sumber zat pembangun yang secara relatif paling sedikit dimakan setiap hari. Almatsier, 2009.
Dalam praktek sehari-hari perbandingan tersebut dapat diperoleh jika makandilakukan dengan frekuensi tiga kali sehari dengan jumlah cukup dan tidak
berlebihan. Menu yang tidak berimbang terjadi jika salah satu zat gizi mayor terutama lemak atau protein berlebihan dikonsumsi Liputo, 2007.
2.6.4 Makanan Aman
Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari pencemaran mikrobiologi dan tidak melebihi ambang batas zat kimia Iswaranti, 2007 dalam
Syofia, 2010. Pendapat lain tentang makanan aman yaitu menurut Soekirman 2000, makanan dapat dikatakan aman apabila kecil kemungkinan atau sama
sekali tidak mungkin menjadi sumber penyakit atau yang dikenal sebagai penyakit yang bersumber dari makanan
foodborne disease
. Oleh sebab itu, makanan harus dipersiapkan, diolah, disimpan, diangkut dan disajikan dengan serba bersih
dan telah dimasak dengan benar. Pangan jajanan yang sehat dan aman adalah pangan jajanan yang bebas
daribahaya fisik, cemaran bahan kimia dan bahaya biologis Direktorat PerlindunganKonsumen, 2006. Bahaya tersebut adalah bahaya fisik seperti isi
stapler, batukerikil, rambut, kaca.Bahaya kimia seperti cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun, jengkol. Bahaya biologis dapat disebabkan oleh
mikroba patogen penyebab keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang, dan bakteri.
Tanda-tanda umum bagi makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara
lain:berlendir, berjamur, aroma dan rasa atau warna makanan berubah. Khusus untuk makanan olahan pabrik, bila melewati tanggal kadaluwarsa, atau terjadi
karatkerusakan pada kemasan, makanan kaleng tersebut harus segera dimusnahkan.
2.7 Penyuluhan dan Perubahan Perilaku
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kesehatan kelompok, atau masyarakat Blum,
1974. Upaya yang dilakukan untuk perubahan perilaku yaitu ada dua cara melalui paksaan atau koersi dan juga melalui pendidikan. Upaya perubahan perilaku
melalui paksaan bisa berupa undang-undang, peraturan-peraturan dan juga sanksi. Cara ini menimbulkan dampak yang cepat terhadap perubahan perilaku
akan tetapi tidak bersifat langgeng karena tidak didasari dengan pengertian dan kesadaran yang tinggi. Upaya perubahan perilaku melalui pendidikan dengan cara
persuasi, bujukan, imbauan, memberikan infomasi dan kesadaran. Dalam rangka peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukatif lebih tepat
dibandingkan dengan pendekatan koersi. Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan,
keterampilandan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahandalam kehidupannya demi tercapainya
perbaikan kesejahteraan keluarga yangingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.
Menurut Green dalam Notoatmodjo 2007 bahwa faktor perilaku sendiriditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :