ari, Aris, Ayu, Buyung, Echi, Dimas, Donny, Aank, Hasyim, Iponk, Jeje, Rusman, Mitha, Tama, Bojes, Ichen, Yarfi, Anto, Rafki, Dita, Riri, Risky, Ipeh, Yudha yang selalu memberi semangat agar skripsi ini cepat selesai. Special untuk Rofikoh, Febriya, Henning Pury Asanti, Mega Friyanti dan Sarif Hidayatullah yang selalu ada di hati. Terima kasih... kebersamaan kita akan menjadi kenangan yang akan selalu kita rindukan.

9. Sarifudin Syah yang telah memberikan motivasi, dukungan moriil dan perhatiannya kepada penulis selama penyusunan skripsi.

10.Semua pihak yang penulis tidak sebutkan satu per satu. Namun, penulis berharap semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kalian semua.

Akhirnya hanya kepada Allah semua itu diserahkan. Semoga amal baik mereka diterima oleh Allah SWT, Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Jakarta, Juni 2011


(9)

RINGKASAN

Restu Wahyuningsih, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor. (Di bawah bimbingan TASWA SUKMADINATA dan ENY DWININGSIH).

PT. Dagsap Endura Eatore merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri pengolahan dengan menggunakan bahan baku daging sapi. PT. Dagsap Endura Eatore berperan sebagai penyedia produk makanan yang bersifat ready to cook (siap untuk dimasak). Dalam menjalankan tugasnya, PT. Dagsap Endura Eatore memiliki kendala pengadaan bahan baku. Masalah pengadaan bahan baku yang dihadapi meliputi jumlah permintaan, biaya pembelian, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permasalahan tersebut mengakibatkan terganggunya ketersediaan bahan baku yang terdapat di perusahaan.

Kelancaran arus produksi harus tetap dijaga dengan mempertahankan keseimbangan antara kualitas dan kuantitas produk dengan penyediaan bahan baku sehingga biaya produksi menjadi minimum. Pengadaan persediaan bahan baku, perusahaan akan berusaha memperkecil segala hal yang berhubungan dengan biaya agar pengeluaran perusahaan dapat ditekan sekecil mungkin dalam mencapai hasil operasi perusahaan yang optimal.

Setiap bagian dalam perusahaan dapat memandang persediaan dari berbagai sisi yang berbeda. Bagian pemasaran, menghendaki tingkat persediaan yang tinggi agar dapat melayani permintaan pelanggan sebaik mungkin. Bagian pembelian cenderung untuk membeli barang dalam jumlah yang besar dengan tujuan untuk memperoleh diskon sehingga harga per unit menjadi lebih rendah. Demikian juga bagian produksi, menghendaki tingkat persediaan yang besar untuk mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengendalian persediaan bahan baku daging sapi pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor sehingga arus produksi berjalan dengan lancar dan biaya.persediaan dapat ditekan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan PT. Dagsap Endura Eatore, (2) menganalisis alternatif metode pengendalian persediaan dalam peningkatan efisiensi bahan baku di PT. Dagsap Endura Eatore.

Penelitian dilakukan di PT. Dagsap Endura Eatore yang berada di Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa PT. Dagsap Endura Eatore merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan daging yang baru sedang berkembang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Untuk mengetahui sistem pengendalian persediaan bahan baku pada PT. Dagsap Endura Eatore dilakukan dengan teknik wawancara kepada manajer produksi.


(10)

Data primer yang diperoleh dari perusahaan dianalisis dengan menggunakan metode Material Requirement Plannning (MRP) dengan teknik Lot For Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), teknik Period Order Quantity (POQ) dan teknik Part Period Balancing (PPB) menggunakan alat bantu kalkulator dan program Microsoft Excel. Hasil penelitian diperoleh bahwa sistem pengendalian dan pengadaan persediaan bahan baku PT. Dagsap Endura Eatore belum terstruktur, hal ini terlihat dari sistem pengadaan bahan baku yang hanya menggunakan metode peramalan sesuai dengan target penjualan. Pemesanan bahan baku dilakukan dengan meramalkan target penjualan selama satu tahun ke depan kemudian di konversi menjadi periode bulanan. Pemesanan bahan baku juga didasarkan pada kebutuhan produksi, kapasitas produksi dan kondisi persediaan bahan baku di gudang. Analisis perhitungan persediaan bahan baku yang dilakukan dengan metode MRP diperoleh nilai total persediaan bahan baku sebagai berikut: teknik LFL sebesar Rp 2.555.029.257, hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya pembelian sebesar Rp 2.543.724.000 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.780.256,5 dan biaya pemesanan sebesar Rp 7.525.000. Teknik EOQ 2.634.422.058, hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya pembelian sebesar Rp 2.628.241.200 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.905.858,45 dan biaya pemesanan sebesar Rp 2.275.000. Teknik POQ sebesar Rp 2.549.735.711, hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya pembelian sebesar Rp 2.544.030.000 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.780.711,25 dan biaya pemesanan sebesar Rp 1.925.000. Dan teknik PPB sebesar Rp 2.551.485.711, hasil tersebut diperoleh dari panjumlahan biaya pembelian sebesar Rp 2.544.030.000 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.780.711,3 dan biaya pemesanan sebesar Rp 3.675.000. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa teknik yang terbaik yang dapat digunakan di PT. Dagsap Endura Eatore adalah teknik POQ. Teknik POQ menghasilkan pengeluaran biaya yang paling rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan ketiga teknik lain, yaitu sebesar RP 457.393.442,4 memiliki nilai penghematan sebesar 15,20 persen dibandingkan dengan metode perusahaan tahun 2009.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... 7

DAFTAR ISI ... 11

DAFTAR TABEL ... 14

DAFTAR GAMBAR ... 16

DAFTAR LAMPIRAN ... 17

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pengertian Daging Sapi ... 5

2.2 Persediaan ... 11

2.2.1 Arti dan Peran Persediaan ... 11

2.2.2 Fungsi dan Kegunaan Persediaan ... 12

2.2.3 Tipe dan Jenis Persediaan ... 14

2.2.4 Biaya Persediaan ... 15

2.3 Pengendalian Persediaan ... 18

2.3.1 Pengertian pengendalian Persediaan ... 18

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Pengendalian Persediaan ... 19

2.3.3 Kebijakan dalam Pengendalian Persediaan ... 20

2.4 Metode Perhitungan Pengendalian Persediaan ... 22

2.4.1 Metode Persediaan ABC ... 22

2.4.2 Metode Persediaan Probabilistik ... 24

2.4.3 Metode Persediaan Deterministik ... 27

2.5 Penelitian Terdahulu ... 36

2.6 Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 38


(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 40

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 40

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 42

3.4.1 Analisis Kualitatif ... 42

3.4.2 Analisis Kuantitatif ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 50

4.1 Sejarah Perusahaan ... 50

4.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 51

4.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... 52

4.4 Ketenagakerjaan ... 53

4.5 Pemasaran Produk ... 54

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

5.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore ... 60

5.1.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ... 60

5.1.2 Prosedur Pembelian Bahan Baku ... 62

5.1.3 Prosedur Penanganan Bahan Baku ... 64

5.1.4 Pemakaian Bahan Baku ... 65

5.1.5 Biaya Persediaan Bahan Baku ... 67

5.2 Analisis Pola Permintaan Bahan Baku ... 71

5.3 Analisis Persediaan Pengendalian Bahan Baku ... 73

5.3.1 Metode PT. Dagsap Endura Eatore ... 73

5.3.2 Metode Material Requirement Planning (MRP) ... 78

5.4 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan ... 86

5.5 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persedian Bahan Baku Berdasarkan Data Historis Perusahaan Periode Januari 2009-Desember 2009 ... 90


(13)

BAB VI KESIMPULAN ... 92

6.1 Kesimpulan ... 92

6.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Format Perencanaan Bahan Baku ... 45

2. Jumlah Karyawan PT. Dagsap Endura Eatore ... 53

3. Segmentasi Produk PT. Dagsap Endura Eatore ... 58

4. Daftar Nama Supplier Daging Sapi PT. Dagsap Endura Eatore ... 61

5. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, Tahun 2009 ... 66

6. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Bahan Baku, Tahun 2009 ... 68

7. Total Biaya Pemesanan Bahan Baku, Tahun 2009 ... 68

8. Komponen Opportunity Cost Bahan Baku, Tahun 2009 ... 70

9. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku, Tahun 2009 ... 70

10.Rencana Pengadaan Bahan Baku, Tahun 2009 ... 74

11.Perkembangan Persediaan Bahan Baku, Tahun 2009 ... 75

12.Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan, Tahun 2009 ... 76

13.Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL ... 79

14.Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL ... 80

15.Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ ... 81

16.Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ ... 82

17.Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ ... 83

18.Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ ... 84

19.Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB ... 85


(15)

21.Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore dengan MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB ... 86


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta Bagian Daging Sapi ... 6

2. Metode Analisis ABC ... 23

3. Variasi Permintaan dan Lead Time ... 24

4. Biaya Total Sebagai Fungsi dari Kuantitas Pemesanan ... 29

5. Jalur Distribusi Produk PT. Dagsap Endura Eatore ... 56

6. Prosedur Pembelian Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore ... 63


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Struktur Organisasi Perusahaan ... 98 2. Daftar Harga Produk PT. Dagsap Endura Eatore ... 99 3. Grafik Pola Permintaan Bahan Baku ... 103 4. Total Biaya Persediaan Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore, Tahun

2009 ... 104 5. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL . 105 6. Perhitungan Teknik EOQ Bahan Baku Daging Sapi ... 106 7. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ 107 8. Perhitungan Teknik POQ Bahan Baku Daging Sapi ... 108 9. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ 109 10.Penggabungan Periode Teknik PPB ... 110 11.Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB . 112 12.Penghematan Biaya Persediaan Bahan Baku dengan metode MRP Teknik

LFL, EOQ, POQ dan PPB ... 113 13.Surat Pernyataan Penelitian di PT. Dagsap Endura Eatore ... 114


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan kemajuan ekonomi dewasa ini memacu pertumbuhan industri di segala bidang, menyebabkan meningkatnya persaingan diantara perusahaan-perusahaan untuk memperebutkan konsumen sehingga mengakibatkan meningkatnya pula tuntutan konsumen terhadap kualitas dan kuantitas dari suatu produk. Pemenuhan kebutuhan konsumen ditunjang oleh faktor ketersediaan produk di gudang. Sedangkan ketersediaan produk dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku, sehingga dalam hal ini persediaan memiliki peranan penting untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen.

Persediaan merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki peranan penting dalam operasi bisnis, sehingga perusahaan perlu melakukan manajemen persediaan proaktif, artinya perusahaan harus mampu mengantisipasi keadaan maupun tantangan yang ada dalam manajemen persediaan untuk mencapai sasaran akhir, yaitu untuk meminimalisasi total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk penanganan persediaan (Yamit, 2002). Dalam sistem manufaktur maupun non manufaktur, adanya persediaan merupakan faktor yang memicu peningkatan biaya. Penetapan jumlah persediaan yang terlalu banyak akan berakibat pemborosan dalam biaya simpan, tetapi apabila terlalu sedikit maka akan mengakibatkan hilangnya kesempatan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan jika permintaan nyatanya lebih besar daripada permintaan yang


(19)

diperkirakan. Pengendalian persediaan bahan baku sangatlah penting dalam sebuah industri untuk mengembangkan usahanya karena akan berpengaruh pada efisiensi biaya, kelancaran produksi dan keuntungan usaha itu sendiri. Adanya persediaan diharapkan dapat memperlancar jalannya proses produksi suatu perusahaan.

PT. Dagsap Endura Eatore merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan, berbahan baku daging sapi dan daging ayam. Produk yang dihasilkan diantaranya baso sapi, sosis sapi, sosis ayam, chicken nugget dan beef

burger. Dalam pemasaran produk, PT. Dagsap Endura Eatore membagi kedalam

segmentasi yang berbeda-beda, yaitu wet market ditujukan ke pasar tradisional

dengan merek dagang hemato, food market ditujukan ke industri kuliner seperti

hotel dan restotan dengan merek dagang pedan dan dagsap, sedangkan modern

market ditujukan ke swalayan dengan merek dagang yona. Secara umum bahan

baku yang digunakan dalam produksi olahan daging sapi sama meliputi daging sapi, lemak dan air serta berbagai bumbu.

PT. Dagsap Endura Eatore dalam pengembangan usahaanya sering menghadapi permasalahan, yaitu sistem pengendalian persediaan bahan baku yang tidak terstruktur. Oleh karena itu, peneliti mencoba menganalisis pengendalian persediaan bahan baku daging sapi ynag dilakukan PT. Dagsap Endura Eatore.

1.2 Perumusan Masalah

Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku harus dilakukan dengan tepat dan cermat, mengingat biaya-biaya yang ditimbulkan sebagai akibat adanya aktivitas persediaan. Jika sistem pengendalian persediaan yang diterapkan kurang


(20)

tepat dapat mengakibatkan pemborosan dan tingginya biaya persediaan yang dikeluarkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan PT. Dagsap Endura Eatore?

2. Alternatif metode pengendalian persediaan apa yang sebaiknya diterapkan oleh PT. Dagsap Endura Eatore untuk peningkatan efisiensi persediaan bahan baku?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan PT. Dagsap Endura Eatore.

2. Menganalisis alternatif metode pengendalian persediaan yang dapat diterapkan oleh PT. Dagsap Endura Eatore untuk peningkatan efisiensi bahan baku.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Perusahaan

Memberikan masukan-masukan atau sumbangan pikiran yang berguna bagi perusahaan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan pengendalian persediaan terutama dalam hal penanganan persediaan bahan baku.


(21)

2. Penulis

Menambah pengetahuan dan sebagai alat ukur kemampuan teori yang diperoleh dari perkuliahan maupun dari literatur yang ada dalam penerapannya dengan masalah yang dihadapi perusahaan.

3. Pihak lain

Memberikan informasi sebagai referensi bagi pembaca maupun peneliti dalam melakukan penelitian dengan topik permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian persediaan bahan baku.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini hanya meneliti persediaan bahan baku yang paling banyak digunakan yaitu daging sapi. Penelitian ini bertempat di PT. Dagsap Endura Eatore yang berada di Kawasan Industri Sentul, Bogor. PT. Dagsap Endura Eatore merupakan industri pengolahan daging yang memproduksi sosis, baso dan beef burger. Penelitian ini dilakukan berdasarkan sistem


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daging Sapi

Menurut Astawan (2009:1), daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging merupakan bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Menurut Soeparno (2008:1), daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Sementara itu menurut Abrianto (2009:1), daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh

dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Daging sapi dikategorikan sebagai daging merah, yaitu daging yang dalam kondisi mentah berwarna merah. Dalam bidang nutrisi, daging merah diartikan sebagai daging yang berasal dari binatang mamalia.

Menurut Abrianto (2009:2) menyatakan bahwa bagian daging terdiri dari tiga komponen utama, yaitu jaringan otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose

tissue), dan jaringan ikat (connective tissue). Sementara itu, menurut Astawan

(2009:2) menyatakan bahwa banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam daging akan menentukan tingkat kealotan atau kekerasan daging.

Mlandhing (2008:2-6) menyebutkan bahwa daging sapi terdiri dari beberapa bagian, disajikan pada Gambar 1.


(23)

Gambar 1. Peta Bagian Daging Sapi Sumber: www.wikipedia.com

1. Daging sapi paha depan (chuck)

Daging sapi paha depan atau dikenal juga sebagai chuck adalah bagian

daging sapi yang berasal dari bagian atas paha depan. Ciri daging ini adalah berbentuk potongan segiempat dengan ketebalan sekitar 2-3 cm, dengan bagian dari tulang pundak masih menempel ke bagian paha sampai ke bagian terluar dari punuk. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat bakso, sosis.

2. Daging iga sapi (rib)

Daging iga sapi atau rib adalah bagian daging sapi yang berasal dari

daging di sekitar tulang iga. Bagian ini termasuk dari delapan bagian utama daging sapi yang biasa dikonsumsi. Seluruh bagian daging iga ini bisa terdiri dari beberapa iga berjumlah sekitar 6 sampai dengan 12, untuk potongan daging iga yang akan dikonsumsi bisa terdiri dari 2 sampai dengan 7 tulang iga. Biasanya bagian ini digunakan sebagai bahan dasar makanan khas Makassar, sup conro. 3. Daging has dalam (tenderloin)

Daging has dalam atau tenderloin adalah daging sapi dari bagian tengah


(24)

bagian-bagian otot utama di sekitar bagian-bagian tulang belakang, dan kurang lebih di antara bahu dan tulang panggul. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak, karena otot-otot di bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Biasanya bagian daging ini digunakan untuk membuat steak.

4. Daging has luar (sirloin)

Daging has luar atau lebih dikenal dengan nama sirloin adalah bagian

daging sapi yang berasal dari bagian bawah daging iga, terus sampai ke bagian sisi luar has dalam. Daging ini adalah daging yang paling murah dari semua jenis has, karena otot sapi pada bagian ini masih lumayan keras dibanding bagian has yang lain karena otot-otot di sekitar daging ini paling banyak digunakan untuk bekerja. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat steak.

5. Daging sapi penutup (round)

Penutup daging sapi atau lebih dikenal dengan nama topside atau round

adalah bagian daging sapi yang terletak di bagian paha belakang sapi. Potongan daging sapi di bagian ini sangat tipis dan kurang lebih sangat liat. Selain itu bagian ini sangat kurang lemak sehingga jika dibakar atau dipanggang akan sangat lama melunakkannya. Biasanya daging ini digunakan untuk campuran daging pizza.

6. T-bone

T-bone adalah bagian daging sapi yang biasa dibuat sebagai steak. Potongan daging ini terbentuk dari tulang yang berbentuk seperti huruf T dengan daging disekitarnya. Bagian daging yang paling besar biasanya berasal dari bagian has luar, sedangkan bagian kecilnya berasal dari has dalam.


(25)

7. Lamosir (cube roll)

Lamosir atau lamusir atau dikenal juga dengan nama cube roll adalah

bagian daging sapi yang berasal dari bagian belakang sapi di sekitar has dalam, has luar dan tanjung. Biasanya daging ini digunakan untuk makanan khas Batam, Sup Lamosir.

8. Tanjung (rump)

Tanjung atau lebih dikenal dengan nama rump adalah salah satu bagian

daging sapi yang berasal dari bagian punggung belakang. Biasanya daging ini disajikan dengan dipanggang.

9. Punuk (blade)

Punuk atau lebih dikenal dengan nama blade adalah daging sapi bagian

atas yang menyambung dari bagian daging paha depan terus sampai ke bagian punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-serat kasar yang mengarah ke bagian bawah, yang cocok jika digunakan dengan cara memasak dengan teknik mengukus. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat makanan khas Nusa Tenggara Timur yaitu Se’i (sejenis daging asap).

10.Cingur

Cingur adalah tulang rawan dari bagian hidung dan bibir atas sapi. Biasanya ditemui dalam rujak cingur.

11.Lidah sapi

Lidah Sapi adalah bagian daging sapi yang berasal dari lidah sapi. Biasanya daging ini digunakan sebagai bahan dasar makanan untuk Sate Padang dan semur lidah. Lidah sapi juga diasap.


(26)

12.Buntut sapi (oxtail)

Buntut Sapi atau lebih dikenal dengan nama oxtail adalah bagian dari

tubuh sapi bagian ekor. Biasanya bagian ini disajikan sebagai hidangan sup buntut.

Daging yang layak konsumsi harus memiliki kriteria mutu kualitas yang baik. Menurut Sianturi (2009:1), bahwa kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Sedangkan faktor setelah pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah penyimpanan, penanganan pasca pemotongan. Hal tersebut didukung oleh Amin (2009:2) menyatakan bahwa daging sapi yang layak di konsumsi harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.

2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot

(intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan

mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.

3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetik dan usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging


(27)

sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.

4. Kelembaban, secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

Kualitas mutu daging yang sesuai dengan kriteria diatas layak untuk dikonsumsi. Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan dengan suhu 430 Celcius selama 24 jam, daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin) dengan suhu 40 Celcius, daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku) dengan suhu dibawar –1,50 Celcius, daging masak, daging asap dan daging olahan (Soeparno; 2008: 2).

Menurut Komariah (2007:6), hasil olahan daging sapi selain dalam bentuk segar (empal, semur, sate, rawon, rendang, bistik), daging sapi juga dapat dikonsumsi dalam berbagai produk olahan. Misalnya, daging corned (corned

beef), daging asap (smoked ham), dendeng (dried meat), sosis (sausage), bakso

(meat ball). Menurut Astawan (2009:3), bahwa akibat dari proses pengolahan dan

komponen bumbu yang digunakan, beberapa produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging segarnya. Pemasakan dengan menggunakan panas sangat bermanfaat untuk mematikan mikroba dan meningkatkan cita rasa.


(28)

Produk olahan daging dapat digunakan sebagai alternatif sumber protein hewani. Menurut Komariah (2007:2) menyatakan bahwa protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Sementara menurut Astawan (2009:1) komposisi daging relatif mirip satu sama lain, terutama kandungan proteinnya yang berkisar 15-20 persen dari berat bahan. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging.

2.2 Persediaan

Menurut Baroto (2002:52) definisi persediaan secara umum dapat diartikan segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan kebutuhan. Sementara menurut Soemarsono dalam Indriyati

(2007:12), mengemukakan pengertian persediaan sebagai barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan perusahaan. Sedangkan menurut Zulfikarijah (2005:4) mendefinisikan persediaan sebagai stock bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi operasi atau untuk

memuaskan permintaan konsumen.

2.2.1 Arti dan Peran Persediaan

Menurut Indriyati (2007:11) menyatakan bahwa setiap jenis perusahaan manufaktur selalu membutuhkan bahan baku dalam proses produksinya. Berdasarkan pernyataan diatas, bahan baku tersebut diolah dalam proses produksi sehingga dapat menghasilkan suatu barang jadi. Namun bahan baku tersebut tidak


(29)

akan selamanya tersedia setiap saat, sehingga jika bahan baku tersebut tidak tersedia maka kelancaran produksi akan terganggu dan perusahaan akan kehilangan kesempatan dalam memperoleh keuntungan yang seharusnya bisa didapatkan. Hal tersebut didorong oleh pernyataan Indrajit dan Djokopranoto (2003:4-5) yang menyebutkan bahwa salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah kelancaran produksi adalah dengan mengadakan persediaan dalam nilai tertentu bagi perusahaan. Persediaan yang diadakan dapat berupa persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, maupun persediaan barang jadi.

Menurut Assauri (2004:169) mengartikan bahwa persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, atau persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Sedangkan menurut Herjanto (2008:237), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Disisi lain, menurut Gitosudarmo dalam

Indriyati (2007:12) mendefinisikan persediaan adalah bagian utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan.

2.2.2 Fungsi dan Kegunaan Persediaan

Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Menurut Mariyam (2008:15), persediaan bertujuan untuk menghilangkan berbagai kemungkinan


(30)

yang terjadi, misalnya kekurangan stok, permintaan yang tidak diperhitungkan, kenaikan harga dan kemungkinan lain yang dapat menghambat laju produksi. Sedangkan menurut Noerbiant (2009:2), fungsi persediaan pada suatu perusahaan adalah menghindari keterlambatan pengiriman, menghindari adanya material yang rusak, menghindari kenaikan harga, mendapatkan diskon bila membeli dalam jumlah tertentu dan menjamin kelangsungan produksi.

Menurut Handoko (2000:334-335) fungsi persediaan terbagi atas beberapa fungsi, diantaranya:

1. Fungsi Decoupling

Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi

permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan

penghematan-penghematan karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan. 3. Fungsi Antisipasi

Perusahaan sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode bersamaan kembali sehingga


(31)

memerlukan kuantitas persediaan ekstra (safety inventories). Persediaan antisipasi

ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.

2.2.3 Tipe dan Jenis Persediaan

Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengolahannya yang berbeda. Assauri (2004:171) membedakan persediaan berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut:

1. Persediaan bahan baku (raw materials stock)

Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang tersebut dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.

2. Persediaan bagian produk (purchased part/components stock)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

3. Persediaan bahan-bahan pembantu (supplies stock)

Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

4. Persediaan barang setengah jadi (work in process)

Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.


(32)

5. Persediaaan barang jadi (finished good stock)

Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.

Anoraga dalam Mariyam (2008:15) menyebutkan bentuk-bentuk

persediaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Bahan Baku, yaitu item yang diterima (biasa dibeli) dari luar organisasi yang akan digunakan secara langsung untuk produksi hasil akhir.

2. Intermediaries, meliputi suku cadang, komponen-komponen mesin.

3. Barang dalam proses, yaitu semua bahan atau barang yang sedang di proses atau menunggu dan dalam sistem produksi.

4. Barang jadi, yaitu persediaan produk yang telah selesai di proses dan siap dijual.

2.2.4 Biaya Persediaan

Menurut Baroto (2002:55) menyatakan bahwa biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Sementara menurut Rangkuti (2007:16-18), biaya persediaan terdiri dari:

1. Biaya penyimpanan (holding cost atau crying cost)

Biaya penyimpanan yaitu biaya yang terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas persediaan bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:


(33)

a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan dan sebagainya);

b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas

dana yang diinvestasikan dalam persediaan; c. Biaya keusangan;

d. Biaya perhitungan fisik; e. Biaya asuransi persediaan; f. Biaya pajak persediaan;

g. Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan; h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.

Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaan manufacturing biasanya, biaya penyiapan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost)

Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Hal ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. Biaya yang meliputi biaya pemesanan adalah:

a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi; b. Upah;


(34)

c. Biaya telepon;

d. Biaya pengeluaran surat menyurat; e. Biaya pengepakan dan penimbangan; f. Biaya pemeriksaan;

g. Biaya pengiriman ke gudang; h. Biaya utang lancar dan sebagainya. 3. Biaya penyiapan (set-up cost)

Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi komponen-komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:

a. Biaya mesin-mesin menganggur; b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung; c. Biaya penjadwalan;

d. Biaya ekspedisi dan sebagainya.

4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (stortage cost)

Biaya kehabisan atau kekurangan bahan adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut:

a. Kehilangan penjual; b. Kehilangan pelanggan; c. Biaya pemesanan khusus; d. Biaya ekspedisi;


(35)

f. Terganggunya operasi;

g. Tambahan pengeluaran kegiatan menajerial dan sebagainya.

2.3 Pengendalian Persediaan

Menurut Assauri (2004:176) mengemukakan bahwa perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. Berdasarkan pernyataan tersebut Baroto (2004:54) menegaskan yang dimaksud kriteria optimum adalah meminimalisasi biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Tingkat persediaan yang optimum yang dapat diatur dengan memenuhi kebutuhan bahan-bahan dalam jumlah, mutu dan pada waktu yang tepat serta jumlah biaya yang rendah.

2.3.1 Pengertian Pengendalian Persediaan

Menurut Indriyati (2007:19) mendefinisikan bahwa pengendalian adalah proses manajemen yang memastikan dirinya sendiri sejauh hal itu memungkinkan, bahwa kegiatan yang dijalankan oleh anggota dari suatu organisasi sesuai dengan rencana dan kebijaksanaannya. Menurut Sutono (2009:5), pengendalian adalah pengaturan aktivitas-aktivitas organisasi agar elemen-elemen kinerja yang menjadi target tetap berada pada batas-batas yang dapat diterima. Menurut Assauri (2004:176) pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi


(36)

produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biaya.

Menurut Herjanto (2008:238), pengendalian persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan barapa besar pesanan harus diadakan, jumlah atau tingkat persediaan yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan pabrik, tergantung dari volume produksinya, jenis perusahaan dan prosesnya. Hal ini sesuai dengan Robert J. Mockler dalam Mariyam (2008:15) yang menyatakan bahwa pengendalian adalah

suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standar prestasi dengan sasaran-sasaran perencanaan, merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang terlebih dahulu ditetapkan, menentukan apakah ada penyimpangan yang mengukur identifikasi penyimpangan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan untuk menjamin bahwa sumber daya perusahaan yang digunakan sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran perusahaan.

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Pengendalian Persediaan

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Menurut Gumbira (2004:41), fungsi pengendalian merupakan suatu upaya manajerial untuk mengembalikan semua kegiatan pada rel yang telah ditentukan. Berdasarkan pernyataan terebut, pengendalian persediaan dijalankan untuk memelihara keseimbangan antara


(37)

kerugian-kerugian serta penghematan dengan adanya suatu tingkat persediaaan tertentu dan besarnya biaya juga modal yang dibutuhkan untuk mengadakan persediaan tersebut. Menurut Baroto (2002:54) menyebutkan fungsi pengendalian persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal, dalam kuantitas yang optimal, dan pada waktu yang optimal.

Menurut Assauri (2004:177), tujuan pengendalian persediaan secara terperinci dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk:

1. Menjaga agar perusahaan tidak kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat pemesanan menjadi besar.

2.3.3 Kebijakan dalam Pengendalian Persediaan

Menurut Assauri (2004:176) kegiatan pengendalian persediaan tidak terbatas pada penentuan atas perencanaan tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga pada pengaturan pelaksanaan pengadaan bahan-bahan yang diperlukan sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan serta biaya yang serendah-rendahnya. Menurut Sutono (2005:150) menjelaskan bahwa kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dimaksudkan untuk meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Berdasarkan pernyataan tersebut, jika


(38)

kebutuhan bahan baku untuk produksi berubah-ubah maka kebijakan persediaan stabil akan berakibat pada kuantitas pembelian sama dengan kuantitas kebutuhan.

Menurut Herjanto (2008:238) mengartikan sistem kebijakan pengendalian persediaan dapat didefinisikan sabagai serangkaian kebijakan pengendalian persediaan untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Menurut Baroto (2002:54), sistem kebijakan pengendalian persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output dan diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu.

Menurut Sutono (2005:150) dalam menentukan kebijakan pengendalian persediaan bahan baku perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Waktu dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi 2. Tersedianya bahan baku

3. Waktu tunggu (lead time) antara waktu pemesanan dengan pengiriman

4. Daya tahan bahn baku

5. Fasilitas penyimpanan yang diperlukan

6. Kebutuhan modal untuk membelanjai persediaan 7. Biaya penyimpanan

8. Perubahan-perubahan harga bahan baku 9. Proteksi kekuranga bahan baku


(39)

10.Risiko persediaan 11.Opportunity cost

2.4 Metode Perhitungan Pengendalian Persediaan

Menurut Noerbiant (2009:3), menjelaskan penentuan besarnya persediaan dapat dicari dengan metode perhitungan analisis ABC, metode persediaan probabilistik, metode perhitungan persediaan deterministik. Metode persediaan probabilistik meliputi metode periode tunggal (single period) dan metode periodic

review system. Sedangkan metode persediaan deterministik meliputi metode Just

In Time (JIT), Ecomonic Order Quantity (EOQ), metode Material Requirement

Planning (MRP).

2.4.1 Metode Analisis ABC

Menurut Herjanto (2008:239), metode analisis ABC memfokuskan pengendalian persediaan kepada item (jenis) persediaan yang bernilai tinggi hingga bernilai rendah, nilai klasifikasi ini merupakan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan dengan harga per unit. Menurut Noerbiant (2009:5) metode analisis ABC mengakui adanya fakta bahwa beberapa items persediaan lebih penting dari lainnya. Items kelompok A adalah kritis, items

kelompok B adalah penting, dan items kelompok C tidak penting, kalau diukur


(40)

Persentase kumulatif dari penjualan

100 90 80 70 60 50 40 30 20

10 A B C Persentase jenis barang

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 dalam persediaan (kelas) Gambar 2. Metode Analisis ABC

Sumber: Rangkuti (2007:20)

Gambar 2 menjelaskan bentuk kurva ABC dengan cara mengklasifikasikan kelas masing-masing kelompok jenis barang berdasarkan hasil penjualan dengan sisa persediaan yang masih ada dalam stok. Gambar tersebut juga menunjukan bahwa 20 persen jenis barang merupakan wakil dari 80 persen dari nilai total penjualan.

Menurut Rangkuti (2007:20-21) mengemukakan metode analisis ABC dengan cara mengelompokkanya menjadi tiga bagian:

a. Kelompok A, yaitu kelompok volume terbanyak nilai penjualannya b. Kelompok C, yaitu kelompok volume terendah nilai penjualannya c. Kelompok B, yaitu kelompok yang berada ditengahnya


(41)

2.4.2 Metode Persediaan Probabilistik

Menurut Aditya (2008:3), metode persediaan probabilistik adalah metode yang menganggap bahwasanya parameter-parameter yang dimiliki menunjukkan adanya ketidakpastian dan merupakan variabel random. Sementara itu menurut

Noerbiant (2009:2) metode persediaan probabilistik digunakan apabila salah satu dari permintaan, lead time atau keduanya tidak dapat diketahui dengan pasti.

Menurut Siswanto (2009:1), metode persediaan probabilistik merupakan suatu metode-metode persediaan dimana variabel-variabel yang terlibat yaitu input dan

lead time fluktuatif sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas, maka

kemungkinan persediaan habis dan kapan persediaan akan datang juga probabilistik sifatnya.

Kuantitas (unit)

Reorder Point

Safety stock

Waktu L1 L2 L3

Gambar 3. Variasi Permintaan dan Lead Time (L) Sumber: Handoko (2000:355)

Gambar 3 menunjukan grafik tingkat persediaan teoritik dan persediaan nyata dari waktu ke waktu. Adanya perbedaan permintaan dan lead time


(42)

menyebabkan berbedanya tingkat persediaan nyata, sehingga bila tidak ada persediaan maka perusahaan akan mengalami kekurangan bahan.

Menurut Noerbiant (2009:2) suatu hal yang perlu diperhatikan dalam metede persediaan probabilistik adalah adanya kemungkinan stock out yang

timbul karena pemakaian persediaan bahan baku yang tidak diharapkan atau karena penerimaan yang lebih lama dari lead time yang diharapkan. Lebih lanjut

menurut Noerbiant (2009:2), kondisi ini lead time dan demand bersifat

probabilistik, maka ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi: a. Tingkat demand konstan, namun lead time berubah.

b. Tingkat lead time tetap sementara demand berubah.

c. Demand dan lead time berubah.

2.4.2.1Metode Persediaan Single Period

Menurut Rangkuti (2007:104), metode single period digunakan untuk

menangani pemesanan dari barang-barang yang mudah rusak atau perishable

goods (seperti buah-buahan, sayuran, ikan laut, bunga potong) atau jenis produk

lainnya yang memiliki masa pakai relatif lebih pendek (seperti koran dan majalah). Apabila jenis produk seperti yang telah disebutkan diatas tidak laku terjual atau tidak terpakai, jenis barang tersebut kadang-kadang dijual dengan harga miring. Menurut Anita (2009:1) menjelaskan single period merupakan

tentang bagaimana menentukan ukuran pemesanan produk yang optimal untuk memaksimalkan keuntungan pada demand yang bersifat probabilistik.

Menurut Rangkuti (2007:104), bahwa analisis single period umumnya


(43)

pelanggan termasuk biaya akibat kehilangan pembeli atau opportunities cost

akibat kehilangan penjualan. Kehilangan laba penjualan adalah laba yang tidak realistis per unitnya, yaitu:

C shortage = Cs = pendapatan per unit –cost per unit

Sedangkan biaya ekses adalah biaya yang ditimbulkan akibat masih adanya barang yang tersisa dalam stok pada suatu periode. Akibatnya biaya ekses ini sangat berbeda antara biaya pemeblian dan nilai salvage sehingga biaya ekses

dapat dihitung dengan cara:

C ekses = Ce = biaya asli per unit – nilai salvage per unit

Menurut Rangkuti (2007:105), tujuan dari metode single period adalah

untuk mengidentifikasi order kuantitas atau tingkat persediaan yang dapat meminimalkan ekses jangka panjang dan biaya kehilangan penjualan. Menurut Jane (2009:30), pengadaan persediaan dilakukan hanya sekali (pengurangan persediaan terjadi hanya sekali), dan ketika tingkat persediaan mencapai reorder

level, maka dilakukan pemesanan sebesar Q. Kebijakan ini, variabel Q dan r yang

harus ditentukan untuk mencapai total biaya persediaan minimal.

2.4.2.2Metode Persediaan Periodic Review System

Fixed order interval atau metode P atau sistem telaah berkala atau sering

disebut periodic review system adalah metode untuk mengetahui berbagai jenis

kuantitas persediaan yang dipesan dengan menentukan interval waktunya secara tetap, misalnya harian, mingguan atau bulanan (Rangkuti, 2007:100). Menurut Ishak (2010:173) periodic review system adalah persediaan yang dihitung hanya


(44)

dibawah titik minimum persediaan yang ditetapkan (reorder point) maka tidak

dilakukan pemesanan.

Menurut Noerbiant (2009:4) menjelaskan bahwa metode persediaan periodic review system adalah suatu sistem pengendalian persediaan yang jarak

waktu antar dua pesanan tetap, persediaan pengaman dalam sistem ini tidak hanya dibutuhkan untuk meredam fluktuasi permintaan selama lead time tetapi juga

untuk seluruh konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan. Menurut Baroto (2002:76) menerangkan jumlah unit yang dipesan dalam metode ini berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat diperiksa. Jika pada saat diperiksa jumlah persediaan di gudang masih banyak maka dipesan sedikit atau sebaliknya.

2.4.3 Metode Persediaan Deterministik

Menurut Noerbiant (2009:3), metode persediaan deterministik adalah metode yang menganggap semua parameter telah diketahui pasti. Metode yang dapat digunakan untuk pengendalian persediaan deterministik antara lain: Just In

Time (JIT), Economic Order Quantity (EOQ) dan Material Requirement Planning

(MRP).

2.4.3.1Metode Just In Time (JIT)

Menurut Nasution (2004:3) menerangkan bahwa ide dasar just in time

sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system)


(45)

diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Menurut Wikipedia (2010:1), just in time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan

kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Menurut Mayhoneys (2008:1), JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi persediaan, tetapi JIT juga memperhatikan keseluruhan sistem produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat.

Menurut Rangkuti (2007:89) menjelaskan konsep just in time bertujuan

untuk meminimalkan tingkat persediaan sehingga berakibat meminimalkan biaya penyimpanan. Apabila tingkat persediaan lebih rendah dari tingkat EOQ maka ordering cost akan meningkat dan total biaya akan lebih tinggi daripada optimal.

Sedangkan menurut Nasution (2004:1), tujuan utama just in time adalah untuk

meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

2.4.3.2Metode Econonic Order Quantity (EOQ)

Menurut Rangkuti (2007:11) menyatakan Economic Order Quantity

(EOQ) merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Herjanto (2008:248)


(46)

bahwa EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberiakan biaya total persediaan terendah.

Menurut Handoko (2000:339), metode Economic Order Quantity (EOQ)

atau Econonic Lot Size (ELS) dapat digunakan baik untuk barang-barang yang

dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Perbedaan pokoknya adalah EOQ merupakan nama yang biasa digunakan untuk barang-barang internal, sedangkan ELS adalah biaya pemesanan meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirimkan ke pabrik dan biaya penyiapan mesin-mesin yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan. Menurut Yamit (2005:246), metode EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan pesediaan.

Biaya (C)

Biaya total persediaan

Biaya penyimpanan (HQ/2) Biaya total

minimum Biaya pemesanan (DS/Q)

EOQ Kuantitas pemesanan (Q)

Gambar 4. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan Sumber: Handoko (2000:339)

Berdasarkan Gambar 4, biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan variabel mempunyai hubungan terbalik yaitu semakin tinggi frekuensi pemesanan, maka semakin rendah biaya penyimpanan variabel. Agar biaya pemesanan


(47)

variabel dan biaya penyimpanan variabel dapat ditekan serendah mungkin, maka perlu dicari jumlah pembelian yang paling ekonomis, yaitu dengan rumus:

EOQ =

Dimana:

D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu S = Biaya pemesanan (per pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per periode waktu

Menurut Handoko (2000:341) menyebutkan bahwa model EOQ dapat diterapkan bila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi:

a. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik).

b. Harga per unit produk adalah konstan.

c. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan. d. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.

e. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time – L) adalah konstan.

f. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order.

2.4.3.3Metode Meterial Requirement Planning (MRP)

Menurut Kurniawan (2008:70) menyatakan bahwa berdasarkan sifatnya, bahan tergolong kedalam permintaan bebas dan permintaan terikat, dimana model persoalan sangat tergantung pada kedua sifat bahan tersebut. Menurut Tampubolon (2004:85), permintaan bebas adalah suatu permintaan yang bebas,

2 SD H


(48)

dimana tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan konversi. Sedangkan permintaan terikat disebabkan jika bahan tersebut tidak ada maka proses konversi suatu perusahaan tidak dapat berjalan.

Menurut Herjanto (2008:275) mendefinisikan Material Requirement

Planning – MRP System merupakan suatu konsep dalam menejemen produksi yang membahas cara tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi. Sedangkan menurut Rangkuti (2007:144) Material Requirement

Planning – MRP System adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahap atau fase, dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yag akan dibuat.

Sistem MRP mengendalikan agar komponen-komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi dapat tersedia sesuai dengan kebutuhan. Menurut Herjanto (2008:276-277), sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan, diantaranya:

1. Meminimalkan persediaan

MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master prodution schedule).


(49)

2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman

MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi.

3. Komitmen yang realistis

Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis.

4. Meningkatkan efisiensi

MRP mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal produksi induk.

Menurut Herjanto (2008:278-281), penggunaan sistem MRP berkaitan dengan beberapa komponen, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Data persediaan (inventory record file)

Data ini menjadi landasan untuk membuat sistem MRP karena memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku dan barang jadi yang aman, jumlah barang yang terdapat digudang, jumlah barang yang telah dialokasikan, komponen yang sedang dipesan dan waktu kedatangannya serta waktu tenggang bagi setiap komponen.


(50)

2. Jadwal induk produksi (master production schedule)

Jadwal induk produksi merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana supplai atau penawaran,

persediaan akhir serta kualitas yang dijanjikan tersediaan. Jadwal induk produksi berkaitan denagn pemasaran, rencana distribusi, perencanaan produksi dan perencanaan kapasitas.

3. Spesifikasi produk (bill of material file)

Aplikasi MRP dimulai dengan mengetahui komponen-komponen dari produk yang akan diproses atau dirakit. Bill of material file dibuat sebagai bagian

dari proses desain dan kemudian digunakan untuk menentukan barang apa yang harus dibeli dan barang apa yang harus dibuat.

Berdasarkan informasi dari jadwal induk produksi dapat diketahui permintaan dari suatu produk akhir, yang selanjutnya dengan mengetahui komponen yang membentuk produk akhir itu, status persediaan dan waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan bahan atu merakit kebutuhan komponen yang diperlukan. Sistem MRP merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia pada saat dibutuhkan. Menurut Taryana (2008:31), ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang dapat meminimalkan biaya persediaan sehingga perusahaan akan memperoleh keuntungan. Menurut Herjanto (2008:282), metode MRP dapat dilakukan dengan menggunakan teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB.


(51)

1. MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

Menurut Munawar (2008:48), metode LFL atau sering dikenal sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Dalam kebijakan ini, ukuran lot untuk satu batch dipilih untuk memenuhi kebutuhan bersih satu periode tunggal. Menurut Hartiasih (2007:18), pemesanan yang dilakukan tepat sebesar kebutuhan yang akan dipakai. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui dalam menjalankan teknik lot for lot adalah besar dan

waktu pemakaian bahan baku secara akurat yang didasarkan pada jadwal induk produksi dan waktu tenggang bahan baku.

2. MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut Assauri (2004:182) EOQ adalah jumlah atau besarnya pesanan yang dimiliki jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun yang paling minimal. Menurut Munawar (2008:49) teknik EOQ yang digunakan dalam persediaan barang-barang bebas dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot sistem MRP. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan metode EOQ, maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot For Lot, besar pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan

terdekat dengan kebutuhan bersih.

3. MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

Menurut Herjanto (2008:292), teknik POQ sering disebut juga sebagai teknik Uniform Order Cycle, merupakan pengembangan dari teknik EOQ untuk


(52)

jumlah permintaan yang tidak sama dalam beberapa periode. Menurut Hartiasih (2008:46) menjelaskan bahwa dalam teknik POQ, ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ.

Menurut Kurniawan (2008:54), keunggulan kebijakan POQ dibandingkan dengan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan persediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena persediaan berlebih dapat

dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah pesanan = EOQ Permintaan rata-rata

4. MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)

Menurut Herjanto (2008:290), PPB merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot untuk suatu kebutuhan material yang tidak seragam, yang bertujuan memperkecil biaya total persediaan. Menurut Munawar (2008:52) menegaskan bahwa metode ini dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap pesanan, dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama. Menurut Hartiasih (2008:47) untuk mencari ukuran lot dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagian periode ekonomis (Economic Part Period – EPP) yaitu dengan membagi biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan per unit per periode. Rumus mencari besarnya EEP adalah sebagai berikut:

EPP = biaya pemesanan biaya penyimpanan per periode


(53)

2.5 Penelitian Terdahulu

Wawan Kurniawan (2008), Program Sarjana Ekstensi manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga, Majalengka. Sistem pengadaan dan pengendalian bahan baku di Perusahaan kecap segitiga belum optimal dari segi biaya persediaan bahan baku. Hal ini ditunjukkan biaya persediaan yang dihasilkan perusahaan dibandingkan dengan sistem pengendalian menggunakan metode MRP teknik EOQ dan POQ. Sedangkan menggunakan teknik LFL biaya persediaan yang akan ditanggung perusahaan mengalami peningkatan sebagai akibat dari tingginya frekuensi pemesanan.

Biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan kecap segitiga untuk persediaan bahan baku sebesar Rp 14.106.009,43 dengan biaya pembelian sebesar Rp 1.340.240.482,00 sedangkan dengan teknik LFL biaya persediaan sebesar Rp 27.659.748,70, teknik EOQ biaya persediaan sebesar Rp 9.365.809,48, dan teknik POQ biaya persediaan sebesar Rp 8.278.409,65. Tiga metode yang digunakan dalam menganalisis pengendalian persediaan bahan baku, didapat hasil bahwa penghematan terbesar diperoleh dari teknik POQ dengan tingkat penghematan sebesar Rp 5.827.599,78 (41,3%) dari biaya aktual yang dikeluarkan oleh Perusahaan kecap segitiga. Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan terbesar dibandingkan dengan kondisi aktual perusahaan saat ini dari penghematan biaya persediaan maupun biaya pembelian bahan baku.

Mariyam, Murda (2008), Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah,


(54)

Jakarta yang berjudul Analisis Pengendalian Bahan Baku Kedelai pada Koperasi Produksi Tahu di Kampung Iwul Parung Bogor (Studi Kasus Koperasi Ikhtiar Swadaya Masyarakat/ISM Mitra Bersama). Pengendalian persediaan bahan baku pada Koperasi ISM Mitra Bersama dilakukan dengan menyesuaikan antara kebutuhan anggota, mitra koperasi dan pembelian dengan kondisi keuangan koperasi. Sistem pengadaan bahan baku dilakukan apabila ketersediaan kedelai di gudang koperasi telah terjual 80-90 persenatau apabila tersesa hanya 10-20 persen. Metode yang digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku adalah MRP dengan teknik LFL,EOQ, POQ dan PPB.

Hasil rata-rata dari persediaan perusahaan selama periode pengamatan (Januari 2009-Desember 2009) adalah sebesar 66.470 kg dengan frekuensi pemesanan sebanyak 48 kali. Hasil perbandingan biaya adalah biaya pemesanan tertinggi terdapat pada teknik LFL sebesar Rp 1.820.000 dan terendah terdapat pada teknik POQ sebesar Rp 315.000. Hal ini disebabkan oleh biaya penyimpanan pada metode LFL lebih rendah sehingga berbanding terbalik dengan biaya pemesanan. Biaya persediaan tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 400.101.500 sedangkan yang terendah pada metode LFL sebesar Rp 294.860.000 sehingga hasil analisis menggunakan metode MRP teknik LFL direkomendasikan sebagai sistem pengendalian persediaan bahan baku.


(55)

2.6Alur Kerangka Pemikiran Operasional

feed back

= tahap selanjutnya = rekomendasi Prosedur Penanganan Bahan Baku Biaya Persediaan Bahan Baku Identifikasi Kebijakan Perusahaan

dalam Pengadaan Bahan Baku

Jenis dan Asal Bahan Baku Prosedur Pembelian Bahan Baku Waktu Tunggu Bahan Baku Volume Pemakaian Bahan Baku

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Metode Perusahaan Metode MRP - LFL - EOQ - POQ - PPB

Analisis Perbandingan dan Penghematan antara Metode Pengendalian Persediaan

Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku yang Efisien

Analisis Pola Data Permintaan


(56)

2.7 Definisi Operasional

a. Persediaan (inventory) adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan

digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu.

b. Pengendalian persediaan (controlling inventory) adalah kegiatan yang

saling bertautan satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya.

c. Daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa

dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.

d. Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya yang terkait langsung

dengan pemesanan atau pembelian bahan yang dilakukan oleh perusahaan. e. Biaya penyimpanan (holding cost) adalah biaya yang timbul karena

adanya bahan baku yang disimpan perusahaan.

f. Waktu tunggu (lead time) adalah perbedaan waktu antara saat memesan


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Dagsap Endura Eatore, Jalan Cahaya Raya Kav. H-3, Kawasan Industri Sentul, Cibinong, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan menimbang bahwa perusahaan

merupakan salah satu industri pengolahan daging yang sedang berkembang dan produktif di Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Desember 2010.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung. Pengamatan langsung dilakukan dilokasi produksi dan penyimpanan. Wawancara langsung dilakukan dengan memilih responden secara sengaja, yaitu kepala bagian produksi, pergudangan dan para manajer PT. Dagsap Endura Eatore yang terkait. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang ada dan dokumen-dokumen PT. Dagsap Endura Eatore baik itu laporan dari manajemen perusahaan, laporan keuangan, laporan tahunan (RAT PT. Dagsap Endura Eatore) maupun dokumen-dokumen lain dan juga dari hasil riset dan tulisan yang berhubungan dengan topik yang dibahas serta informasi-informasi dari instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Jenis data yang dibutuhkan adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif mengenai gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah


(58)

perusahaan, tujuan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi perusahaan, ketenagakerjaan, proses produksi dan pemasaran. Sedangkan data kuantitatif mengenai data pemesanan yang meliputi volume pemakaian bahan baku, waktu tunggu bahan baku, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu pengamatan langsung dan wawancara. Metode pengamatan langsung yaitu penulis mengamati secara langsung objek penelitian sehingga diperoleh gambaran yang nyata tentang segala aktivitas dan keadaan perusahaan dalam pengolahaan, pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku. Sedangkan metode wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung kepada manager produksi terkait pengadaan bahan baku.

Data dan informasi yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif dibantu dengan gambar dan tabel. Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan alat bantu microsoft excell dimana hasil

pembahasannya ditampilkan dalam bentuk tabel yang kemudian dianalisis secara deskriptif dan diinterpretasikan untuk menjelaskan hasil yang telah didapat tersebut.


(1)

Lampiran 8. Perhitungan Metode POQ Bahan Baku Daging Sapi

EOQ Dagings sapi sebanyak 22.463,63 kg

Permintaan rata-rata 6.427,8 kg

Jumlah pesanan

= 22.463,63

6.427,8

= 3,5

= 4 periode


(2)

Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ

Persediaan awal: 6475 kg POQ = 4 Periode

Jenis Komponen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan Kotor (Kg) 1147 1147 1147 1147 1878.5 1878.5 1878.5 1878.5 1412 1412 1412 1412 Persediaan ditangan (Kg) 5328 4181 3034 1887 8.5 5177.5 3299 1420.5 8.5 4438.75 3026.75 1614.75

Kebutuhan Bersih (Kg) 1870 1403.5

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 7047.5 5842.25

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 7047.5 5842.25

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kebutuhan Kotor (Kg) 1606.25 1606.25 1606.25 1606.25 1473 1473 1473 1473 1396 1396 1396 1396 Persediaan ditangan (Kg) 8.5 4694 3087.75 1481.5 8.5 4350.5 2877.5 1404.5 8.5 4104.25 2708.25 1312.25

Kebutuhan Bersih (Kg) 1597.75 1464.5 1387.5

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 6291.75 5815

5491.75

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 6291.75 5815 5491.75

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kebutuhan Kotor (Kg) 1303.75 1303.75 1303.75 1303.75 1618 1618 1618 1618 1897.75 1897.75 1897.75 1897.75 Persediaan ditangan (Kg) 8.5 4234 2930.25 1626.5 8.5 5142.25 3524.25 1906.25 8.5 5714.75 3817 1919.25

Kebutuhan Bersih (Kg) 1295.25 1609.5 1889.25

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 5529.25 6751.75 7604

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 5529.25 6751.75 7604

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Kebutuhan Kotor (Kg) 1910.75 1910.75 1910.75 1910.75 1769.75 1769.75 1769.75 1769.75 1870.75 1870.75 1870.75 1870.75 Persediaan ditangan (Kg) 8.5 5599.75 3689 1778.25 8.5 5418.75 3649 1879.25 8.5 3750 1879.25 8.5

Kebutuhan Bersih (Kg) 1902.25 1761.25 1862.25

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 7502 7180 5612.25

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 7502 7180 5612.25

Biaya pemesanan

: 11 x 175.000 = 1.925.000

Biaya penyimpanan : 70.667,5 x 53,5 = 3.780.711,25

Biaya pemelian

: 70.667, 5 x 36.000 = 2.544.030.000


(3)

Lampiran 10. Penggabungan Periode Teknik PPB

Biaya pemesanan per pesanan sebesar Rp 175.000

Biaya penyimpanan per periode sebesar 53,5

Nilai EEP

= 175.500

= 3.271,02

53,5

Periode

Penggabungan

Jumlah

Pesanan

Kebutuhan

(kg)

Lama

Penyimpanan

Periode

Bagian

Akumulasi

Periode

1

6475

1147

0

0

0

1,2

1147

1

1147

1147

1,2,3

1147

2

2294

3441

1,2,3,4

1147

3

3441

6882

5

3757

1878.5

0

0

0

5,6

1878.5

1

1878.5

1878.5

7

3290.5

1878.5

0

0

0

7,8

1878.5

1

1878.5

1878.5

9

2824

1412

0

0

0

9,10

1412

1

1412

1412

11

3018.25

1412

0

0

0

11,12

1412

1

1412

1412

13

3212.5

1606.25

0

0

0

13,14

1606.25

1

1606.25

1606.25

15

3079.25

1606.25

0

0

0

15,16

1606.25

1

1606.25

1606.25

17

2946

1473

0

0

0

17,18

1473

1

1473

1473

19

2869

1473

0

0

0

19,20

1473

1

1473

1473

21

4188

1396

0

0

0

21,22

1396

1

1396

1396

21,22,23

1396

2

2792

4188

24

3911.25

1396

0

0

0

24,25

1303.75

1

1303.75

1303.75

24,25,26

1303.75

2

2607.5

3911.25

27

2921.75

1303.75

0

0

0

27,28

1303.75

1

1303.75

1303.75

29

3236

1618

0

0

0

29,30

1618

1

1618

1618

31

3515.75

1618

0

0

0

31,32

1618

1

1618

1618

33

3795.5

1897.75

0

0

0


(4)

Periode

Penggabungan

Jumlah

Pesanan

Kebutuhan

(kg)

Lama

Penyimpanan

Periode

Bagian

Akumulasi

Periode

35

3808.5

1897.75

0

0

0

35,36

1897.75

1

1897.75

1897.75

37

3821.5

1910.75

0

0

0

37,38

1910.75

1

1910.75

1910.75

39

3680.5

1910.75

0

0

0

39,40

1910.75

1

1910.75

1910.75

41

3539.5

1769.75

0

0

0

41,42

1769.75

1

1769.75

1769.75

43

3640.5

1769.75

0

0

0

43,44

1769.75

1

1769.75

1769.75

45

3741.5

1870.75

0

0

0

45,46

1870.75

1

1870.75

1870.75

47

1870.75

1870.75

0

0

0


(5)

Lampiran 11. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB

Persediaan awal: 6475 kg POQ = 3271.02 kg

Jenis Komponen

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan Kotor (Kg) 1147 1147 1147 1147 1878.5 1878.5 1878.5 1878.5 1412 1412 1412 1412 Persediaan ditangan (Kg) 5328 4181 3034 1887 8.5 1887 8.5 1420.5 8.5 1420.5 8.5 1614.75

Kebutuhan Bersih (Kg) 1870 1870 1403.5 1403.5

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 3757 3290.5 2824 3018.25

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 3757 3290.5 2824 3018.25

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kebutuhan Kotor (Kg) 1606.25 1606.25 1606.25 1606.25 1473 1473 1473 1473 1396 1396 1396 1396 Persediaan ditangan (Kg) 8.5 1614.75 8.5 1481.5 8.5 1481.5 8.5 1404.5 8.5 2800.5 1404.5 8.5

Kebutuhan Bersih (Kg) 1597.75 1597.75 1464.5 1464.5 1387.5

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 3212.5 3079.25 2946 2869 4188

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 3212.5 3079.25 2946 2869 4188 3911.25

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kebutuhan Kotor (Kg) 1303.75 1303.75 1303.75 1303.75 1618 1618 1618 1618 1897.75 1897.75 1897.75 1897.75 Persediaan ditangan (Kg) 2616 1312.25 8.5 1626.5 8.5 1626.5 8.5 1906.25 8.5 1906.25 8.5 1919.25

Kebutuhan Bersih (Kg) 1295.25 1295.25 1609.5 1609.5 1889.25 1889.25

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 3911.25 2921.75 3236 3515.75 3795.5 3808.5

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 2921.75 3236 3515.75 3795.5 3808.5

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Kebutuhan Kotor (Kg) 1910.75 1910.75 1910.75 1910.75 1769.75 1769.75 1769.75 1769.75 1870.75 1870.75 1870.75 1870.75 Persediaan ditangan (Kg) 8.5 1919.25 8.5 1778.25 8.5 1778.25 8.5 1879.25 8.5 1879.25 8.5 8.5

Kebutuhan Bersih (Kg) 1902.25 1902.25 1761.25 1761.25 1862.25 1862.25

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) 3821.5 3680.5 3539.5 3640.5 3741.5 1870.75

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) 3821.5 3680.5 3539.5 3640.5 3741.5 1870.75

Biaya pemesanan

: 21 x 175.000 = 3.675.000

Biaya penyimpanan : 70.667,5 x 53,5 = 3.780.711,3

Biaya pembelian

: 70.667,5 x 36.000 = 2.544.030.000


(6)

Lampiran 12. Penghematan Biaya Persediaan Bahan Baku dengan metode MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB

M

eto

de

Frek Kuantitas Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan

Biaya Pembelian

Biaya Persediaan

(kali)

(kg)

(Rp)

(%)

(Rp)

(%)

(Rp)

(%)

(Rp)

(%)

1. LFL

14

12.474

2.450.000 24.56 2.335.897,2

38.19 449.064.000

15.00 453.849.897,2

15.08

2. EOQ

44 10.126,3

7.700.000 77.19 2.210.295,2

36.13 364.546.800

12.18 374.457.095,3

12.44

3. POQ

46 12.465,5

8.050.000 80.70 2.335.442,4

38.18 448.758.000

14.99 459.143.442,4

15.25

4. PPB

36 12.465.5

6.300.000 63.15 2.335.442,4

38.18 448.758.000

14.99 457.393.442,4

15.20