Agropolitan Sebagai Konsep Alternatif dalam Pengembangan Wilayah

Catatan: Diasumsikan sektor primer lebih terkonsentrasi di pedesaan, sektor sekunder dan tersier terkonsentrasi di perkotaan. Gambar 2.1. Konstribusi PDB Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia Tahun 1976 sd 1998 Seperti dijelaskan sebelumnya, permasalahan sebagai akibat penerapan konsep growth pole lebih banyak dirasakan oleh penduduk pedesaan, meskipun akar permasalahan berawal di kota. Oleh karena itu untuk memecahkan permasalahan yang timbul perlu dipikirkan suatu konsep ruang yang dapat memberdayakan potensi pedesaan. Sehingga pemecahan sekaligus dilaksanakan baik bagi penduduk pedesaan maupun penduduk perkotaan.

2.2. Agropolitan Sebagai Konsep Alternatif dalam Pengembangan Wilayah

Pedesaan Konsep pengembangan Agropolitan pertama kali diperkenalkan Friedmann dan Mac Doughlas, 1974 dalam BPTP, 2008 sebagai suatu siasat untuk percepatan Universitas Sumatera Utara pembangunan pedesaan. Gatra terkait dengan pengembangan agropolitan antara lain adalah pembangunan dalam arti luas, seperti redistribusi lahan, kesesuaian lahan, desain tata guna lahan dan pembanguna sarana dan prasarana. Secara fenomenal konsep ini mewujudkan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “menciptakan kota di pedesaan”. Agropolitan terdiri dari kata Agro dan Politan polis. Agro berarti pertanian dan politan berarti kota sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota di lahan pertanian. Dengan demikian agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian agribisnis di wilayah sekitarnya. Dalam konteks pembangunan, agropolitan merupakan paradigma pembangunan daerah di mana pembangunan kota dimaksud untuk mendukung pembangunan pertanian pedesaan. Perkembangan dan pengembangan kota-kota ditentukan oleh perkembangan atau pengembangan pertanian-pedesaan. Karena itu aktivitas-aktivitas atau fungsi yang mendukung pertanian pedesaan. Pengembangan sektor industri dan jasa di perkotaan dimaksudkan untuk memfasilitasi atau mendukung pembangunan pertanian-pedesaan. Dengan kata lain yang dikembangkan di perkotaan adalah fungsi-fungsi dari system agribisnis mulai dari hulu sampai hilir. Secara garis besar, konsep agropolitan mencakup beberapa dimensi yang meliputi: a. Pengembangan kota-kota berukuran kecil sampai sedang dengan jumlah penduduk maksimum 600.000 jiwa dan luas maksimum 30.000 hektar setara Universitas Sumatera Utara dengan kota kabupaten; b. Daerah belakang pedesaan dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditi yang menghasilkan satu komoditibahan mentah utama dan beberapa komoditi penunjang sesuai dengan kebutuhan; c. Pada derah pusat pertumbuhan kota dibangun agroindustri terkait, yaitu terdiri atas beberapa perusahaan sehingga terdapat kompetisi yang sehat; d. Wilayah pedesaan didorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal dan selanjutnya diorganisasikan dalam wadah koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dan e. Lokasi dan sistem transportasi agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan para petani untuk bekerja sebagaipekerja paruh waktu partime workers . Rusastra, et al., 2002 menyatakan bahwa terdapat syarat kunci untuk pembumian Agropolitan, yakni: 1. Produksi dengan bobot sektor pertanian; 2. Prinsip ketergantungan dengan aktivitas pertanian sehingga neuro-systemnya; 3 Prinsip pengaturan kelembagaan; dan 4. Prinsip seimbang dinamis. Keempat syarat kunci tersebut bersifat mutlak dan harus dikembangkan secara simultan dalam aplikasi pengembangan agropolitan. Sebagai konsep pendekatan pengembangan wilayah perdesaan yang lebih mengedepankan pemberdayaan masyarakat, maka agropolitan lebih bersifat desentralistis. Penentuan jenis komoditi unggulan yang dikembangkan dalam skala Universitas Sumatera Utara agribisnis dan agroindustri di lakukan oleh masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi biofisik wilayah dan lingkungan perdesaan. Kurang berhasilnya program SPAKU Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan, Program Inkubasi Bisnis, Program Pengembangan Wilayah Terpadu khusus bobot pertanian dan program sejenis lainnya, disebabkan oleh sifatnya yang parsial dan tidak mengakomodasi secara utuh dan simultan keempat syarat utama pengembangan agropolitan tersebut. Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan, maka pemahaman konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah merupakan hal yang penting, karena hal ini akan memberikan arah dasar perencanaan pembangunan perdesaan dan aktivitasnya dalam proses pengembangan wilayah selanjutnya. Konsep agropolitan sebetulnya merupakan konsep yang ditawarkan oleh Friedmann dan Doughlas 1974 dalam Sulistiono 2008 atas pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri di beberapa negara berkembang di Asia yang mengakibatkan terjadinya berbagai kecenderungan,antara lain: a. Terjadinya hyperurbanization, sebagai akibat terpusatnya penduduk dikota-kota yang padat; b. Pembangunan “modern” hanya terjadi di beberapa kota saja, sementara daerah pinggiran relatif tertinggal; c. Tingkat pengangguran dan setengah pengangguran yang relatif tinggi; d. Pembagian penadapatan yang tidak merata kemiskinan; e. Kekurangan bahan pangan, akibat perhatian pembangunan terlalu tercurah pada Universitas Sumatera Utara percepatan pertumbuhan sektor industri rapid industrialization; f. Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat desa petani dan g. Terjadinya ketergantungan pada dunia luar. Konsep agropolitan berdasarkan Friedmann dalam Martina 2004, terdiri dari distrik-distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian pedesaan yang memiliki kepadatan penduduk 200 jiwa per km2 dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah penduduk 10.000 – 25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah cummuting berada pada radius 5 – 10 km, sehingga akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000–150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian tidak dibedakan antara pertanian modern dan pertanian konvensional dan tiap-tiap distrik dianggap sebagai satuan tunggal yang terintegrasi. Menurut Rivai 2003, tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan tidak merusak lingkungan dan terdesentralisasi wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat di kawasan agropolitan. Dengan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya on farm saja tetapi juga off farm nya, yaitu usaha agribisnis hulu pengadaan sarana pertanian, agribisnis hilir pengolahan hasil pertanian dan pemasaran dan jasa penunjangnya, sehingga akan Universitas Sumatera Utara mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD. Sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan, melalui: a Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktifitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisien dan menguntungkan serta berwawasan lingkungan, b Penguatan kelembagaan petani, c Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis penyedia agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyediaan jasa, d Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan Pembangunan Terpadu, e Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi. Dalam pendekatan agropolitan wilayah pedesaan didorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal melalui kebijaksanaan perkreditan dan perpajakan. Satuan usaha pengembangan diorganisasikan ke dalam koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dengan mempertimbangkan konsepsi pengembangan seperti, Perkembangan kelembagaan usaha dilakukan melalui pengembangan sistem insentif Rivai, 2003. Persyaratan sebuah wilayah disebut sebagai Kawasan Agropolitan apabila Departemen Pertanian, 2002: Universitas Sumatera Utara 1. Memiliki Sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang dapat dipasarkan komoditi unggulan serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha komoditi unggulannya. 2. Memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk mendukung perkembangan sistem dan usaha agribisnis. 3. Memiliki berbagai sarana dan prasarana umum yang memadai transportasi, listrik, telekomunikasi, air bersih dll. 4. Memiliki berbagai sarana dan prasarana kesejahteraan sosial masyarakat yang memadai kesehatan, pendidikan kesenian, rekreasi, perpustakaan, swalayan, dan. 5. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian Sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa terjamin. Departemen Pertanian menjelaskan bahwa kota agropolitan berada dalan kawasan sentra produksi pertanian selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai kawasan Agropolitan. Kota pertanian dapat merupakan Kota Menengah, Kota Kecil, Kota Kecamatan, Kota Perdesaan atau kota nagari yang berfungsi sebagi pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan pedesaan dan desa-desa hinterland di wilayah sekitarnya. Sistem Kawasan Agropolitan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Diagram Alir Sistem Kawasan Agropolitan Kawasan agropolitan yang telah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut Rivai, 2003: a. Mayoritas masyarakatnya memperoleh pendapat dari kegiatan agribisnis b. Didominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk didalamnya usaha industri pengolahan pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan agrobisnis hulusarana pertanian dan permodalan, agrowisata dan jasa pelayanan. c. Relasi antara kota dan daerah-daerah hinterlandnya bersifat interpendensi yang harmonis dan saling membutuhkan. Kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya on farm dan produk olahan skala rumah tangga off farm dan kota menyediakan penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan hasildan pemasaran hasil produksi pertanian. d. Pola kehidupan masyarakatnya sama dengan kehidupan kota karena prasarana dan sarana yang dimilikinya tidak berbeda dengan di kota. Batasan kawasan agropolitan ditentukan oleh skala ekonomi dan ruang lingkup Sumberdaya dan Komoditi Unggulan Sarana dan Prasarana Agribinis Sarana dan Prasarana Umum Sarana dan prasarana Sosial Kelestarian Lingkungan Universitas Sumatera Utara ekonomi bukan oleh batasan administratif. Penetapan kawasan agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agrobisnis yang ada disetiap daerah. PermodalanTeknologi Pemasaran Sarana pertanianInvestasi Hasil Pertanian Gambar 2.3. Kawasan Agropolitan Keterangan Gambar: : Agropolitan. : Pemukiman termasuk di dalamnya terdapat kelembagaan, petani yang -- inovatif dan lahan pertanian Desa Hinterland atau desa sekitarnyayang -- memasok produk segar dan olahan pertanian. : Irigasi. : Prasarana jalan. : Batas atas wilayah pelayanaan Agropolitan Kawasan Agropolitan Batasan suatu kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah desakelurahan, kecamatan, kabupaten tetapi lebih ditentukan dengan Universitas Sumatera Utara memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan kawasan agropolitan hendaknya di rancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan agropolitan, dapat meliputi satu wilayah Desakelurahan atau kecamatan atau beberapa kecamatan dalam kabupatenkota atau dapat juga meliputi wilayah yang dapat menembus wilayah kabupatenkota lain yang berbatasan. Kotanya dapat berupa kota desa atau kota nagari atau kota kecamatan atau kota kecil atau kota menengah. Menurut Rivai, 2003, bahwa pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah mengingat beberapa hal yakni: 1 kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan spesifik lokal, 2 Pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat, 3 Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetetif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya dan 4 Dalam penetapan pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat-pusat nasional, propinsi dan kabupaten RTRW PropinsiKabupaten sehingga dapat menciptakan pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang. Selanjutnya Rivai, 2003 menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan maka ada dua strategi yang bisa dilakukan yaitu 1 strategi pemberdayaan masyarakatSumberdaya manusia dan 2 strategi pengembangan wilayah. Kedua strategi tersebut dapat diuraikan berikut: Universitas Sumatera Utara

a. Strategi pemberdayaan masyarakatSDM :

Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Analisis Pertunjukan Toping-Toping oleh Tiga Kelompok Toping-Toping pada Pesta Rondang Bittang ke XVIII di Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun

0 71 99

Prospek Pengembangan Usahatani Kopi Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus ; Nagori Silimakuta Barat, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun)

13 54 91

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

Evaluasi dampak program pengembangan agropolitan terhadap kesejahteraan masyarakat (Studi Kasus di kawasan agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang)

1 22 143

Dampak Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Studi Kasus : Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

0 6 115

SALIGUNG SEBAGAI PENGIRING NYANYIAN NASEHAT ORANG TUA KEPADA ANAKNYA PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN DI SARIBU DOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN.

0 1 23

Dampak Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Studi Kasus : Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

0 0 12

Dampak Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Studi Kasus : Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

0 0 1

Dampak Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Studi Kasus : Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

0 0 11