Hukum Perkawinan Perkawinan Menurut Islam

umatnya untuk memasuki ikatan perkawinan, karena itu berarti melaksanankan “separuh dari agamanya”. 73 Karena seperti sudah dipaparkan bahwa dengan menikah dapat melindungi dari kekacauan baik itu zinah, fitnah, pertikaian dan sebagainya yang akhirnya dapat mengakibatkan rusaknya tatanan kekeluargaan ideal.

3. Hukum Perkawinan

Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan Malik bin Anas sebagaiman dikutip Abdur Rahman mengatakan bahwa meskipun menikah pada mulanya mungkin dianggap sebagai kebolehanhal yang dianjurkan, namum bagi beberapa pribadi tertentu, hukumnya dapat menjadi wajib. 74 Lebih jelasnya Adur Rahman menjelaskan secara gambalang bahwa: “Apa yang keluar dari pertimbangan seksama perintah al-Qur’an dan al- Hadits adalah bahwa perkawinan diwajibkan bagi seseorang lelaki yang memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar mahar, menafkahkan istri dan anak-anak, sehat jasmani dan dikhawatirkan bila tidak menikah dia akan melakukan zina. Nikah juga diwajibkan bagi wanita yang tidak memiliki kekayaan apapun untuk membiayai hidupnya, dan dikhawatirkan kebutuhan seksnya akan menjerumuskannya ke dalam perzinaan. Namun akan bersifat sunah bagi seseorang yang memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan tuntutan seksnya, sehingga tidak akan terjerumus ke dalam bujukan syaitan, namun berkeinginan memperoleh keturunan dan orang yang merasa bahwa dengan menikah tidak akan menjaukannya dari pengabdiannya kepada Allah. Menikah diharamkan kepada seorang laki- laki yang tidak memiliki kekayaan untuk membiayai istri dan anak-anak, atau dia menderita suatu penyakit yang cukup gawat dan akan menular kepada istrinya atau keturunannya. Menikah akan menjadi makruh bagi seorang laki-laki yang tidak memiliki keinginan seksual sama sekali, atau diyakini akan mengakibatkannya lalai dalam berbagai kewajiban agamanya karena menikah itu.” 75 73 Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta,1992, h. 9. 74 Ibid., h. 7. 75 Ibid., h. 7-9. Masih dikutip dari buku yang sama, menurut mazhab Maliki menikah humnya fardhuwajib bagi orang muslim sekalipun mungkin dia tidak mampu memperoleh nafkah hidup. 76 Namun, beberapa ulama tidak sepakat dengan hal itu dan mengingatkan bahwa jika seorang laki-laki tidak mampu memperoleh nafkah hidup halal maka dia tidak dianjurkandiperbolehkan menikah. 77 Dari banyak pernyataan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hukum menikah bagi setiap individu bersifat kondisional sesuai dengan kondisi dan keadaan individu tersebut. 76 Ibid., h. 9. 77 Ibid.,

BAB III GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED

A. Latar Belakang Pembuatan Film Get Married

Diantara pertarungan sekuel-sekuel horor yang disebut sineas Rizal Mantovani dengan “Lebaran Blockbusters” tahun 2007 lalu, terselip satu film komedi-romantis yang semenjak promonya sudah mengundang perhatian banyak masyarakat karena sebarisan cast-nya. Get Married, produksi terbaru PT. Kharisma Starvision kembali mengeluarkan film yang berhasil memikat banyak penonton, dan berhasil meraih banyak penghargaan di ajang perfilman di penghujung tahun 2007. Film ini disutradarai oleh sineas muda dan berbakat yang akhir-akhir ini cukup produktif dengan karya-karyanya yang gemilang, yaitu Hanung Bramantyo, namanya kembali menyeruak di jagad raya Indonesia karena karya film teranyarnya “Ayat-ayat Cinta”. Selain disutradarai oleh Hanung film Get Married ini juga mencantumkan nama Musfar Yasin sebagai penulis skenario. Sejak kesuksesan Nagabonar Jadi 2, nama penulis skenario Musfar Yasin yang sebelumnya menulis Kiamat Sudah Dekat memang jadi sangat terangkat, namun sedikit berbeda dengan dua komedi yang kental dakwahnya itu, disini Musfar justru menghadirkan segudang dialog berisi sindiran demi sindirannya terhadap berbagai aspek sosial, idealisme nyeleneh bangsa kita termasuk dalam hal religi, dan memang, disinilah letak kekuatan utama Get Married sebagai komedi yang bisa digolongkan dalam genre sitkom satir, bersama nilai plus penyutradaraan Hanung.