Pengaruh penerapan model pembelajaran Jigsaw terhadap kebiasaan belajar siswa dan hasil belajar Matematika materi statistika pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2

(1)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHADAP KEBIASAAN BELAJAR SISWA DAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI STATISTIKA PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh: Lusia Widya Kristianti

131414053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahkan skripsi ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberkati, melindungi,

dan menuntun setiap langkahku;

Kedua orangtuaku: Bapak J.C. Sutoto Pradjarto dan Ibu Eleonora Dwi W

serta keluargaku yang selalu membantu, mendoakan, dan mendukung;

Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan semangat;

serta almamaterku tercinta, Universitas Sanata Dharma. Matthew 7: 7

“Ask and it will be given to you; seek and you will find;

knock and the door will be opened to you.”

Philippians 4: 13

“I can do all things through Him who gives me strength.”


(5)

(6)

(7)

vii ABSTRAK

Lusia Widya Kristianti. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Jigsaw terhadap Kebiasaan Belajar Siswa dan Hasil Belajar Matematika materi Statistika pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan model pembelajaran Jigsaw terhadap kebiasaan belajar siswa dan hasil belajar Matematika materi Statistika pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Desain penelitiannya adalah eksperimental semu dengan bentuk desainnya Nonequivalent Control Group Design. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta. Instrumen yang digunakan antara lain lembar keterlaksanaan model pembelajaran Jigsaw, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), angket kebiasaan belajar, dan tes hasil belajar siswa.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen adalah 58.41 dengan simpangan baku 22.51 dan rata-rata nilai hasil belajar kelas kontrol adalah 74.78 dengan simpangan bakunya 15.96. Sedangkan rata-rata skor angket kebiasaan kelas eksperimen adalah 74.88 dengan simpangan baku 11.83 dan rata-rata skor angket kebiasaan belajar kelas kontrol adalah 74.91 dengan simpangan bakunya 10.38.

Hasil perhitungan data menggunakan uji � menunjukkan bahwa pada angket tidak terdapat perbedaan antara kebiasaan belajar siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta penggunaan model pembelajaran Jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Namun berdasarkan rata-rata nilai hasil belajar siswa, nampak jika rata-rata nilai kelas kontrol lebih besar dari rata-rata nilai kelas eksperimen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang diberikan oleh model pembelajaran Jigsaw adalah pengaruh negatif.


(8)

viii ABSTRACT

Lusia Widya Kristianti. 2017. The Influence of Jigsaw Learning Models towards Students’ Learning Habits and Mathematics Learning Achievement of Statistics chapters for Students of Grade XI Vocational High School 2 Depok Sleman Yogyakarta Academic Year 2016/2017. Thesis of Mathematics Education Study Program, F aculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

The aim of this research was to see the influence of the use of Jigsaw learning models on students’ learning habits and mathematics learning achievement of statistics chapter for students of grade Vocational High School 2 Depok. The research method was an experimenta l research. The research design was a quasi-experimental with Nonequivalent Control Group Design for the design form. The subjects of this research were students of grade XI Vocational High School 2 Depok, Sleman, Yogyakarta. The instruments of this research were the implementation of the Jigsaw learning models, learning implementation plans, the questionnaire of learning habits, and the test of the students learning a chievement.

The results of the research showed that the a verage of learning a chievement of experiment class was 58.41 with standard deviation was 22.51 and the average of learning achievement of control class was 74.78 with standard deviation was 15.96. While, the mean of questionnaire score of learning habits of experimental class was 74.88 with standard deviation was 11.83 and the mean of questionnaire score of learning habits of control class learning habit was 74.91 with standard deviation was 10.38.

The results of data ca lculation using the z test showed that in the questionnaire there is no difference between the students’ learning habits in the experimental class and control class, and the Jigsaw learning models has an effect on the students’ learning achievement. However, based on the average of students’ learning achievement tha t the average of control class is greater than the average of the experimental class. It can be concluded that the influence given by the Jigsaw learning models was a negative influence.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan kasihNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan lancar dan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berperan dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; 2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kajur Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam;

3. Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Matematika; 4. Bapak Beni Utomo, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik

5. Bapak Dewa Putu Wiadnyana Putra, M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu dalam penyusunan skripsi ini;

6. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma, yang telah membimbing, membantu, dan memberikan ilmu selama penulis menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma;

7. Bapak Drs. Aragani Mizan Zakaria, M.Pd., selaku Kepala SMK Negeri 2 Depok;


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..…….ii

HALAMAN PENGESAHAN………...…..iii

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN………...……..……iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………….vi

ABSTRAK……….vii

ABSTRACT………..…….……viii

KATA PENGANTAR……….……ix

DAFTAR ISI………...…xi

DAFTAR TABEL……….………xiv

DAFTAR GAMBAR……….xv

DAFTAR BAGAN………....xvi

DAFTAR LAMPIRAN………....xvii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang……….1

B. Identifikasi Masalah……….………8

C. Rumusan Masalah………8

D. Tujuan Penelitian………..………...8

E. Manfaat Hasil Penelitian………..………....9


(12)

xii

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..12

A. Kajian Teori………..…..12

1. Belajar………..…………...………12

2. Hasil Belajar………17

3. Kebiasaan Belajar………18

4. Model Pembelajaran Jigsaw………26

5. Statistika………..35

B. Kerangka Berpikir………..44

C. Hipotesis……….44

D. Penelitian Terdahulu………...45

BAB III METODE PENELITIAN……….46

A. Metode Penelitian………...46

B. Populasi dan Sampel……….…………..47

C. Waktu dan Tempat Penelitian……….………50

D. Variabel Penelitian……….…50

E. Bentuk Data Penelitian………...51

F. Teknik Pengumpulan Data……….52

G. Instrumen………53 H. Validitas dan Reliabilitas………58

I. Metode Analisis Data……….62

BAB IV DESKRIPSI PEMBELAJARAN, HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN………...70


(13)

xiii

B. Hasil Penelitian……….105

C. Analisis Hasil Penelitian………...107

D. Pembahasan Hasil Penelitian………117

E. Keterbatasan Penelitian………125

BAB V PENUTUP………...127

A. Kesimpulan………...………...127

B. Saran……….…128


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Populasi Penelitian………...48

Tabel 3.2 Skala Penilaian Instrumen Kuesioner………55

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Kebiasaan Belajar Siswa………55

Tabel 3.4 Kisi-kisi Post-Test………..58

Tabel 3.5 Kriteria Interpretasi Reliabilitas……….62

Tabel 3.6 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran………...69

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Butir Soal Post-Test………72

Tabel 4.2 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran………106

Tabel 4.3 Rangkuman Skor Angket Kebiasaan Belajar………...……107

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Belajar Siswa………..…107


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Angket Kebiasaan Belajar………..……109 Gambar 4.2 Hasil Uji Homogenitas Angket Kebiasaan Belajar……..…………..110 Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa……….114 Gambar 4.4 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Siswa……….115


(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir……….44 Bagan 3.1 Hubungan Variabel Bebas-Terikat………...51


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Lampiran A.1 Surat Perizinan dari Universitas Sanata Dharma……...….….L-1 Lampiran A.2 Surat Perizinan dari BAPEDA………...L-2 Lampiran A.3 Surat Keterangan telah melaksanakan Penelitian……….L-3 LAMPIRAN B

Lampiran B.1 Hasil Uji Coba Post-Test………..….L4 Lampiran B.2 Hasil Validasi Butir Soal………...………...L-8 Lampiran B.3 Hasil Uji Reliabilitas Soal………...………...L-11 LAMPIRAN C

Lampiran C.1 RPP Kelas Eksperimen………..….L-12 Lampiran C.2 RPP Kelas Kontrol………...………….….L-45 LAMPIRAN D

Lampiran D.1 Daftar Hadir Siswa Kelas Eksperimen………..….L-70 Lampiran D.2 Daftar Hadir Siswa Kelas Kontrol……….L-72 LAMPIRAN E

Lampiran E.1 Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Jigsaw….……....L-74 Lampiran E.2 Data Angket Kebiasaan Belajar Siswa Kelas Eksperimen….L-86 Lampiran E.3 Data Angket Kebiasaan Belajar Siswa Kelas Kontrol………L-88 Lampiran E.4 Data Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen……….….L-90 Lampiran E.5 Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol……….L-92 Lampiran E.6 Contoh Lembar Hasil Kerja Siswa……….L-94


(18)

xviii

Lampiran E.7 Contoh Lembar Angket Kebiasaan Belajar Siswa…………L-105 Lampiran E.8 Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran………...L-123 LAMPIRAN F

Lampiran F.1 Hasil Perhitungan Rata-rata Nilai P ost-Test Siswa……..…L-131 Lampiran F.2 Hasil Perhitungan Skor Angket Kebiasaan Belajar………..L-132 LAMPIRAN G Validasi oleh Dosen

Lampiran G.1 Lembar Validasi Kuesioner Kebiasaan Belajar Siswa….…L-133 Lampiran G.2 Lembar Validasi RPP Kelas Eksperimen……….L-137 Lampiran G.3 Lembar Validasi Post-Test………..…….L-143 LAMPIRAN H Validasi oleh Guru

Lampiran H.1 Lembar Validasi RPP Kelas Eksperimen……….L-146 Lampiran H.2 Lembar Validasi RPP Kelas Kontrol………..…….L-152 Lampiran H.3 Lembar Validasi Post-Test………..….L-158


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar mencapai dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2008:1). Maka dari itu, pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang berarti bahwa pendidikan merupakan kebutuhan bagi seluruh manusia di dunia.

Menurut John Dewey dalam Miftahul Huda (2011:3), pendidikan merupakan sebuah proses yang dinamis dan berkelanjutan yang bertugas memenuhi kebutuhan siswa dan guru sesuai dengan minat masing-masing. Berdasarkan pernyataan tersebut, hendaknya proses pembelajaran yang diberikan pun harus berpusat pada siswa, bukan kepada guru. Sejak tahun 2013, pendidikan di Indonesia telah menerapkan kurikulum yang baru yaitu Kurikulum 2013, dimana pembelajaran lebih berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.

Pendidikan hendaknya dikelola baik secara kualitas maupun kuantitas dan terus dikembangkan dengan baik mengikuti perkembangan zaman. Salah satu cara untuk melihat keberhasilan suatu pendidikan adalah dari prestasi atau hasil belajar siswa. Berhasil atau gagalnya prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dipengaruhi proses pembelajaran dan kebiasaan belajar.


(20)

2

Keberhasilan dari suatu proses pembelajaran adalah hal yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan. Berbagai upaya dilakukan agar proses pembelajaran dapat berhasil, antara lain guru harus membimbing siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan pengetahuan yang dipelajari. Selain itu, keberhasilan dari proses pembelajaran juga akan menentukan mutu pendidikan.

Berbagai pihak menduga bahwa rendahnya mutu pendidikan di Indonesia saat ini berkaitan erat dengan kebiasaan siswa dalam belajar. Aunurrahman (2010:185) berpendapat bahwa kebiasaaan belajar adalah perilaku seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan belajar siswa juga sangat beragam. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri siswa ataupun dari lingkungan siswa. Pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dimanipulasi sedemikian sehingga menjadi kebiasaan belajar yang positif.

Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa dihadapkan dengan berbagai mata pelajaran yang wajib diikuti. Akan tetapi, mata pelajaran yang paling kurang diminati siswa adalah matematika. Salah satu penyebab siswa kurang berminat dengan mata pelajaran matematika karena terlalu abstrak dan rumit. Padahal pelajaran matematika bukan mata pelajaran yang asing bagi siswa, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke sekolah menengah akan terus bertemu dengan matematika. Namun anggapan siswa tentang matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan tidak pernah berubah.


(21)

Anggapan siswa terhadap hal tersebut dikarenakan kurang adanya inovasi yang dapat mendorong siswa menjadi tertarik dengan matematika. Inovasi tersebut telah diusahakan pemerintah sejak tahun 2013 lalu, dimana pemerintah berusaha mengganti kurikulum yang lama yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan Kurikulum 2013 dan dilakukan pembaharuan pada Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum 2013 revisi.

Pembaharuan kurikulum bertujuan supaya pendidikan di Indonesia jauh lebih baik dan lebih maju. Namun, pembaharuan kurikulum tersebut kurang diiringi dengan pembinaan atau pengawasan bagi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang lebih berinovasi. Masih banyak ditemukan pembelajaran yang dilakukan di kelas menggunakan model pembelajaran ceramah yang membuat siswa menjadi pasif. Begitu pula dengan proses pembelajaran Matematika, dimana mayoritas guru enggan berinovasi dengan model pembelajaran lain selain ceramah. Padahal siswa mengharapkan pembelajaran Matematika yang menyenangkan, menarik, dan juga tidak membosankan. Pembelajaran yang menyenangkan akan membuat siswa merasa nyaman dan kegiatan belajar bisa berlangsung tanpa tekanan. Dengan begitu, ide-ide dan gagasan belajar bersama-sama membentuk kreativitas dalam diri siswa. Jika hasil belajar dapat terukur dengan efektif dan efisien dan pembelajaran berlangsung dengan menarik dan menyenangkan, maka proses belajar pastinya dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan pengamatan yang diperoleh peneliti ketika melaksanakan program pengalaman lapangan (PPL) di SMK Negeri 2 Depok, Sleman,


(22)

4

Yogyakarta, sebagian besar siswa menyampaikan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang susah dipahami, terutama pada soal cerita. Dari hasil wawancara peneliti dengan siswa ketika melakukan PPL di SMK Negeri 2 Depok, peneliti menemukan masalah yang dialami siswa merupakan masalah yang sangat sering dialami oleh kebanyakan siswa. Materi pelajaran yang diperoleh siswa hanya bersumber dari penjelasan guru, kemudian siswa mencatat hal-hal penting yang diberikan guru. Dengan kata lain, guru selalu menggunakan model pembelajaran ceramah. Ketika peneliti melakukan observasi di dalam kelas, peneliti melihat memang benar pembelajaran yang dilakukan oleh guru Matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran ceramah, yaitu pembelajaran yang masih terpaku pada guru sebagai sumber belajar dengan menggunakan metode ceramah. Siswa mendengarkan guru ketika mengajar, mencatat hal-hal penting yang guru sampaikan, dan mengerjakan latihan soal yang diberikan guru.

Hisyam Zaini, dkk (2008: 93) mengemukakan mengenai kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran dengan metode ceramah. Kelebihan dari metode ceramah adalah praktis dari sisi persiapan dan media yang digunakan, efisien dari sisi waktu dan biaya, dapat menyampaikan materi yang banyak, mendorong guru menguasai materi, lebih murah mengontrol kelas, siswa tidak perlu persiapan, dan siswa dapat langsung menerima ilmu pengetahuan. Sebaliknya, kekurangan metode ceramah yaitu membosankan, siswa tidak aktif, informasi hanya satu arah, kurang melekat pada ingatan siswa, kurang terkendali baik waktu maupun materi, monoton, tidak mengembangkan


(23)

kreativitas siswa, menjadikan siswa hanya sebagai objek didik, dan tidak merangsang siswa untuk membaca.

Di samping itu, berdasarkan pengamatan peneliti ketika melaksanakan PPL, penggunaan model pembelajaran dengan metode ceramah membuat siswa menjadi individualis karena siswa kurang diajak untuk berlatih bekerja sama dengan temannya. Selain itu, model pembelajaran dengan metode ceramah kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran secara total karena siswa hanya mendengarkan, menyimak, dan menerima apa yang disampaikan guru. Siswa SMK seharusnya diajarkan dan dilatih untuk bekerja sama karena nantinya mereka akan diterjunkan langsung ke dunia kerja untuk dapat bekerja sama dengan rekan kerja sehingga diharapkan ketika di dunia kerja yang sesungguhnya siswa tidak merasa canggung bekerja sama dan berkomunikasi dengan rekan kerjanya.

Guna membentuk siswa yang kreatif, perlu diberlakukan kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kegiatan belajar mengajar yang efektif ditandai dengan aktivitas secara fisik maupun mental aktif, dimana siswa merupakan pusat dari proses pembelajaran. Guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran, melainkan guru berperan sebagai pembimbing, motivator, dan/atau fasilitator yang dapat memberikan dorongan agar proses pembelajaran berlangsung dengan kondusif. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif dan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Jigsaw.


(24)

6

Model pembelajaran Jigsaw sangat mengedepankan aktivitas dan interaksi siswa di kelas dengan teman sebaya dalam memahami dan mengolah pengetahuan yang dimiliki. Siswa nantinya akan belajar untuk saling berbagi mengenai pengetahuan yang dimiliki kepada teman satu kelompok dan bersama-sama menguasai semua pengetahuan yang didapat dari teman kelompoknya. Kemudian akhirnya siswa akan berlatih menyampaikan atau mempresentasikan pengetahuan yang telah diperoleh dalam kelompok tersebut di depan kelas. Dengan penggunaan model pembelajaran Jigsaw juga dapat mengatasi masalah siswa yang merasa enggan atau takut bertanya dengan guru. Siswa yang mengalami masalah demikian difasilitasi untuk dapat dengan nyaman menemukan pengetahuan bersama dengan temannya karena biasanya penyampaian dari teman lebih mudah dipahami. Selain aktif, belajar menggali pengetahuannya sendiri, dan belajar bekerjasama, siswa secara tidak langsung juga akan membangun karakter tanggung jawab dalam dirinya karena setiap siswa diberikan tugas untuk menggali pengetahuan yang berbeda-beda dan siswa tersebut harus bertanggung jawab untuk membagikan pengetahuan yang telah diperoleh kepada teman kelompoknya.

Pada penelitian ini, peneliti memilih materi statistika sebagai pokok bahasan penelitian. Statistika adalah salah satu materi dalam mata pelajaran matematika yang harus diberikan dalam pembelajaran sesuai dengan Pemendikbud No. 70 tahun 2013 tentang Kurikulum SMK/MAK. Materi Statistika sendiri sudah dipelajari oleh siswa sejak tingkat sekolah dasar, selanjutnya lebih diperdalam di tingkat sekolah menengah. Statistika sebenarnya sudah sering kita temui


(25)

namun masih banyak orang yang kurang menyadari hal tersebut. Contoh konkritnya adalah dalam mengatur jumlah pengeluaran dengan pendapatan, membuat perencanaan untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat, melakukan perhitungan cepat hasil pemilu, dan sebagainya. Siswa di SMK lebih terbiasa dan menyukai pembelajaran yang nyata dan konkrit karena siswa SMK cenderung lebih tertarik benda, mereka lebih sering bekerja di bengkel atau laboratorium, berbeda dengan siswa di SMA. Siswa SMK akan cepat bosan jika diberikan teori terlalu banyak. Melalui pembelajaran menggunakan model pembelajaran Jigsaw pada materi statistika ini, siswa akan diajak untuk melihat lebih dalam mengenai masalah atau persoalan yang berkaitan dengan pengolahan data. Jadi siswa tidak hanya menerima materi secara teori namun juga mengetahui penerapan nyata teori tersebut.

Berdasarkan materi yang ditentukan sebagai pokok bahasan penelitian, kelebihan model pembelajaran Jigsaw serta permasalahan yang dihadapi siswa SMK Negeri 2 Depok, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw terhadap Kebiasaan Belajar Siswa dan Hasil Belajar Matematika materi Statistika pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.”


(26)

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi penulis dalam penulisan masalah ini yaitu:

1. Dalam melakukan pembelajaran matematika, guru masih menggunakan model pembelajaran dengan metode ceramah, yaitu pembelajaran yang didominasi oleh guru sehingga hanya mengandalkan guru sebagai sumber belajar.

2. Siswa kurang dapat berpartisipasi aktif, mudah bosan, malas, dan individualis dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

3. Tidak selamanya siswa dapat memahami bahasa yang disampaikan guru. 4. Guru belum pernah menggunakan model pembelajaran lain, selain model

pembelajaran dengan metode ceramah

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat diperoleh suatu perumusan masalah yaitu “Apakah penerapan model pembelajaran Jigsaw berpengaruh terhadap kebiasaan belajar siswa dan hasil belajar Matematika materi Statistika pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok?”

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk melihat pengaruh penggunaan model pembelajaran Jigsaw terhadap kebiasaan belajar siswa dan hasil belajar Matematika materi Statistika pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok.


(27)

E. Manfaat Hasil Penelitian 1. Bagi Guru

Hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan guru sebagai wawasan baru dalam mengelola dan melakukan pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan kreatif. 2. Bagi peneliti

Melalui penelitian ini, peneliti memperoleh pengetahuan baru tentang pengaruh model pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran matematika materi Statistika pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok. Peneliti juga mempunyai bekal dalam mengajarkan materi Statistika di kelas sehingga sedikit mungkin dapat menghindari terjadinya kesulitan belajar siswa. 3. Bagi siswa

Dengan penelitian ini diharapkan siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, siswa tidak hanya menjadi pendengar, melainkan turut bekerja, bertanggung jawab, dan berinteraksi dengan teman sejawat dalam kegiatan di kelas. Siswa juga tidak mudah bosan dengan pembelajaran satu arah, dimana siswa hanya pasif.

4. Bagi sekolah

Sekolah dapat meningkatkan mutu dan kualitas sekolah dan juga dapat meningkatkan peringkat sekolah.


(28)

10

F. Batasan Istilah

Adapun dalam penelitian ini dijelaskan mengenai beberapa istilah agar memiliki makna yang jelas.

1. Belajar

Belajar bisa diperoleh dari siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Belajar bisa terbentuk karena lingkungan sekitar atau karena kemauan individu untuk membentuk suatu tingkah laku yang diinginkan. Belajar tidak selalu tentang kognitif namun juga tentang pembentukan pribadi individu.

2. Model Pembelajaran Jigsaw

Model pembelajaran Jigsaw merupakan pembelajaran yang menitik beratkan siswa untuk bekerja di dalam tim, dimana siswa dalam suatu kelas dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang dan setiap anggota bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar yang diperoleh dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompok.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan, keterampilan, keahlian yang diperoleh seseorang sebagai akibat adanya kegiatan belajar yang membentuk pengalaman belajar; perubahan tersebut terjadi secara keseluruhan aspek potensi. Hasil belajar yang diperoleh siswa sebagai tolak ukur terhadap daya tangkap siswa terhadap suatu hal yang diterima.


(29)

Penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa adalah pada aspek pengetahuan (kognitif).

4. Kebiasaan Belajar

Kebiasaan belajar dilihat sebagai cara belajar individu yang paling sering dilakukan dan terbentuk karena adanya aktivitas belajar yang dilakukan secara berkala atau berulang-ulang baik disengaja maupun tidak disengaja sehingga terbentuklah suatu kebiasaan belajar.

5. Statistika

Statistika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara pengumpulan, penyusunan, pengolahan, penganalisisan, penyajian, dan penarikan kesimpulan dari suatu data berdasarkan kumpulan dan analisis data yang telah dilakukan.


(30)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Hal-hal teoritik yang akan dibahas dalam kajian teori yaitu belajar, kebiasaan belajar, hasil belajar, model pembelajaran Jigsaw, dan Statistika. Berikut uraian selengkapnya:

1. Belajar

Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 127), belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Menurut Slameto (2010: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Hilgrad dan Bower dalam Purwanto (2011: 84) mengemukakan belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).


(31)

Setiap manusia yang tumbuh dan berkembang pasti akan selalu mengalami belajar. Belajar merupakan proses untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru pada diri individu, dimana perubahan tingkah laku tersebut menunjukkan suatu perkembangan. Tingkah laku tersebut disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang ketika berinteraksi dengan lingkungan. Melalui proses belajar itulah manusia menjadi lebih baik pada setiap perubahan yang dialaminya.

a. Ciri-ciri dan Tujuan Belajar

Berdasarkan uraian yang telah dibahas sebelumnya bahwa belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu dan disebabkan oleh pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Aunurrahman (2012: 48), definisi tersebut mencakup tiga unsur, yaitu

1) belajar adalah perubahan tingkah laku,

2) perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman, dan

3) perubahan tingkah laku tersebut relatif permanen atau tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

b. Prinsip-prinsip Belajar

Dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentunya berupaya akan adanya peningkatan terhadap kemampuan belajar siswa secara terus menerus. Agar maksud tersebut dapat tercapai dengan benar, maka proses pembelajaran harus dilakukan sesuai


(32)

14

dengan prinsip-prinsip belajar yang benar pula. Dimana prinsip belajar yang benar tersebut berlatar belakang dari kebutuhan siswa untuk belajar.

Daniel (1991: 32) dalam Aunurrahman (2012: 113-114), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu:

1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.

2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok unsur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

3) Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement).

4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5) Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari

sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.

Sehingga menurut prinsip belajar dapat diketahui bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri dalam mempelajari suatu hal dengan waktu yang dibutuhkan pun berbeda-beda. Belajar akan lebih bermakna jika


(33)

diperoleh melalui kegiatan yang dilakukan oleh individu sendiri, bukan orang lain dan dengan penguasaan total.

c. Jenis-jenis Belajar

Berdasarkan jenisnya, belajar terdiri dari 11 jenis. Jenis-jenis belajar tersebut diantaranya: belajar bagian, belajar dengan wawasan, belajar diskriminatif, belajar global, belajar insidental, belajar instrumental, belajar intensional, belajar laten, belajar mental, belajar produktif, dan belajar verbal (Slameto, 2010: 5-8).

1) Belajar bagian (part learning, fractioned learning), umumnya dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif.

2) Belajar dengan wawasan (learning by insight), merupakan kreasi dari rencana penyelesaian yang mengontrol rencana-rencana subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah terbentuk.

3) Belajar diskriminatif (discriminative learning), diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. 4) Belajar global/keseluruhan (global whole learning), dimana bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya; lawan dari belajar bagian.

5) Belajar insidental (incidental learning), yaitu apabila tidak ada instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan kelak.


(34)

16

6) Belajar instrumental (instrumental learning), adalah reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah “pembentukan tingkah laku”.

7) Belajar intensional (intentional learning), adalah belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental.

8) Belajar laten (latent learning), dimana perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera.

9) Belajar mental (mental learning), dimana perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. 10)Belajar produktif (productive learning), yaitu apabila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.

11)Belajar verbal (verbal learning), adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan.

Dari uraian mengenai jenis belajar, kita mengetahui bahwa belajar bisa diperoleh dari siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Belajar bisa terbentuk karena lingkungan sekitar atau karena kemauan individu untuk membentuk suatu tingkah laku yang diinginkan. Belajar tidak


(35)

selalu tentang kognitif namun juga tentang pembentukan pribadi individu.

2. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2005: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley (dalam Sudjana, 2005: 22) membagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, dan sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne (dalam Sudjana, 2005: 22) membagi hasil belajar dalam lima kategori, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono, 2010: 6-7), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), dan characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan routinized.

Dalam dunia pendidikan, hasil belajar digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat keberhasilan suatu pembelajaran. Menyatakan keberhasilan dari hasil belajar, setiap pendidik tentunya memiliki pandangan yang


(36)

18

berbeda-beda. Namun untuk menyetarakan pandangan tersebut dapat digunakan kurikulum sebagai acuan pendidikan, dimana dalam kurikulum telah ditentukan tujuan-tujuan dari setiap pembelajaran. Dengan mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut maka pembelajaran dapat dikatakan berhasil sehingga hasil belajar yang diperoleh pun bisa maksimal. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, hasil belajar merupakan kemampuan, keterampilan, keahlian yang diperoleh seseorang sebagai akibat adanya kegiatan belajar yang membentuk pengalaman belajar; perubahan tersebut terjadi secara keseluruhan aspek potensi. Hasil belajar yang diperoleh siswa sebagai tolak ukur terhadap daya tangkap siswa terhadap suatu hal yang diterima.

3. Kebiasaan Belajar

Menurut Aunurrahman (2012: 185), kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Berbeda dengan pendapat tersebut, Syah (2013: 128) menyampaikan kebiasaan belajar adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-perbaikan yang telah ada. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu. Sedangkan menurut Djaali (2014: 128), kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima


(37)

pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.

Kebiasaan belajar merupakan perilaku belajar siswa ketika menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu dalam menyelesaikan kegiatan yang telah tertanam dalam sejak lama. Perilaku tersebut adalah suatu proses membentuk kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan yang telah ada dengan tujuan membentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik dan positif.

Jadi kebiasaan belajar dalam hal ini adalah cara belajar individu yang paling sering dilakukan dan terbentuk karena adanya aktivitas belajar yang dilakukan secara berkala atau berulang-ulang baik disengaja maupun tidak disengaja sehingga terbentuklah suatu kebiasaan belajar.

a. Aspek Kebiasaan Belajar

Belajar bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan, dan keterampilan, cara-cara yang dipakai itu akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan belajar juga akan mempengaruhi belajar itu sendiri. Uraian ini membahas kebiasaan belajar yang mempengaruhi belajar, khususnya pembuatan jadwal dan pelaksanaannya, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan pelajaran, konsentrasi, dan mengerjakan tugas (Slameto, 2010: 82-91).

1) Pembuatan Jadwal dan Pelaksanaannya

Jadwal adalah pembagian waktu untuk sejumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang setiap harinya. Jadwal juga


(38)

20

berpengaruh terhadap belajar. Agar belajar dapat berjalan dengan baik dan berhasil perlulah seseorang siswa mempunyai jadwal yang baik dan melaksanakannya dengan teratur/disiplin.

2) Membaca dan Membuat Catatan

Membaca besar pengaruhnya terhadap belajar. Hampir sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca. Agar dapat belajar dengan baik maka perlulah membaca dengan baik pula, karena membaca adalah alat belajar. Salah satu metode membaca yang baik dan banyak dipakai untuk belajar adalah metode SOR4 atau Survey (meninjau), Question (mengajukan pertanyaan), Read (membaca), Recite (menghafal), Write (menulis), dan Review (mengingat kembali).

3) Mengulangi Bahan Pelajaran

Mengulangi besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan (review) “bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan” akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting, adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari. Cara ini dapat ditempuh dengan cara membuat ringkasan, kemudian mengulang cukup belajar dari ringkasan ataupun juga dapat dari mempelajari soal jawab yang sudah pernah dibuatnya.


(39)

4) Konsentrasi

Konsenstrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran.

5) Mengerjakan Tugas

Prinsip belajar adalah ulangan dan latihan-latihan. Mengerjakan tugas dapat berupa pengerjaan tes/ulangan atau ujian yang diberikan guru, tetapi juga termasuk membuat/mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam buku-buku ataupun soal-soal buatan sendiri.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sudjana (2014: 165-173), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar yakni: cara mengikuti pelajaran/kuliah di sekolah/perguruan tinggi, cara belajar mandiri, cara belajar kelompok, cara mempelajari buku pelajaran atau text book, dan cara menghadapi ujian.

1) Cara mengikuti pelajaran/kuliah

Cara mengikuti pelajaran di sekolah atau kuliah di perguruan tinggi merupakan bagian penting dari proses belajar sebab dalam proses belajar tersebut, sebagai siswa dan atau mahasiswa diberikan arahan tentang apa dan bagaimana bahan


(40)

22

pelajaran/bahan kuliah harus dikuasai. Tanamkan pada diri anda bahwa pengorbanan hari ini adalah kebagaiaan di hari esok. Sakit dahulu dan senang kemudian.

2) Cara belajar mandiri di rumah

Belajar mandiri di rumah adalah tugas paling pokok dari setiap siswa/mahasiswa. Syarat utama belajar di rumah adalah adanya keteraturan belajar misalnya memiliki jadwal belajar tersendiri sekalipun terbatas waktunya. Bukan lamanya belajar yang diutamakan tetapi kebiasaan teratur dan rutin melakukan belajar. Belajar teratur di rumah selama dua jam sekalipun setiap harinya, jauh lebih penting dari belajar 6 jam namun hanya dilakukan pada hari-hari tertentu saja. Demikian pula bukan banyaknya materi yang dipelajari yang harus diutamakan, tapi seringnya mempelajari bahan tersebut sekalipun tidak banyak. Ada rumus yang menyatakan bahwa 5× lebih baik dari ×5. Artinya lima kali belajar masing-masing dua topik lebih baik hasilnya daripada dua kali belajar masing-masing lima topik.

3) Cara belajar kelompok

Cara belajar mandiri di rumah biasanya sering menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. Untuk mengatasinya variasikan dengan cara belajar bersama dengan teman yang paling dekat. Apalagi bila ada tugas dari guru/dosen baik tugas perorangan maupun tugas kelompok. Belajar bersama bisa dilakukan di rumah bisa juga di


(41)

tempat lain misalnya di perpustakaan, di sekolah atau di tempat tertentu yang disepakati bersama.

Belajar bersama pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama. Artinya setiap orang turut memberikan sumbangan pikiran dalam memecahkan persoalan tersebut sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Pikiran dari banyak orang biasanya lebih sempurna daripada satu orang. Diskusi merupakan cara yang paling baik dalam belajar bersama.

4) Mempelajari buku teks

Buku adalah sumber ilmu, oleh karenanya membaca buku adalah keharusan bagi siswa dan mahasiswa. Kebiasaan membaca buku harus dibudayakan dalam kehidupan anda terutama buku-buku ilmiah. Dengan membaca buku-buku anda akan lebih kaya dalam memahami bahan pelajaran yang diberikan guru/dosen. Bahkan tidak mustahil anda lebih tahu terlebih dahulu sebelum bahan tersebut diberikan guru.

5) Menghadapi ujian

Momentum yang paling kritis dan paling mencemaskan di kalangan para siswa/mahasiswa termasuk dosen yang menjadi mahasiswa adalah saat menghadapi ujian/ulangan/tes. Kecemasan, kesibukan belajar mulai meningkat, sebaliknya istirahat dan perilaku santai mulai menurun. Ketegangan psikologis, seperti rasa cemas, was-was dan lain-lain mulai


(42)

24

tumbuh bahkan kepercayaan diri mulai berkurang, sehingga datang ke rumah teman untuk belajar bersama hampir tiap hari dilakukan. Pendek kata kesibukan belajar ditumpahkan pada saat itu, berbeda dengan hari-hari biasanya.

Gambaran tersebut tentu saja keliru, setidak-tidaknya seperti pahlawan kesiangan. Hindari gejala tersebut dengan membiasakan diri belajar teratur setiap saat. Dengan demikian peristiwa ujian adalah peristiwa biasa bukan hal yang luar biasa. Bagi mereka yang sudah biasa belajar teratur tidak lagi belajar karena mau ujian, tetapi mau ujian karena belajar. Sekalipun demikian kewaspadaan selalu harus dijaga. Belajar harus tetap dilakukan seperti biasanya tidak ada hal-hal yang luar biasa.

Menurut Aunurrahman (2012: 185), ada beberapa bentuk perilaku yang menunjukkan kebiasaan belajar tidak baik dalam belajar yang sering kita jumpai pada sejumlah siswa, seperti:

1) Belajar tidak teratur

2) Daya tahan belajar rendah (belajar secara tergesa-gesa) 3) Belajar bilamana menjelang ulangan atau ujian

4) Tidak memiliki catatan pelajaran yang lengkap 5) Tidak terbiasa membuat ringkasan


(43)

7) Senang menjiplak pekerjaan teman termasuk kurang percaya diri di dalam menyelesaikan tugas

8) Sering datang terlambat

9) Melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk (misalnya merokok) Jenis-jenis kebiasaan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku belajar yang tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar diperoleh. b. Pembentukan Kebiasaan Belajar yang Baik

Crow & Crow dalam Purwanto (2011: 116) mengemukakan cara-cara belajar yang baik, yaitu

1) Adanya tugas-tugas yang jelas dan tegas 2) Belajar membaca yang baik

3) Gunakan metode keseluruhan dan metode bagian

4) Pelajari dan kuasai bagian-bagian yang sukar dari bahan yang dipelajari

5) Buat catatan-catatan pada waktu belajar

6) Kerjakan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan

7) Hubungkan materi-materi baru dengan materi yang lama 8) Gunakan berbagai sumber belajar

9) Pelajari baik-baik tabel, peta, grafik, dan gambar 10)Membuat rangkuman


(44)

26

4. Model Pembelajaran Jigsaw

Syaiful Sagala (dalam Indrawati dan Wanwan Setiawan, 2009: 27) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Agus Suprijono (2010: 46) berpendapat bahwa model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Berdasarkan pada pendapat ahli, model pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu pola atau konsep yang digunakan untuk melakukan proses pembelajaran agar tujuan belajar dapat tercapai.

Model pembelajaran digunakan sebagai pilihan oleh guru atau fasilitator dalam merencanakan proses pembelajaran. Model pembelajaran yang nantinya dipilih adalah model pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Selain itu juga dapat mencapai tujuan dalam suatu pembelajaran. Banyak model pembelajaran inovatif yang dapat dijadikan pilihan oleh guru atau fasilitator, salah satunya adalah cooperative learning models atau model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif (coorperative learning) menurut Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi (2010: 67) merupakan model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota


(45)

saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Menurut Slavin (dalam Taniredja dkk, 2011: 55), “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dengan kemampuan beragam belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan siswa saling kerja sama sehingga dapat merangsang siswa lebih bersemangatio dalam belajar.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana siswa dengan kemampuan yang beragam belajar di dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan belajar; dimana siswa juga diajarkan untuk menerima keragaman dan saling membantu.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak beberapa variasi. Menurut Trianto (2011: 67), setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, yaitu STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).

Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw menitik-beratkan kepada kerja kelompok dalam bentuk kelompok kecil. Model Jigsaw merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil


(46)

28

yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen. Siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran Jigsaw, siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman dalam Shoimin, 2014: 90). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai model pembelajaran Jigsaw:

a. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas John Hopkin (Sugianto, 2010:45).

Menurut Slavin (2005: 246), Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel. Pendapat lain diungkapkan oleh Sudrajat (2008: 1), pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.

Hisyam Zaini (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi


(47)

yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.

Berdasarkan pernyataan para ahli di atas, model pembelajaran Jigsaw merupakan pembelajaran yang menitik beratkan siswa untuk bekerja di dalam tim, dimana siswa dalam suatu kelas dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang dan setiap anggota bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar yang diperoleh dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompok.

b. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw sebagai Model Pembelajaran Joyce dan Weil (2000) mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran harus memiliki lima unsur karakteristik model, yaitu sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring. Adapun kelima bagian tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Langkah-langkah Pembelajaran

Dalam menggunakan dan melaksanakan suatu model pembelajaran dalam melakukan proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, namun perlu adanya langkah yang jelas tentang model pembelajaran yang akan digunakan tersebut. Dalam hal ini mengenai model pembelajaran Jigsaw.


(48)

30

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran Jigsaw menurut Rusman (2008: 36) menyatakan langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw sebagai berikut:

a) Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa.

b) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi berbeda.

c) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan. d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian

sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.

e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke dalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama.

f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. g) Guru memberi evaluasi.

h) Penutup. 2) Sistem Sosial

Sistem sosial dalam model pembelajaran berfungsi untuk menjelaskan peran dari siswa dan guru, dan juga hubungan keduanya. Kaitannya dengan sistem sosial dalam model pembelajaran Jigsaw, dimana proses pembelajaran berpusat pada siswa, siswa tidak hanya pasif atau sebagai objek namun siswa


(49)

adalah subjek yang berperan aktif sehingga siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang mengendalikan proses pembelajaran agar dapat berlangsung menyenangkan.

3) Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi pada model pembelajaran Jigsaw nampak dari kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Tiap siswa dalam kelompok asal memiliki tanggung jawab perseorangan untuk setiap materi yang diperoleh, siswa saling bertatap muka untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang diperoleh kepada anggota kelompoknya, sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki ketergantungan yang positif untuk saling berbagi.

Sedangkan prinsip reaksi guru dalam model pembelajaran Jigsaw yaitu dengan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan kondusif, guru sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa, dan mengajak siswa untuk saling bekerja sama secara positif.

4) Sistem Pendukung

Dalam melaksanakan suatu model pembelajaran inovatif, tentunya diperlukan fasilitas pendukung pembelajaran seperti sarana, prasarana, alat, bahan, dll yang dapat mendukung pembelajaran agar lebih menarik perhatian siswa. Namun dalam pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw tidak memerlukan


(50)

32

fasilitas khusus seperti alat atau sarana khusus, melainkan hanya membutuhkan tempat untuk diskusi, buku-buku yang relevan dengan materi yang dipelajari, dan latihan soal.

5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring a. Dampak Instruksional

Dampak instruksional atau dampak langsung yang akan dirasakan siswa dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw antara lain kemandirian siswa akan meningkat dengan adanya aktivitas dalam kelompok dan interaksi dengan tutor sebaya, pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa sendiri yang berperan aktif sebagai subjek, siswa lebih berpikir kritis, dan kemampuan siswa bekerja sama dan menghargai orang lain semakin diasah.

b. Dampak Pengiring

Dampak pengiring atau dampak tidak langsung dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw bagi siswa antara lain siswa lebih mandiri dalam membangun pengetahuannya yaitu siswa mencari sendiri pengetahuan yang diperlukan, siswa menjadi pribadi yang lebih terbuka terhadap pendapat orang lain dengan mampu menghargai pendapat orang lain bahkan diharapkan dapat menyatukan pendapat yang berbeda melalui kegiatan diskusi kelompok.


(51)

c. Kelebihan Model Pembelajaran Jigsaw

Suatu model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dibandingkan model pembelajaran lainnya. Demikian pula dengan model pembelajaran Jigsaw yang memiliki kelebihan. Menurut Wardani (2002: 87) kelebihan model pembelajaran Jigsaw antara lain:

1) Dari segi efektivitas, secara umum pada model cooperative learning tipe Jigsaw lebih aktif dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Karena suasana belajar lebih kondusif, baru, dan adanya penghargaan yang diberikan kelompok, maka masing-masing kelompok berkompetisi untuk mencapai prestasi yang baik.

2) Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya.

3) Siswa lebih aktif dan kreatif, serta memiliki tanggungjawab secara individual.

Shoimin (2014: 93) juga mengungkapkan pendapat senada mengenai kelebihan model pembelajaran Jigsaw, yaitu:

1) Memungkinkan murid dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.

2) Hubungan antara guru dan murid berjalan secara seimbang dan memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga memungkinkan harmonis.


(52)

34

3) Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif.

4) Mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas, kelompok, dan individual.

Model pembelajaran Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran yang inovatif, karena siswa lebih kreatif dan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa berlatih berinteraksi dengan teman untuk berani mengungkapkan pendapatnya dan juga siswa belajar bertanggung jawab terhadap kewajibannya.

d. Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw

Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Jigsaw juga memiliki kelemahan. Menurut Wardani (2002: 87), kekurangan model pembelajaran Jigsaw yaitu:

1) Terdapat kelompok siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat atau bertanya, sehingga kelompok tersebut dalam diskusi menjadi kurang hidup.

2) Memerlukan waktu yang relatif cukup lama dan persiapan yang matang antara lain pembuatan bahan ajar dan LKS benar-benar memerlukan kecermatan dan ketepatan.

Melengkapi pendapat tersebut, Kurnia (2005: 43) dalam Agus Riyanto (2012: 24) memaparkan beberapa kelemaham model copperative learning tipe Jigsaw, yaitu:

1) Siswa tidak terbiasa dengan model pembelajaran tipe Jigsaw, sehingga proses pembelajarannya menjadi kurang maksimal.


(53)

2) Alokasi waktu kurang mencukupi.

3) Masih ada siswa yang kurang bertanggungjawab, sehingga pelaksanaan cooperative learning tipe Jigsaw menjadi kurang efektif.

4) Kebiasaan adanya pembicaraan yang didominasi oleh seseorang. Model pembelajaran Jigsaw masih sangat jarang digunakan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Hal tersebut mungkin terjadi karena pendidik sudah terlalu nyaman menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu pendidik kerap menganggap bahwa model pembelajaran yang demikian menggunakan waktu yang cukup lama, sedangkan materi yang akan dibahas berdasarkan kurikulum sangat banyak, sehingga pendidik menilai kurang memungkinkan menggunakan model pembelajaran tersebut.

Kelemahan penggunaan model pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran, selain membutuhkan waktu yang cukup lama juga memerlukan pengawasan dari guru bagi setiap kelompok agar diskusi kelompok menjadi hidup dan juga banyaknya anggota dalam setiap kelompok tidak boleh kurang dari kriteria yaitu harus terdiri dari 4-6 orang setiap kelompok.

5. Statistika

Somantri (2006: 18) menyatakan statistik diartikan sebagai kumpulan fakta yang berbentuk angka-angka yang disusun dalam bentuk daftar atau tabel yang menggambarkan suatu persoalan.


(54)

36

Statistik adalah hasil-hasil pengolahan dan analisis data. Statistik dapat berupa mean, modus, median, dan sebagainya. Statistik dapat digunakan untuk menyatakan kesimpulan data berbentuk bilangan yang disusun dalam bentuk tabel atau diagram yang menggambarkan karakteristik data.

Somantri (2006:17) menyatakan bahwa statistika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana cara kita mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menginterpetasikan data sehingga dapat disajikan lebih baik.

Statistika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara pengumpulan, penyusunan, pengolahan, penganalisisan, penyajian, dan penarikan kesimpulan dari suatu data berdasarkan kumpulan dan analisis data yang telah dilakukan.

Kita sering mendengar kata statistik dan statistika. Bagi orang awam, kedua hal tersebut merupakan hal yang terlihat sama dan menganggap mempunyai makna dan arti yang sama. Berdasarkan pendapat ahli di atas, sebenarnya statistik dan statistika adalah dua hal yang sangat berbeda. Statistik adalah hasil dari pengolahan data sedangkan statistika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari statistik. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa statistik merupakan bagian dari statistika.

a. Istilah-istilah dalam Statistika

1) Statistika Deskriptif dan Statistika Inferensia

Menurut Walpole (1993: 2), statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan


(55)

penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus data induknya yang lebih besar. Penyusunan tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain di majalah dan koran-koran termasuk dalam kategori statistika deskriptif.

Statistika inferensia mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan gugus data induknya (Walpole, 1993: 5). Statistika inferensia dibagi menjadi dua macam, yaitu statistika parametrik dan nonparametriik. Statistika parametrik digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistik, atau menguji ukuran populasi melalui data sampel. Sedangkan statistika nonparametrik tidak menguji parameter populasi, tetapi menguji distribusi. Penggunaan keduanya juga tergantung pada jenis data yang dianalisi. Statistika parametrik kebanyakan digunakan untuk menganalisis data interval dan rasio, sedangkan statistika nonparametrik kebanyakan digunakan untuk menganalisis data nominal, ordinal. (Sugiyono, 2011: 149-150). Contohnya: catatan kelulusan selama 5 tahun terakhir di suatu perguruan tinggi menunjukkan bahwa 72% di antara mahasiswa baru yang masuk


(56)

38

ke perguruan tinggi tersebut berhasil menyelesaikan studinya. Nilai numerik 72% tersebut termasuk statistika deskriptif. Jika berdasarkan hal ini kemudian anda menyimpulkan bahwa peluang anda lulus sarjana adalah 80%, berarti anda melakukan statistika inferensia yang tentu saja mempunyai sifat tidak pasti.

2) Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita, sedangkan sampel adalah suatu himpunan bagian dari populasi (Walpole, 1993: 7). Contoh dari populasi adalah mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma. Contoh sampel adalah mahasiswa Kelas B Pendidikan Matematika 2013 Universitas Sanata Dharma yang berambut lurus. Menurut Usman (2008, 183-186), ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam mengambil sampel. Teknik pengambilan contoh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) sampling random (probability sampling), yaitu pengambilan contoh secara acak (random) yang dilakukan dengan cara undian, ordinal atau tabel bilangan random atau dengan komputer; (2) sampling nonrandom (nonprobability sampling) atau disebut juga sebagai incidental sampling, yaitu pengambilan contoh tidak secara acak. Teknik sampling random terdiri atas empat macam yaitu: random sederhana, bertingkat, kluster, dan sistematis. Teknik sampling


(57)

nonrandom terdiri atas tiga macam yaitu: kebetulan, bertujuan, dan kuota.

b. Ukuran Pemusatan

Menurut Walpole (1982:23-26), sembarang ukuran yang menunjukkan pusat segugus data, yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari terbesar sampai terkecil, disebut ukuran lokasi pusat atau ukuran pemusatan. Ukuran pemusatan yang paling banyak digunakan adalah rata-rata atau mean, median, dan modus.

1) Rata-rata atau Mean

Rata-rata stabil untuk matematik dan paling cocok untuk menghadapi distribusi normal dan paling reliabel untuk alat penafsiran atau ramalan (prediksi). Rata-rata dihitung dengan rumus: �̅ =∑ ��

∑ �� dimana �̅ = rata-rata �, ∑ �� = jumlah data �, dan

∑ �� = jumlah anggota sampel. Sedangkan untuk data

berkelompok digunakan rumus �̅ =∑��= �� �

∑�

�= dimana �� = nilai

data ke-� dan � = frekuensi nilai data ke-�. Jika �̅ adalah rata-rata untuk sampel, maka � adalah rata-rata untuk populasi. (Usman, 2008: 89).

2) Median

Median (yang selanjutnya disingkat Me) ialah nilai tengah-tengah dari data yang diobservasi, setelah data tersebut disusun


(58)

40

mulai dari urutan yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya. Jika jumlah datanya ganjil, maka Me terdapat di tengah-tengah. Jika jumlah datanya genap, maka Me didapat dengan dua data di tengah-tengah kemudian dibagi dua (Usman, 2008: 83-84). Sedangkan pada data berkelompok digunakan rumus

= + �− �

�� � dimana = tepi bawah kelas median, �� =

frekuensi kumulatif sebelum kelas median, � = frekuensi kelas median, dan � = panjang kelas.

3) Modus

Modus atau mode ialah nilai data yang paling sering muncul di dalam suatu pengamatan. Jika nilai yang muncul itu hanya ada satu macam saja, maka modus tersebut dinamakan unimodal. Dan jika nilai yang muncul ada dua macam, maka modus tersebut dinamakan bimodal. Demikian seterusnya. Modus sering juga disingkat Mo. Untuk data kelompok, maka digunakan rumus =

+ + � dimana = tepi bawah kelas modus, � = selisih

frekuensi kelas modus dan kelas sebelumnya, � = selisih frekuensi kelas modus dan kelas sesudahnya, � = panjang kelas

Modus merupakan alat deskripsi yang tepat namun kasar dan hanya sesuai untuk mendeskripsikan kasus-kasus tipikal atau alat untuk mencari kejadian-kejadian yang sedang popular saja (Usman, 2008: 93).


(59)

c. Ukuran Letak 1) Kuartil

Kuartil ialah jika sekumpulan data dibagi empat bagian sama banyaknya, setelah data disusun menurut nilai terkecil sampai terbesar. Ada tiga kuartil yaitu: Kuartil pertama = � , kuartil kedua = � , dan kuartil ketiga = � . Nama diberi dari kuartil terkecil dan untuk menentukan nilai kuartil sebagai berikut: (1) susun urutan data dari terkecil sampai terbesar, (2) tetapkan 1 tingkat kuartil, (3) tetapkan nilai kuartil (Usman, 2008: 85). Menentukan letak � = data ke −� �+ dengan � = , , dan

mencari � = � + �

�.�

4−� dengan � = , , dimana � = batas

kelas � ialah kelas interval dimana � akan terletak, � = banyaknya data, � = panjang kelas �, � = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas �, dan � =

frekuensi kelas � (Usman, 2008: 85). 2) Desil

Desil ialah jika sekumpulan data dibagi sepuluh bagian sama banyaknya, setelah disusun dari yang terendah sampai yang tertinggi. Perhitungannya analog dengan kuartil, hanya rumusnya berbeda. Menentukan letak � = data ke −� �+ dengan � =

, , , … ,9 dan mencari � = � + �

�.�−�


(60)

42

dimana � = batas kelas � ialah kelas interval dimana � akan terletak, � = banyaknya data, � = panjang kelas �, � = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas �, dan � = frekuensi kelas � (Usman, 2008: 87).

3) Persentil

Persentil ialah sekumpulan data yang dibagi 100 bagian yang sama besar, setelah data itu disusun mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi; sehingga menghasilkan 99 pembagi. Cara menghitung persentil seperti halnya menghitung desil. Perbedaannya terletak pada rumusnya yaitu: letak � = data ke − � �+

dengan � = , , , … ,99 dan mencari � = � + �

�.�−�

dengan � = , , , … ,99 dimana � = batas kelas � ialah kelas interval dimana � akan terletak, � = banyaknya data, � = panjang kelas �, � = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas �, dan � = frekuensi kelas �. Persentil berguna untuk (1) membagi distribusi menjadi beberapa kelas yang sama besar frekuensinya, (2) memisahkan sebagian distribusi dari sisanya, (3) menyusun norma penilaian, dan (4) menormalisasikan distribusi.

d. Ukuran Penyebaran atau Keragaman atau Simpangan

Menurut Walpole (1982: 31), kita perlu mengetahui seberapa jauh pengamatan-pengamatan itu menyebar dari rata-ratanya. Sangat


(61)

mungkin kita memiliki dua kumpulan pengamatan yang mempunyai nilaitengah atau median yang sama, tetapi sangat berbeda keragamannya. Statistik paling penting untuk mengukur keragaman data adalah wilayah (rentang) dan ragam (variansi).

1) Rentang

Usman (2008: 95) menyatakan bahwa rentang ialah ukuran variansi yang paling sederhana yang dihitung dari datum terbesar dikurangi datum terkecil. Rumusnya ialah: Rentang = datumte e − datumte e il atau � = � ���− � ��.

2) Simpangan Baku dan Varians

Simpangan baku ialah suatu nilai yang menunjukkan tingkat variasi suatu kelompok data. Jika simpangan baku tersebut dikuadratkan, maka ia disebut varians. Simpangan baku untuk data sampel disebut � dan variansnya ialah � , sedangkan simpangan baku untuk data populasi disebut � dan variansnya ialah � . Jadi � dengan � merupakan statistik dan � serta � merupakan parameter. Jika kita mempunyai sampel berukuran � dengan data � , � , � , … , �� dan rata-rata �, maka � =∑ ��−�−� . Jika datanya

sudah disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, maka � = � ∑ ��� − ∑ ���


(62)

44

B. Kerangka Berpikir

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Keberhasilan seseorang dalam belajar ditentukan oleh bagaimana cara-cara belajar orang tersebut sehingga membentuk kebiasaan belajar dan cara belajar yang benar dan efektif akan membentuk suatu kebiasaan belajar yang baik. Dalam mempelajari sesuatu, tentunya setiap siswa memiliki kebiasaan belajar masing-masing. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik akan mendapatkan prestasi belajar yang baik pula, sedangkan bagi siswa yang kebiasaan belajarnya kurang baik maka akan kesulitan dalam mengatur pola belajarnya sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar. Dengan pengelolaan kelas yang baik juga akan mempengaruhi ketertarikan siswa terhadap pelajaran tersebut yang juga akan memberikan dampak terhadap kebiasaan belajar. Dengan demikian terdapat pengaruh model pembelajaran Jigsaw terhadap hasil belajar siswa ditinjau dari kebiasaan belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok tahun ajaran 2016/2017 pada mata pelajaran matematika.

C. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002: 64). Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka penulis mengajukan hipotesis yang rumusannya adalah terdapat pengaruh

Siswa

Pasif, Individualis, Bosan, Malas

Kebiasaan Belajar

Model Pembelajaran

Jigsaw

Hasil Belajar


(63)

yang positif pada penggunaan model pembelajaran di sekolah dengan kebiasaan belajar dan hasil belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok tahun ajaran 2016/2017 pada mata pelajaran Matematika.

D. Penelitian Terdahulu

Berdasakan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ummu Salfiyah dalam artikelnya menunjukkan bahwa adanya pengaruh model pembelajaran Jigsaw terhadap kemampuan pemecahan masalah. Hasil yang diberikan terhadap rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar disbanding kelas kontrol, yaitu 18,62 untuk kelas eksperimen dan 13.53 untuk kelas kontrol.


(64)

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas dan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental. Menurut Nana Sudjana (2005: 212), penelitian eksperimental merupakan penelitian untuk mengukur pengaruh suatu atau beberapa variabel terhadap variabel lain. Penelitian eksperimental berbeda dengan penelitian lain sebab penelitian ini menggunakan kelompok kontrol selain kelompok eksperimen. Menurut Sugiyono (2011: 72), metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Berdasarkan pendapat tersebut, metode penelitian eksperimental adalah metode yang digunakan untuk mengukur pengaruh suatu perlakuan tertentu terhadap beberapa variabel.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental semu atau Quasi Experimental Design. Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari True Experimental Design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.


(65)

Bentuk desain quasi eksperimen yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design. Desain tersebut digunakan karena pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor namun pada penelitian ini tidak dapat mengontrol semua variabel tersebut. Variabel yang akan dikontrol yaitu model pembelajaran Jigsaw sebagai variabel bebas dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2011: 78-79).

Perbedaan nilai rata-rata hasil belajar siswa (Post-Test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol akan dianalisis secara kuantitatif yang kemudian akan diambil kesimpulan apakah terdapat pengaruh terhadap penggunaan model pembelajaran Jigsaw dan konvensional antara kedua kelas tersebut. Sedangkan kebiasaan belajar siswa dilihat berdasarkan kuesioner kebiasaan belajar yang diberikan kepada siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2011: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Senada dengan pernyataan tersebut, Sedarmayanti (2011: 121) menyatakan populasi adalah himpunan keseluruhan karakteristik dari objek yang diteliti.


(66)

48

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta. Jumlah populasi dalam penelitian ini ada 16 kelas dengan total jumlah siswa kelas XI adalah 516 siswa.

Tabel 3.1 Tabel Populasi Penelitian

No. Jurusan Jumlah siswa

kelas XI

1 Teknik Gambar A 34

2 Teknik Gambar B 34

3 Teknik Audio Video 32

4 Teknik Otomasi Industri 32

5 Teknik Komputer dan Jaringan A 32 6 Teknik Komputer dan Jaringan B 32

7 Teknik Pemesinan A 32

8 Teknik Pemesinan B 33

9 Teknik Bodi Otomotif 32

10 Teknik Kendaraan Ringan 32

11 Kimia Industri 32

12 Analisis Kimia A 32

13 Analisis Kimia B 32

14 Geologi Pertambangan A 33

15 Geologi Pertambangan B 32

16 Teknik Migas Dan P. Kimia 32

Jumlah 516

Sumber: Data Sekretariat SMK Negeri 2 Depok tahun pelajaran 2016/2017 2. Sampel

Menurut Sugiyono (2011: 81), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sependapat dengan hal tersebut, Sedarmayanti (2011: 124) berpendapat bahwa sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel.

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah siswa kelas XI TKJA dan XI TKJB masing-masing kelas terdapat 32 siswa. Siswa di kelas XI TKJA sebagai kelas eksperimen yang akan diterapkan model pembelajaran Jigsaw pada proses pembelajarannya, sedangkan siswa kelas


(67)

XI TKJB sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random, dan cluster sampling (area sampling); (2) Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi, sampling sistematis, sampling kuota, sampling insidental, sampling purposive, sampling jenuh, dan snowball sampling (Sugiyono, 2011: 81-86).

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik Nonprobability Sampling dengan sampling purposive. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 124). Pertimbangan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah karena keterbatasan waktu, maka dalam pengambilan sampel dipilih dua kelas dengan kemampuan yang sama. Kemampuan


(68)

50

yang sama tersebut dilihat dari perolehan nilai UAS siswa di semester ganjil.

C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu

Pelaksanaan observasi sekolah dilakukan ketika peneliti melakukan PPL di SMK Negeri 2 Depok yaitu pada bulan Juli-September 2016. Sedangkan pelaksanaan penelitian di kelas dilakukan Februari-Maret 2017.

2. Tempat

Penelitian dilaksanakan di kelas XI TKJA dan XI TKJB SMK Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

D. Variabel Penelitian

Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk (constricts) atau sifat yang akan dipelajari. Selanjutnya Kidder (1981), menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (dalam Sugiyono, 2011: 38). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel terikat.


(69)

1. Variabel Bebas atau Independent

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2011: 39). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran Jigsaw atau sebagai variabel �.

2. Variabel Terikat atau Dependent

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah kebiasaan belajar siswa dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika dengan materi Statistika kelas XI semester genap di SMK Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta sebagai variabel .

E. Bentuk Data Penelitian

1. Data Keterlaksanaan Proses Pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw

Perolehan data keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw diperoleh dari kelas eksperimen yaitu kelas XI TKJA sebagai kelas yang menggunakan model pembelajaran Jigsaw.

Model Pembelajaran Jigsaw (Variabel Bebas)

Hasil Belajar dan Kebiasaan Belajar Siswa

(Variabel Terikat) Bagan 3.1 Hubungan variabel bebas-terikat


(70)

52

2. Data Kebiasaan Belajar Siswa

Data tentang kebiasaan belajar siswa adalah data kuantitatif. Data diperoleh dari kelas dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw maupun kelas dengan penerapan model pembelajaran konvensional berdasarkan kuesioner yang kemudian akan diakumulasikan.

3. Data Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa berupa data kuantitatif. Hasil belajar pada penelitian ini hanya akan mengukur pada ranah kognitif, sehingga hasil belajar siswa yang dilihat berupa perolehan nilai dari setiap siswa di masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data kebiasaan belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk angket. Sedangkan teknik pengambilan data hasil belajar siswa dengan menggunakan tes tertulis berupa post-test (ulangan harian materi Statistika).

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011: 142). Kuesioner digunakan untuk mengambil data kebiasaan belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Kuesioner diberikan kepada setiap siswa baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Kuesioner mengandung serangkaian pernyataan yang ditujukan kepada siswa mengenai


(71)

masalah-masalah tentang kebiasaan belajar siswa. Peneliti memberikan kuesioner kepada siswa dan siswa diminta untuk memberikan tanda centang (√) pada kolom angka penilaian, pada setiap poin pernyataan yang paling menggambarkan kebiasaan belajar siswa.

2. Tes

Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa diperoleh dengan memberikan soal tes kepada siswa yang terdiri dari tes kemampuan berupa ulangan harian. Soal tes yang diberikan berbentuk esai atau uraian sebanyak 11 butir soal. Pemberian tes untuk mengukur pemahaman siswa ini akan diberikan kepada setiap siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol.

G. Instrumen

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2000: 134). Menurut Sudjana dan Ibrahim (2012: 97), instrumen merupakan suatu alat pengumpulan data, dimana pengumpulan data harus dirancang dengan benar, sehingga menghasilkan data yang valid. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya instrumen membantu peneliti dalam memperoleh dan mengolah data yang ada di lapangan.

Pada penelitian ini terdapat dua macam instrumen yang digunakan, yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen penelitian.


(72)

54

1. Instrumen pembelajaran

Instrumen pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP. Dalam penyusunan RPP, peneliti akan menggunakan langkah-langkah pembelajaran pada Kurikulum 2013 edisi revisi dengan model pembelajaran Jigsaw dan model pembelajaran konvensional.

2. Instrumen penelitian

a. Instrumen Kuesioner Kebiasaan Belajar Siswa

Kuesioner digunakan untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Menurut Sukardi (2003), dalam kuesioner terdapat pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun, dan disebarkan kepada responden untuk memperoleh data.

Kisi-kisi untuk instrumen menggambarkan kebiasaan belajar siswa yang dikembangkan berdasarkan indikator kebiasaan belajar dalam penelitian ini, kemudian kisi-kisi alat pengumpul data dijabarkan dalam bentuk pernyataan.

Pengukuran kuesioner kebiasaan belajar siswa menggunakan pernyataan dalam bentuk skala Likert. Menurut Sugiyono (2011: 93), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.


(73)

Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan dalam bentuk checklist dan diberi skor. Berikut skala penilaian berdasarkan skala Likert:

Tabel 3.2 Skala Penilaian Instrumen Kuesioner

No. Keterangan Skor Positif Skor Negatif

1 Selalu 4 1

2 Sering 3 2

3 Kadang 2 3

4 Tidak Pernah 1 4

Kuesioner kebiasaan belajar siswa dalam penelitian ini terdiri dari 30 butir pernyataan, yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Berikut ini adalah kisi-kisi kuesioner kebiasaan belajar siswa:

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Kebiasaan Belajar Siswa

Variabel Sub

Variabel Indikator Soal

Nomor Butir

Pernyataan Jumlah Positif Negatif

Kebiasaan Belajar Siswa Metode Kerja dalam Belajar Cara mengikuti

pelajaran 3, 11, 25 3

Cara belajar

kelompok 6, 8, 17 3

Cara belajar mandiri di rumah

7, 10 2 3

Cara menghadapi ujian

5, 14, 26 12, 21 5 Pembuatan

jadwal dan pelaksanaannya


(1)

(2)

L-156


(3)

(4)

L-158

Lampiran H.3


(5)

(6)

L-160


Dokumen yang terkait

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PRAKTEK KERJA BATU PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR.

0 4 34

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI Pengaruh Kedisiplinan Belajar Dan Minat Baca Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013.

0 2 13

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PERPAJAKAN SISWA SMK NEGERI 1 MEDAN.

0 6 37

Pengaruh penerapan model pembelajaran Jigsaw terhadap kebiasaan belajar siswa dan hasil belajar Matematika materi statistika pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

0 0 313

Peningkatan minat dan prestasi belajar Sejarah dengan menggunakan model jigsaw pada siswa kelas X Kimia Industri SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta.

0 0 169

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.

0 1 280

Peningkatan minat dan prestasi belajar Sejarah dengan menggunakan model jigsaw pada siswa kelas X Kimia Industri SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta

0 1 167

Pengaruh tingkat pendidikan orang tua dan minat belajar terhadap prestasi belajar sejarah siswa kelas XI SMK Negeri 2 Depok Yogyakarta tahun ajaran 2015 2016

0 2 149

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAM PELAJARAN BODI OTOMOTIF PADA SISWA KELAS XI-A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

0 0 125