5 yang lebih besar, suatu informasi dapat mempengaruhi harga atas suatu
aktiva atau bahkan seluruh aktiva yang ada di pasar modal. Hartono 2009 menyebutkan bahwa perubahan nilai atas aktiva tersebut memungkinkan
akan terjadi adanya pergeseran ke harga equlibrium yang baru. Harga equilibrium ini akan tetap bertahan sampai suatu informasi baru lainnya
merubahnya kembali ke harga equilibrium yang baru lagi.
Bagaimana suatu pasar bereaksi terhadap informasi untuk mencapai harga equlibrium baru inilah yang merupakan konsep dasar efisiensi pasar.
Kecepatan dan keakuratan pasar dalam bereaksi yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia inilah yang menjadi dasar untuk
menilai efisiensi suatu pasar. Pasar yang efisien adalah pasar dimana
return
semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Dalam hipotesis pasar modal yang efisien dikatakan bahwa
pasar yang efisien akan bereaksi cepat terhadap informasi yang relevan. Sharpe dan Brealy dan Myers dalam Indrawijaya 2001 menekankan bahwa
pengertian pasar yang efisien adalah pasar dimana seorang investor tidak mendapatkan keuntungan yang berlebihan atau
abnormal return
. Dalam studi analisis efisiensi pasar modal setengah kuat dengan
menggunakan metoda
event study
, penelitian dilakukan dengan melihat pergerakan saham selama event windows yang tercermin dari return saham
tersebut dibandingkan dengan return ekspektasi apabila diasumsikan peristiwa tersebut tidak terjadi. Selisih antara return yang terjadi karena
peristiwa tersebut dan
return
ekspektasi apabila peristiwa tersebut tidak terjadi adalah return abnormal. Saham dikatakan undervalue bilamana
return
saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya,
demikian juga sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa untuk memperkirakan return saham dapat menggunakan analisis fundamental yang menganalisis
kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisisnya dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan
perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah,
peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut.
c. Koefisien Respon Laba E arnings Response Coefficient E RC
Koefisien Respon Laba
E arnings Respons Coefficient
– E RC adalah besaran yang menunjukkan hubungan antara laba dan
return
saham ini yang disebut dengan koefisien respon laba
E arnings Response Coefficient
– E RC, merupakan besarnya koefisien slope dalam regresi yang menghubungkan laba sebagai
salah satu variabel bebas dan
return
saham sebagai variabel terikat. Panman dan Zhang 2002 dalam Suaryana 2005 menjelaskan kualitas laba yang
dihasilkan tergantung dari pertumbuhan investasi perusahaan. Pertumbuhan investasi yang temporer atau berfluktuasi akan menghasilkan tingkat
6 pengembalian
rate of return
yang temporer atau berfluktuasi sehingga menghasilkan kualitas laba yang rendah.
Sementara pengertian koefisien respon laba
earnings response coefficient
menurut Cho dan Jung 1991 adalah koefisien respon laba didefinisikan sebagai efek setiap dolar
unexpected earnings
terhadap
return
saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi
abnormal return
saham dan
unexpected earnings
. Cho dan Jung 1991 mengklasifikasi pendekatan teoritis E RC menjadi
dua kelompok yaitu 1 model penilaian yang didasarkan pada informasi ekonomi
information economics based valuation model
seperti dikembangkan oleh Holthausen dan Verrechia 1988 dan Lev 1989 yang menunjukkan bahwa
kekuatan respon investor terhadap sinyal informasi laba
E RC
merupakan fungsi dari ketidakpastian di masa mendatang. Semakin besar
noise
dalam sistem pelaporan perusahaan semakin rendah kualitas laba, semakin kecil
E RC
dan 2 model penilaian yang didasarkan pada time series laba
time series based valuation model
seperti dikembangkan oleh Beaver, Lambert dan Morse 1980.
d. Faktor – faktor yang Menjelaskan Hubungan Laba dan
Return Saham
Penggunaan laba untuk menilai perusahaan dapat diperhatikan dari hubungan laba dan return. Apabila laba dan
return
memiliki hubungan, maka laba dikatakan memiliki kandungan informasi. Kandungan informasi laba
telah lama menjadi perhatian peneliti. Studi awal mengenai hubungan antara laba dan
return
dilakukan oleh Ball dan Brown dalam Suaryana 2005 yang menemukan hal itu memiliki kandungan informasi. Penelitian hubungan
return
laba selanjutnya berkembang menjadi koefisien respon laba yang didefinisikan sebagai pengaruh dari satu dollar laba kejutan terhadap
return
saham, dan diukur sebagai slopa dalam regresi
return abnormal
saham dan laba kejutan Cho dan Jung dalam Suaryana 2005. Kothari Febrianto, 2005
kemudian merangkum setidaknya ada empat yang menjelaskan besaran koefisien respon laba: a harga yang menuntun laba
prices lead earnings
; b pasar modal yang tidak efisien; c gangguan
noise
pada laba dan kurang
baiknya GAAP; dan d laba transitori. e.
Leverage
Dhaliwal, Lee dan Farger 1991 membuktikan bahwa
leverage
berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba yaitu E RC. Perusahaan yang tingkat
leverage
-nya tinggi berarti memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang
diuntungkan adalah
debtholders
, sehingga semakin baik kondisi laba perusahaan maka semakin negatif respon pemegang saham, karena
pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya menggantungkan kreditur. Harris dan Raviv 1990 menyatakan bahwa besarnya hutang
7 menunjukkan kualitas perusahaan serta prospek yang kurang baik pada masa
mendatang. Untuk perusahaan dengan hutang yang banyak, peningkatan laba akan menguatkan posisi dan keamanan
bondholders
daripada pemegang saham.
f. Risiko Investasi