PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LKS DAN DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN GAYA BELAJAR SISWA

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kimia Kelas XI Semester 1

SMA Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Pendidikan Sains

Oleh : Yahudi S831002066

PROGRAM PASCASARJANA UNIVEEERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(3)

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

iv Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : YAHUDI

NIM : S 831002066

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LKS DAN

DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN GAYA BELAJAR

SISWA (Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kimia Kelas XI Semester 1 SMA

Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)adalah betul-betul karya saya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tesebut.

Surakarta, 26 April 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tulisan ini kupersembahkan untuk orang-orang yang begitu aku sayangi :

·

Ibu dan bapakku yang senantiasa memberikan doa, semangat dan

kasih sayangnya

·

Dra.Hanik Kurniawati yang senantiasa memberikan motivasi,

dukungan dan semangat


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

vi

Puji syukur alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Pembelajaran Kimia dengan Metode

Eksperimen menggunakan LKS dan Diagram Vee Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan

Gaya Belajar Siswa ( Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kelas XI IPA Semester 1 SMA Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011). Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister pada Program Studi Pendidikan Sains minat utama Kimia Pascasarjana UniVeeersitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini disusun atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1 Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang telah memberikan sarana, fasilitas dan kelancaran dalam menempuh pendidikan program pascasarjana. 2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains

yang telah memberikan pengarahan dan semangat.

3. Prof. Dr. H. Ashadi selaku pembimbing I yang dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan ,pengarahan dan motivasi selama penyusunan

laporan penelitian ini.

4. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D. selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya telah

memberikan bimbingan ,pengarahan dan motivasi selama penyusunan laporan penelitian ini.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Kepala SMA Negeri 1 Ponorogo yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Angkatan Maret 2010

atas kerjasama dan senantiasa memberi dorongan semangat selama penulisan laporan penelitian ini.

8. Rekan – rekan guru Kimia SMA Negeri I Ponorogo yang selalu memberikan

sumbangan pemikiran dan pengarahan yang berharga selama penyusunan, pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bila dalam penyusunan penelitian ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritikkan, saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan kegunaan dan manfaat bagi penulis dan para pembaca.

Surakarta, April 2011


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

viii

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN ………. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………. iii

PERNYATAAN ………... iv

PERSEMBAHAN ……….……… v

KATA PENGANTAR ………... vi

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

ABSTRAK ………..……… xix

ABSTRACT ………..……… xx

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. atar Belakang Masalah ………. 1 B. dentifikasi Masalah ………... 3 C. embatasan Masalah ……….. 5 D. erumusan Masalah ……… 5 E. ujuan Penelitian ……… 6 F. anfaat Penelitian ……….. 6 BAB II LANDASAN TEORI , KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS ………... 8 A.

andasan Teori ………


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

injauan Tentang Belajar ……….. 3.

embelajaran Inkuiri ……….

16

4.

etode Eksperimen

17

5.

etode Eksperimen dengan Lembar Kerja Siswa LKS ………..

19

6.

etode Eksperimen dengan Diagram Vee ……….

20

7.

ikap Ilmiah ………..

24

8.

aya Belajar ………..

25

9.

restasi Belajar ……….

29

10.

ateri Laju Reaksi …….. ……….

32

B.

enelitian Yang Relean ………..………

39

C.

erangka Berpikir ……….……….……….

41

D.

ipotesis ……….…….…………

46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 48

A.

empat dan Waktu Penelitian ……….

48


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

x 2.

aktu Penelitian ……….

48

B.

etode Penelitian ………..

49

C.

ariabel Penelitian ……….……….

50

1.

efinisi Operasional ……….

51

2.

kala Pengukuran Variabel Penelitian ………..

52

D.

opulasi dan Sampel ………...

52

1.

opulasi Penelitian ………

52

2.

eknik Pengambilan Sampel ……….

52

E.

nstrumen Penelitian ………

53

1.

nstrumen Pelaksanaan Pembelajaran ………..

53

2.

nstrumen Pengambilan Data ………

53

F.

eknik Pengumpulan Data ………..

53

1.

etode Tes ………

53

2.

etode Angket ………..

54

G.

ji Coba Instrumen Penelitian ………


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ji Reliabilitas ……… 3)

ji Taraf Kesukaran ………

58

4)

aya Beda Soal ………...

59

H.

eknik Analisis Data ………...

60

1.

ji Kesamaan ………

60

2.

ji Prasyarat Analisis ………….………..

61

3.

ji Hipotesis ……….

63

BAB IV HASIL PENELITIAN ……….. 66

A.

eskripsi Data ……….

66

1.

ata Prestasi Belajar Kimia Aspek Kognitif ……….

66

2.

ata Prestasi Belajar Kimia Aspek Afekttif ………..

74

3.

ata Prestasi Belajar Kimia Aspek Psikomotorik ….

81

B.

ji Prasyarat Analisis ………..

88

C.

engujian Hipotesis ……….

93

D.

embahasan ……….


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xii E.

elemahan dan Keterbatasan Penelitian ……….

112

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ……….………….. 114

A.

esimpulan ………..

114

B.

mplikasi ………..

117

C.

aran ………

124

DAFTAR PUSTAKA ……….. 123

LAMPIRAN ………. 125

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Penilaian Diagram Vee 22

Tabel 2.2 : Reaksi antara Magnesium (Mg) dengan asam klorida

(HCl)

34


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 3.4 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Angket Gaya

Belajar

56

Tabel 3.5 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Tes Prestasi

Kognitif

56

Tabel 3.6 : Hasil Kesimpulan Validitas Butir Angket Afektif 57

Tabel 3.7 : Hasil Kesimpulan Uji Reliabelitas 58

Tabel 3.8 : Tabel Indeks Kesukaran 58

Tabel 3.9 : Tabel Kesimpulan Daya Pembeda Soal 59

Table 3.10 : Hasil Uji matching 61

Table 3.11 : Tabel Rancangan Analisis Data Penelitian 63

Table 4.1 : Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kedua Metode 66

Table 4.2 : Distribusi Frekunsi Prestasi Belajar Aspek Kognitif

dengan Kedua Metode Eksperimen

67

Table 4.3 : Prestasi Belajar dari Aspek Kognitif Siswa yang

Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

68

Table 4.4 : Distribusi frekuensi Prestasi Belajar dari Aspek

Kognitif Pada Siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

69

Table 4.5 : Prestasi Belajar Kognitif Bagi Siswa Yang

mempunyai Gaya Belajar Visual dan Gaya Belajar Kinestetik

70

Table 4.6 : Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Siswa

yang Mempunyai Gaya Belajar Visual dan Gaya Belajar Kinestetik

71

Table 4.7 : Prestasi Kognitif Siswa dengan Metode Eksperimen

dengan LKS dan Diagram Vee

72

Table 4.8 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode

Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

73

Table 4.9 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode

Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xiv Kinestetik

Table 4.10 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode

Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang

Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

73

Table 4.11 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode

Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang

Mempunyai Sikap Ilmiah Readah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

74

Table 4.12 : Data Prestasi Aspek Afektif Pada Metode

Eksperimen dengan LKS dan Diagram Vee

75

Table 4.13 : Distribusi frekuensi Prestasi Aspek Afektif Pada

Kedua Metode

75

Table 4.14 : Distribusi frekuensi Prestasi Aspek Afektif Siswa

Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan rendah

76

Table 4.15 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Siswa Yang

MempunyaiGaya BelajarVisual Gaya dan Belajar Kinestetik

78

Table 4.16 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode

Ekperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

79

Table 4.17 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode

Eksperimen dengan LKS Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

79

Table 4.18 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode

Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang

Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

80

Table 4.19 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode

Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang

Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

80

Table 4.20 : Sebaran Data Prestasi Belajar Afektif Siswa untuk

Tiap-tiap Sel


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Metode Eksperimen dengan LKS dan Diagram Vee

Table 4.23 : Prestasi Psikomotor Pada Sikap Ilmiah Rendah dan

Tinggi

83

Table 4.24 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Siswa

Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

83

Table 4.25 : Prestasi Psikomotorik Pada Gaya Belajar

Visual dan Kinestetik

84

Table 4.26 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Siswa

Yang Mempunyai Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

84

Table 4.27 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada

Metode Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.28 : Distribusi Frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada

Metode Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.29 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada

Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa

Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.30 : Distribusi Frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada

Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa

Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.31 : Sebaran Data Prestasi Belajar Psikomotorik untuk

Tiap-tiap Sel

86

Table 4.32 : Rata-rata Prestasi Kognitif Masing-masing

Kelompok

87


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xvi

Table 4.35 : Hasil Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor 91

Table 4.36 : Hasil Uji Homogenitas Data Prestasi Kognitif 92

Table 4.37 : Hasil Uji Homogenitas Data Prestasi Afektif 92

Table 4.38 : Hasil Uji Homogenitas Data Prestasi Psikomotorik 93

Table 4.39 : Hasil Pengujian Hipotesis 94

Table 4.40 : Hasil Uji Lanjut 99

Table 4.41 : Hasil Perbandingan Rerata Uji Lanjut 99

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Diagram Vee 23

Gambar 2.2 : Tumbukan antar molekul 36


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.2 : Histogram Nilai Prestasi Kognitif Siswa

dalam Belajar Kimia Pada Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

70

Gambar 4.3 : Histogram Nilai Prestasi Kognitif Siswa

dalam Belajar Kimia Pada Siswa yang Mempunyai Gaya Belajar Visual dan Gaya Belajar Kinestetik

72

Gambar 4.4 : Histogram Prestasi Afektif pada kedua

Metode

76

Gambar 4.5 : Histogram Prestasi Afektif – Sikap Ilmiah 77

Gambar 4.6 : Histogram Prestasi Afektif – Gaya Belajar 78

Gambar 4.7 : Interaction Plot (data means) for Prestasi

Kognitif

97

Gambar 4.8 : Interaction Plot (data means) for Prestasi

Kognitif

98

Gambar 4.9 : Analisys of Means Tes Prestasi Kognitif Vs

Metode Pembelajaran

100

Gambar 4.10 : Analisys of Means Tes Prestasi Kognitif Vs

Sikap Ilmiah

100

Gambar 4.11 : Interaksi Plot (Data Means) untuk Prestasi

Kognitif-Metode-Sikap Ilmiah

101

Gambar 4.12 : Analisys of Means Tes Prestasi Kognitif Vs

Sikap Ilmiah Vs Gaya Belajar

101

Gambar 4.13 : Analisys of Means Tes Prestasi Afektif Vs

Metode

102

Gambar 4.14 : Analisys of Means Tes Prestasi Psikomotorik

Vs Metode


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Silabus 126

: Rencana Pelaksanaan Pembelajran (RPP) Dengan LKS


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

: Soal Tes Prestasi 174

Lampiran 4 : Kisi – kisi Angket Aspek Afektif 180

: Angket Aspek Afektif 181

Lampiran 5 : Penilaian Unjuk Kerja 184

Lampiran 6 : Kisi-kisi Angket Sikap Ilmiah 185

: Angket Sikap Ilmiah 186

Lampiran 7 : Kisi-kisi Angket Gaya Belajar Kimia 189

: Tes Angket Gaya Belajar 191

Lampiran 8 : Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya Beda soal

Kognitif

196

: Uji Validitas dan realibilitas angket Afektif 198

: Uji Validitas dan realibilitas angket Sikap Ilmiah 200

: Uji Validitas dan realibilitas angket Gaya Belajar 202

Lampiran 9 : Data Prestasi Belajar Aspek Kognitif 206

: Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Kognitif 208

: Uji Normalitas Prestasi Belajar Aspek Kognitif 210

: Uji Homogenitas Prestasi Belajar Aspek Kognitif 214

: Uji Anava Tiga Jalan Prestasi Belajar Aspek Kognitif 216

: Uji Lanjut Anava Prestasi Belajar Aspek Kognitif 216

Lampiran 10 : Data Prestasi Belajar Aspek Afektif 223

: Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Afektif 225

: Uji Normalitas Prestasi Belajar Aspek Afektif 230

: Uji Homogenitas Prestasi Belajar Aspek Afektif 232

: Uji Anava Tiga Jalan Prestasi Belajar Aspek Afektif 235

: Uji Lanjut Anava Prestasi Belajar Aspek Afektif 235

Lampiran 11 : Data Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik 237

: Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik 239


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xx Psikomotorik

: Uji Anava Tiga Jalan Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik

248

: Uji Lanjut Anava Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik

249

ABSTRAK

Yahudi S831002066.2010 “Pembelajaran Kimia dengan Metode Eksperimen

menggunakan LKS dan Diagram Vee Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Gaya Belajar

Siswa (Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kimia Kelas XI Semester 1 SMA Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)”. Tesis : Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Prof. Dr. H. Ashadi, dan Pembimbing II Dra. Suparmi, M.A., Ph.D.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar, 5) Interaksi antara metode dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar, 6) Interaksi antara sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa, 7) Interaksi metode , sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 – Februari 2011 dengan menggunakan metode Penelitian Eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ponorogo tahun pelajaran 2010/2011. Sampel dalam

penelitian ini adalah dua kelas yang diambil secara acak (cluster randomsampling).

Kelas XI IPA 4 menggunakan metode eksperimen dengan LKS dan kelas XI IPA 2

menggunakan metode eksperimen dengan diagram Vee. Data sikap ilmiah, gaya

belajar dan prestasi afektif siswa dikumpulkan dengan metode angket, prestasi kognitif dikumpulkan dengan metode test, data prestasi psikomotorik dikumpulkan dengan observasi. Prestasi belajar meliputi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Data dianalisis dengan Anova dengan desain faktorial 2x2x2 dengan

menggunakan bantuan Software Minitab15. Uji normalitas dengan Ryan-Joiner, Uji

homogenitas dengan metode Levine’s dan F-test.

Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada pengaruh metode pembelajaran terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik , (2) Ada pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif tetapi tidak ada pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi afektif dan psikomotorik, (3) Tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik, (4) Ada interaksi antara penggunaan metode dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif, tetapi tidak ada interaksi antara penggunaan metode dengan sikap ilmiah pada prestasi afektif dan psikomotorik, (5) Tidak ada interaksi antara penggunaan metode dengan gaya belajar siswa pada prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik, (6) Ada interaksi sikap ilmiah siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi kognitif, tetapi tidak interaksi sikap ilmiah siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi afektif dan psikomotorik, (7) Tidak ada interaksi antara penggunaan metode dengan sikap ilmiah dan gaya belajar siswa terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik.

Kata kunci: Metode eksperimen dengan LKS, Metode eksperimen dengan diagram

Vee, Sikap Ilmiah, gaya belajar, kognitif, afektif, psikomotorik dan laju

reaksi.

ABSTRACT

Yahudi, S831002066, 2011 "Learning Chemistry using exsperiment with

student work sheet and diagram Vee methods overveiewed from Scientific Attitude

and Learning Style" (A case study on reaction rate for Grade 11th students The Senior

High School 1 Ponorogo, Academic Year 2010/2011 ). 1st advisor : Prof. Dr. H.

Ashadi, 2nd : Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Thesis: Science education Program,


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xxii

chemistry using experiments with student work sheet and diagram Vee methods

toward student achievement , (2) The effect of scientific attitude toward student achievement , (3) The effect of learning style toward student achievement, (4) interaction among learning methods with student scientific attitude toward student achievement, (5) interaction among learning methods with learning style towards student achievement, (6) interaction among scientific attitude with learning style toward student achievement, (7) interaction among learning methods with scientific attitude and learning style toward student achievement in learning chemistry.

This research was carried out from May 2010 to February 2011, used experimental method. The population was the entire students in grade 11 of The Senior High School 1 Ponorogo, The sample was taken using cluster random sampling, consisted of four classes. Class XI IPA 4 was treated using experiment with student work sheet and class X1 IPA 2 was treated using experiment diagram

Vee. The data was collected using questionnaire for student activity and learning

style, test for cognitive achievement and observation method for affective and psychomotor achievement. The achievement consisted of three aspects: cognitive, affective and psychomotor. The data were analyzed using ANOVA with factorial design and calculated using computer software Minitab 15 program. Normality test used Ryan-Joiner, homogeneity test used Levine’s and F-test methods.

From the data analysis can be concluded that: (1) There was an effect of learning methods toward cognitive, affective and psychomotor on achievement, (2) There was an effect of scientific attitude toward cognitive but there was not effect on affective and psychomotor achievement, (3) There was not any effect of learning style toward cognitive, affective and psychomotor achievement, (4) There was an interaction learning methods with scientific attitude toward cognitive, and there was not interaction learning methods with scientific attitude toward affective and psychomotor achievement, (5) There was not any interaction among learning methods with learning style toward cognitive affective and psychomotor achievement, (6) There was not any interaction among student scientific attitude with learning style toward cognitive, affective and psychomotor achievement, (7) There was not any interaction between learning methods with scientific attitude, and learning style toward cognitive, affective and psychomotor achievement in learning chemistry.

keyword: experiment student work sheet, diagram Vee , scientific attitude, learning style, cognitive, affective and psychomotor student achievement reaction rate


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini adalah mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah antara lain dengan merubah sistem pendidikan di Indonesia dari paradigma pendidikan yaitu pendidikan yang bersifat behavioristik menjadi pendidikan yang bersifat kontruktivistik. Hal ini berimplikasi pada terjadinya perubahan suasana dalam proses pembelajaran,

yaitu pembelajaran yang semula berpusat pada guru ( teacher centered )

mengalami pergeseran menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa ( student

centered ) . Namun sebagian besar guru-guru di SMA Negeri 1 Ponorogo dalam pembelajaran masih dilaksanakan secara berpusat pada guru dan siswa sebagai obyek pembelajaran, akibatnya siswa akan pasif dan kurang termotivasi untuk belajar, pada akhirnya prestasi nya tidak bisa maksimal.

Perubahan paradigma tersebut disikapi oleh pemerintah dengan adanya perubahan kurikulum yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan prinsip dan proses sains. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru agar lebih kreatif dalam menerapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam pembalajaran sesuai dengan kondisi siswa dan sarana prasarana yang disediakan sekolah.


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mengingat semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap mutu layanan pendidikan, maka guru perlu melakukan pendekatan/strategi dalam proses pembelajaran dengan menerapkan bermacam – macam metode pembelajaran yang berorientasi pada filosofi kontruktivistik. Sedangkan sebagian besar guru di SMA Negeri 1 Ponorogo masih banyak yang menggunakan metode pembelajaran tradisional seperti ceramah. Sehingga siswa cepat bosan dalam belajar kimia karena metode yang digunakan itu-itu saja, tanpa adanya variasi penggunaan metoda mengajar yang tepat.

Dalam pembelajaran di SMA Negeri 1 Ponorogo sebagian besar masih berpusat pada guru dengan mengunakan metode ceramah atau diskusi kelas, maka siswa belum belajar secara maksimal khususnya pada materi laju reaksi. Sehingga hasil nilai ulangan harian pembelajaran kimia khususnya materi laju reaksi, masih banyak siswa yang mempunyai nilai 83,9% lebih kecil dari KKM. Pada tahun pelajaran 2009/2010 nilai rata-rata laju reaksi adalah 65,2.

SMA Negeri 1 Ponorogo memiliki 6 kelas XI IPA dengan jumlah siswa 38 sampai 40 per kelas, dan siswa yang ada dari berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda-beda, sehingga masing – masing siswa memiliki sifat karakteristik yang berbeda – beda dalam belajar, seperti gaya belajar siswa, namun guru belum memperhatikannya dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini akan memberi pengaruh dalam kegiatan belajar mengajar dan prestasi anak.

Dalam pembelajaran kimia kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah memecahkan masalah yang ditemukan dengan cara pengamatan, penafsiran, merancang dan melakukan percobaan dalam kegiatan laboratorium. Pemanfaatan laboratorium di SMA Negeri 1 Ponorogo selama ini khususnya laboratorium kimia


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

belum dimanfaatkan secara maksimal. Guru lebih suka memilih menggunakan metoda ceramah, disamping lebih murah, hemat waktu dan tidak disibukkan dengan persiapan yang membutuhkan ketrampilan khusus mengenai penggunaan alat – alat dan pengetahuan khusus mengenai karakteristik bahan – bahan kimia. Selain itu alat dan bahan kimia harganya relatif mahal, sehingga SMA Negeri 1 Ponorogo keberatan dalam pengadaan alat dan bahan kimia yang dibutuhkan.

Sikap ilmiah siswa perlu diperhatikan guru. Dengan memiliki sikap ilmiah yang tinggi siswa dapat belajar dengan baik dan dapat menghargai teman yang lain dalam presentasi, atau kerja kelompok di laboratorium. Dengan sikap ilmiah siswa dapat merasakan bagaimana menjadi seorang ilmuwan, sehingga siswa dapat termotivasi untuk belajar.

Materi kimia di SMA sangat kompleks baik yang bersifat teoritis maupun empiris. Teori akan membutuhkan nalar berfikir yang tinggi yaitu dengan kognitif, sedangkan empiris akan memerlukan praktek/eksperimen maupun demonstrasi. Pada materi laju reaksi kimia, kita jumpai dalam kehidupan sehari – hari. Seperti mengapa besi berkarat membutuhkan waktu yang lama, mengapa bensin lebih cepat terbakar sedangkan solar lebih lama terbakar.

Dari uraian diatas dan hasil observasi dari peneliti, maka penulis sekaligus sebagai peneliti memilih judul “ Pembelajaran Kimia dengan Metode Eksperimen

menggunakan LKS dan Diagram Vee Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Gaya Belajar

Siswa”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Mutu pendidikan rendah disebabkan oleh guru yang kurang melibatkan siswa

berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.

2. Pembelajaran masih dilaksanakan secara berpusat pada guru dan siswa sebagai

obyek pembelajaran, hal ini siswa akan pasif sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar, padahal ada beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran seperti inquiri, discovery dan CTL.

3. Nilai rata – rata ulangan harian kimia khususnya laju reaksi yang diperoleh para

siswa di SMA Negeri 1 Ponorogo masih kurang dari KKM.

4. Siswa cepat bosan untuk belajar kimia karena menggunakan metoda itu-itu saja,

tanpa adanya variasi penggunaan metoda mengajar yang tepat seperti metoda

eksperimen dengan LKS, metoda eksperimen dengan diagram Vee, demostrasi

dan lain-lain.

5. Masing – masing siswa memiliki sifat karakteristik yang berbeda – beda dalam

belajar, namun guru belum memperlihatkannya dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya materi kimia yang disajikan pada siswa kelas XI tentang laju reaksi kimia, semuanya diajarkan secara konvensional.

6. Selama ini laboratorium khususnya kimia belum dimanfaatkan secara maksimal.

7. Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa seperti

sikap ilmiah, gaya belajar, motivasi, kreatifitas, IQ dan lain-lain, namun faktor-faktor tersebut sangat bervariasi antara siswa dan guru belum memperhatikan variasi tersebut.

8. Sikap ilmiah siswa meliputi tinggi, sedang dan rendah, namun guru belum

memperhatikan faktor-faktor tersebut.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memperhatikannya.

10. Materi kimia di SMA sangat kompleks baik yang bersifat teoritis maupun

empiris. Teori akan membutuhkan nalar berfikir yang tinggi yaitu dengan kognitif, sedangkan empiris akan memerlukan praktek/eksperimen maupun demonstrasi. Untuk memahami hal tersebut belum diperhatikan guru.

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah, maka perlu adanya pembatasan masalah agar diperoleh kajian teori yang mendalam, agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen dengan LKS

dan diagram Vee .

2. Sikap ilmiah dikategorikan sikap ilmiah tinggi dan rendah.

3. Gaya belajar siswa dibedakan gaya belajar visual dan kinestetik.

4. Prestasi belajar ditinjau dari hasil kognitif, afektif dan psikomotorik.

5. Materi pelajaran dalam penelitian ini tentang laju reaksi kimia.

D. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah, akhirnya peneliti merumuskan masalah yang akan dipakai sebagai acuan dalam penelitiannya, yaitu :

1. Apakah ada pengaruh metode eksperimen dengan LKS dan digram Vee terhadap

prestasi belajar siswa ?

2. Apakah ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar ?

3. Apakah ada pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Apakah ada interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee

dengan sikap ilmiah siswa ?

5. Apakah ada interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee

dengan gaya belajar siswa ?

6. Apakah ada interaksi antara sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap

prestasi belajar ?

7. Apakah ada interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee

dengan sikap ilmiah dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar ?

E. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui :

1. Pengaruh metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee terhadap prestasi

belajar.

2. Pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.

3. Pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar.

4. Interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee dan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar.

5. Interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee dan gaya

belajar siswa terhadap prestasi belajar.

6. Interaksi antara sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap prestasi

belajar.

7. Interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee dengan sikap

ilmiah dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar.

F. MANFAAT PENELITIAN


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Manfaat teoritis.

a. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dalam hal

metode pembelajaran ekperimen dengan LKS dan diagram Vee.

b. Sebagai acuan dan bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

dengan memilih model pembelajaran yang tepat pada kompetensi dasar tertentu.

b. Memberi masukkan pada sesama rekan guru kimia agar memilih dan

menggunakan metode mengajar yang tepat dan selalu memberi motivasi belajar kepada siswa guna meningkatkan prestasi belajar siswa.

c. Memberi sumbangan pemikiran kepada sekolah dalam memperbaiki proses

pembelajaran yang berkaitan dengan praktikum kimia agar siswa lebih bermakna dalam pembelajaran.


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIIS

A. LANDASAN TEORI 1. Hakekat Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan pandangan dari kata dalam bahasa inggris instruction,yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979) dalam pedoman khusus Pembelajaran Tuntas Depdiknas (2004:7) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dll. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Pembelajaran kimia pada materi laju

reaksi adalah suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi) yang secara

sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah, bertujuan meningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya piker tentang laju reaksi.

2. Tinjauan Tentang Belajar

a. Teori Belajar

Untuk memahami pengertian belajar di sini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar. Burton dalam Aunurrahman (2009:35) pngertian belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan. Dalam buku Educational Psychology, H.C. Witherington, mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap kebiasaan atau suatu pengertian.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.

. Menurut Ratna Wilis (1989:12) istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan perilaku yang dapat mewakili belajar. Biasanya batasan ini dilakukan dengan memperhatikan penyebab-penyebab perubahan dalam perilaku yang tidak dapat dianggap sebagai hasil pengalaman. Jadi perubahan perilaku yang disebabkan oleh kelelahan, adaptasi indra, obat-obatan, dan kekuatan mekanik tidak


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman, dank arena itu tidak dapat dianggap bahwa belajar telah terjadi. Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dll. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam proses belajar. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemapuan dan sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar yang memadai.

Dengan demikian belajar adalah suatu proses adaptasi atau panyasuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif yang menghasilkan perubahan– perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman secara langsung maupan tidak langsung.

1) Teori Bruner (Belajar Penemuan/discovery)


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat dibedakan pada tiga fase. Ketiga proses itu adalah : memperoleh informasi baru, transformasi informasi, evaluasi dan ketepatan pengetahuan. Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu : pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayan seseorang, kemudian model-model diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Salah satu model instruksional kognitif yang berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner

(1966) dalam Ratna Wilis (1989:103) yang dikenal belajar penemuan (discovery).

Bruner menganggap , bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengtahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode ekperimen diharapkan siswa belajar menemukan sendiri pengetahuannya


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tentang laju reaksi, sehingga pengetahuan yang didapatkannya benar-benar bermakna.

2) Teori Ausuble (Belajar Bermakna)

Ausubel adalah seorang ahli psikologi kognitif. Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis (1989:110) belajar dapat terdiri dalam dua dimensi yaitu : a) Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau pembelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan, b) Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Inti dari teori ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam mengaitkan konsep-konsep ini Ausubel mengemukakan dua prinsip, yaitu prinsip diferensiasi progresif dan prinsip rekonsiliasi integratif. Kedua prinsip ini memperlihatkan bagaimana struktur kognitif siswa dipengaruhi secara optimal melalui mengajar, apapun bidang studinya. Menurut Ausubel ,dalam satu seri pelajaran hendaknya siswa diperkenalkan terlebih dahulu pada konsep-konsep yang paling umum atau paling inklusif. Sesudah itu materi pelajaran disusun secara berangsur-angsur menjadi konse-konsep yang lebih khusus. Dengan perkataan lain, model belajar Ausubel pada umumnya berlangsung dari umum ke khusus. Dengan menggunakan strategi ini, guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep-konsep-konsep yang kurang inklusif, dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus. Proses penyusunan konsep semacam ini disebut diferensiasi progresif. Prinsip kedua yang dikemukakan Ausubel ialah prinsip rekonsiliasi integratif atau penyesuaian integratif, menurut prinsip ini dalam mengajar, konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa bagaimana konsep-konsep dan prinsip-prinsip itu saling berkaitan. Menurut Ratna Wilis (1989:121) Untuk mencapai rekonsiliasi integratif materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa, sehingga kita bergerak ke atas dan ke bawah hirarki-hirarki konseptual waktu disajikan informasi baru.

3) Teori Gagne (Perubahan Tingkah Laku)

Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut R.M. Gagne (1970) dalam Sagala (2010:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yamg berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan, anak-anak demikian juga orang dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang pernah didengar atau dipelajarinya. Seorang dapat mengingat gambar yang telah dilihat, mengingat kata-kata yang baru dipelajarinya, atau mengingat bagaimana cara memecahkan hitungan. Menyatakan kembali apa yang dipelajari lebih sukar daripada

sekedar mengenal sesuatu kembali.Karena pengamatan dan evaluasi pada perubahan

perilaku yang ada, teori belajar Gagne terkenal dengan teori perubahan tingkah laku. Gagne (1984) dalam Ratna Wilis (1989:11) mengamukakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu orgasisasi berubah perilakunya akibat pengalaman. Dari uraian teori Gagne diatas, dengan melakukan eksperimen,


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

guru dapat memberikan informasi dan konsep baru baik dalam aspek afektif, kognitif maupun psikomotorik sehingga ada perubahan tingkah laku pada diri siswa.

4) Teori Piaget (Perkembangan Intelektual)

Menurut Piaget dalam Paul Suparno (2000:24), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut : 1) Tahap Sensori-motor (0 – 2 tahun). Tahap sensorimotor lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan inderawinya. 2) Tahap Pra-operasional (2 – 7 tahun). Periode ini disebut pra-operasional, karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti menambah, mengurangi, dan lain-lain. Tingkat pra-operasional terdiri atas dua sub-tingkat. Sub-tingkat pertama antara 2 – 4 tahun yang disebut sub-tingkat kedua antara 4 hingga 7 tahun yang disebut tingkat berpikir intuitif. Menurut Piaget anak pra-operasional diwarnai dengan mulai digunakan nya simbul-simbul untuk menghadirkan suatu benda atau pemikirab khususnya penggunaan bahasa, 3) Tahap Operasional Konkret (7– 11 tahun). Tahap operasional konkret ditandai dengan penggunaan aturan logis dan jelas, 4) Tahap Operasional formal (11 – dewasa). Pada tahap ini dicirikan dengan berpikir abstrak, hipotesis, deduhtif, serta induktif.

b. Belajar menurut Teori Kognitif

Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mempangaruhi pendidikan sains, termasuk pendidikan kimia. Secara umum Piaget dalam Paul Suparna (2007:33) membedakan 4 (empat) tahap dalam perkembangan kognitif seseorang, yaitu tahap Sensori-motor (0 – 2 tahun); tahap Pra-operasional (2 – 7 tahun); tahap Operasional Konkret (7– 11 tahun); Operasional formal (11 – dewasa). Dalam perkembangan itu pemikiran anak berkembang pelan-pelan mulai dari sensor motorik lalu ke pemikiran


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

konkrit dan baru ke pemikiran abstrak. Maka dalam pembelajaran kimia perlu dimulai dari hal-hal atau peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang konkrit dan kemudian baru pada tingkat lebih atas mulai dengan yang abstrak. Itulah salah sebab pembelajaran kimia perlu banyak melakukan kegiatan praktikum atau eksperimen.

c. Belajar menurut Teori Kontruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan ada yang dikelompokan dalam

teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori

konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan-aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar siswa menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Menurut Brooks (1990), Leinhardt (1992), Brown et al (1989) dalam

Mohamad Nur (1998:2) bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Teori Vygotsky (Karpov dan Bransford, 1995) yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benak siswa. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi bermakna dan sangat relevan bagi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan secara sadar menggunakan strstegi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

3. Pembelajaran Inquiri

Kata inkuiri berasal dari bahasa inggris “ inquiry”, dan menurut kamus berarti “pertanyaan” atau “penyelidikan”. Pendapat beberapa orang ahli yang mencoba menerangkan apakah yang dimaksud dengan pendekatan inkuiri.

Piaget dalam Ratna Wilis (1986:82) memberikan definisi fungsional untuk pendekatan inkuiri sebagai berikut :

Pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri , dalam arti luas ingin melihat apakah yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol, mengajukan

pertanyaan-pertanyan, mencari jawaban atas pertanyaan sendiri,

menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan anak-anak yang lain.

Kuslan dan Stone memberi definisi :

Pengajaran inkuiri merupakan pengajaran dimana guru dan anak-anak mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan jiwa para ilmuwan.

Kuslan dan Stone dalam Ratna Wilis Dahar (1986:82) juga memberikan definisi operasional untuk pendekatan inkuiri. Menurut mereka proses belajar

mengajar dengan pendekatan inkuiri ditandai oleh cirri-ciri berikut : 1) Menggunakan ketrampilan-ketrampilan proses IPA. 2) Waktu tidak menjadi


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masalah, tidak keharusan untuk menyelesaikan unit tertentu dalam waktu tertentu. 3) Jawaban-jawaban yang dicari tidak diketahui lebih dahulu. Jawaban-jawaban ini tidak ditemukan dalam buku pelajaran, sebab buku-buku pelajaran dan saran-saran untuk menentukan jawaban, bukan memberi jawaban. 4) Anak-anak berhasrat sekali untuk menentukan menemukan pemecahan masalah. 5) Proses belajar mengajar berpusat pada pertanyaan ”mengapa”. Pertanyaan “bagaimana kita mengetahui” dan “ betulkah kesimpulan kita ini” sering pula dikemukakan. Suatu masalah ditemukan, lalu 6) dipersempit, hingga terlihat ada kemungkinan masalah inidapat dipecahkan oleh siswa. 7) Hipotesa dirumuskan oleh siswa-siswa untuk membimbing penyelidikan. 8) Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data, dengan melakukan eksperimen, mengadakan pengamatan, membaca dan menggunakan sumber-sumber lain. 9) Semua usul ini dinilai bersama-sama. Bila mungkin ditentukan pula asumsi-asumsi, keterbatasan-keterbatasan dan kesukaran-kesukaran. 10) Para siswa melakukan penelitian, secara individu atau kelompok, untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesa. 11) Para siswa mengolah data dan mereka sampai pada kesimpulan sementara. Juga diusahakan untuk memberikan penjelasan-penjelasan secara ilmiah.

Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara. Setiap cara atau bentuk inkuiri itu meliputi lima hal yaitu : i) situasi yang menyadiakan stimulus untuk inkuiri. ii) masalah yang akan dicari pemecahannya. iii) kesimpulan yang diperoleh sebagai hasil penyelidikan. iv) perumusan masalah v) pencarian pemecahan masalah.

4. Metode Eksperimen


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengertian eksperimen dengan kerja laboratorium, meskipun kedua pengertian ini mengandung prinsip yang hampir sama, namun berbeda dalam konotasinya. Eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu. Eksperimen bisa dilakukan pada suatu laboratorium atau diluar laboratorium, pekerjaan eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dimasukkan dalam metode pembelajaran. Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.

Menurut Paul Suparno (2007:77) metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan memang benar. Jadi metode ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan teorinya. Sering metode eksperimen disebut metode laboratorium karena percobaan biasanya dilakukan di laboratorium. Laboratorium menurut Ratna Wilis (1996:109) adalah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat-alat tertentu untuk mempermudah pelaksanaan ketrampilan-ketrampilan IPA. Eksperimen dapat pula dilakukan siswa di luar laboratoriun, bahkan dapat pula dilakukan aplikasikan dalam langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi kesempatatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Peran guru dalam metode eksperimen ini sangat penting, khususnya berkaitan dengan ketelitian dan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam memaknai


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kegiatan eksperimen dalam kegiatan belajar dan mengajar.

Dalam Syaiful Sagala (2010:220) metode eksperimen mempunyai kebaikan sebagai berikut : (1) metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku saja, (2) dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seseorang ilmuan, (3) metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain; (a) siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; (b) siswa terhindar jauh dari verbalisme; (c) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif dan realistic; (d) mengembangkan sikap berfikir ilmiah; dan (e) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Dalam melakukan eksperimen siswa dapat bekerja sesuai dengan lembar kerja atau petuhjuk yang diberikan guru, sebaiknya kelompok dibuat kecil sehingga siswa dapat melakukan eksperimen secara sungguh-sungguh. Dalam eksperimen siswa melakukan tindakan sebagai berikut : 1) membaca petunjuk eksperimen dengan teliti (2) mencari alat yang diperlukan (3) merangkai alat sesuai dengan skema eksperimen (4) mulai mengamati jalannya percobaan (5) mencatat data yang diperlukan (6) mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data

yang ada (7) membuat laporan eksperimen dan mengumpulkan (8)

mempresentasikan eksperimen di depan kelas.

5. Metode Eksperimen dengan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Secara ideal kegiatan eksperimen merupakan kegiatan individu siswa, namun sehubungan dengan terbantasnya sarana dan prasarana pada umumnya kegiatan eksperimen dilakukan secara kelompok. Besarnya kelompok bergantung pada


(42)

besar-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kecilnya jumlah siswa dalam kelas jika dibandingkan sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah yang bersangkutan. Mengingat perbandingan jumlah guru dengan siswa yang sangat besar, karena terbatasnya jumlah guru, maka perlu dicari upaya agar eksperimen bisa secara serentak, yaitu dengan bahan tertulis yang disebut lembar kerja siswa (LKS).

Dalam Ratna Wilis (1989:116) Lembar kerja siswa adalah suatu bahan tertulis yang berisi segala sesuatu yang terlibat dalam suatu eksperimen, dari alat dan bahan, hipotesis, hal-hal yang menjadi focus pengamatan, tuntunan bagi siswa untuk melakukan langkah-langkah kerja sehingga berhasil menggeneralisasikan fakta dan menyimpulkan, hingga tuntunan ke arah menemukan masalah baru, dapat menimbulkan eksperimen baru. Lembar kerja ini perlu dirancang secara matang oleh guru, agar tujuan eksperimen dapat tercapai dan lembar kerja siswa ini harus menggunakan kalimat-kalimatyang mudah dipahami siswa.

Dalam menyusun petunjuk eksperimen, guru harus dapat menyajikan lembar kerja siswa (LKS) yang mengajak siswa berpikir dalam melaksanakan tugas prakteknya. Perlu dihindarkan LKS yang berbentuk resep memasak, yang petunjuknya begitu lengkap sehingga siswa hanya bekerja seperti mesin dan tidak ada peluang untuk melatih kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak yang ilmiah dan efektif.

6. Metode Eksperimen dengan Diagram Vee

Diagram Vee disusun oleh Gowin pada tahun 1977, diagram Vee digunakan

untuk menjelaskan ide pokok yang memperhatikan dasar pengetahuan dan proses penyusunan pengetahuan di dalam pengajaran laboratorium. Menurut Novak (1984)


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lingkaran atau bentuk yang lain. Namun yang lebih ditekankan adalah bahwa

diagram Vee pada dasarnya merupakan metode untuk membuat hubungan antara

‘thingking’ dan ‘doing’ yang terjadi selama di laboratorium.

Para ahli dalam artikel Path Finder Science (2006) menyatakan bahwa :

The Vee Process Model is intended to serve as a useful graphical guide to the process of science. It also assists communication among the reserch partners. Using the graphic above creates a point of communicationthat allows a scaffold for student learning that gives direction and support to novice researchers. Student can understand where they are in the process and how to continue to make progress. For teachers, the Vee Process Model is serves as a graphical guide for explicit intruction about the research process. The graphic provides a structure to point at and discuss process, a focal point for communication, and useful organization structure.

Disini dapat dijelaskan bahwa Model Process diagram Vee dimaksudkan

untuk membantu suatu grafik yang berguna pada proses pengetahuan. Ini juga membantu diantara rekan penelitian. Menggunakan grafik tersebut membuat suatu nilai dari komunikasi yang memperbolehkan suatu tangga-tangga untuk siswa mempelajari apa yang diberikan secara langsung dan membantu para peneliti baru.

Siswa dapat memahami dimana posisi mereka dalam suatu proses dan bagaimana untuk melanjutkan membuat kemajuan.

Kerangka diagram Vee pada gambar berikut ini

Sisi konsep Pertanyaan pokok Sisi metode

Teori Tuntutan nilai

Tuntutan pengetahuan Prinsip Transformasi

Konsep catatan/pengamatan

Kejadian dan objek


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk mengajar, model proses diagram Vee membantu sebagai suatu grafik

penuntun untuk menjelaskan instruksi tentang proses penelitian. Grafik ini memberikan suatu struktur untuk mengarahkan dan mendiskusikan proses, suatu nilai penting bagi komunikasi dan suatu pengaturan struktur yang bermanfaat.

Instrumen diagram Vee dibuat atau didesain bagi siswa untuk mengkonstruksi

respon/tanggapan untuk mengetahui cara penyelidikan mereka (Nelson M dan Epps, 1997). Seperti yang dikemukakan juga oleh Shepardson dan Jackson (1997) yaitu

mahasiswa pertama-tama menggunakan diagram Vee untuk mendesain percobaan

laboratorium mereka, kemudian mereka menyelesaikan percobaan laboratorium dan melengkapinya dengan memasukkan data dan kesimpulan mereka. Mahasiswa dinilai pada penggunaan mereka terhadap peralatan dan bahan-bahan selama melakukan percobaan.

Penyusunan dari diagram Vee dapat diuraikan sebagai berikut : 1) dimulai

dengan menggambar V besar; 2) Objek dan kejadian diletakkan pada pusat V. hal ini disebabkan oleh karena penyusunan pengetahuan dimulai dengan pemikiran dan pengertian tentang dua hal pokok tersebut. Definisi tentang konsep, objek, dan kejadian harus dibuat sesederhana mungkin supaya siswa menjadi tahu dan mudah

untuk memahaminya; 3) pertanyaan fokus diletakkan di tengah diagram Vee dan

dihubungkan dengan kedua sisi mempergunakan tanda panah untuk menunjukkan bahwa dalam memperoleh pengertian, siswa harus menjalankan pemikiran mereka

secara maju mundur dari sisi diagram Vee yang satu ke sisi diagram Vee yang lain; 4)

dikenalkan ide catatan, yaitu pertanyaan yang dipilih akan membimbing siswa pada konsep dan objek atau kejadian apa yang harus diamati. Kemudian dari pengamatan dibuat suatu catatan yang ringkas dan jelas; 5) dibuat transformasi catatan dari


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tuntutan pengetahuan (yang harus dicapai), dimana tujuan dari transformasi data pengamatan yang diperoleh dibuat dalam suatu bentuk yang dapat mengantar siswa kepada konstruksi jawaban pada pertanyaan fokus. Di sini diharapkan siswa dapat mendiskusikan kesimpulan yang harus diambil dari berbagai catatan yang ditulis untuk menjawab pertanyaan fokus.

Dalam Nakhleh, (1994 : 202). Tuntutan pengetahuan disini adalah hasil dari inkuiri yang dilakukan oleh siswa, pada bagian inilah yang perlu dijelaskan pada siswa bahwa untuk menyusun pengetahuan baru harus diterapkan konsep-konsep yang benar-benar mereka ketahui. Sebaliknya proses penyusunan pengetahuan baru mengajak siswa untuk memahami konsep dan prinsip serta hubungan antara keduanya. Sehingga ada hubungan timbal balik dari apa yang telah siswa ketahui dan pengamatan yang dilakukan dengan tuntutan pengetahuan; 6) pada sisi kiri diletakkan teori-teori, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep yang diperlukan untuk membuat suatu pengertian dari kejadian, dan atau objek yang kita pahami.

Dari langkah-langkah tersebut dapat dilihat bahwa diagram Vee memang

sesuai apabila diterapkan pada kegiatan praktikum dilaboratorium, hal ini karena

dengan diagram Vee membuat siswa mau tidak mau harus mempelajari teori dan

konsep yang mendasari praktikum yang akan mereka lakukan dengan lebih mendalam.

Dari diagram Vee (Novak dan Gowin, 1984: 71) dapat dibuat suatu penilaian

yang digunakan untuk memberikan nilai yang berupa angka kepada praktikan.

Prosedur Penilaian diagram Vee diikuti protokol yang disarankan oleh Novak dan

Gowin (1984,70-72). Diagram Vee diberi skor pada kualitas sebuah titik skala (0-4)


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(titik nilai dalam kurung untuk setiap kategori): Pertanyaan fokus (0-3), benda / peristiwa (0-3), teori, prinsip, dan konsep (0-4), catatan / transformasi (0-4), dan klaim pengetahuan (0-4).

Penilaian diagram Vee mengacu pada pelaksanaan percobaan di laboratorium

oleh praktikan. Selain itu juga dari hasil yang mereka peroleh dari percobaan dan kesimpulan yang mereka ambil dari percobaan yang telah mereka lakukan tersebut.

7. Sikap Ilmiah

Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan.. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek. Menurut Baharuddin

(1982:34) (http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/) (online ;

diakses tanggal 18 September 2010) mengemukakan bahwa :”Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.

Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh Mukayat Brotowidjoyo (1985

:31) (http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/) (online ; diakses

tanggal 27 September 2010) yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antara lain : (1) Sikap ingin tahu : apabila


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya,maka ia beruasaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiea; kebiasaan menggunakan alat indera sebanyak mungkin untuk menyelidiki suatu masalah; memperlihatkan gairah dan kesungguhan dalam menyelesaikan eksprimen. (2) Sikap kritis : Tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti – bukti pada waktu menarik kesimpulan; Tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain; bersedia mengubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat. (3) Sikap obyektif : Melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek. (4) Sikap ingin menemukan : Selalu memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan konstruktif; selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya. (5) Sikap menghargai karya orang lain, Tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain. (6) Sikap tekun : Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan’ tidak akan berhenti melakukan kegiatan – kegiatan apabila belum selesai; terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti. (7) Sikap terbuka : Bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon negatif terhadap pendapatnya.

Dengan demikian sikap ilmiah dapat didifinisikan sebagai kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melalui langkah-langkah ilmiah.

8. Gaya Belajar.

Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal (Nasution, 1982:94). Tidak semua orang mengikuti cara yang sama. Masing – masing menunjukkan perbedaan, gaya belajar ini berkaitan dengan erat dengan pribadi seseorang, yang tentu dipengaruhi dengan oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya.

Setiap individu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut. Di negara-negara maju sistem pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga individu dapat dengan bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dirinya. Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar seperti disebutkan diatas, menurut De Porter & Hernacki (2001) dalam

http://prayudi.wordpress.com/2007/11/27/gaya-belajar-individu/ (online ; diakses

tanggal 27 September 2010)adalah sebagai berikut:

Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual. Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (1) rapi dan teratur (2) berbicara dengan cepat (3) mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik (4) teliti dan rinci (5) mementingkan penampilan


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(6)lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar (7) mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual (8) memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik (9) biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar (10) sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis) (11) merupakan pembaca yang cepat dan tekun (12) lebih suka membaca daripada dibacakan (13) dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan (14) jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara (15) lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain (16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak’ (17) lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah (18) lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik (19) seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata.

Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial

Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (1) sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja (2) mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik (3) lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca (4) jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras (5) dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara (6) mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita (7) berbicara dalam irama yang terpola dengan baik (8) berbicara dengan sangat fasih (9) lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya (10) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

apa yang dilihat (11) senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar (12) mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi (13) lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata- kata dengan keras daripada menuliskannya (14) lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik.

Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik

Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (1) berbicara dengan perlahan (2) menanggapi perhatian fisik (3) menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka (4) berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain (5) banyak gerak fisik (6) memiliki perkembangan otot yang baik (7) belajar melalui praktek langsung atau manipulasi (8) menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung (9) menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca (10) banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal) (11) tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama (12) sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut (13) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi (14) pada umumnya tulisannya jelek (15) menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik) (16) ingin melakukan segala sesuatu. Dengan mempertimbangkan gaya belajar siswa, dan pada materi laju reaksi siswa yang memiliki gaya belajar visual, audotorial, dan kinestetik tidak akan mengalami

kesulitan dalam belajar dengan metoda eksperimen dengan LKS dan diagram Vee, ke

ketiga karakteristik gaya belajar bisa menguatkan satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini peneliti menggelompokkan (lebih memperhatikan) siswa dalam gaya belajar visual dan kinestetik, karena siswa yang bergaya belajar audotorial salah satu


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karakteristiknya suka berdiskusi, sehingga siswa dengan gaya belajar audotorial bisa masuk dalam kelompok gaya belajar visual atau kinestetik.

9. Prestasi Belajar

Prestasi belajar bersal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam

bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Istilah prestasi belajar (achievemen) berbeda dengan dengan hasil belajar (learning outcome), prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukkan watak siswa. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain kesenian, olah raga, dan pendidikan khususnya pembelajaran. Zaenal Arifin dalam bukunya Evaluasi Pembelajaran (2009:12) menyatakan fungsi utama prestasi belajar antara lain : (1) Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai pesrta didik. (2) sebagai lambang pemuasan hsrat ingin tahu. (3) Sebagai bahan informasi pendidikan, asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai

umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. (4) sebagai indikator

inter dan ekstern dari institusi pendidikan. (5) Dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

Belajar adalah suatu proses adaptasi atau panyasuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif yang menghasilkan perubahan– perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap, tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Adapun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah suatu proses adaptasi atau panyasuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif yang menghasilkan perubahan– perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman secara langsung maupan tidak langsung.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.

Muray dalam Beck (1990 : 290) (http://sunartombs.wordpress.com/2009

/01/05/pengertian-prestasi-belajar/) (online ; diakses tanggal 27 September 2010)

mendefinisikan prestasi sebagai berikut : “To overcome obstacle, to exercise power,

to strive to do something difficult as well and as quickly as possible”. “Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”.

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Gagne (1985) dalam Ratna Wilis (1989,135) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut Bloom (1956) dalam Zaenal


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011.

7. Baik siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi dan siswa rendah dengan gaya

belajar visual dan kinestetik mempunyai prestasi yang lebih baik pada kedua metode. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis dengan taraf signifikansi 5% didapatkan untuk P-value Prestasi kognitif = 0,124, P-value Prestasi Afektif = 0,889, P-value Prestasi Psikomotor = 0,127. Jadi tidak ada interaksi antara

penggunaan eksperimen dengan LKS dengan diagram Vee dan sikap ilmiah dan

gaya belajar siswa terhadap prestasi kognitif, afektif dan psiokomotorik pada materi laju reaksi kimia siswa kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011.

B. IMPLIKASI

Berdasarkan kesimpulan di atas, implikasi yang dapat peneliti sampaikan adalah : 1. Implikasi Teoritis

a. Metode eksperimen dengan LKS memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap prestasi belajar siswa, khususnya aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada materi laju reaksi , hal ini dikarenakan metode eksperimen dengan LKS lebih terstruktur dan terarah yang sangat cocok untuk siswa yang pengalaman eksperimen relatif masih kurang. Sehingga metode eksperimen dengan LKS dapat digunakan sebagai metode pembelajaran alternatif untuk meningkatkan penguasaan konsep proses pembelajaran khususnya materi laju reaksi.

b. Sikap ilmiah merupakan faktor intern siswa yang mempunyai pengaruh pada

prestasi belajar kimia. Guru hendaknya memperhatikan siswa yang sikap ilmiahnya rendah. Sikap ilmiah pada penelitian ini memberikan pengaruh


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang signifikan pada prestasi kognitif, dan tidak berpengaruh pada prestasi belajar aspek afektif dan psikomotorik. Namun demikian untuk meningkatkan prestasi belajar siswa seorang pendidik dapat membangkitkan atau meningkatkan sikap ilmiahnya.

c. Gaya belajar siswa yang merupakan faktor intern yang mempunyai pengaruh

pada prestasi belajar kimia, dalam penelitian ini siswa yang gaya belajarnya visual mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang gaya belajarnya kinestetik. Guru hendaknya memperhatikan gaya belajar siswa agar memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.

d. Dalam upaya peningkatan penguasaan konsep siswa, dapat dilihat dari

metode yang digunakan dan sikap ilmiah dalam belajar. Pembelajaran dengan

metode eksperimen dengan LKS dan metode eksperimen diagram Vee,

prestasi belajar siswa yang sikap ilmiah tinggi lebih baik dari pada siswa dengan sikap ilmiah rendah sehingga untuk meningkatkan prestasi belajar pada kedua metode dapat dilkukan dengan meningkatkan sikap ilmiah.

e. Dalam upaya peningkatan penguasaan konsep siswa, dapat dilihat dari

metode yang digunakan dan aktivitas siswa dalam belajar. Pembelajaran dengan metode eksperimen dengan LKS dan metode eksperimen diagram

Vee, prestasi belajar siswa yang bergaya belajar visual lebih baik dari pada

siswa dengan bergaya belajar kinestetik sehingga untuk meningkatkan prestasi belajar pada kedua metode dapat dilakukan dengan memperhatikan gaya belajar siswa.

f. Dalam upaya peningkatan penguasaan konsep siswa, dapat dilihat dari sikap


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ilmiahnya tinggi tentunya lebih baik dari pada siswa yang sikap ilmiahnya rendah dan gaya belajar siswa juga mempengruhi untuk meningkatkan prestasi belajar pada kedua metode dapat dilakukan dengan meningkatkan sikap ilmiah dan memperhatikan gaya belajar siswa.

g. Prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan dengan menggunakan

metode eksperimen dengan LKS dengan memperhatikan sikap ilmiah serta aktivitas siswa. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi seorang pendidik dan calon pendidik untuk meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi dengan menggunakan metode eksperimen dengan LKS dengan meningkatkan sikap ilmiah serta gaya belajar.

2. Implikasi Praktis

a. Metode eksperimen dengan LKS mempunyai pengaruh terhadap prestasi

siswa yang lebih baik dari pada metode metode eksperimen diagram Vee.

Maka metode eksperimen dengan LKS dapat diterapkan dalam kurikulum KTSP dan sebagai metode pembelajaran sains karena siswa lebih aktif, kreatif, terampil, obyektif dan kritis dalam memecahkan masalah.

b. Sikap ilmiah siswa yang merupakan faktor intern siswa dapat dikembangkan untuk menunjang tercapainya prestasi belajar. Siswa yang mempunyai sikap

ilmiah tinggi mempunyai prestasi yang lebih baik maka guru dapat memotivasi siswa agar mempunyai sikap ilmih yang tinggi dalam menggunakan metode ekperimen.

c. Siswa yang gaya belajarnya visual mempunyai prestasi yang lebih baik dalam mengikuti pembelajaran dengan metode eksperimen dengan LKS maupun


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

eksperimen dengan diagram Vee. Maka guru dapat memotivasi siswa agar

dapat memperoleh prestasi yang lebih baik.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi Pendidik (Guru)

a. Dalam pembelajaran kimia dengan metode eksperimen dengan LKS, guru hendaknya memperhatikan hal – hal antara lain :

1) Menyiapkan LKS lengkap.

2) Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan secara cermat.

3) Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan dan diberi label.

4) Menyiapkan dan memberikan petunjuk penggunaan alat dan bahan.

5) Memberikan peringatan dalam menggunakan alat atau bahan yang sifatnya

berbahaya.

6) Sebelum dilakukan kegiatan eksperimen oleh siswa maka guru harus mencoba

terlebih dahulu agar mengetahui kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.

7) Pembentukan kelompok dilakukan oleh guru agar diperoleh anggota

kelompok yang heterogen.

b. Dalam proses pembelajaran kimia perlu memperhatikan sikap ilmiah siswa. Untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa dapat dilakukan :

1) Eksperimen

2) Diskusi

3) Penulisa data yang obyektif


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5) Melakukan tugas proyek

c. Perlu dilakukan pengukuran Sikap ilmiah Siswa

d. Perlu dilakukan pengukuran Gaya Belajar yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran. Sehingga guru dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar siswa.

2. Bagi Peserta Didik

a. Setiap peserta didik mempunyai sikap ilmiah dan gaya belajar yang berbeda-beda dan masing-masing dapat dikembangkan, karena dengan sikap ilmiah dan gaya belajar dapat meningkatkan preastasi belajar.

b. Peserta didik hendaknya mempunyai sikap ilmiah yang tingi dan gaya belajar sesuai pula.

c. Sebaiknya siswa didalam melakukan kegiatan penuh dengan ketelitian dan kecermatan

d. Sebaiknya siswa sebelum melakukan kegiatan eksperimen benar-benar memahami langkah kerja dan tujuan dari eksperimen.

3. Bagi Peneliti lain

a. Dalam penelitian ini metode dalam pembelajaran yang dipilih adalah metode

eksperimen dengan LKS dan metode eksperimen dengan diagram V yang

ditinjau dari sikap ilmiah dan gaya belajar siswa. Bagi para calon peneliti yang lain mungkin dapat melakukan penelitian yang lain, yang mungkin dari metode yang akan digunakan dalam penelitian bahkan mungkin dari tinjauan yang lainnya.

b. Hasil penelitian ini hanya terbatas pada materi laju reaksi kimia, peserta didik kelas XI SMA N 1 Ponorogo , sehingga mungkin bisa diterapkan pada pokok


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bahasan yang lain dan mungkin di sekolah yang lain.

c. Harapan peneliti bagi peneliti yang lain adalah apa yang diteliti pada

penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi peneliti maupun pendidik pada umumnya.

d. Pengukuran sikap ilmiah antara yang kategori tinggi dan rendah diharapkan

sangat jelas jika perlu adanya sikap ilmiah siswa yang kategori sedang.

e. Pengukuran gaya belajar siswa diharapkan meliputi kategori visual,


Dokumen yang terkait

Pembelajaran kimia dengan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan sikap ilmiah siswa

0 13 156

PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS SISWA

0 4 129

PENGGUNAAN LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL PADA PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN SIKAP ILMIAH SISWA

0 4 136

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR DAN KREATIVITAS DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH.

0 0 19

PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN PROYEK DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA.

0 0 19

PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PBL DENGAN METODE EKSPERIMEN DISERTAI TEKNIK VEE DIAGRAM DAN FISHBONE DIAGRAM DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR DAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA (Studi Pembelajaran pada Materi Ekosistem Kelas X Semester II MA Negeri 1 Pr

0 0 20

PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DIPANDU DENGAN ANIMASI DAN KOMIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN VERBAL DAN GAYA BELAJAR SISWA.

0 1 13

PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN BEBAS TERMODIFIKASI DAN EKSPERIMEN TERBIMBING DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.

0 0 9

PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN METODE PRAKTIKUM YANG DILENGKAPI DENGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) DAN DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA PADA MATERI POKOK PERUBAHAN MATERI KELAS VII SEMESTER GEN

0 0 10

PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN MODEL PBL DENGAN METODE EKSPERIMEN DISERTAI TEKNIK “VEE DIAGRAM” DAN “FISHBONE DIAGRAM” DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA | Azizi | Inkuiri 3834 8477 1 SM

1 2 11