Lingkungan environment TINJAUAN PUSTAKA

xxxii penelitian dilakukan untuk mengetahui efek suplementasi vitamin A terhadap morbiditas, mortalitas dan lamanya ISPA, akan tetapi hasilnya masih saling bertentangan Zairil, 2000. Sampai saat ini satu hal mengenai suplementasi vitamin A yang diterima secara luas yang juga direkomendasikan oleh WHO adalah untuk memberikan vitamin A pada penderita campak, didaerah dimana angka kematian akibat penyakit campak CFR lebih dari 1. Hasil penelitian prospektif yang pernah dilakukan menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada insiden dan derajat ISPA diantara anak yang mendapat vitamin A, juga tidak didapatkan perbedaan ISPA sebelum dan setelah pemberian vitamin A, hanya didapatkan lama ISPA agak lebih panjang pada anak yang tidak mendapat vitamin A Kartasasmita, 2000.

c. Lingkungan environment

Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Secara garis besarnya lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial. Keadaan fisik sekitar manusia berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung maupun tidak terhadap lingkungan-lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik termasuk unsur kimia meliputi udara, kelembaban, air, dan pencemaran udara. Berkaitan dengan ISPA, adalah tergolong air borne Universitas Sumatera Utara xxxiii diasease karena salah satu penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, maka udara secara epidemiologi mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran pernapasan. Salah satu gangguan yang mungkin disebabkan oleh pencemaran udara dalam ruangan indoor adalah infeksi saluran pernapasan akut. ISPA dapat meliputi bagian atas saja dan atau bahkan bagian bawah seperti laryngitis, tracheobronchitis, bronchitis dan pnemonia Depkes RI, 1993. Secara garis besarnya, kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam ruangan yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu arang minyak tanah dan penggunaan obat nyamuk bakar. Disamping itu ditentukan oleh ventilasi, tata ruangan dan kepadatan penghuninya. 1. Asap Dalam Ruangan Pencemaran udara dalam rumah terjadi terutama karena aktivitas penghuninya, antara lain ; penggunaan bahan bakar biomasa untuk memasak maupun memanaskan ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, asap rokok, penggunaan insektisida semprot maupun bakar. Disamping itu ditentukan juga oleh ventilasi, penggunaan bahan bangunan sintetis berupa cat dan asbes Anwar, A., 1992. Penggunaan bahan bakar biomasa seperti kayu bakar untuk memasak, arang dan minyak tanah muncul sebagai faktor resiko terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan. Saat ini sebagian masyarakat pedesaan masih menggunakan bahan bakar Universitas Sumatera Utara xxxiv biomasa untuk memasak Charles dkk, 1996. Ditambah lagi dengan kebiasaan ibu yang membawa bayianak balitanya di dapur yang penuh asap sambil memasak akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan ibu yang tidak membawa bayianak balitanya didapur Sukar dkk., 1997. Rumah dengan bahan bakar minyak tanah baik untuk memasak maupun sumber penerangan memberikan resiko terkena ISPA pada balita 3,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar gas Soesanto, dkk, 2000. Keadaan dapur yang penuh dan lembab juga merupakan faktor resiko terjadinya infeksi pernapasan. Charles, dkk.,1996 Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan bakar kimia. Satu batang rokok dibakar akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin, karbon monoksida, nitrogen oksida, hiydrogen cyanida, amoniak, acrolein, artcresor, peryline dan lain-lain. Secara umum bahan ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu komponen gas dan komponen padat atau partikel, sedangkan komponen padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar. Bila rokok dibakar maka asapnya akan berterbangan disekitar perokok. Asap yang berterbangan itu mengandung bahan yang berbahaya dan bila dihisap oleh orang yang berada disekitar si perokok, maka orang itu juga akan menghisap bahan kimia berbahaya didalam dirinya walau ia sendiri tidak merokok. Anak balita misalnya akan lebih berbahaya dibanding orang dewasa karena daya tahan tubuhnya masih rendah Aditama, T.Y., 1996. Menurut Riyadina 1995, bahwa pada anak-anak paparan asap rokok sidestream smoke dapat menimbulkan gangguan pernapasan terutama mempererat Universitas Sumatera Utara xxxv timbulnya infeksi saluran pernapasan akut dan gangguan fungsi paru-paru pada waktu dewasanya nanti. Paparan asap rokok memperberat timbulnya ISPA, karena dari 1 batang rokok yang dinyalakan akan menghasilkan asap sampingan selama sekitar 10 menit, sementara asap utamanya hanya akan dikeluarkan pada waktu rokok itu dihisap dan biasanya hanya kurang dari 1 menit. Walaupun asap sampingan dikeluarkan dahulu ke udara bebas sebelum dihisap perokok pasif, tetapi karena kadar bahan berbahayanya lebih tinggi dari pada asap utamanya, maka perokok pasif tetap menerima akibat buruk dari kebiasaan merokok orang sekitarnya Aditama, T. Y., 1996. Di negara maju, anak-anak yang orang tuanya merokok dalam rumah didapatkan memiliki suatu peningkatan resiko bronkitis dan pnemonia jika dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak merokok Tuminah, 1999. 2. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi yang pertama adalah menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan O 2 tetap terjaga, karena kurangnya ventilasi menyebabkan kurangnya O 2 yang berarti kadar CO 2 menjadi racun Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen dan menjaga agar rumah selalu tetap dalam kelembaban yang optimum Notoatmodjo, 2007. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m3orangjam, dengan kelembaban sekitar 60 optimum. Untuk memperoleh kenyaman udara seperti Universitas Sumatera Utara xxxvi dimaksud diatas diperlukan adanya ventilasi yang baik. Luas lubang ventilasi insidentil dapat buka tutup minimum 5 dari luas lantai ruangan. Jumlah keduanya adalah 10 dari luas lantai ruangan Sanropie, D., 1989. Udara yang bersih merupakan komponen utama didalam rumah dan sangat diperlukan oleh manusia untuk hidup secara sehat. Sirkulasi udara berkaitan dengan masalah ventilasi. Sebuah penelitian menunjukkan hubungan penyakit saluran pernapasan dengan kondisi ventilasi. Sebab itu kondisi ventilasi dapat dijadikan indikator rumah sehat Achmadi, U.F., 1991. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi 1996 diketahui bahwa rumah yang berventilasi buruk lebih banyak anggota keluarganya yang menderita ISPA dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya memenuhi syarat kesehatan. 3. Tata Ruang dan Kepadatan Hunian Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai fungsinya. Penentuan bentuk, ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan standar minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan yaitu kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi dan kakus. Hasil dari beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara kesehatan lingkungan dalam rumah dengan kejadian kesakitan. Studi terhadap kondisi rumah menunjukkan hubungan yang tinggi antara koloni bakteri dan kepadatan penghuni per meter persegi, sehingga adanya efek sinergi yang diciptakan dimana sumber pencemar mempunyai potensi menekan reaksi kekebalan, bersamaan Universitas Sumatera Utara xxxvii dengan terjadinya peningkatan bakteri patogen dengan kepadatan penghuni pada setiap keluarga. Dengan demikian kuman yang umumnya sebagai penyebab penyakit menular saluran pernapasan terdapat makin banyak, bila jumlah penghuni semakin banyak jumlahnya. Jadi ukuran rumah yang kecil dengan jumlah penghuni yang padat serta jumlah kamar yang sedikit akan memperbesar kemungkinan penularan penyakit melalui droplet kontak langsung Poerno, K., 1983. Demikian halnya dengan Achmadi 1991 yang melaporkan bahwa anak yang tinggal dirumah yang padat 10 m 2 orang akan mendapat resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan anak yang tinggal dirumah yang tidak padat. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan overcrowded. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m 2 untuk setiap anggota keluarga Notoatmodjo, 2007. Untuk menilai kepadatan penghuni dalam rumah, konsep dari Fakultas Tehnik Universita Indonesia FT UI menggunakan luas rumah per penghuni, yang dibedakan dalam 5 kategori yaitu ≤ 3,9 m 2 orang, 4-5 m 2 orang, 5-6,9 m 2 orang, 7-8 m 2 orang, dan ≥ 9 m 2 orang FT UI., 1983. 4. Status Ekonomi dan Kependidikan Keterbatasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan, serta upaya pencegahan penyakit. Pada Universitas Sumatera Utara xxxviii kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya status ekonominya rendah pula. Mereka sulit untuk menyerap informasi mengenai kesehatan dalam hal penularan dan cara pencegahannya. Pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak tahu cara untuk memilih makanan yang bergizi dan pengadaan sarana sanitasi yang diperlukan Soewasti, dkk., 1997. Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor resiko yang meningkatkan kematian ISPA terutama pnemonia. Kekurangpahaman orang tua terhadap pnemonia juga menyebabkan keterlambatan mereka mambawa anak mereka yang sakit pada tenaga kesehatan. Mereka beranggapan bahwa bayianak balita mereka hanya menderita batuk-batuk biasa, yang sebenarnya merupakan tanda awal pnemonia. Orang tua hanya memberikan obat batuk tradisional yang tidak memecahkan masalah Tuminah, S., 1999. Dari hasil penelitian yang dilakukan Djaya 1999, ibu dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih banyak membawakan anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih banyak mengobati sendiri maupun berobat ke dukun ketika anaknya sakit.

2.3 Arah dan Kebijakan P2 ISPA