Penularan HIV AIDS HIVAIDS dan ODHA 1. Pengertian HIV dan AIDS

kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dangan Maret 2014 dilaporkan sebanyak 54.231 orang, dimana persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun 33,1, kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun 28,2, 40-49 tahun 10,5, 15-19 3,1, dan 50-59 tahun 3,2. umur 30-39 tahun 22,3 dan kelompok umur 40-49 tahun 22,1. Faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual 60,8, penasun 15,5, diikuti penularan melalui perinatal 2,7, dan homoseksual 2,4 KPA, 2014. Kasus HIV AIDS menyebar di 348 70 dari 497 kabupatenkota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah infeksi HIV tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta 27.207 , diikuti oleh Jawa Timur 15.233, papua 12.767 dan Bali 7.922 dan jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua 7.795, diikuti oleh DKI Jakarta 6299, Jawa Barat 4.131 dan Bali 3.798 KPA, 2014.

2.3.4. Penularan HIV AIDS

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS 2013 ada beberapa cara penularan HIV yaitu : 1. Melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom sehingga memungkinkan cairan mani atau cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam tubuh pasangannya 2. Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayinya selama masa kehamilan, waktu persalinan danatau waktu menyusui. 3. Melalui transfusi darahproduk darah yang sudah tercemar HIV. Lewat pemakaian alat suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa Universitas Sumatera Utara disterilkan, terutama terjadi pada pemakaian bersama alat suntik di kalangan pengguna narkoba suntik penasun. Menurut penelitian Jacqueline Boles dan Kirk W Elifson 1994 untuk melihat identitas seksual dan HIV melakukan penelitian terhadap 224 laki-laki pekerja sex jalanan dimana 17,9 dari sampel mengidentifikasikan dirinya sebagai homoseksual, 46 heteroseksual dan 35 biseksual. Berdasarkan identitas seksual, status HIV pada kelompok homoseksual sebesar 50, kelompok biseksual sebesar 36,5 kelompok heteroseksual sebesar 18,5. Perbedaan tingkat infeksi HIV pada laki-laki dari setiap kategori identitas seksual secara signifikan berkaitan dengan hubungan seks anal reseptif yang dilaporkan, jumlah pasangan seksual yang tidak dibayarmembayar, pengguanaan kokain, penggunaan napza suntik, pengalaman terinfeksi sipilis dan hepatitis. Dari studi yang dilakukan oleh Endang Basuki, Ivan dkk, yang dipublikasikan oleh tentang berbagai alasan bagi wanita pekerja seks di Indonesia untuk tidak menggunakan kondom, mengungkapkan bahwa sekitar 53 hubungan seksual dengan kondom dilakukan oleh para pekerja seks, dan 12 dari dari jumlah ini, para wanita pekerja sekst tersebut harus berdebat terlebih dahulu dengan pelanggan untuk bisa menggunakan kondom. Hanya 5,8 dari wanita pekerja seks yang secara konsisten menggunakan kondom selama dua minggu observasi dan jumlah ini menurun menjadi 1,4 selama empat minggu observasi. Berbagai alasan untuk tidak menggunakan kondom dari sisi klien, menurut pengakuan wanita pekerja seks, bahwa menggunakan kondom akan mengurangi kenikmatan dan keyakinan Universitas Sumatera Utara bahwa pelanggan yang sudah kenal dengan wanita pekerja seks tidak perlu menggunakan kondom untuk menghindari penyakit menular seksual atau AIDS. Pandangan ini tentu saja akan merugikan PSK tersebut, karna akan sangat beresiko terhadap penularan HIV AIDS. Penggunaan jarum suntik secara bergantian juga sangat beresiko terhadap penularan HIV AIDS, akan tetapi penggunaannya masih sangat tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Pisani, Dadun dkk 2003, studi yang dilakukan untuk melihat prevalensi paktek-praktek penyuntikan yang berisiko terhadap penularan HIV pada kelompok pengguna napza suntik penasun di Indonesia dan mengkaji risiko-risiko penularan HIV secara seksual dari penasun kepada pasangan seksualnya.Data dikumpulkan melalui survai surveilans perilaku pada kelompok penasun laki-laki di tiga kota. Sebanyak 650 penasun laki-laki direkrut melalui beberapa gelombang dari berbagai lokasi yang secara sistematis dipilih dengan mempertimbangkan variasi dari populasi ini. Pewawancara yang terlatih, kebanyakan mantan penasun, melakukan wawacanra yang berfokus pada praktek-praktek penyuntikan, perilaku seksual dan pengetahuan yang terkaitan dengan HIV. Hasil studi ini menunjukkan bahwa hampir semua penasun tahu bahwa HIV ditularkan melalui penggunaan jarum secara bergantian, tetapi 85 dari penasun melaporkan bahwa mereka menggunakan jarum secara bergantian pada minggu sebelumnya. Lebih dari dua pertiga penasun aktif secara seksual, 48 memiliki banyak pasangan dan 40 berhubungan seks dengan wanita pekerja seks dalam 12 Universitas Sumatera Utara bulan terakhir. Penggunaan kondom secara konsisten berkisar 10. Potensi bagi penyebaran HIV secara seksual dari penasun ke pasangan seksualnya sesungguhnya sangat tinggi.Intervensi yang ada diharapkan sesegera mungkin bisa mengurangi tingginya tingkat berbagi jarum suntik. Fokus pada pembersihan jarum dan peningkatan penggunaan kondom juga merupakan hal yang sangat mendasar harus dilakukan. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi Maryunani A, 2009: 1. Selama kehamilan, ketika janin masih dalam kandungan ibu dengan resiko kejadian 5-10. 2. Selama persalinan, dengan resiko kejadian 10-20, sebagian besar penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan ini. Hal ini disebabkan karena pada saat proses persalinan, tekanan pada plasenta yang mengalami peradangan atau terinfeksi meningkat menyebabkan terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dengan darah bayi. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat pula terjadi pada saat bayi terpapar oleh darah dan lendir ibu di jala lahir. 3. Selama menyusui, bayi tertular melalui pemberian Air Susu Ibu ASI yang mengidap HIV dengan resiko kejadian 10-15. Berbeda dengan penyakit demam berdarah ataupun malaria, AIDS tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk. Cara penularan AIDS juga berbeda dari penularan influenza dan tuberculosis. AIDS tidak ditularkan melalui bersin ataupun batuk. AIDS juga tidak ditularkan melalui jabatan tangan, berenang di kolam renang, Universitas Sumatera Utara memakai telepon umum, nonton bioskop, tempat bekerja, saekolah, ataupun tinggal serumah dengan penderita AIDS Djoerban, 2000.

2.3.5. Aspek Gejala Klinis