2.3. Teori Kepuasan Kerja
Beberapa teori yang terkait dengan kepuasan kerja seseorang menurut Mangkunegara 2004, antara lain adalah:
1. Teori Keseimbangan Equity Theory
Teori keseimbangan dikemukakan oleh Adam. Menurut Wexley dan Yuki 1997, komponen utama dari teori ini adalah input, outcome,
comparison person dan equity-in-equity. Input merupakan semua nilai yang diterima pegawai yang dirasakan dapat membantu mereka dalam
menjalankan pekerjaannya. Misalnya : pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome adalah semua nilai
yang diperoleh dan dirasakan pegawai sebagai hasil dari pekerjaannya. Misalnya : upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan
kembali, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi
yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan
perbandingan input-outcome pegawai lain. Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang equity maka pegawai tersebut akan
merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang inequity dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation equity
ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinyadan sebaliknya, under compensation inequity ketidakseimbangan yang menguntungkan
pegawai lain yang menjadi pembanding. 2.
Teori Perbedaan Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Poter. Poter menyebutkan
bahwa kepuasan pegawai dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
pegawai. Kepuasan seorang pegawai tergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dengan apa yang diharapkannya. Apabila yang
didapatkannya lebih besar dari apa yang diharapkannya maka pegawai
tersebut akan menjadi puas, sebaliknya apabila yang didapatkannya lebih rendah dari yang diharapkan maka pegawai akan merasa tidak puas.
Menurut teori perbedaan, kepuasan sangat dipengaruhi oleh perbandingan dalam kecocokkan antara hasil yang seseorang inginkan
dari sebuah pekerjaan dengan pandangan terhadap hasil yang mereka peroleh. Jika seseorang memandang hasil yang diperolehnya lebih dari
yang diharapakan, maka semakin besar kepuasan yang dirasakannya. 3.
Teori Pandangan Kelompok Social Reference Group Theory Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung
pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok, yang oleh pegawai dianggap sebagai
kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan
merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
4. Teori Pemenuhan Kebutuhan Need Fulfillment Theory
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas
apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu
pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.
5. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Herzberg
membagi faktor-faktor kepuasan kerja pegawai menjadi dua, yaitu faktor motivator dan faktor hygiene.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Herzberg ditemukan ada dua serangkaian kondisi. Pertama, kondisi ekstrinsik yaitu suatu
keadaan pekerjaan yang menghasilkan ketidakpuasan jika kondisi ekstrinsik tersebut tidak ada. Kondisi ekstrinsik merupakan faktor yang
dapat membuat orang tidak puas, dengan kata lain dapat disebut sebagai
faktor pemeliharaan atau faktor hygiene, yang terdiri dari gaji dan upah, kondisi kerja, peraturan dan kebijakan, hubungan antar pribadi dan
kualitas pengawasan. Kedua, kondisi intrinsik yang dapat dikatakan sebagai isi pekerjaan yaitu kondisi yang dapat menggerakkan tingkat
motivasi kerja sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik, namun bila kondisi ini tidak ada, maka tidak akan menimbulkan rasa
ketidakpuasan yang berlebihan. Kondisi ini disebut sebagai faktor motivator, yang terdiri dari prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab dan pengembangan potensi individu. Herzberg dalam Robbins 2001 menyimpulkan penelitiannya,
bahwa jawaban yang diberikan orang-orang ketika mereka merasa senang mengenai pekerjaan mereka secara bermakna berbeda dari
jawaban yang diberikan ketika mereka merasa tidak senang. Bila pegawai yang ditanyai merasa senang mengenai pekerjaan mereka,
mereka cenderung menghubungkan karakteristik faktor intrinsik ke diri mereka sendiri. Di pihak lain, bila mereka tidak merasa puas mereka
cenderung mengutip faktor-faktor ekstrinsik. Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, Herzberg berpendapat apabila
pimpinan perusahaan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas,
yaitu dengan menggunakan faktor-faktor motivasional yang bersifat intrinsik.
6. Teori Pengharapan Exceptancy Theory
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis 1985
mengemukakan bahwa Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan
penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
2.4. Kinerja