PENGGUNAAN LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL PADA PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN SIKAP ILMIAH SISWA

(1)

commit to user

PENGGUNAAN LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL PADA PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE

EKSPERIMEN DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN SIKAP ILMIAH SISWA

(Studi Kasus Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi Kelas XI di SMA Negeri 1 Klaten Semester Gasal Tahun Pelajaran 2010/2011)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains

Minat Utama: Pendidikan Kimia

Oleh: ARIS SUTAKA

S831002007

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

(3)

commit to user iii


(4)

(5)

commit to user iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Aris Sutaka

NIM : S 831002007

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Penggunaan

Laboratorium Riil Dan Virtuil Pada Pembelajaran Kimia Dengan Metode Eksperimen Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Sikap Ilmiah Siswa (Studi Kasus Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi Kelas XI di SMA Negeri 1 Klaten Semester Gasal Tahun Pelajaran 2010/2011) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini di beri tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, April 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Penggunaan Laboratorium Riil dan Virtuil Pada Pembelajaran Kimia Dengan Metode Eksperimen Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Sikap Ilmiah Siswa (Studi Kasus Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi Kelas XI di SMA Negeri 1 Klaten Semester Gasal Tahun Pelajaran 2010/2011) “. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pascasarjana Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan tesis ini penulis tidak dapat berkerja sendiri tanpa bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, selaku pembimbing dan Ketua Program Studi

Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan selama penulis menyelesaikan pendidikan..

3. Prof. Dr. H. Ashadi, sebagai pembimbing I penyusunan tesis atas bimbingan dan arahannya dalam menyusunan tesis ini.

4. Drs. Haryono, M.Pd, sebagai pembimbing II penyusunan tesis atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan tesis ini.


(7)

commit to user vi

5. Dosen Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

6. Semua staf administrasi Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah melayani semua kebutuhan administrasi.

7. Drs. Widiyarto, M.Pd, selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Klaten yang telah memberi ijin belajar dan tempat dalam penelitian ini

8. Kepala sekolah SMA Negeri 1 Purwokerto, yang telah memberikan tempat untuk

melaksanakan uji coba instrument penelitian.

9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung sehingga semua berjalan lancar hingga selesai penulisan tesis ini.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin menyusun tesis ini tetapi sebagai insan biasa yang tak luput dari kekurangan maka apabila masih ada kesalahan dan kekurangan dalam tesis ini, penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Penulis selalu terbuka jika ada kritik dan saran dalam tulisan ini.

Surakarta, April 2011


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ………... iii

PERNYATAAN……….. iv

KATA PENGANTAR………. v

MOTO DAN PERSEMBAHAN……….. vii

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK……….... xvii

ABSTRACT………...………. xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 8

D.Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS ... 12

A.Kajian Teori ... 12


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

3. Media Pembelajaran ... 21

4. Metode Eksperimen……….. 25

5. Penerapan Laboratorium Riil……… 26

6. Penerapan Laboratorium Virtuil……… 27

7. Gaya Belajar………. 28

8. Sikap Ilmiah ... 31

9. Prestasi Belajar………. 33

10. Materi Pembelajaran IPA……… 37

B.Penelitian yang Relevan ... 47

C.Kerangka Berpikir ... 50

D.Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A.Tempat danWaktu Penelitian ... 57

B.Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan sampel ... 57

1. Populasi Penelitiaan... 57

2. Sampel Penelitian dan Teknik Sampling... 58

C.Rancangan dan Variabel Penelitian ... 59

1. Rancangan Penelitian... 59

2. Variabel Penelitian... 60

D.Definisi Operasional Variabel ... 60

E. Teknik Pengumpulan Data ... 62

1. Teknik Dokumentasi... 63

2. Teknik Angket... 63


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

2. Instrumen Pengambilan Data... 65

G.Uji Coba Inatrumen... 65

1. Uji Validitas... 66

2. Uji Reliabilitas... 69

3. Analisis Daya Pembeda... 72

4. Analisis Tingkat Kesukaran ...74

H.Teknik Analisis Data... 75

1.Uji Prasyarat Analisis... 76

2. Uji Hipotesis... 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 82

A. Deskripsi Data... 82

1. Data Gaya Belajar Siswa... 82

2. Data Sikap Ilmiah Siswa... 83

3. Data Prestasi Belajar Kimia... 84

B. Pengujian Prasyarat Analisis... 88

1. Uji Normalitas... 89

2. Uji Homogenitas... 91

C. Pengujian Hipotesis... 92

1. Analisis Variansi Prestasi Kognitif... 92

2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan... 96

D. Pembahasan Hasil Analisis Data... 102

1. Hipotesis Pertama... 102


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

4. Hipotesis Keempat... 104

5. Hipotesis Kelima... 105

6. Hipotesis Keenam... 105

7. Hipotesis Ketujuh... 106

E. Keterbatasan Penelitian... 110

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 111

A. Kesimpulan... 111

B. Implikasi... 116

1. Implikasi Teoritis... 116

2. Implikasi Praktis... 117

C. Saran-Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA... 120 LAMPIRAN


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

1.1. Data Prestasi kognitif Laju Reaksi SMA N 1 Klaten……… 6

3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian………. 57

3.2. Data Populasi Penelitian………. 58

3.3. Rancangan Penelitian……….. 59

3.4. Hasil Uji Validitas Instrumen ……… 68

3.5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen……… 72

3.6. Distribusi Daya Beda Instrumen Tes……..………..…… 73

3.7. Distribusi Tingkat kesukaran instrument Tes……….. 75

3.8. Data Penelitian Prestasi Kognitif………. 78

3.9. Data Penelitian Prestasi Afektif……… 79

4.1 Jumlah Siswa dengan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik ………... 82

4.2 Deskripsi Data Sikap Ilmiah Siswa..……….. 83

4.3 Jumlah Siswa dengan Sikap Ilmiah Tinggi dan Rendah……… 83

4.4 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Siswa………... 85

4.5 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelas Lab. Riil……… 85

4.6 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelas Lab. Virtuil………... 86

4.7 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa……….. 87

4.8 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas Lab. Riil ……..…………... 87

4.9 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas Lab. Virtuil………... 87

4.10 Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media Pembelajaran, Gaya belajar, Dan Sikap Ilmiah……… 88


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas……… 92 4.14 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Kognitif……….. 93 4.15 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Afektif………... 94


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

2.1 Grafik Laju Reaksi………...……… 39

2.2 Grafik Laju Reaksi Orde Nol……….. 41

2.3 Grafik Laju Reaksi Orde Satu……… 42

2.4 Grafik Laju Reaksi Orde Dua……… 42

4.1 Histogram Prestasi Kognitif Siswa Laboratorium Riil………. 85

4.2 Histogram Prestasi Kognitif Siswa Laboratorium Virtuil……… 86

4.3 Histogram Prestasi Afektif Siswa Laboratorium Riil………. 87

4.4 Histogram Prestasi Afektif Siswa Laboratorium Virtuil……… 88

4.5 Plot Uji Lanjut Anava Pengaruh Media Terhadap Prestasi Kognitif…….. 97

4.6 Plot Uji Lanjut Anava Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Kognitif ……… 98

4.7 Plot Uji Lanjut Anava Interaksi Media dengan Sikap Ilmiah Terhadap Prestasi Kognitif………..……… 99

4.8 Plot Uji Lanjut Anava Interaksi Gaya Belajar dengan Sikap Ilmiah Terhadap Prestasi Kognitif………..……… 100

4.9 Plot Uji Lanjut Anava Pengaruh Media Terhadap Prestasi Afektif ………. 101


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

Silabus ... 122

Rencana Program Pengajaran (RPP)... 125

Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar………... 134

Angket Gaya Belajar……….. 135

Kisi-Kisi Angket Sikap Ilmiah Siswa ... 137

Angket Sikap Ilmiah Siswa ... 144

Kisi-Kisi Penyusunan Angket Aspek Afektif ... 151

Angket Prestasi Ranah Afektif ... 155

Kisi-Kisi Soal Laju Reaksi………... 157

Tes Prestasi Laju Reaksi……….. 160

Angket Gaya Belajar……… 173

Angket Sikap Ilmiah……… 175

Angket Prestasi Ranah Afektif……… 182

Tes Prestasi Belajar Laju Reaksi………. 184

Rekap Analisis Butir Soal Gaya Belajar……… 197

Rekap Analisis Butir Soal Sikap Ilmiah ... 198

Rekap Analisis Butir Soal afektif... 200

Rekap Analisis Butir Soal Kognitif ... 201

Gaya Belajar Lab. Riil ... 202

Gaya Belajar Lab. Virtuil……… 203

Skor Data Sikap Ilmiah……….. 204


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvi

Uji Homogenitas Data Prestasi Kognitif ... 222

Uji Homogenitas Data Prestasi Afektif ... 224

Uji Anava Tiga Jalan Kognitif ... 226

Uji Lanjut Anava Tiga Jalan ... 227

Uji Anava Tiga Jalan Afektif ... 229

Uji Lanjut Anava Tiga Jalan ... 230

Foto………. 231


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

Aris Sutaka, S831002007, 2010. “Penggunaan Laboratorium Riil Dan Virtuil Pada Pembelajaran Kimia Dengan Metode Eksperimen Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Sikap Ilmiah Siswa”. (Studi Kasus Pada Pokok Bahasan Laju Reaksi Kelas XI di SMA Negeri 1 Klaten Semester Gasal Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pembimbing I, Prof. Dr. H. Ashadi, Pembimbing II, Drs. Haryono, M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh penggunakan laboratorium riil dan virtuil dengan metode eksperimen terhadap prestasi belajar siswa, (2) pengaruh gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik terhadap prestasi belajar siswa, (3) pengaruh sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa, (4) interaksi antara laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa (5) interaksi antara laboratorium riil dan virtuil dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa, (6) interaksi antara gaya belajar dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa, (7) interaksi antara laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Kelas pertama menggunakan laboratorium riil, kelas kedua menggunakan laboratorium virtuil. Populasi kelas XI sebanyak delapan kelas. Sampel diambil dengan menggunakan

cluster random sampling. Data diambil dengan menggunakan tes untuk prestasi

kognitif, dengan angket untuk penilaian afektif, gaya belajar dan sikap ilmiah kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan anava tiga jalan 2x2x2.

Berdasarkan hasil pengolahan data, disimpulkan: (1) prestasi kognitif siswa dengan menggunakan laboratorium virtuil lebih baik daripada menggunakan laboratorium riil, (2) ada pengaruh gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik terhadap prestasi belajar siswa, (3) tidak ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa, (4) tidak ada interaksi antara laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa, (5) ada interaksi antara laboratorium riil dan virtuil dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa, (6) ada interaksi antara gaya belajar dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa, (7) tidak ada interaksi antara laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa.

Kata Kunci: metode eksperimen, laboratorium riil, laboratorium virtuil, gaya belajar, sikap ilmiah, prestasi belajar siswa, laju reaksi.


(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu pendidikan tidak terlepas dari keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan oleh guru dan siswa. Mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik. Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru, dilaksanakan untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pada tahun pelajaran 2010/2011, SMA Negeri 1 Klaten mempunyai jumlah siswa sebanyak 953 yang terbagi dalam 30 kelas. Kelas X sebanyak sepuluh kelas; kelas XI sebanyak sepuluh kelas, yang terdiri dari delapan kelas program IPA dan dua kelas program IPS; serta kelas XII sebanyak sepuluh kelas, yang terdiri dari delapan kelas program IPA dan dua kelas program IPS. Dari jumlah kelas yang cukup banyak tersebut maka diperlukan fasilitas yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh siswa untuk menunjang proses pembelajaran IPA, khususnya kimia. Kebutuhan fasilitas untuk mendukung proses pembelajaran kimia yang dimaksud adalah kebutuhan akan peralatan dan bahan untuk melaksanakan pembelajaran kimia di laboratorium. Padahal kenyataan yang ada


(19)

commit to user

menunjukkan bahwa sekolah ini hanya memiliki satu bangunan laboratorium kimia dan peralatan laboratorium yang kurang lengkap. Ditinjau dari perbandingan jumlah siswa dengan jumlah laboratorium yang ada tersebut maka hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri dalam upaya membelajarkan kimia yang berorientasi pada proses dan sikap. Jumlah peralatan laboratorium kimia yang ada belum mampu mencukupi kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran kimia. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang dapat mengatasi, minimal dapat mengurangi, masalah yang ada pada proses pembelajaran kimia. Salah satu strategi untuk mengatasi keterbatasan jumlah laboratorium dan peralatannya tersebut adalah dengan pengadaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksud diharapkan dapat mengatasi keterbatasan alat dan mampu menggantikan peran laboratorium pada proses pembelajaran kimia. Adapun beberapa alternatif media pembelajaran tersebut antara lain: laboratorium riil, laboratorium virtual, animasi, video, dll. Meskipun telah ada beberapa media pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran kimia namun guru belum menerapkan media pembelajaran tersebut secara variatif.

Pembelajaran yang berkualitas menekankan perlunya keterlibatan langsung peserta didik dalam proses belajar mengajar. Orientasi pembelajaran kimia harus lebih ditujukan kepada peran aktif siswa untuk belajar, dan guru hanya sebagai fasilitator pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pembelajaran yang mampu membelajarkan konsep kimia kepada siswa dengan berorientasi pada proses dan sikap. Metode pembelajaran yang tepat harus mampu membelajarkan siswa bagaimana cara memperoleh pengetahuan, bukan hanya


(20)

menerima pengetahuan. Karena menurut Bruner, pengetahuan yang diperoleh siswa dari penemuannya sendiri akan bertahan lebih lama atau lama dapat diingat. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan konsep kimia secara aktif kepada siswa, antara lain: eksperimen, demonstrasi,

inquiry, discovery, dan lain-lain. Meskipun telah banyak metode pembelajaran

kimia yang berorientasi pada aktivitas siswa, namun metode ini belum banyak digunakan oleh para guru untuk membelajarkan IPA, khususnya kimia, di kelas.

Materi IPA, khususnya kimia, tidak dapat terlepas dari satu kesatuan yang terdiri atas proses, produk, dan sikap. Proses sains dalam mempelajari IPA akan berjalan sesuai dengan kaidah yang benar manakala subjek yang melaksanakan proses tersebut memiliki sikap ilmiah yang memadai. Sikap ilmiah yakni suatu kecenderungan seseorang untuk berperilaku dan mengambil tindakan pemikiran ilmiah yang sesuai dengan metode ilmiah. Dalam lingkup yang lebih luas, sikap ilmiah menjadi ciri kompetensi seorang ilmuwan. Hal ini berarti bahwa seseorang dikatakan memiliki kompetensi seorang ilmuwan jika pada dirinya ditemukan sikap ilmiah sebagai cerminan dari penghayatannya terhadap proses dan produk sains. Dengan demikian, sikap ilmiah sangat penting untuk diperhatikan guru dalam mempelajari sains, khususnya kimia.

Setiap peserta didik memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri. Karakteristik tersebut tercermin dalam cara atau gaya belajar yang berbeda dari setiap siswa. Gaya belajar mengacu pada dengan cara bagaimana seseorang lebih


(21)

commit to user

visual tentu saja berbeda ciri dan karakteristiknya dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, begitupun dengan yang kinestetik. Oleh karena gaya belajar setiap individu siswa berbeda-beda maka diperlukan perhatian dan perlakuan yang berbeda juga. Siswa dengan gaya belajar visual seharusnya diakomodasi dengan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik gaya belajarnya. Begitu juga dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan kinestetik. Tujuannya tidak lain adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sehingga prestasi belajar kimia siswa dapat ditingkatkan.

Selain faktor sikap ilmiah dan gaya belajar siswa, masih ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar kimia siswa, antara lain: aktivitas belajar, kemampuan awal, tingkat kecerdasan IQ, kreativitas, motivasi berprestasi siswa dan lain-lain. Meskipun faktor-faktor tersebut diketahui telah dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar kimia siswa namun hal ini kurang dapat diperhatikan oleh para guru. Studi penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi belajar kimia siswa juga masih perlu untuk ditingkatkan. Dengan demikian, penting bagi guru untuk memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar kimia siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Metode dan media pembelajaran kimia yang telah dijelaskan sebelumnya lebih terfokus pada pemberian pengalaman belajar langsung kepada siswa. Guru sebagai fasilitator pembelajaran perlu menekankan pembelajaran yang bermanfaat bagi siswa. Jika penerapan metode serta media dalam pembelajaran kimia kurang


(22)

tepat maka hal ini akan berakibat pada rendahnya prestasi belajar kimia siswa, kurangnya motivasi siswa untuk mempelajari kimia, serta pembelajaran kimia menjadi kurang bermanfaat. Oleh karena itu, pemilihan metode serta media dalam pembelajaran kimia menjadi sesuatu yang sangat penting manakala tolok ukur keberhasilan pembelajaran tersebut kurang dapat menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kenyataan yang ada adalah prestasi belajar kimia belum optimal dan belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal inilah yang akan menjadi perhatian serius dalam upaya meningkatkan prestasi belajar kimia siswa. Baik prestasi belajar kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman siswa, prestasi belajar afektif yang berkenaan dengan sikap dan kecakapan hidup seseorang, serta prestasi belajar psikomotor yang erat kaitannya dengan skill atau keterampilan siswa. Ketiganya merupakan satu kesatuan hasil belajar yang tidak dapat dipisahkan dengan yang lainnya. Namun, guru hanya cenderung untuk mengukur prestasi belajar siswa pada aspek kognitif saja. Padahal ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Oleh karena itu, diperlukan studi lanjut untuk mengukur prestasi belajar siswa dari ketiga aspek tersebut.

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi.


(23)

commit to user

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hasil belajar yang diperoleh siswa kurang bermanfaat. Terlebih lagi untuk pelajaran kimia di kelas XI. Ada beberapa materi bahan ajar kimia yang disampaikan di kelas XI program IPA, antara lain: struktur atom, energetika, laju reaksi, dan kesetimbangan kimia, namun materi bahan ajar kimia tersebut belum disampaikan secara baik oleh guru. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan metode dan media pembelajaran yang tepat untuk membelajarkan materi tersebut kepada siswa agar lebih bermakna.

Metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap penerimaan materi pelajaran yang disampaikan guru terhadap siswa. Pembelajaran kimia dengan metode yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Peneliti memilih materi laju reaksi dengan alasan prestasi kognitif laju reaksi belum sesuai harapan jika ditinjau dari kriteria ketuntasan minimal (KKM). Di SMA Negeri 1 Klaten pada kelas XI IPA, dua tahun terakhir nilai KKM materi laju reaksi adalah 70. Data prestasi belajar kimia siswa SMA

Negeri 1 Klaten pada materi pokok laju reaksi ditunjukkan pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Data Prestasi Belajar Laju Reaksi Siswa SMA Negeri 1 Klaten

Tahun Pelajaran

Laju Reaksi Persentase nilai lebih besar dari KKM

Persentase nilai lebih kecil dari

KKM KKM Nilai

rata-rata

2008/2009 70 68,50 57,82% 42,18%

2009/2010 70 67,09 56,52% 43,48%

Prestasi belajar merupakan satu kesatuan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada umumnya, guru hanya mengukur prestasi belajar aspek kognitif saja sehingga prestasi belajar siswa belum terukur secara baik. Mengingat bahwa gaya belajar dan sikap ilmiah merupakan bakat yang secara potensial dimiliki oleh setiap orang yang dapat dikenali dan dipupuk melalui


(24)

pendidikan yang tepat. Seseorang selalu berinteraksi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada. Oleh karena itu, baik perubahan di dalam individu maupun dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya peningkatan prestasi belajar. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian penggunaan laboratorium riil dan laboratorium virtuil dengan memperhatikan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Jumlah peralatan laboratorium kimia yang belum mencukupi untuk membelajarkan konsep kimia kepada siswa.

2. Ada beberapa media pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran kimia namun guru belum menerapkan media pembelajaran tersebut secara variatif, antara lain: laboratorium riil, laboratorium virtual, animasi, video, dan lain-lain.

3. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pembelajaran kimia namun guru belum menerapkan metode tersebut secara variatif dalam proses pembelajarannya, antara lain: eksperimen, demonstrasi, inquiry, discovery, dan lain-lain.


(25)

commit to user

5. Prestasi belajar kimia siswa yang belum optimal, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

6. Prestasi belajar cenderung hanya dipusatkan pada aspek kognitif saja, padahal prestasi belajar terdiri dari aspek kognitif , afektif, dan psikomotor.

7. Nilai rata-rata prestasi kimia kelas XI IPA SMA N 1 Klaten pada pokok bahasan laju reaksi belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang diharapkan.

8. Ada beberapa materi kimia yang diajarkan pada siswa SMA kelas XI IPA, misalnya: struktur atom, energetika, laju reaksi dan kesetimbangan kimia, namun guru belum mengajarkan materi-materi tersebut secara bermakna.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka penelitian ini akan difokuskan pada:

1. Media pembelajaran yang digunakan adalah media laboratorium riil dan laboratorium virtual.

2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen.

3. Faktor prestasi belajar yang ditinjau dalam penelitian ini adalah gaya belajar siswa, yang dibatasi pada gaya belajar visual dan kinestetik.

4. Faktor prestasi belajar yang ditinjau dalam penelitian ini adalah sikap ilmiah siswa dalam mempelajari kimia dengan kategori tinggi dan rendah.

5. Prestasi belajar kimia siswa dibatasi pada hasil belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif.


(26)

6. Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan laju reaksi dengan karakteristik materi bahan ajar bersifat konkret dan abstrak.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh metode eksperimen dengan menggunakan laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa?

2. Apakah ada pengaruh gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik terhadap prestasi belajar siswa?

3. Apakah ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa?

4. Apakah ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa?

5. Apakah ada interaksi antara media pembelajaran dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa?

6. Apakah ada interaksi antara gaya belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa?

7. Apakah ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa?


(27)

commit to user

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh metode eksperimen dengan menggunakan laboratorium riil dan

virtuil terhadap prestasi belajar siswa.

2. Pengaruh gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik terhadap prestasi belajar siswa.

3. Pengaruh sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa.

4. Interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.

5. Interaksi antara media pembelajaran dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.

6. Interaksi antara gaya belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.

7. Interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritis:


(28)

b. Sebagai bahan masukan kepada lembaga pendidikan tentang perlunya labortorium riil dan laboratorium virtuil.

c. Sebagai bahan masukan pada guru pentingnya mengetahui gaya belajar dan sikap ilmiah siswa.

2. Manfaat Praktis:

a. Memberikan gambaran penggunaan laboratorium virtuil sebagai alternatif pembelajaran.

b. Memanfaatkan komputer dan LCD secara optimal untuk proses belajar mengajar.


(29)

commit to user

12

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kimia

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademinya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20


(30)

tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas.

b. Ilmu Kimia

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari sifat materi, struktur materi, komposisi materi, perubahan materi, dan energi yang menyertai perubahan materi. Perkembangan ilmu pengetahuan alam tidak hanya dengan adanya kumpulan fakta saja tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap

ilmiah. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam meliputi: 1) Metode ilmiah adalah cara kerja yang dilakukan untuk mencapai hasil-hasil

pengetahuan alam. Langkah-langkah metode ilmiah antara lain: merumuskan masalah, hipotesis, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan. 2) Produk


(31)

commit to user

jujur, teliti, tanggung jawab, disiplin, rasa ingin tahu, kritis, kerja sama, menyampaikan ide dan menghargai pendapat orang lain.Ilmu kimia saat ini berkembang dengan pesat, banyak produk yang dihasilkan misalnya dibidang sandang, papan, pangan dan obat-obatan.

Pembelajaran kimia perlu metode yang tepat diantaranya eksperimen dengan menggunakan laboratorium riil dan virtuil agar pembelajaran menjadi lebih efektif, berkualitas dan menyenangkan.

2. Belajar

a. Pengertian Belajar

Para ahli psikologi dan guru-guru pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah, pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antar proses belajar dengan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan. Mempelajari dalam arti memahami fakta-fakta sama sekali berlainan dengan menghafalkan fakta-fakta. Suatu program pengajaran seharusnya memungkinkan terciptanya suatu lingkungan yang memberi peluang untuk berlangsungnya proses belajar yang efektif. Oleh karena itu, menurut Staton (1978: 9) seharusnya keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan tingkatan perbedaan cara berpikir, merasa dan berbuat para pelajar sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman-pengalaman belajar dalam menghadapi situasi yang serupa. Dengan kata lain, bila suatu kegiatan belajar telah berhasil maka seharusnya berubah pulalah cara-cara pendekatan pelajar yang bersangkutan dalam menghadapi tugas-tugas selanjutnya.


(32)

Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah: (1) kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi; (2) afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup; dan (3) psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan ketrampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Orang dapat mengamati tingkah laku orang yang telah belajar setelah membandingkan sebelum belajar.

Akibat belajar dari ketiga ranah ini akan makin bertambah baik. Arthur T. Jersild menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behaviour through

experience and training” yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan

tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan. Dalam mengalami itu anak belajar terus menerus antara anak didik dengan lingkungannya secara sadar dan sengaja. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan (goal oriented), dalam aspek ini dapat dilihat dari pihak siswa untuk mencapai sesuatu yang berarti baginya maupun guru sesuai dengan tujuan. Belajar merupakan komponen yang paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan sehingga tanpa proses belajar


(33)

commit to user

adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mudjiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa itu disekolah atau dilingkungan keluarganya sendiri. Tiap ahli psikologi memberi batasan yang berbeda tentang belajar, atau terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Diantaranya dikemukakan Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. James L. Mursell mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.

Menurut Gage belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan atau pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Kemudian Lester D. Crow mengemukan belajar ialah upaya memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka


(34)

belajar seperti itu disebut “rote learning”. Kemudian jika yang telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut

overlearning”. Jadi belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh

pengetahuan, perilaku, dan keterampilan melalui latihan atau pengalaman.

b. Teori Belajar Kognitif

Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Belajar menurut teori kognitif adalah perseptual. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan proses adaptasi intelektual. Adaptasi ini merupakan proses yang melibatkan skemata, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Skemata adalah struktur kognitif berupa ide, konsep, gagasan. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang. Akomodasi ialah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Eksperimen dengan menggunakan laboratorium riil atau laboratorium virtuil proses asimilasi terjadi pada kegiatan memperoleh data. Proses akomodasi terjadi saat pengambilan kesimpulan.

Menurut Bruner, perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan


(35)

commit to user

kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Bruner merupakan proses

discovery learning, yaitu penemuan konsep. Pembentukan konsep adalah tindakan

membentuk kategori baru. Eksperimen dengan laboratorium riil atau virtuil siswa dapat menemukan konsep tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

Menurut Ausubel belajar sebagai reception learning. Jika discovery

learning menekankan pada pembelajaran induktif, maka reception learning

merupakan pembelajaran deduktif. Salah satu konsep penting dalam reception

learning adalah advance organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi

pelajaran yang akan dipelajari individu. Penggunaan laboratorium riil atau virtuil tujuannya supaya siswa belajar tidak menghafal sehingga tidak mudah lupa tentang materi yang dipelajari.

c. Teori Konstruktivisme

Pengetahuan menurut konstruktiviame bersifat subjektif, bukan objektif. Pengetahuan tidak pernah tunggal. Pengetahuan merupakan realitas plural. Berdasarkan pembentukannya, Piaget mengkategori pengetahuan menjadi tiga yaitu: pengetahuan fisis, pengetahuan matematis-logis, dan pengetahuan sosial. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi langsung terhadap obyek yang dipelajari. Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi, maupun penggunaan objek. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang dibentuk melalui interaksi seseorang dengan orang lain.


(36)

Konstruktivisme sosial berasal dari Vygotsky. Asumsi Vygotsky adalah bahasa merupakan aspek social. Menurutnya pembicaraan egosentrik merupakan permulaan pembentukan kemampuan bicara yang pokok yang akan digunakan sebagai alat dalam berpikir. Vygotsky membedakan antara pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman sehari- hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas. Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisiksn secara logis dalam suatu system yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian spontan ke ilmiah.

Konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, bukan figuratif. Belajar operatif adalah belajar memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar figuratif adalah belajar memperoleh pengetahuan dan penambahan pengetahuan. Konstruktivisme menekankan pada belajar autentik, bukan artifisial. Belajar bukan sekedar mempelajari teks-teks, yang terpenting adalah bagaimana menghubungkan teks itu dengan kondisi nyata atau konstektual. Secara sosiologis, pembelajaran konstruktivisme menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kolaboratif dan kooperatif akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual. Peran guru dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada peserta didik yang sedang pada awal belajar


(37)

commit to user

d. Teori Psikologi Sosial

Anggota-anggota kelompok, pada waktu bekerja bersama-sama memecahkan suatu persoalan, saling mempengaruhi tidak hanya dengan mempengaruhi cara mereka mengemukakan, memperbaiki, dan menggabung-gabungkan pemecahan-pemecahan yang diusulkan, akan tetapi juga memotivasi mereka untuk memberikan sumbangan-sumbangan. Satu anggota atau lebih dalam kelompok-kelompok yang berinteraksi terus, sering kali merupakan fasilisator-fasilisator khusus bagi tercapainya tujuan, dan sejauh mereka diakui oleh yang lain-lainnya maka mereka menyerupai pemimpin. Banyak cara-cara bagaimana anggota-anggota dapat mengambil peran kepemimpinan sebagai fasilisator, juga didalam kelompok yang sama. Oleh karena kebanyakan kelompok, sekalipun tidak semua kelompok, menghadapi masalah-masalah yang menyangkut baik penyelesaian tugas maupun pemeliharaan hubungan-hubungan interpersonal yang memuaskan, maka efektivitas kelompok besar kemungkinan akan meningkat oleh interaksi anggota-anggota dengan seorang pemimpin atau lebih yang merupakan fasilitator-fasilitator khusus dalam memecahkan kedua macam persoalan tersebut. Proses-proses interaksionil dasar melalui kelompok-kelompok secara efektif untuk mencapai tujuan akan mempertinggi kekompakan kelompok. Pengalaman-pengalaman keberhasilan dalam mencapai tujuan merupakan ciri-ciri kelompok yang efektif.

e. Belajar Menggunakan Media

Pengetahuan tentang media pengajaran sangat berguna untuk menyusun perencanaan program pengajaran. Karena program pengajaran adalah seluruh


(38)

rencana kegiatan yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dengan mengenal media pengajaran dan memahami cara-cara penggunaannya akan sangat membantu tugas para guru dalam meningkatkan proses pembelajaran. Jerome Bruner (1960) membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya yaitu: (1) alat untuk menyampaikan pengalaman, (2) alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, (3) alat dramatisasi, (4) alat automatisasi atau pelajaran berprograma. Agar proses pembelajaran tidak mengalami kesulitan maka masalah perencanaan, pemilihan dan pemanfaatan media perlu dikuasai dengan baik oleh guru.

3. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara yaitu perantara sumber pesan (source) dengan penerima pesan (receiver). Dalam proses pembelajaran, media ini dapat diartikan sebagai berikut: (1) Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran; (2) Sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku , film , video slide , dan sebagainya; (3) Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk teknologi perangkat kerasnya.

Dengan memperhatikan beberapa pengertian di atas, ditarik kesimpulan bahwa: (1) Media pembelajaran merupakan wahana dari informasi yang oleh


(39)

commit to user

bahan ajar yang disampaikan adalah pesan materi pembelajaran. (3) Tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Kegiatan belajar mengajar pada hakikatnya merupakan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi guru berperan sebagai komunikator yang akan menyampaikan pesan/bahan ajar kepada siswa sebagai penerima pesan. Agar pesan/bahan ajar yang disampaikan guru dapat diterima oleh siswa maka diperlukan wahana penyalur pesan yaitu media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang berlebihan dalam suatu kegiatan belajar mengajar akan mengaburkan tujuan dan isi pembelajaran. Media yang terdapat di pasaran dan tinggal pakai tersebut dalam bahasa media disebut media by utilization, sedangkan media yang dirancang dan dipersiapkan sendiri sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran disebut media by design.

Kelebihan dari media jadi (by utilization) adalah bisa menghemat tenaga dan waktu, sedangkan untuk merancang media yang dapat memenuhi kebutuhan tertentu (by design) tentu akan banyak memeras waktu dan tenaga, tetapi agak sulit juga mencari media jadi yang sepenuhnya sesuai dengan tujuan atau kebutuhan dimana proses pembelajaran itu dilaksanakan.

b. Klasifikasi Media Pembelajaran 1) Media Visual

Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan. Media visual terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan


(40)

Media yang dapat diproyeksikan bisa berupa gambar diam (still pictures) atau bergerak (motion pictures).

a) Media visual yang tidak diproyeksikan (1) Gambar diam/mati (still pictures)

Gambar diam/mati adalah gambar yang disajikan secara fotografik, misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat atau objek lainnya. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan media gambar diam yaitu dapat menterjemahkan ide/gagasan yang sifatnya abstrak menjadi lebih realistic, banyak tersedia dalam buku, mudah menggunakannya, tidak memerlukan peralatan lain, tidak mahal.

(2) Media Grafis

Media grafis ini merupakan media pandang dua dimensi yang dirancangsecara khusus untuk mengkomunikasikan pesan pembelajaran. Unsur-unsur yang terdapat pada media grafik adalah gambar dan tulisan. Media ini dapat digunakan untuk mengungkapkan fakta atau gagasan melalui penggunaan kata-kata, angka serta bentuk symbol. Karakteristik dari media ini yaitu sederhana, dapat menarik perhatian, murah dan mudah disimpan atau dibawa.

Grafik (graph) merupakan gambar yang sederhana untuk menggambarkan data kuantitatif yang akurat dan mudah untuk dimengerti. Ada empat jenis grafik yang dapat digunakan yaitu: grafik batang (bar graphs), grafik piktorial (pictorial graphs), grafik lingkaran (pie graphs), dan grafik garis (line


(41)

commit to user

Bagan (chart) berfungsi untuk menunjukkan hubungan, perbandingan, perkembangan, klasifikasi, dan organisasi. Bagan terdiri atas bagan pohon (tree

charts), bagan arus (flow charts), bagan tebel (tabular charts), bagan organisasi

(organization charts), bagan klasifikasi (classification charts), dan bagan waktu

(time charts).

Diagram merupakan suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan tentang tata kerja dari suatu benda. Poster merupakan suatu kombinasi visual yang terdiri atas gambar dan pesan/tulisan dengan menggunakan warna yang mencolok. Kartun merupakan penggambaran dalam bentuk lungkisan atau karikatur tentang orang, gagasan atau situasi yang dirancang untuk membentuk opini siswa.

b) Media visual yang diproyeksikan

Media yang diproyeksikan pada dasarnya adalah media yang menggunakan alat proyeksi (proyektor) sehingga gambar atau tulisan nampak pada layar (screen). Media Proyeksi ini dapat berbentuk media proyeksi gerak dan media proyeksi diam. Jenis-jenis media proyeksi yang biasa digunakan overhead

projection/OHP, slides dan film strips.

2) Media Audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk mempelajari bahan ajar. Bentuk dari media audio adalah program kaset suara dan program radio. Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih keterampilan yang berhubungan


(42)

dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dari sifatnya yang auditif media ini hanya akan mampu melayani secara baik mereka yang sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak.

3) Media Audio Visual

Media audio visual adalah media yang merupakan kombinasi dari audio dan visual atau biasa disebut media pandang dengar. peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh media audio visual adalah: video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide suara (soundslide).

4. Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajarinya. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu obyek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari sesuatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya.

Menurut pendapat di atas metode eksperimen menjadikan siswa sebagai subyek belajar. Metode eksperimen mempunyai kebaikan sebagai berikut: (1)


(43)

commit to user

saja; (2) dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi,suatu sikap dari seorang ilmuwan; (3) metode ini didudukung oleh azas-azas didaktis modern, antara lain: (a) siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; (b) siswa terhindar jauh dari verbalisme; (c) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif dan realistis; (d) mengembangkan sikap berpikir ilmiah; dan (e) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi. Selain kebaikan tersebut, metode eksperimen mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut: (1) memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal; (2) metode ini memerlukan waktu yang lama; (3) setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian; (4) sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan, dan bahan mutakhir.

Tabel 2.1 Sintak Eksperimen

No Guru Siswa

1. Memberi motivasi -

2. Membentuk kelompok -

3. Memperkenalkan peralatan Mengenali peralatan 4. Membimbing siswa melakukan kegiatan Melakukan kegiatan 5. Mengawasi siswa melakukan kegiatan Mencatat hasil kegiatan

Menyimpulkan data dari kegiatan 6. Menilai presentasi siswa Merepresentasikan hasil kegiatan 7. Membimbing menarik kesimpulan dari hasil

presentasi

- 8. Memberi reward pada presenter terbaik

mencakup isi dan cara penyampaiannya.

-

5. Penerapan Laboratorium Riil

Laboratorium riil adalah laboratorium yang di dalamnya terdapat alat-alat dan bahan-bahan riil yang digunakan untuk melakukan percobaan. Melakukan percobaan di laboratorium akan meningkatkan motivasi belajar siswa dan


(44)

menguatkan ingatan tentang materi yang dieksperimenkan. Kekurangan laboratorium riil dibutuhkan biaya sarana dan prasarana yang besar. Dalam melakukan praktikum di laboratorium siswa akan mengalami 1) Pengenalan alat dan bahan, dalam pengenalan alat dan bahan kimia ini siswa dapat melihat secara langsung. Guru menjelaskan fungsi atau kegunaan alat dan bahan kimia sehingga dalam melakukan percobaan tidak merusak alat dan bahan kimia. 2) Pengukuran, pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang sejenis yang dipakai sebagai satuan standar. Dalam pengukuran siswa dapat melihat langsung alat yang digunakan sehingga siswa perlu ketrampilan membaca alat ukur. 3) Pengamatan, siswa mengamati dengan sungguh-sungguh dari percobaan yang dilakukan dan menulis hasil percobaan pada tabel pengamatan. 4) Percobaan, siswa sebelum melakukan percobaan membaca terlebih dahulu petunjuk pratikum yang sudah ada di lembar kerja siswa sehingga dalam melakukan percobaan mendapatkan data yang benar.

6. Penerapan Laboratorium Virtuil

Laboratorium virtuil adalah alat-alat dan bahan kimia dalam program komputer yang dioperasikan dengan komputer. Laboratorium virtuil merupakan salah satu solusi melakukan percobaan jika sekolah tidak ada alat dan bahan kimia. Karakteristik program laboratorium virtuil dapat disebutkan sebagai berikut: a) Berisi alat-alat dan bahan-bahan laboratorium. b) Dapat dilakukan beberapa kali percobaan. c) Mudah dioperasikan, satu pemakai dapat satu


(45)

commit to user

Kompetensi yang dikembangkan pada pembelajaran dengan laboratorium virtuil antara lain: melakukan pengamatan, melakukan proses IPA, memecahkan masalah, bernalar, dan bersikap ilmiah. Dalam pengamatan laboratorium virtuil siswa dapat langsung membaca angka-angka pada alat, dapat melihat kejadian yang terjadi, juga dapat mendengar suara melalui sound pada komputer. Percobaan dengan menggunakan laboratorium virtuil siswa dapat melakukan percobaan sendiri secara bebas, dengan tanpa ada rasa takut bersalah berdasarkan petunjuk praktikum yang telah ada, bahkan siswa dapat mengembangkannya sendiri dari petunjuk praktikum yang ada. Dalam menggunakan media komputer direncanakan secara sistematik, agar pembelajaran berjalan efektif. Kelebihan laboratorium virtuil adalah biaya murah, waktu singkat, dan memerlukan ruang yang kecil.

7. Gaya Belajar

Gaya belajar difahami sebagai “dengan cara bagaimana seseorang belajar” dan juga apakah siswa “lebih senang belajar bersama dalam kelompok atau lebih menyukai belajar sendiri. Bagaimana cara belajar yang merupakan gaya seseorang, selanjutnya bagaimana kegiatan belajar mengajar dapat dirancang untuk mengakomodasi semua gaya belajar yang ada. Gaya dari segi cara belajar adalah (1) bergaya belajar visual atau visual learner, (2) bergaya belajar lewat pendengaran atau auditory learner, (3) bergaya belajar kinestetik atau kinesthetic

learner atau tactual. Untuk gaya belajar visual siswa akan lebih mudah

menangkap jika cara pembelajaranya dengan melihat: denah, gambar, chart, video, slight, monitor computer, dll. Mereka yang bergaya belajar lewat


(46)

pendengaran lebih bisa jika cara pembelajaranya dengan mendengarkan informasi lewat suara: misalnya uraian dari rekaman suara, radio, kuliah dll. Gaya belajar kinestetik lebih bisa jika cara pembelajaranya dengan cara total terlibat melakukan (secara fisik) apa yang sedang dicoba fahami.

Apabila diperhatikan seluruh gaya diatas, kebijakan pendidikan selama ini telah berniat melayani semua kebutuhan gaya tersebut. Bukankah penyediaan belajar berbantuan audio-visual telah lama disepakati. Demikian juga pendekatan proses yang telah lama dikenal guru adalah layanan untuk ketiga gaya belajar tersebut karena siswa belajar dengan merancang, melihat keadaan benda sebenarnya atau tiruan, memahami dengan memanipulasikan (memegang, merakit, mengurai rakitan, memilah-pilah dsb). Dengan demikian, sebenarnya keseluruh gaya belajar akan terlayani manakala pembelajaran menerapkan pembelajaran yang bervariasi menurut kebutuhan materi pokok bahasan.

Gaya belajar yang lain adalah kecocokan belajar dalam kelompok atau individual. Ada siswa yang senang dan lebih mudah belajar sambil berdiskusi, menyakinkan apa yang dipikirkan lewat teman. Belajar bersama-sama dalam kelompok lebih cepat daripada belajar sendiri. Ada pula siswa yang lebih senang belajar sendiri dan merasa kurang senang belajar bersama. Ia belajar menurut caranya sendiri dan bahkan terganggu oleh kehadiran teman saat sedang mempelajari sesuatu.


(47)

commit to user

dengan cepat; perencana dan pengatur jangka panjang yang baik; mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi; pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka; mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar; mengingat dengan asosiasi visual; biasanya tidak terganggu oleh keributan; mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya; pembaca cepat dan tekun; lebih suka membaca daripada dibacakan; membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek; sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat; lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato; kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.

Ciri-ciri orang auditorial: berbicara kepada diri sendiri saat bekerja; mudah terganggu oleh keributan; senang membaca dengan keras dan mendengarkan; merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita; berbicara dalam irama yang terpola; biasanya pembicara yang fasih; belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat; suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar; lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya; lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik. Ciri-ciri orang kinestetik: berbicara dengan perlahan; menanggapi perhatian fisik; menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka; berdiri dekat ketika berbicara dengan orang; selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; belajar melalui memanipulasi dan praktik; menghafal dengan cara


(48)

berjalan dan melihat; menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca; banyak menggunakan isyarat tubuh; tidak dapat duduk diam untuk waktu lama; tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada ditempat itu; menggunaka kata-kata yang mengandung aksi; kemungkinan tulisannya jelek; menyukai permainan yang menyibukkan.

8. Sikap Ilmiah

Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude” sedangkan istilah

attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “aptus” yang berarti keadaan siap

secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Triandis mendefenisikan sikap sebagai: “An attitude is an idea charged with emotion which predis poses a

class of actions to aparcitular class of social situation”. Rumusan di atas

diartikan bahwa sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek.

Menurut Baharuddin (1982: 34) mengemukakan bahwa ”sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan”. Dengan perkataan lain kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan


(49)

commit to user

dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antara lain: Sikap ingin tahu: apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya, maka ia beruasaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiwa; kebiasaan menggunakan alat indera sebanyak mungkin untuk menyelidiki suatu masalah; memperlihatkan gairah dan kesungguhan dalam menyelesaikan eksprimen. Sikap kritis: tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti-bukti pada waktu menarik kesimpulan; tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain; bersedia mengubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat. Sikap objektif: melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek. Sikap ingin menemukan: selalu memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan konstruktif; selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya. Sikap menghargai karya orang lain: tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain. Sikap tekun: tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan, tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai; terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti. Sikap terbuka: bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya, terbuka menerima kritikan dan respon negatif


(50)

terhadap pendapatnya. Dari beberapa aspek sikap ilmiah di atas, maka sikap ilmiah yang dikembangkan untuk siswa antara lain: jujur, tanggung jawab, disiplin, kritis, tekun dan terbuka. Dengan demikian, sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki sesesorang dengan parameter-parameter: kritis, disiplin, tanggung jawab, ingin tahu, objektif, tekun, ingin menemukan dan terbuka.

9. Prestasi Belajar

Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Prestasi dapat diartikan sebagai hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Menurut S. Nasution (1996: 17) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi 3 aspek yakni: kognitif, affektif, dan psikomotor. Sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.

Faktor-faktor prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yang meliputi: 1) gaya belajar, 2) motivasi, siswa yang memiliki motivasi kuat akan mencapai hasil yang maksimal, 3) intelegensi (IQ), pada umumnya siswa yang mempunyai IQ tinggi dapat lebih berprestasi daripada siswa


(51)

commit to user

tujuan akan belajar lebih bersemangat, sehingga dapat menunjang keberhasilan dalam pencapaian prestasi terbaik dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kejelasan tujuan. Adapun faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi: 1) sarana belajar atau laboratorium riil atau virtual, 2) metode mengajar, dengan menggunakan banyak variasi metode belajar mengajar maka prestasi siswa akan lebih baik daripada metode ceramah. 3) faktor keluarga, apabila lingkungan keluarga mendukung maka mendorong anak untuk dapat berprestasi, 4) faktor lingkungan sekolah, situasi sekolah yang nyaman dan komunikasi kekeluargaan yang kondusif antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa di dalam sekolah merupakan pendukung keberhasilan siswa, 5) faktor lingkungan masyarakat, siswa yang berada dalam masyarakat dengan kondisi yang baik akan berpengaruh positif terhadap prestasi siswa.

Menurut taksonomi Bloom (1956), hasil belajar terdiri dari tiga domain (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 26-32), yaitu:

a. Domain kognitif, berhubungan dengan kemampuan intelektual

Ada enam tingkatan domain kognitif dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks, yaitu: (1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya; (2) pemahaman

(comprehention, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau

meringkas; (3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran yang telah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; (4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya


(52)

dapat dimengerti; (5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan; (6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.

b. Domain afektif, berhubungan dengan perhatian, sikap, dan nilai

Domain ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana sampai kepada yang lebih kompleks, yaitu: (1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; (2) penanggapan (responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; (3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang; (4) organisasi

(organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda

berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi; (5) karakteristik nilai

(characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai

yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

c. Domain psikomotor, meliputi keterampilan motorik dan gerak fisik

Domain psikomotor mempunyai enam tingkatan dari yang sederhana hingga yang lebih kompleks, maliputi: (1) persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan; (2) kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan, baik secara mental,


(53)

commit to user

respons), yaitu mengikuti atau mengulang perbuatan yang diperintahkan oleh

orang lain; (5) kemahiran (complex overt respons), berkaitan dengan keterampilan yang sudah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; (6) keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.

Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah belajar dan mengikuti proses pembelajaran, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses pembelajaran dikatakan berhasil baik apabila dapat menghasilkan prestasi belajar yang baik pula. Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa; 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu siswa; 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan; 4) Prestasi belajar sebagai indikator produktivitas suatu institusi pendidikan; 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap atau kecerdasan siswa.

Jadi, prestasi belajar tidak hanya berfungsi sebagai indikator keberhasilan dalam belajar bidang tertentu saja tetapi juga berfungsi sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Berdasarkan fungsi belajar di atas maka betapa pentingnya mengetahui prestasi belajar siswa, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor karena dapat menjadi umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian, guru dapat membuat evaluasi pembelajaran demi keberhasilan pembelajaran tersebut. Dalam penelitian ini, prestasi belajar


(54)

kimia ditunjukkan dengan nilai atau angka, yaitu prestasi akhir dari hasil tes prestasi belajar kimia pokok bahasan laju reaksi.

10. Materi Pembelajaran IPA Laju Reaksi

Reaksi-reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat ataupun lambat. Misalnya, ketika selembar kertas dibakar, dalam beberapa saat kertas lembaran tersebut akan berubah menjadi abu, tetapi lain halnya ketika sebatang kayu dibakar. Batang kayu tersebut akan terbakar lebih lambat dibandingkan dengan lembaran kertas yang dibakar.

Pada dasarnya, reaksi-reaksi kimia memerlukan waktu yang berbeda untuk selesai, yang bergantung pada sifat-sifat pereaksi dan hasil reaksi serta kondisi pada saat reaksi sedang berlangsung. Hal ini merupakan masalah yang berhubungan dengan konsep laju reaksi. Pembahasan laju reaksi tidak lepas dari konsentrasi, salah satu konsentrasi tersebut adalah molaritas (M).

Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang persamaannya ditulis: M = mol/liter.

Apabila suatu larutan diencerkan persamaannya: V1M1 = V2M2

Keterangan: V1= volume sebelum diencerkan

V2 = volume setelah pengenceran

M1= konsentrasi sebelum pengenceran


(55)

commit to user

Dalam fisika, istilah laju digunakan untuk menyatakan besar perpindahan suatu benda tiap satuan waktu. Akan tetapi, dalam kimia laju reaksi didefinisikan sebagai ukuran yang menyatakan berkurangnya jumlah zat-zat pereaksi tiap satuan waktu atau bertambahnya zat-zat hasil reaksi tiap satuan waktu. Karena jumlah zat yang terlibat dalam suatu reaksi kimia biasanya dinyatakan dalam konsentrasi, maka laju reaksi juga didefinisikan sebagai ukuran yang menyatakan perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi tiap satuan waktu.

Jika suatu reaksi kimia dinyatakan dengan:

A B

dengan A = zat-zat pereaksi B = zat-zat hasil reaksi

Maka laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: V = - ∆(A) / ∆t atau v = + ∆(B) / ∆t

Keterangan:

V = laju reaksi

∆(A) = perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi

∆(B) = perubahan konsentrasi zat-zat hasil reaksi

∆t = waktu

Nilai positif laju reaksi yang dinyatakan dalam konsentrasi zat-zat hasil reaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut bertambah. Sementara itu, nilai negatif laju reaksi yang dinyatakan yang dinyatakan dengan konsentrasi zat-


(56)

zat pereaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut berkurang. Hal ini dapat digambarkan dalam grafik jumlah molekul terhadap waktu sebagai berikut:

waktu Gambar 2.1 Grafik laju reaksi

Kadang-kadang suatu reaksi kimia melbatkan beberapa zat yang perbandingan jumlah molnya dinyatakan dengan koefisien-koefisien reaksi sehingga persamaan kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:

pA + qB rD + sD dengan: A,B = zat-zat pereaksi

C,D = zat-zat hasil reaksi p,q,r,s = koefisien reaksi

Laju reaksi untuk reaksi yang dinyatakan dengan menggunakan persamaan kimia diatas dapat ditentukan sebagai berikut:

V = - ∆(A) / p.∆t = -∆(B)/q.∆t = +∆(C)/ r.∆t = + ∆(D)/ s.∆t

Secara kimia laju reaksi dapat ditentukan dengan menentukan konsentrasi zat-zat pada waktu tertentu, kemudian data-data konsentrasi tersebut digunakan untuk menghitung laju reaksi dengan menggunakan persamaan sebelumnya.

b) Persamaan laju reaksi


(57)

commit to user

tersebut secara matematis. Orde reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan laju reaksi berdasarkan konsentrasi zat-zat pereaksi. Pada umumnya, laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi awal zat-zatt pereaksi yang dapat ditentukan melalui percobaan. Untuk reaksi A + B C + D, maka persamaan laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut:

V = k ( A )n( B )m

dengan: V = laju reaksi

K = tetapan laju reaksi (A) = konsentrasi pereaksi A (B) = konsentrasi pereaksi B n = orde reaksi terhadap A m = orde reaksi terhadap B n + m = orde reaksi total. Orde reaksi

Dalam suatu reaksi kimia, penambahan konsentrasi zat-zat pereaksi dapat meningkatkan laju reaksi. Berkaitan dengan penambahan konsentrasi zat pereaksi, maka dalam pesamaan laju reaksi dikenal suatu bilangan yang disebut orde reaksi. Dalam hal ini orde reaksi didefinisikan sebagai bilangan pangkat yang menyatakan penambahan laju reaksi karena penambahan konsentrasi zat-zat pereaksi. Sebagai contoh, jika konsentrasi suatu pereaksi dinikkan m kali semula dapat menyebabkan laju reaksi meningkat n kali, maka hubungan penambahan konsentrasi dengan laju reaksi zat tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:


(58)

mq = n

dengan: q = orde reaksi

m = kenaikan konsentrasi n = kenaikan laju reaksi

Orde reaksi dapat ditentukan berdasarkan tahapan-tahapan reaksi. Jika tahapan-tahapan reaksi dapat dengan mudah diketahui dan diamati, maka orde reaksi terhadap masing-masing zat pereaksi adalah koefisien dari tahapan reaksi yang paling lambat. Akan tetapi, jika tahapan-tahapan reaksi sukar untuk diketahui dan diamati, maka orde reaksi terhadap masing-masing zat pereaksi dapat ditentukan berdasarkan percobaan.

Hubungan antara penambahan laju reaksi dengan penambahan konsentrasi zat-zat pereaksi dapat dinyatakan dengan menggunakan grafik orde reaksi. Pada subbab ini akan diperkenalkan grafik orde nol, orde satu, dan orde dua.

Orde reaksi nol

Jika orde suatu reaksi terhadap pereaksi tertentu adalah nol, hal ini berarti bahwa konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Secara matematis, bilangan yang dipangkatkan nol selalu sama dengan satu sehingga laju reaksi suatu zat yang orde reaksinya nol adalah tetap pada konsentrasi berapa pun dan nilainya sama dengan tetapan laju reaksi (k).


(59)

commit to user

Gambar 2.2 Grafik Laju Reaksi Terhadap Konsentrasi Orde Nol Orde reaksi pertama

Jika orde reaksi suatu zat sama dengan satu, berarti penambahan konsentrasi akan berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksinya. Grafik laju reaksi terhadap konsentrasi orde satu ditampilkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Grafik Laju Reaksi Terhadap Konsentrasi Orde Satu Orde reaksi kedua

Jika orde reaksi suatu zat sama dengan dua, berarti penambahan konsentrasi akan meningkatkan laju reaksi, dimana laju reaksi sebanding dengan kuadrat zat tersebut.

Gambar 2.4 Grafik Laju Reaksi Terhadap Konsentrasi Orde Dua

c) Menentukan orde reaksi dan persamaan laju reaksi berdasarkan data percobaan Jika tahap-tahap reaksi sukar untuk diamati, maka orde reaksi dan persamaan laju reaksi dapat ditentukan melalui percobaan. Data percobaan

Laju Reaksi

Konsentrasi

Laju Reaksi


(1)

commit to user

yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium riil tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium virtuil. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi kognitif siswa.

Kesimpulan untuk prestasi ranah afektif adalah:

1. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value untuk media pembelajaran sebesar 0,000 < α = 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan media laboratorium riil berbeda secara signifikan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium virtuil. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh penggunaan metode eksperimen melalui laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi afektif siswa. Selanjutnya, dari hasil uji lanjut anava dapat dijelaskan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan laboratorium riil ternyata memperoleh prestasi afektif yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan laboratorium virtuil.

2. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value untuk gaya belajar siswa sebesar 0,612 > α = 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa yang memiliki gaya belajar visual tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik terhadap prestasi afektif siswa.


(2)

commit to user

3. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value untuk sikap ilmiah siswa sebesar 0,029 < α = 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi berbeda secara signifikan dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi afektif siswa. Selanjutnya, dari hasil uji lanjut anava dapat dijelaskan bahwa siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi ternyata memperoleh prestasi afektif yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

4. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa sebesar 0,849 > α = 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium riil tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium virtuil. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi afektif siswa.

5. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value interaksi antara media pembelajaran dengan sikap ilmiah siswa sebesar 0,458 > α = 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium riil tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium virtuil. Dengan demikian, dapat


(3)

commit to user

diambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi afektif siswa.

6. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value interaksi antara gaya belajar dengan sikap ilmiah siswa sebesar 0,986 > α = 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah serta memiliki gaya belajar visual tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara gaya belajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi afektif siswa.

7. Hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa p-value interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa sebesar 0,316 > α = 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa mean (rerata) prestasi afektif siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik serta sikap ilmiah tinggi dan rendah yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium riil tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan media laboratorium virtuil. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi afektif siswa.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang media pembelajaran laboratorium riil dan virtuil yang dapat digunakan dalam proses


(4)

commit to user

pembelajaran kimia pada materi pokok laju reaksi. Sekalipun media pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa untuk memahami konsep pembelajaran kimia pada materi tersebut, media laboratorium riil lebih mampu merangsang siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang lebih optimal daripada media laboratorium virtuil.

2. Implikasi Praktis

Implikasi praktis dari hasil penelitian ini antara lain:

a. Media laboratorium virtuil lebih tepat digunakan untuk membelajarkan siswa pada materi pokok laju reaksi untuk meningkatkan prestasi belajar kimia siswa pada aspek kognitif.

b. Pembelajaran kimia pada materi laju reaksi perlu memperhatikan gaya belajar siswa.

c. Media laboratorium riil lebih tepat digunakan untuk membelajarkan siswa pada materi pokok laju reaksi untuk meningkatkan prestasi belajar kimia siswa pada aspek afektif.

d. Pembelajaran kimia pada materi laju reaksi perlu memperhatikan sikap ilmiah siswa.

C. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Saran untuk siswa


(5)

commit to user

b. Apabila tersedia fasilitas komputer atau laptop dirumah, siswa dapat memperdalam materi laju reaksi di rumah.

2. Saran untuk para guru

a. Untuk meningkatkan prestasi belajar kimia siswa pada aspek kognitif dalam mempelajari pokok bahasan laju reaksi sebaiknya digunakan media laboratorium virtuil. Hal yang perlu diperhatikan guru jangan sampai salah konsep.

b. Sebelum menggunakan media laboratorium riil dan virtuil sebagai media pembelajaran kimia, hendaknya guru memperhatikan gaya belajar dari masing-masing siswa. Siswa yang memiliki gaya belajar visual sebaiknya dibelajarkan dengan media laboratorium virtuil.

c. Untuk meningkatkan prestasi belajar kimia siswa pada aspek afektif dalam mempelajari pokok bahasan laju reaksi sebaiknya digunakan media laboratorium riil.

d. Sebelum menggunakan media laboratorium riil dan virtuil sebagai media pembelajaran kimia, hendaknya guru memperhatikan sikap ilmiah dari masing-masing siswa. Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi sebaiknya dibelajarkan dengan media laboratorium riil.

3. Saran untuk para peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian sejenis, pada materi pokok laju reaksi. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi, peningkatan aktivitas belajar supaya diciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, siswa suka berdiskusi, berani bertanya, kritis,


(6)

commit to user

dan memiliki sikap tanggung jawab. Perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang media yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran di kelas sesuai dengan karakteristik materi bahan ajar dan aspek (ranah) prestasi yang akan digali dari siswa. Tidak semua siswa dapat menerima dengan baik efek dari setiap model atau media pembelajaran yang digunakan oleh guru karena setiap anak memiliki keunikan belajarnya sendiri. Studi penelitian mengenai penerapan media pembelajaran lain yang dapat mempermudah siswa dalam memahami materi atau konsep kimia tertentu masih perlu untuk dilakukan. Dengan demikian, diharapkan dapat memaksimalkan prestasi belajar siswa, baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.


Dokumen yang terkait

Penerapan Laboratorium Riil Dan Virtual Pada Pembelajaran Fisika Melalui Metode Eksperimen Ditinjau Dari Gaya Belajar

0 4 33

PENGARUH PENGGUNAAN LABORATORIUM RIIL DAN LABORATORIUM VIRTUIL PADA PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 7 111

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN LABORATORIUM VIRTUIL DAN RIIL MELALUI METODE EKSPERIMEN DENGAN MEMPERHATIKAN EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT ( ESQ ) DAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

0 3 13

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LKS DAN DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN GAYA BELAJAR SISWA

1 9 144

PEMBELAJARAN IPA DENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI KEMAMPUAN MEMORI DAN GAYA BELAJAR SISWA.

0 0 10

PEMBELAJARAN KIMIA BERWAWASAN CET (Chemoedutainment) DENGAN EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LABORATORIUM VIRTUIL DAN RIIL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA (Pokok Materi Laju Reaksi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Siswa Kelas X

0 0 7

PEMBELAJARAN BIOLOGI MODEL PBM MELALUI EKSPERIMEN DENGAN LABORATORIUM RIIL DAN LABORATORIUM VIRTUIL DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR.

0 0 8

PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING MENGGUNAKAN LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 1 10

PEMBELAJARAN BARBASIS MASALAH MELALUI EKSPERIMEN DENGAN LABORATORIUM RIIL DAN LABORATORIUM VIRTUIL DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR.

0 0 7

Penerapan Laboratorium Riil dan Virtuil pada Pembelajaran Biologi Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Memori Siswa JOKO W

12 28 123