Analisis Faktor-Faktor Kunci Kesuksesan Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Tenaga Kependidikan Pada Institut Pertanian Bogor

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada abad pengetahuan, banyak perubahan-perubahan terjadi karena perkembangan teknologi yang pesat, perkembangan dan pertumbuhan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi serta transformasi nilai-nilai budaya. Perubahan tersebut, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk persaingan antar perguruan tinggi. Perguruan tinggi selaku lembaga pendidikan harus mampu menghasilkan SDM yang berkualitas dan memiliki keunggulan. Keberadaan peran SDM yang berkualitas dapat dijadikan sebagai kunci penolong dalam menghadapi tantangan globalisasi, berperan dalam pencapaian tujuan suatu perguruan tinggi dan mampu bersaing dalam dunia pendidikan.

Menurut Drucker dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006), kunci sukses untuk meningkatkan kesejahteraan serta kualitas kehidupan individu maupun kelompok kerja pada suatu organisasi, yaitu adanya penemuan dan pendalaman atas ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu sebagai anggota dari organisasi secara berkelanjutan. Dalam menyikapi berbagai arah perubahan, maka setiap individu harus terus-menerus menumbuhkembangkan kompetensinya, baik kompetensi intelektual, emosional maupun spiritual. Selain itu, menghadapi perubahan dan perkembangan pengetahuan menuntut setiap organisasi termasuk perguruan tinggi untuk menentukan strategi yang tepat agar mampu bersaing dan bertahan.

Salah satu strategi yang dapat dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk memiliki SDM yang berkualitas dan berpengetahuan serta mengurangi kesenjangan pengetahuan adalah dengan memanfaatkan suatu cara yang sering disebut manajemen pengetahuan. Hal ini penting dilakukan karena perguruan tinggi merupakan organisasi yang dicirikan sebagai organisasi pencipta pengetahuan, penyebaran pengetahuan dan learning organization. Selain itu, penerapan manajemen pengetahuan dapat dijadikan sebagai suatu kunci untuk terlaksananya kegiatan perguruan tinggi yang


(2)

tertuang dalam Tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perguruan tinggi melibatkan proses penciptaan, penyebaran dan proses pembelajaran sehingga dalam merumuskan strategi organisasi yang berbasis pengetahuan haruslah memperhatikan kompetensi pegawainya. Dengan penerapan manajemen pengetahuan, pegawai dapat berbagi ilmu pengetahuan yang berguna untuk saling menunjang pekerjaan, memperluas dan memperdalam perspektif serta memperluas cara pandang pegawai dalam bekerja yang berdampak positif terhadap kemajuan suatu perguruan tinggi.

Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu dari lima besar perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia di samping UGM, ITB, UI dan ITS. Oleh karena itu, IPB harus mampu mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki guna mencapai visi dan misi IPB serta dapat bersaing dengan perguruan tinggi lainnya dan mempertahankan prestasinya sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Apalagi, saat ini IPB kembali ke perguruan tinggi negeri dengan status hukum seperti perguruan tinggi-perguruan tinggi yang lain sehingga persaingan antar tinggi-perguruan tinggi semakin ketat. Tidak hanya persaingan antar perguruan tinggi di dalam negeri, IPB juga diharapkan dapat bersaing dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain yang ada di dunia. Adapun peringkat IPB tahun 2012 baik berdasarkan peringkat nasional maupun internasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Peringkat IPB secara nasional dan internasional tahun 2012

World Rank

Top

South-East Asia Indonesia University

249 8 1 Universitas Gadjah Mada 277 9 2 Institute of Technology Bandung

365 10 3 University of Indonesia

898 26 4 Institut Teknologi Sepuluh November

1024 27 5 Bogor Aqricultural University

Sumber : Webometrics Januari 2012

Institut Pertanian Bogor sebagai lembaga pendidikan, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) didukung oleh tenaga kependidikan yang merupakan sumber daya manusia yang


(3)

penting di IPB. Tenaga kependidikan berperan sebagai motor penggerak administratif dan kependidikan proses belajar mengajar. Mengingat tenaga kependidikan berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi, maka tenaga kependidikan perlu mendapat perhatian dan perlu dilakukan pengembangan-pengembangan agar kualitas tenaga kependidikan semakin meningkat. Berdasarkan data institusi yang ada di Balanced Scorecard khususnya dalam perspektif Capacity Building, kinerja tenaga kependidikan masih dalam kategori cukup baik. Sedangkan untuk kompetensi dari tenaga kependidikan sudah dalam kategori baik. Oleh karena itu, tenaga kependidikan butuh perhatian yang lebih agar kinerja kedepannya dapat lebih baik lagi yang nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja institusi.

Tenaga kependidikan di IPB berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, usia, adat istiadat dan kepribadian. Hal ini menyebabkan setiap individu memiliki kemampuan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, IPB dituntut untuk dapat mengelola dan mengembangkan kemampuan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kependidikan dengan menerapkan manajemen pengetahuan.

Adanya penerapan manajemen pengetahuan menjamin penggunaan penuh dasar pengetahuan institusi, ditambah keahlian, kompetensi, pemikiran, inovasi, dan ide individual potensial untuk menciptakan institusi yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, manajemen pengetahuan berarti memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk keunggulan institusi dan mencegah hilangnya kekayaan intelektual yang menjadi aset bagi institusi.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam menghadapi persaingan dalam bidang pendidikan, ternyata IPB telah memanfaatkan penerapan manajemen pengetahuan yang dapat digunakan untuk menjalankan transformasi dan membangun keunggulan. Dengan adanya manajemen pengetahuan, IPB mampu menjadi lima besar perguruan tinggi terbaik di Indonesia dan saat ini sedang melakukan pengembangan-pengembangan untuk menjadi World Class University.


(4)

Keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan di IPB terbukti dari masuknya IPB ke dalam nominasi Indonesian MAKE (Most Admire Knowledge Enterprise) award pada tahun 2011 yang merupakan award untuk organisasi yang telah menerapkan manajemen pengetahuan (Lampiran 2). Penghargaan ini dilakukan oleh organisasi konsultan, yaitu Dunamis yang merupakan organisasi yang memberikan penghargaan kepada suatu organisasi yang dianggap telah menerapkan manajemen pengetahuan. Namun, IPB belum berhasil memenangkan award tersebut yang berarti adanya beberapa hal mengenai penerapan manajemen pengetahuan belum dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu, IPB harus memahami faktor-faktor yang menjadi kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan. Mendasari hal tersebut, pentingnya penelitian ini dilakukan agar dapat membantu IPB melihat sejauh mana penerapan manajemen pengetahuan yang telah dilaksanakan berdasarkan faktor-faktor yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana penerapan faktor-faktor kunci kesuksesan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor?

2. Bagaimana perbedaan antara tingkat kepentingan yang diharapkan dan kinerja aktual dari tiap-tiap faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor?

3. Apa saja faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor.

2. Menganalisis perbedaan antara tingkat kepentingan yang diharapkan dan kinerja aktual dari tiap-tiap faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor.


(5)

3. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi institusi mengenai faktor-faktor kunci yang mempengaruhi kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan sehingga dapat menjadi informasi pendukung dan tambahan dalam merumuskan strategi pada Institut Pertanian Bogor 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan bahan

referensi bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai manajemen pengetahuan pada suatu organisasi atau institusi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji bentuk-bentuk penerapan manajemen pengetahuan di Institut Pertanian Bogor, mengkaji perbedaan serta menganalis faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja aktualnya. Faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan yang diujikan pada penelitian ini antara lain perhatian, penilaian, pemberdayaan pegawai, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi (pelatihan), aktivis pengetahuan (kepemimpinan dalam organisasi), sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan dan penghapusan batasan organisasi. Responden dalam penelitian ini yaitu tenaga kependidikan berstatus PNS di lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga.


(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Wolf dalam Munir (2008) menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang terorganisasi sehingga dapat diterapkan untuk pemecahan masalah. Selain itu, pengetahuan menurut Turban et al (Munir,2008) merupakan informasi yang telah dianalisis dan diorganisasi sehingga dapat dimengerti dan digunakan untuk memecahkan masalah serta mengambil keputusan.

Menurut Drucker dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006), pengetahuan merupakan informasi yang terstruktur dan terpakai secara merata dan digunakan untuk memberikan arahan agar terjadi proses transformasi (proses kerja) yang efisien dan efektif, sekaligus informasi itu dibutuhkan untuk pengendalian hasil.

Pengertian pengetahuan lainnya dikemukakan oleh Davenport dan Prusak yaitu pengetahuan atau knowledge bukanlah data, bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya. Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan (Munir,2008). Menurut Probst, Raub, dan Romhardt dikutip dari Munir (2008), pengetahuan adalah keseluruhan kognisi dan keterampilan yang digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah dan kapasitas untuk melakukan tindakan yang efektif.

Davidson dan Voss dalam Munir (2008) mengatakan bahwa mengelola knowledge merupakan cara organisasi mengelola karyawan dan berapa lama menghabiskan waktu untuk menggunakan teknologi informasi. Selain itu, knowledge merupakan pengetahuan, pengalaman, informasi faktual dan pendapat para pakar. Pengetahuan juga dianggap sebagai sumber dari daya saing.

Menurut Liebowitz dan Beckam dalam Munir (2008) menyatakan bahwa keahlian merupakan penggunaan pengetahuan secara pantas dan tepat untuk memecahkan masalah, meningkatkan kinerja, dan mencapai hasil luar biasa. Orang yang banyak pengetahuan belum tentu dapat menggunakan


(7)

secara efektif pengetahuan-pengetahuan itu tanpa pengalaman terus menerus, menerapkan pengetahuan tersebut dan mengakumulasi hasil pembelajarannya dalam bentuk pengetahuan baru yang berkualitas. Apabila keahlian-keahlian yang ada di organisasi dikombinasikan menjadi kemampuan untuk menghasilkan barang atau jasa atau proses dengan kualitas prima, maka kombinasi keahlian itu disebut sebagai kapabilitas organisasi. Proses inilah yang menjadi suatu hierarki pengetahuan menurut Liebowitz dan Beckam. Adapun struktur hierarki pengetahuan tersebut dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 1. Hierarki pengetahuan (Liebowitz dan Beckam dalam Munir, 2008)

2.1.1Data, Informasi dan Pengetahuan

Pemahaman antara data, informasi, dan pengetahuan lebih mudah diperoleh bila dilihat dari nilai hierarkinya. Data pada dasarnya berupa simbol-simbol, fakta-fakta, angka-angka, grafik, peta, atau hasil observasi. Informasi adalah data yang telah ditambahkan makna tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terkait dengan penjelasan, interpretasi, yang

Kapabilitas Organisasi

Simbol Data Informasi Pengetahuan


(8)

ada hubungannya dengan materi atau objek, peristiwa, atau proses tertentu. Data berubah menjadi informasi ketika data telah melalui pengkategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan, yaitu informasi yang telah dievaluasi, disusun dan dikelola serta diberi tujuan (Sangkala, 2007).

Perbedaan antara data, informasi dan pengetahuan terletak pada masalah derajat kedalamannya. Pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang lebih mendalam dibandingkan informasi, apalagi data.

Menurut Maholtra dalam Munir (2008) pengetahuan berasal dari informasi, seperti informasi berasal dari data. Apabila informasi menjadi pengetahuan, manusia harus melakukannya secara virtual. Adapun cara transformasi informasi menjadi pengetahuan dapat dilakukan dengan cara seperti berikut :

1. Pembandingan (comparison), yaitu membandingkan situasi saat ini dengan situasi yang pernah dihadapi dulu.

2. Konsekuensi (consequences), yaitu membicarakan dampak yang disebabkan oleh informasi yang baru diterima terhadap keputusan yang diambil.

3. Hubungan (connection), yaitu hubungan antara informasi mengenai hal-hal pada waktu lalu dengan informasi mengenai suatu hal-hal yang baru dimiliki.

4. Percakapan (conservation), yaitu pendapat dan pandangan orang-orang akan informasi yang didapat.

2.1.2Komponen Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil pembelajaran dalam menghadapi suatu masalah yang unik dalam situasi dan kondisi yang unik pula. Oleh karena itu, pemahaman mengenai pengertian pengetahuan perlu ditingkatkan dengan cara mengetahui komponen-komponen kunci dari pengetahuan. Menurut Devenport dan Prusak dalam Munir (2008), komponen kunci dari pengetahuan terdiri atas pengalaman, kebenaran, penalaran, petunjuk-praktis (rule-of-thumbs), nilai-nilai, serta keyakinan (belief).


(9)

1. Pengalaman (Experience)

Pengalaman merujuk pada apa yang pernah dilakukan dan apa yang pernah dialami di masa lalu. Pengetahuan terus berkembang melalui pengalaman, pelatihan, buku-buku yang dibaca, nasihat-nasihat mentor dan pembelajaran informal di dalam maupun di luar organisasi. Pengalaman memberikan perspektif historis dalam memandang dan memahami suatu situasi yang baru.

2. Kebenaran mendasar (Ground Truth)

Kebenaran mendasar merujuk pada mengetahui apa yang benar-benar terjadi dan apa yang tidak terjadi. Dengan menghadapi berbagai kebenaran mendasar selama menjalani kehidupan, manusia terus mengubah pengetahuannya.

3. Penalaran (Judgement)

Pengetahuan dapat membuat manusia menalar dan memodifikasi pengetahuan yang telah dimiliki sebagai respon terhadap situasi dan informasi-informasi baru yang diperoleh.

4. Petunjuk-praktis (Rule of Thumb) dan Intuisi (Intuition)

Petunjuk praktis adalah tindakan manusia yang terbentuk dan berkembang dari pengalaman coba-coba dan observasi dalam waktu panjang. Hal ini akan membentuk solusi jalan pintas untuk masalah-masalah baru yang mirip dengan masalah-masalah-masalah-masalah terdahulu yang telah pernah berhasil dipecahkan. Sedangkan intuisi adalah keahlian-keahlian yang telah dipadatkan, sulit dipisah-pisahkan karena seolah-olah telah menjadi kesatuan.

5. Nilai-Nilai (Value) dan Keyakinan (Belief)

Nilai-nilai serta keyakinan orang-orang yang berada di dalam dan luar organisasi sangat mempengaruhi pengetahuan organisasi. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai serta keyakinan mempengaruhi pemikiran dan tindakan manusia.

2.1.3Jenis-Jenis Pengetahuan

Nonaka diacu Munir (2008) menyatakan bahwa pengetahuan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu tacit knowledge (pengetahuan implisit) dan


(10)

explicit knowledge (pengetahuan eksplisit). Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan, atau dibagi dengan orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik, petunjuk praktis termasuk ke dalam jenis pengetahuan terbatinkan. Tacit knowledge juga merupakan pengetahuan yang sangat bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk.

Tacit knowledge memiliki dua dimensi. Pertama, dimensi teknis yang mencakup berbagai macam keterampilan atau keahlian yang sulit diformulasikan. Dimensi ini sangat subjektif dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tersebut sangat bersifat pribadi, intuitif, dugaan dan inspirasi yang muncul dari pengalaman. Kedua, dimensi kognitif yang terdiri dari kepercayaan, persepsi, idealisme, nilai-nilai, emosi dan mental model sehingga dimensi ini tidak mudah diartikulasikan.

Pengetahuan eksplisit disebut sebagai pengetahuan yang dapat diekspresikan dalam kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk formula ilmiah, spesifikasi, prosedur operasi standar, bagan, manual-manual, dan prinsip-prinsip universal (Sangkala, 2007). Pengetahuan eksplisit dapat diteruskan dari satu individu ke individu lain secara formal dan sistematis. Perbedaan mendasar antara kedua jenis pengetahuan dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 2. Perbedaan antara dua jenis pengetahuan

Pengetahuan Tacit (Subjektif) Pengetahuan Explisit (Objektif) • Knowledge of experience (tubuh)

Simultaneous knowledge (di sini dan saat ini)

Analog knowledge

Knowledge of rationality (pikiran) • Sequential knowledge (di sana dan saat

itu)

Digital knowledge (teori)

Sumber : Nonaka & Takeuchi dalam Munir (2008)

Munir (2008) menyatakan bahwa pengetahuan juga dapat dibedakan berdasarkan tipenya, yaitu declarative (knowledge about), procedural (know-how), causal (know-why), conditional (know-when), dan relational (know-with). Pengetahuan ini berguna untuk pemetaan dan pengelolaan knowledge di organisasi. Namun, untuk kepentingan audit pengetahuan


(11)

organisasi digunakan kategorisasi pengetahuan berdasarkan tingkatan yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu, pengetahuan inti (core knowledge), pengetahuan lanjut (advanced knowledge) dan pengetahuan inovatif (innovative knowledge).

Pengetahuan inti (core knowledge) merupakan tingkat dan cakupan pengetahuan yang dibutuhkan hanya untuk sekedar dapat beroperasi dalam industri atau lingkungan di mana organisasi berada. Dalam skala industri, pengetahuan inti diperlukan sebagai penghalang masuk industri karena pengetahuan ini pasti dan harus dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang bermain dalam industri yang bersangkutan.

Pengetahuan lanjut atau advanced knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki perusahaan dan ingin dipertimbangkan sebagai pemain tangguh dalam industrinya atau organisasi nirlaba yang ingin mempunyai kinerja prima. Pengetahuan ini dapat membuat perusahaan melakukan serangan dalam persaingan karena setiap perusahaan memiliki perbedaan pengetahuan. Perbedaan inilah yang membuat perusahaan dapat melakukan diferensiasi.

Pengetahuan inovatif (innovative knowledge) merupakan pengetahuan yang membuat perusahaan mampu menjadi pemimpin dalam persaingan. Pengetahuan ini membuat perusahaan melakukan diferensiasi yang sangat berarti dibandingkan para pesaingnya. Pengetahuan ini juga dapat mengubah basis persaingan dalam industri. Selain itu, menurut Machluop dalam Munir (2008) meyatakan bahwa ada tiga jenis pengetahuan yaitu knowing that, knowing what, dan knowing how. Knowing that berhubungan dengan pengetahuan proporsi seperti kebenaran (truth). Knowing what menggambarkan bahwa kebanyakan orang merasa mengetahui tentang suatu hal yang kompleks sebenarnya hanya mengetahui sebagian saja dari keseluruhan pengetahuan tersebut. Sedangkan knowing how merupakan jenis pengetahuan dimiliki organisasi karena berhubungan dengan kemampuan melakukan suatu tugas atau kegiatan. Know why merupakan level pengetahuan yang dapat membuat seseorang mampu memanfaatkan


(12)

pengetahuan-pengetahuan di tingkat know-what dan know how untuk menghasilkan penyempurnaan-penyempurnaan dan inovasi.

2.1.4Penciptaan Pengetahuan

Faktor budaya memegang peran sangat penting dalam mendukung proses penciptaan knowledge organisasi dan keberhasilan knowledge management di organisasi. Berbagi knowledge berarti setiap anggota organisasi menyadari pentingnya knowledge bagi organisasi, bersama-sama ingin membangun knowledge organisasi, serta rela membagai ilmunya dengan anggota lain. Adapun strategi membangun budaya knowledge sharing di dalam diri SDM organisasi menurut Setiarso et al (2009) adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan budaya knowledge sharing di organisasi 2. Membangun rasa saling percaya di antara SDM organisasi

3. Adanya sistem penghargaan (reward) untuk karyawan yang banyak melakukan aktivitas berbagi knowledge.

4. Rotasi kerja

5. Menyediakan sarana atau media dalam melakukan aktivitas berbagi knowledge.

6. Adanya dukungan dari pemimpin dan jajaran manajemen akan penerapan knowledge management.

Menurut Nonaka dan Takeuchi (Munir, 2008), terdapat empat proses penciptaan (kreasi) pengetahuan yaitu sosialisasi (Socialization), eksternalisasi (Externalization), kombinasi (Combination), dan internalisasi (Internalization). Keempat proses penciptaan ini sering disebut sebagai spiral SECI yang menunjukkan semakin sering proses konversi pengetahuan, semakin mendalam pemahaman yang bersangkutan.

a. Sosialisasi (Socialization)

Sosialisasi adalah konversi pengetahuan tacit ke pengetahuan tacit dengan cara proses sharing dan melalui interaksi serta pengalaman langsung Proses ini digunakan untuk menekankan pada pentingnya kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan tacit. Selain itu, proses sosialisasi


(13)

dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dengan mengubah tacit knowledge para trainer manjadi tacit knowledge para karyawan (Setiarso et al, 2009).

b. Eksternalisasi (Externalization)

Eksternalisasi merupakan pengartikulasian pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Pengetahuan tacit diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototype sehingga dapat dimengerti oleh semua pihak.

c. Kombinasi (Combination)

Merujuk pada konversi pengetahuan dari pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit. Proses ini mengkombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda untuk disusun ke dalam sistem knowledge management. Pengetahuan dipertukarkan dan dikombinasikan melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat-rapat, percakapan telepon, dan kombinasi melalui jaringan komputer.

d. Internalisasi (Internalization)

Merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tacit. Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan knowledge sumber daya manusia yang didukung oleh alat batu pencarian dan pengambilan dokumen.

2.2. Manajemen Pengetahuan

Menurut Horwitch dan Armacost (Sangkala, 2007), mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan cepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.

Di lain pihak, menurut Davidson dan Voss dalam Sangkala (2007) mengungkapkan bahwa manajemen pengetahuan sebagai sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan


(14)

kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Manajemen pengetahuan juga merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan dapat mengenali dimana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan.

Knowledge Transfer International (KTI) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah asset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Manajemen pengetahuan mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaiman menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif.

The American Productivity and Quality Centre mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai strategi dan proses pengidentifikasian, menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing. Manajemen pengetahuan lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan, bukan demi pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada suatu sarana untuk menemukan cara yang memungkinkan anggota perusahaan menjalankan proses bisnisnya lebih cepat, lebih baik, dan biaya yang lebih efisien.

2.2.1Penerapan Manajemen Pengetahuan

Penerapan knowledge management pada suatu organisasi merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup perubahan perilaku semua karyawan. Upaya perubahan ini perlu sinkronisasi dengan keseluruhan strategi pelaksanaan organisasi. Menurut Birkinsaw dalam Setiarso et al (2009) menggarisbawahi tiga kenyataan yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya knowledge management, yaitu :

a. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga mendaur-ulang knowledge yang sudah ada.

b. Teknologi informasi belum sepenuhnya dapat menggantikan funsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi.

c. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat


(15)

upaya-upaya khusus. Padahal, knowledge itu sudah dimiliki sebuah organsasi sejak lama.

Sebelum menerapkan manajemen pengetahuan, beberapa dimensi perubahan perlu dipahami. Beberapa dimensi perubahan tersebut adalah : 1) dimensi konseptual, yaitu terkait dengan kemampuan organisasi mengembangkan konstruksi yang terintegrasi untuk mendiskusikan pengetahuan yang akan digunakan oleh organisasi, 2) dimensi perubahan itu sendiri, terkait dengan tingkat resistensi dan stabilitas ketika menerapkan manajemen pengetahuan. 3) aspek pengukuran, yaitu terkait dengan aspek apakah penerapan manajemen pengetahuan sudah sesuai dengan jalur yang telah ditentukan atau tidak, 4) aspek struktur organisasi, yaitu terkait dengan penyusunan peran dan tanggung jawab yang diperlukan supaya penerapan manajemen pengetahuan efektif, 5) isi pengetahuan, yaitu pandangan mengenai pengetahuan sebagai produk, 6) dimensi alat, yaitu terkait dengan ketersediaan sarana mendapatkan pengetahuan.

Tiwana dalam Sangkala (2007) menyatakan sepuluh langkah strategi untuk menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain : 1. Analisis infrastruktur yang ada.

2. Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis. 3. Mendesain infrstruktur manajemen pengetahuan.

4. Mengaudit asset dan sistem pengetahuan yang ada. 5. Mendesain tim manajemen pengetahuan.

6. Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan. 7. Pengembangan sistem manajemen pengetahuan. 8. Prototype dan uji coba.

9. Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan.

10. Evaluasi kinerja, mengukur ROI dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.

2.2.2Aktivitas dan Pentingnya Manajemen Pengetahuan pada Organisasi

Tannebaum dalam Sangkala (2007) menjelaskan mengenai beberapa karekteristik aktivitas manajemen pengetahuan yang terdiri dari :


(16)

1. Pengembangan database organisasi mengenai pelanggan, masalah yang bersifat umum dan pemecahannya.

2. Mengenali para ahli internal, memperjelas apa yang mereka ketahui, dan mengembangkan kamus yang menjelaskan sumber daya internal kunci dan mengenali bagaimana menemukannya.

3. Mendapatkan dan menangkap pengetahuan dari para ahli untuk disebarkan ke yang lain.

4. Mendesain struktur pengetahuan yang membantu mengelola informasi dalam suatu cara yang dapat di akses dan siap diaplikasikan.

5. Menciptakan forum bagi orang-orang yang ada di dalam perusahaan untuk berbagi pengalaman dan ide.

6. Memanfaatkan groupware sehingga memungkinkan berbagai macam orang di lokasi yang berbeda dapat berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama, dan mencatat informasi di dalam suatu domain pengetahuan yang telah dipilih.

7. Bertindak untuk mengenali, mempertahankan talenta orang-orang yang memiliki pengetahuan yang diperlakukan di dalam bidang kegiatan utama bisnis.

8. Mendesain pelatihan dan aktivitas pengembangan lainnya untuk menilai dan membangun pengetahuan internal.

9. Menerapkan praktik penghargaan, pengakuan dan promosi yang mendorong berlangsungnya kegiatan berbagi informasi antaranggota maupun antarunit di dalam organisasi.

10. Membantu pekerjaan serta meyediakan alat-alat yang mendukung kinerja sehingga memungkinkan setiap orang menilai dan menerapkan pengetahuan apabila diperlukan.

11. Memaknai database pelanggan, produk, transaksi, atau hasil dengan mengenali kecenderungan dan menggali informasi sebanyak mungkin. 12. Mengukur modal intelektual di dalam upaya mengelola pengetahuan

yang lebih baik.

13. Menangkap dan menganalisis informasi yang terkait dengan perhatian pelanggan, pilihan-pilihan dan kebutuhan dari lapangan, front line atau


(17)

personil bagian pelayanan didorong untuk mampu memahami dengan lebih baik terhadap kecenderungan pelanggan.

Knowledge management yang sukses tidak hanya karena komputer yang impresif, tetapi sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu :

a. Alur knowledge yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi/institusi.

b. Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan knowledge tersebut.

c. Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan knowledge.

Saat ini, banyak perusahaan atau praktisi meyakini bahwa knowledge management telah menjadi faktor penentu keberhasilan perusahaan dan merupakan suatu hal yang penting dengan alasan sebagai berikut :

1. Era ekonomi yang baru akan mengacu pada era ekonomi pengetahuan. Daya saing perusahaan lebih ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang dapat diinstitusionalkan menjadi disiplin organisasi dan pengetahuan yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri bersumber dari manusia. 2. Efektivitas knowledge management dipengaruhi oleh kualitas

lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya proses berbagi pengetahuan dan pemaknaan sebuah informasi yang dihasilkan oleh manajemen informasi. Sedangkan teknologi informasi berperan untuk mempermudah proses belajar, sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan pengetahuan organisasi dan pada akhirnya akan mempercepat kinera perusahaan.

3. Menurut Amidon dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) knowledge management merupakan kesimpulan akhir dari berbagai konsep manajemen dan merupakan sebuah konsep baru yang bersifat menyeluruh dan utuh yang fokus pada penciptaan dan implementasi pengetahuan dalan organisasi.


(18)

2.3. Faktor-Faktor Pendukung Manajemen Pengetahuan

Takeuchi dan Nonaka dalam Sangkala (2007) menyatakan bahwa enabling condition/context merupakan suatu ruang yang dapat menumbuhkembangkan munculnya hubungan antaranggota organisasi atau semacam konteks organisasi yang dapat berbentuk ruang, maya, mental atau mungkin gabungan ketiganya. Hal ini dalam konteks penciptaan pengetahuan penting karena pengetahuan merupakan sebuah dinamika, hubungan, dan berdasarkan tindakan manusia, tergantung kepada situasi dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, organisasi harus menyediakan kondisi yang memungkinkan karyawan dengan mudah terdorong dan termotivasi menciptakan pengetahuan.

Menurut Handzic dan Zhou (2005), enabler dari penerapan manajemen pengetahuan adalah konfigurasi faktor lingkungan organisasi dan teknologi. Konfigurasi knowledge management tersebut sering disebut sebagai faktor pencipta dan proses terlaksananya iklim pengetahuan dalam suatu organisasi. Adapun enabler tersebut terdiri dari : budaya organisasi, kepemimpinan, struktur organisasi, pengukuran kinerja dan ICT (Information and Communication Technology).

Sangkala (2007) menyatakan enabler condition atau faktor kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan dapat dipicu oleh tiga faktor utama, yaitu orang (sosial), organisasi, dan teknologi. Faktor manusia dalam penciptaan pengetahuan berfokus pada upaya bagaimana memicu orang untuk melakukan apa yang dapat dilakukannya, berfokus pada kemungkinan tingkat keterampilan, dan peran karyawan yang dapat dilakukan dalam organisasi. Kondisi sosial yang seharusnya tercipta dan dibangun terus-menerus oleh organisasi untuk mendorong penciptaan pengetahuan yaitu perhatian, penilaian, pemberdayaan, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi dan pekerja atau aktivis manajemen.

Kondisi organisasi yang dapat menciptakan pengetahuan adalah organisasi yang berkarakter pembelajar. Organisasi pembelajar mampu melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru, memiliki kemapuan


(19)

memperbaiki dan meningkatkan adaptabilitas serta kapasitasnya dalam memenuhi tuntutan lingkungan.

Setiap organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai. Strategi untuk menciptakan pengetahuan terlihat di dalam upaya organisasi menyusun langkah-langkah mendapatkan, menciptakan, mengakumulasi dan menggali pengetahuan.aktivitas tersebut merupakan tugas organisasi mengaitkan tujuan organisasi dengan pikiran dan perilaku karyawan.

Berbagi pengetahuan dalam suatu organisasi, membutuhkan waktu yang cukup banyak. Oleh karena itu, organisasi harus membantu aktivitas berbagi pengetahuan dengan memberi kemungkinan waktu yang tidak terlalu kaku sehingga karyawan memiliki ruang yang cukup untuk mampu merefleksikan, membingkai isu-isu, dan belajar dari berbagai kompetensi baru.

Menurut Sangkala (2007), beberapa unsur penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam membentuk kondisi organisasi yang berkarakter pembelajar, yaitu : fluktuasi dan kekacauan kreatif yang yang merangsang organisasi untuk berinteraksi dengan lingkungan luar, sistem yang terintegrasi ke dalam proses pekerjaan sehari-hari, redudansi yang berarti terjadinya tumpang tindihnya informasi mengenai aktivitas bisnis, tanggung jawab manajemen, dan organisasi secara keseluruhan. Redudansi menghasilakan pembelajaran karena bercampurnya informasi dari setiap persepsi individu. Cara ini membantu anggota organisasi memahami kegiatannya dan berbagai perspektif, membuat pengetahuan organisasi lebih cair dan lebih mudah dipraktikkan, menanamkan visi pengetahuan, mengelola percakapan; mengglobalkan pengetahuan local, ukuran sebagai patokan dalam menilai dan mengukur setiap aktivitas pengetahuan, pejuang pengetahuan, iklim keterbukaan, keperluan yang beragam, komunitas, kolaborasi dan dialog.

Berdasarkan penelitian Albers (2009), unsur kondisi organisasi seperti keterbukaan, kolaborasi, dialog/komunikasi, waktu belajar, mengelola percakapan, dan mengglobalkan pengetahuan lokal yang dipaparkan oleh Sangkala, termasuk faktor budaya pengetahuan yang mempengaruhi


(20)

kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan. Sedangkan kondisi teknologi informasi dan komunikasi hanyalah sebagai fasilitator dalam berbagi dan menciptakan pengetahuan untuk menghubungkan orang dengan orang lain serta untuk mengeksplisitkan pengetahuan.

Tabel 3. Penggabungan dan peringkasan indikator kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan menurut Chong dan Choi

No. Factor Research

1. Employee training

Choi (2000), Mody et al (2002), Garavan et al (2000), Hung et al (2005, Hwang(2003), Moffett et al (2003) and Salleh and Goh (2002)

2. Employee involment

Bhatt(2002), Binney (2001), Choi(2000), Hall (2001), Hung et al (2005), Moffett et al (2003) and Ryan and Prybutok (2001) 3. Teamwork Choi (2000), Civi (2000), Geraint (1998), Greengard (1998),

Has (2002), Mohrman et al (1996), Phillips (1994), and Ryan and Prybutok (2001)

4. Employee empowerment

Anahotu (1998), Bhatt (2002), Choi (2000), Martinez (1998), Senge (1991), Verespej (1999) and Moffett et al (2003)

5. Top management leadership and commitment

Abell and Oxbrow (1999), Choi (2000), Civi (2000), Davenport

et al (1998), Kalling (2003), Moffett et al (2003), Pemberton et al (2002), Ryan and Prybutok (2001) and Salleh and Goh (2002)

6. Removal of organizational constraints

Bonaventura (1997), Choi (2000), Clarke and Rollo (2001), Demarest (1997), McCune (1999), and McDermott and O’Dell (2001)

7. Information system infrastructure

Bhatt (2001), Bontis et al (2000), Choi (2000), Davenport et al

(1998), Kotorov and Hsu (2001), McCambell et al (1999), Moffett et al (2003) and Ryan and Prybutok (2001)

8. Knowledge based performance measurement

Choi (2000), Bassi and Van Buren (1999), Beijerse (2000), Carneiro (2001), Gooijer (2000), Martines (1998), Moffett et al

(2003) and Pearson (1999) 9. Knowledge

friendly culture

Choi (2000), Greengard (1998), Gupta et al (2000), Jager (1999), McDermott and O’Dell (2001), Ribiere (2001), Ryan and Prybutok (2001), Skyrme and Amidon (1997), and Wild et al (2002)

10. Benchmarking Choi (2000), Davis (1996), Day and Wendler (1998) and O’Dell and Grayson (1998)

11. Knowledge structure

Choi (2000), Davenport and Klahr (1998), Greco (1999), Hsieh

et al (2002), Ulrich (1998) and Wenge and Snyder (2000)

Source : Chong and Choi (2005)

Menurut jurnal Chong dan Choi (2005), kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan terdiri dari sebelas indikator yang merupakan faktor-faktor penting keberhasilan implementasi knowledge management. Sebelas indikator tersebut didapat dari peringkasan dan pengelompokkan prinsip-prinsip knowledge management yang banyak disarankan oleh peneliti, praktisi dan konsultan. Penggabungan dan peringkasan indikator kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan dapat dilihat pada


(21)

Tabel 3. Penggabungan dan peringkasan ini dilakukan karena aliran penelitian tentang knowledge management masih merupakan suatu teori yang baru. Belum ada penelitian yang jelas mendefinisikan batas-batas dan kerangka tentang knowledge management karena knowledge management melibatkan hampir setiap bidang bisnis. Sehingga, faktor-faktor keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan yang diusulkan terfragmentasi dan beragam.

Ada sebelas indikator kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan yang digunakan oleh Chong dan Choi dalam penelitiannya. Adapun indikator tersebut adalah pelatihan, keterlibatan karyawan, kerja tim dan kepercayaan, pemberdayaan karyawan, kepemimpinan manajemen puncak, sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan dan penghapusan batasan organisasi.

2.4. Penelitian Terdahulu

Choi (2000) melakukan penelitian mengenai studi empiris faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi manajemen pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan manajemen pengetahuan. Adapun faktor-faktor penting yang diteliti oleh Choi antara lain pelatihan karyawan, keterlibatan karyawan, kerja sama, pemberdayaan karyawan, kepemimpinan manajemen puncak dan komitmen, batasan organisasi, infrastruktur sistem informasi, pengukuran kinerja, iklim kepercayaan, benchmarking, dan struktur pengetahuan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang tercatat dalam database klien Organisasi Gallup. Metode penelitian yang digunakan adalah survei cross sectional, analisis dekriptif, analisis regresi multiply dan uji t.

Hasil penelitian Choi (2000) menyatakan bahwa organisasi menanggapi dan menyadari akan pentingnya KM dalam hal kinerja organisasi mereka saat ini dan masa depan. Sebagian besar organisasi melihat bisnis mereka sebagai pengetahuan intensif. Teknologi informasi


(22)

adalah salah satu faktor yang paling sering diimplementasikan dalam manajemen pengetahuan. Namun, kebanyakan organisasi tidak percaya bahwa seorang spesialis KM seperti Chief Knowledge Officer (CKO) atau konsultan eksternal diperlukan untuk manajemen pengetahuan yang efektif.

Selain itu, studi ini menemukan bahwa kepemimpinan manajemen puncak dan komitmen serta sedikitnya batasan organisasi merupakan faktor yang penting untuk keberhasilan KM dalam hal tingkat kepentingan yang diharapkan. Mengenai tingkat implementasi, sistem informasi infrastruktur dianggap sebagai hal yang penting bagi keberhasilan KM. Kemudian, Choi juga meneliti dampak dari karakteristik demografi (jenis organisasi, pendapatan tahunan, jumlah karyawan dan waktu investasi manajemen pengetahuan) pada faktor-faktor keberhasilan KM . Faktor KM berdasarkan tingkat kepentingan tidak dipengaruhi oleh jenis organisasi, pendapatan tahunan, jumlah karyawan, dan waktu investasi pada KM. Di sisi lain, faktor KM berdasarkan tingkat implementasi secara signifikan dipengaruhi oleh berbagai jenis organisasi dan waktu investasi. Namun, pendapatan tahunan dan jumlah karyawan tidak mempengaruhi faktor KM secara signifikan.

Chong (2005) melakukan penelitian mengenai faktor kritis dalam kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada perusahaan-perusahaan ICT di Malaysia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat persepsi dan implementasi manajemen pengetahuan dari sebelas identifikasi faktor keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan dan menguji perbedaan faktor tersebut antara bidang teknologi informasi dan komunikasi pada perusahaan yang beroperasi di Malaysia. Adapun sebelas faktor tersebut berupa pelatihan, keterlibatan karyawan, kerja tim dan kepercayaan, pemberdayaan karyawan, kepemimpinan manajemen puncak, sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan dan penghapusan batasan organisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis faktor dan uji t.

Semua faktor yang diujikan dianggap sangat penting untuk program kesuksesan penerapan manajemen, kecuali faktor penghapusan batasan organisasi. Manajer menengah pada perusahaan yang diteliti menjelaskan


(23)

bahwa perusahaan mereka belum berusaha untuk menghapus semua batasan ketika dilaksanakannya penerapan faktor-faktor penting manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, Chong pada penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor penghapusan batasan organisasi untuk melaksanakan program manajemen pengetahuan.

Windarti (2010) melakukan penelitian mengenai faktor lingkungan sumber daya manusia yang mendukung manajemen pengetahuan pada PT Unilever Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan manajemen pengetahuan, menganalisis kesenjangan antara tingkat harapan dengan tingkat aktual penerapan manajemen pengetahuan serta menganalisis faktor-faktor lingkungan sosial yang mempengaruhi kesuksesan impelementasi manajemen pengetahuan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji t, dan regresi linear berganda dengan signifikansi alfa yang digunakan yaitu 0.05.

Faktor lingkungan sumber daya manusia yang diujikan dalam penelitian ini meliputi perhatian, penilaian, pemberdayaan, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi (pelatihan), aktivitas pengetahuan (kepemimpinan manajemen puncak). Hasil penelitian yang dilakukan Windarti menunjukkan bahwa penerapan yang manajemen pengetahuan yang diterapkan perusahaan telah sesuai dengan harapan karyawan. kesenjangan atribut yang terbesar adalah faktor pemberdayaan karyawan yaitu “Dukungan Perusahaan terhadap pencarian keahlian/keunggulan yang dimiliki karyawan”. Kesenjangan terendah adalah faktor perhatian dengan yaitu “Setiap karyawan mengenal nama, jabatan, jobdesk, dan personality rekan di luar tim”.

Faktor-faktor kunci kesuksesan implementasi manajemen pengetahuan yaitu kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Semakin rendah tingkat kepercayaan dan semakin tinggi tingkat otonomi, pengungkitan kompetensi, keterlibatan serta pemberdayaan karyawan maka semakin tinggi tingkat kesuksesan implementasi manajemen pengetahuan pada PT Unilever Indonesia.


(24)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pada era pengetahuan, banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam segala aspek kehidupan. Hal ini, menuntut setiap organisasi termasuk perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor mempersiapkan cara-cara baru yang tepat dalam menyikapi semua yang terjadi agar tetap dapat berhasil dan bertahan dalam menghadapi persaingan. Kondisi tersebut mengakibatkan semakin pentingnya pengetahuan dalam mencapai suatu kesuksesan dalam bersaing. Oleh karena itu, IPB selaku lembaga pendidikan harus dapat mencapai apa yang menjadi visi dan misinya dengan membangun strategi yang berbasiskan pengetahuan dengan cara menerapkan manajemen pengetahuan dalam melaksanakan kegiatannya yang berupa Tridarma perguruan tinggi.

Penerapan manajemen pengetahuan merupakan suatu upaya dalam mengubah orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi menjadi SDM yang berpengetahuan dan berkualitas serta mengurangi kesenjangan pengetahuan yang ada dalam organisasi. Orang-orang yang ada dalam suatu organisasi merupakan jantung kesuksesan yang paling efektif sehingga konteks sumber daya manusia sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu, faktor organisasi dan teknologi juga berperan penting dalam menciptakan sumber daya yang berpengetahuan dan berguna sebagai indikasi penting dalam mencapai kesuksesan pada suatu organisasi.

Apabila manajemen pengetahuan diterapkan berdasarkan faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan manajemen pengetahuan, maka hal inilah yang nantinya akan menjadi kunci kesuksesan dalam penerapan manajemen pengetahuan. Faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan yang akan di uji dalam penelitian ini diambil berdasarkan penggabungan dan peringkasan dari teori Sangkala (2007) serta teori Chong dan Choi (2005). Adapun faktor-faktor tersebut yaitu perhatian, penilaian, pemberdayaan, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi (pelatihan), aktivis pengetahuan (kepemimpinan dalam organisasi), sistem


(25)

informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan dan penghapusan batasan organisasi.

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

Pada penelitian ini, digunakan dua alat analisis yaitu uji perbedaan rata-rata digunakan untuk menghitung dan mengidentifikasi besaran perbedaan antara tingkat kepentingan yang diharapkan dengan tingkat

Perbandingan derajat tingkat kepentingan yang diharapkan dengan derajat

kinerja aktual Era Pengetahuan

Strategi Mengembangkan Perguruan tinggi berbasis pengetahuan Visi dan Misi Institut Pertanian

Bogor

Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Manajemen Pengetahuan (Chong & Choi, 2005) dan (Sangkala, 2007)

1. Perhatian 8. Sistem Informasi 2. Penilaian 9. Pengukuran Kinerja 3. Pemberdayaan pegawai 10. Budaya Pengetahuan

4. Kepercayaan 11. Benchmarking(Pembandingan) 5. Otonomi 12. Struktur Pengetahuan

6. Pengungkitan Kompetensi 13. Penghapusan Batasan (Pelatihan) Organisasi

7. Aktivitas Pengetahuan

(Kepemimpinan Dalam Organisasi)  

Menerapkan Manajemen Pengetahuan

Kunci Kesuksesan

Penerapan Manajemen Pengetahuan

Mengetahui faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan yang

ada di Institut Pertanian Bogor (IPB)

Rekomendasi strategi Institut Pertanian Bogor


(26)

kinerja aktual terhadap atribut-atribut yang menyusun faktor-faktor penerapan manajemen pengetahuan. Kemudian, analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalis faktor-faktor apa saja yang menjadi kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan di Institut Pertanian Bogor. Hasil dari analisis tersebut diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jalan Raya Dramaga Kampus IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat-16680. Penelitian berlangsung selama tiga bulan yaitu dari bulan April sampai Juni 2012.

3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari hasil pengisian kuesioner oleh tenaga kependidikan Institut Pertanian Bogor. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data yang berupa daftar pernyataan yang dibagikan kepada objek penelitian atau responden yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada penelitian ini, penggunaan kuesioner merupakan hal yang pokok untuk pengumpulan data. Jenis pernyataan dalam kuesioner adalah pernyataan tertutup. Hasil kuesioner akan diterjemahkan dalam bentuk angka-angka, tabel, analisa statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Selain itu, data primer juga diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak terkait.

3.3.2Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari arsip data institusi, studi pustaka, literatur dan internet sebagai referensi pendukung dalam penyusunan penelitian ini.


(27)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode survei dan wawancara. Instrumen utama yang digunakan adalah dengan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Sebelum dilakukan pengumpulan data, terlebih dahulu melakukan pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur kuesioner kepada 30 tenaga kependidikan di IPB.

3.4.1Uji Validitas

Uji validitas digunakan dalam penelitian untuk mengukur ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Dalam pengujian instrumen pengumpulan data, validitas dapat dibedakan menjadi validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor satu dengan yang lain ada kesamaan). Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengorelasikan antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor), sedangkan pengukuran validitas item dengan cara mengorelasikan antara skor item dengan skor item total (Priyatno, 2008).

Uji validitas terhadap kuesioner dimaksudkan agar semua pertanyaan atau pernyataan berkaitan dengan apa yang diukur. Pertanyaan atau pernyataan juga harus berhubungan dengan objek yang akan diteliti dalam topik yang sama. Selanjutnya, penelitian harus melakukan uji korelasi dengan menggunakan rumus product moment dari Karl Pearson, yaitu : rix = ... (1)

Keterangan :

rix = koefisien korelasi (product moment pearson)

n = Jumlah responden

i = Skor masing-masing pertanyaan dari tiap responden x = Skor total semua pertanyaan dari tiap responden

Nilai korelasi r yang diperoleh dibandingkan dengan nilai pada tabel korelasi nilai r. Instrumen penelitian dinyatakan valid dan signifikan jika nilai r hitung lebih besar (>) dari nilai r tabel. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan kepada 30 responden. Berdasarkan hasil uji validitas, semua


(28)

butir pernyataan dinyatakan valid karena nilai korelasi yang lebih besar dari 0,361. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.4.2Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang (Priyatno, 2008). Suatu instrumen dikatakan reliabel jika instrumen tersebut menujukkan hasil pengukuran yang tidak mengandung bias atau bebas dari kesalahan pengukuran (error free). Arikunto (2009) menyatakan bahwa pengujian reabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, dengan rumus sebagai berikut:

r11 = ... (2)

Rumus varian yang digunakan adalah :

= ... (3) Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pertanyaan = jumlah ragam butir

= ragam total

X = nilai skor yang dipilih N = jumlah responden

Hasil uji reliabilitas yang diperoleh dari teknik cronbach’s alpha sebesar 0,982 dan dinyatakann reliabel karena lebih besar dari batas minimal 0,6. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.5. Teknik Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini yaitu nonprobability sampling dengan teknik cluster convenience sampling. Cluster convenience sampling merupakan teknik pengambilan sampel atau responden yang pemilihannya berdasarkan kelompok atau cluster dengan persyaratan sampel atau responden dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan. Pada penelitian ini, kelompok-kelompok yang ada di Institut


(29)

Pertanian Bogor berdasarkan unit kerja. Kemudian setelah itu digunakan fraksi untuk mendapatkan proporsi responden yang seimbang karena jumlah populasi tiap unit kerja berbeda-beda.

Pada penelitian ini, populasi diasumsikan berdistribusi normal. Ukuran responden diperoleh dari perhitungan secara matematis menggunakan rumus Slovin berikut :

n = ... (4) Keterangan :

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan yang dapat ditelorir

Jumlah tenaga kependidikan berstatus PNS di Institut Pertanian Bogor adalah 1655 orang. Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (e) ditentukan sebesar 0,1 atau 10 persen, maka jumlah sampel yang dibutuhkan minimal sebesar :

n =

Responden yang dijadikan sampel tersebar di setiap unit dengan jumlah yang proporsional. Penyebaran jumlah responden yang dijadikan sampel pada setiap unit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan proporsi sampel penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2012

Unit Jumlah Populasi Fraksi Jumlah Sampel

REKTORAT 893 893/1655*95=51 51 FAPERTA 105 105/1655*95=6 6

FKH 92 92/1655*95=5 5

FPIK 86 86/1655*95=5 5

FAPET 102 102/1655*95=6 6 FAHUTAN 70 70/1655*95=4 4

FATETA 108 108/1655*95=6 6 FMIPA 115 115/1655*95=7 7

FEM 41 41/1655*95=2 2

FEMA 43 43/1655*95=3 3

Jumlah 1655 95

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada responden dalam kuesioner menggunakan skala likert. Skala likert merupakan alat untuk


(30)

mengukur sikap dalam suatu penelitian. Sikap disini dapat berupa pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka dan kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek psikologis.

Pada penelitian mengenai derajat tingkat kepentingan yang diharapkan berdasarkan atribut dari setiap faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan, skala likert dimulai dari satu sampai lima, dengan keterangan nilai sebagai berikut :

1 = sangat tidak penting 2 = tidak penting 3 = cukup penting 4 = penting 5 = sangat penting

Pada penelitian mengenai tingkat kinerja aktual terhadap penerapan atribut dari setiap faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan, skala likert juga dimulai dari nilai satu sampai lima dengan keterangan nilai sebagai berikut :

1 = sangat tidak baik 2 = tidak baik 3 = cukup baik 4 = baik 5 = sangat baik

Interpretasi dari setiap item pernyataan yang digunakan dalam kuesioner ditentukan berdasarkan rentang skala menurut Simamora (2005) dengan rumus sebagai berikut:

RS = ... (5)

Tabel 5. Rentang skala sebaran jawaban responden

Rentang Skala Pernyataan Jawaban

1,00 – 1,80 1,81 – 2,60 2,61 – 3,40 3,41 – 4,20 4,21 – 5,00

Sangat tidak penting, sangat tidak baik Tidak penting, tidak baik Cukup penting, cukup baik

Penting, baik Sangat penting, sangat baik

Penelitian ini menggunakan skala Likert dari 1 sampai 5 sehingga berdasarkan rumus tersebut, nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 0,8. Dengan demikian, rentang skala yang diperoleh untuk interpretasi penelitian tentang tingkat kepentingan yang diharapkan dan tingkat kinerja aktual berdasarkan faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.


(31)

3.6.1Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode deskriptif bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami, dalam bentuk informasi yang lebih ringkas (Istijanto, 2005). Menurut Travers dalam Umar (2005), metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada penelitian dilakukan. Selain itu, metode ini bertujuan untuk membuat deskipsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui persepsi tenaga kependidikan terhadap penerapan faktor-faktor kunci kesuksesan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor.

3.6.2Uji Crosstab

Crosstab (tabulasi silang) merupakan alat analisis untuk menggambarkan tentang data yang berbentuk kolom dan baris dan untuk menganalisis hubungan antara baris dan kolom yang menggunakan analisis chi square (Priyatno, 2009). Uji chi-square digunakan untuk menguji apakah ada hubungan antara beberapa variabel. Dalam penelitian ini, dilakukan uji chi-square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara golongan pegawai dengan karakteristik pegawai seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja.

Hipotesis dari uji chi-square adalah:

H0 = tidak terdapat hubungan antara dua variabel yang diuji. H1 = terdapat hubungan antara kedua variabel yang diuji. Dasar pengambilan keputusan chi-square adalah:

• Nilai probability chi-square < α (5%), maka H0 ditolak. • Nilai probability chi-square > α (5%), maka H0 diterima.

3.6.3Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah nilai residual berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji


(32)

Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05. Nilai residual dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5 persen atau 0,05. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov nilai signifikansi untuk keseluruhan faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan baik itu berdasarkan tingkat kepentingan yang diharapakan maupun tingkat kinerja aktual, lebih besar dari 0,05 yang berarti data menyebar normal. Oleh karena itu, uji perbedaan rata-rata (one sample t test) dan analisis faktor dapat dilakukan. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 7.

3.6.4Uji perbedaan rata-rata (one sample t test)

Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan koefisien berbeda secara signifikan dari nol atau tidak. Pada penelitian ini uji t digunakan untuk menguji signifikan tidaknya perbedaan rata-rata antara nilai tingkat kepentingan yang diharapkan dengan nilai tingkat kinerja aktual dari indikator-indikator yang menyusun faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan. Tingkat signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah α = 5 persen. Nilai t table dengan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) adalah sebesar 1,986

Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu,

H0 : rata-rata nilai kepentingan yang diharapkan tidak berbeda secara

signifikan dengan rata-rata nilai kinerja aktual

H1 : rata-rata nilai kepentingan yang diharapkan berbeda secara signifikan

dengan rata-rata nilai kinerja aktual

Jika thitung > ttabel maka keputusannya adalah tolak hipotesis namun

Jika thitung < ttabel maka keputusannya adalah terima hipotesis nol

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai t hitung sebesar -7,174 dan P value sebesar 0,000 (Lampiran 8). Tabel distribusi t kebebasan (df) n-1 atau 95-1 = 94. Nilai t table dengan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) adalah sebesar 1,986. Nilai -t hitung lebih kecil dari -t table (-7,174<-1,986) dan p value lebih kecil dari signifikansi α(0,000<0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya tingkat kepentingan yang diharapkan berbeda dengan tingkat kinerja aktual pada Institut Pertanian Bogor.


(33)

3.6.5Analisis Faktor

Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti. Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel. Selain itu analisis faktor juga mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkolesi (Suliyanto,2005).

Analisis faktor dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah yang diangkat dalam penelitian yaitu untuk menganalisis apa saja faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan yang ada pada Institut Pertanian Bogor. Variabel yang digunakan dalam analisis faktor diambil berdasarkan teori dan pendapat periset yang telah melakukan penelitian yang sama.

b. Membuat matriks korelasi yang berguna untuk menguji ketepatan dalam model faktor. Uji statistik yang digunakan adalah Barletts Test Sphericity dan Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya. Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Nilai KMO untuk dapat dilakukan analisis faktor adalah jika nilai KMO > 0,5.

c. Menentukan jumlah faktor yang diperlukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari satu yang dipertahankan dalam model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model.

d. Rotasi faktor digunakan untuk mempermudah interpretasi sehingga faktor matriks yang tadinya kompleks menjadi lebih simpel. Hasil dari analisis faktor adalah faktor matriks yang berisi koefisien bobot


(34)

kontribusi suatu variabel terhadap faktor atau dikenal dengan factor loading. Rotasi dalam analisis faktor dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1. Orthogonal Rotation, yaitu memutar sumbu 900 dengan proses rotasi metode orthogonal, baik Quartimax, Varimax dan Equimax.

2. Oblique Rotation, yaitu memutar sumbu ke kanan, namun tidak harus 900 dengan proses rotasi metode oblique, oblimin, promax, orthoblique, dan lainnya.

e. Interpretasi faktor dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel yang mempunyai factor loading minimum 0,4 dengan factor loading kurang dari 0,4 yang dikeluarkan dari model.

f. Validitasi model digunakan untuk melihat apakah faktor-faktor yang telah terbentuk berdasarkan analisis faktor benar-benar valid. Adapun cara menguji validitasi hasil analisis faktor yaitu sebagai berikut :

1. Membagi sampel awal menjadi dua bagian, lalu membandingkan hasil faktor sampel satu dengan sampel dua. Jika hasil tidak banyak perbedaan, dikatakan faktor terbentuk telah valid.

2. Dengan melihat nilai perbandingan antara observed correlation dengan reproduced correlations. Diharapkan perubahan matriks korelasi yang baru tidak jauh berbeda dengan matriks korelasi asal. Penggunaan analisis faktor dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan di Institut Pertanian Bogor.


(35)

     

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Institut Pertanian Bogor

Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia. IPB adalah institusi yang memiliki mandat dalam penyelenggaraan pendidikan pertanian. Adapun penjelasan mengenai sejarah, visi, misi, tujuan serta motto IPB adalah sebagai berikut.

4.1.1 Sejarah Singkat Institut Pertanian Bogor

Institut Pertanian Bogor adalah lembaga pendidikan tinggi pertanian yang secara historis merupakan bentukan dari lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang dimulai pada awal abad ke-20 di Bogor. Sebelum Perang Dunia II, lembaga-lembaga pendidikan menengah tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouw School, Middelbare Bosbouw School dan Nederlandsch Indiche Veeartsen School. Sejarah perkembangan IPB dimulai dari tahapan embrional (1941-1963), tahap pelahiran dan pertumbuhan (1963-1975), tahap pendewasaan (1975-2000), tahap implementasi otonomi IPB (2000-2005) dan tahap IPB berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) (2006-2010). Sejak tahun 2007, secara embrional IPB direncanakan menjadi universitas riset.

Institut Pertanian Bogor lahir pada tanggal 1 September 1963 berdasarkan keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 92/1963 yang kemudian disyahkan oleh Presiden RI Pertama dengan Keputusan No. 279/1965. Pada saat itu, dua fakultas di Bogor yang berada dalam naungan UI berkembang menjadi 5 fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas Peternakan dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, lahir Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian yang kini menjadi Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2000 IPB membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Kemudian pada tahun 2005 membentuk Fakultas baru dengan nama Fakultas Ekologi Manusia.

Pada tanggal 26 Desember 2000, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 154 IPB telah ditetapkan menjadi Institut Pertanian Bogor sebagai


(36)

     

Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dengan penetapan ini, maka IPB dalam menyelenggarakan kegiatan bersifat otonom. Sejalan dengan kebijakan Dasar Pendidikan IPB mengenai pengembangan kurikulum program pendidikan IPB, dilakukan penataan departemen dengan menerapkan kurikulum sistem mayor-minor dan mulai berlaku bagi mahasiswa tahun masuk 2005/2006. Sistem mayor minor sebagai pengganti sistem. Setiap mahasiswa IPB dimungkinkan mengambil dua atau bahkan lebih mata keahlian (jurusan) yang diminatinya. Pada perkembangan terakhir, setelah lahirnya Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang menimbulkan pro-kontra dan akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2010, kini IPB kembali ke Perguruan Tinggi Negeri dengan status hukum seperti perguruan tinggi-perguruan tinggi yang lain.

4.1.2 Visi, Misi, Tujuan dan Motto Institut Pertanian Bogor a. Visi

“Menjadi perguruan tinggi berbasis riset kelas dunia dengan kompetensi utama pertanian tropika dan biosains serta berkarakter kewirausahaan”.

b. Misi

1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi bermutu tinggi dan pembinaan kemahasiswaan yang komprehensif dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa.

2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai kebutuhan masyarakat agraris dan bahari pada masa sekarang dan kecenderungan pada masa yang akan datang.

3. Membangun sistem manajemen perguruan tinggi yang berkarakter kewirausahaan, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

4. Mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan kebenaran dan hak asasi manusia.

c. Tujuan

1. Menguatkan sistem pendidikan dan kemahasiswaan dengan fokus menghasilkan lulusan yang kompeten, cerdas dan kompetitif.

2. Meningkatkan jumlah dan mutu penelitian terintegrasi sehingga menghasilkan temuan ilmu pengetahuan, paket teknologi yang


(37)

     

bermutu dan bermanfaat bagi masyarakat (swasta, pemerintah dan lainnya).

3. Meningkatkan kesejahteraan dosen, tenaga penunjang, dan bantuan/subsidi bagi pendidikan mahasiswa.

4. Meningkatkan kapasitas sumberdaya untuk membangun ketangguhan institut.

5. Menguatkan sistem manajemen untuk menyempurnakan sistem manajemen institut dalam rangka mencapai kesehatan organisasi.

d. Motto

"Mencari dan Memberi Yang Terbaik"

4.2. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden pada penelitian melalui perhitungan persentase jawaban yang telah ditabulasi. Responden dalam penelitian ini berjumlah 95 orang dan merupakan tenaga kependidikan berstatus PNS yang dipilih dengan menggunakan teknik cluster convenience sampling. Pegawai yang menjadi responden pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan beberapa karakteristik, yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, masa kerja dan golongan pegawai.

4.2.1 Karakteristik Jenis Kelamin

Menurut kategori jenis kelamin, responden didominasi oleh pegawai berjenis kelamin wanita sebesar 55 persen. Responden yang berjenis kelamin pria sebesar 45 persen. Perbedaan yang tidak signifikan antara jumlah responsen pria dan wanita, memberikan gambaran bahwa IPB tidak membeda-bedakan gender dalam merekrut dan mempekerjakan pegawai. Semuanya dikembalikan pada kemampuan, pengetahuan, keahlian dan kompetensi seseorang yang dibutuhkan ketika bekerja dalam IPB.

Perbedaan jumlah responden pria dan wanita, tidak menggambarkan bahwa pegawai dengan jumlah mayoritas memiliki persepsi bahwa faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan merupakan sesuatu yang wajib diperhatikan dan harus diterapkan. Hal ini dikarenakan baik pegawai pria maupun wanita memiliki pandangan yang berbeda-beda.


(38)

     

4.2.2 Karakteristik Usia

Mayoritas usia pegawai kependidikan berusia 41 – 50 tahun sebesar 35,79 persen. Hal ini menyatakan bahwa pegawai kependidikan di IPB tergolong usia produktif. Sedangkan responden berusia 20 – 30 tahun memiliki persentase usia yang paling kecil yaitu sebesar 8,42 persen.

Tenaga kependidikan yang dimayoritasi dengan usia yang menginjak tua berarti memiliki pengalaman yang banyak tentang dunia kerja. Hal ini dapat mendukung penerapan manajemen pengetahuan jika suatu organisasi dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pekerjanya. Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 . Karakteristik tenaga kependidikan berdasarkan usia

4.2.3 Karakteristik Tingkat Pendidikan

Mayoritas responden pada penelitian ini berpendidikan SMA yaitu sebesar 50,53 persen dan responden yang paling sedikit berpendidikan S2 yaitu sebesar 3,16 persen. Lebih dari setengah jumlah responden memiliki tingkat pendidikan SMA. Hal ini dirasa sudah cukup memenuhi kapasitas untuk terciptanya proses penerapan manajemen pengetahuan.

Banyaknya tenaga kependidikan yang berpendidikan SMA karena jenis pekerjaan kependidikan di IPB banyak menangani permasalahan administrasi, sehingga membutuhkan SDM yang cukup banyak. Walaupun hanya berlatar belakang pendidikan SMA, pegawai tetap diberikan pembekalan dan pelatihan-pelatihan yang membuat para pegawai mampu memberikan kinerja yang maksimal pada organisasi. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kependidikan dapat dilihat pada Gambar 4.

8.42%

32.63% 35.79%

23.16% 20 ‐30 TAHUN

31 ‐40 TAHUN

41 ‐50 TAHUN


(39)

     

Gambar 4. Karakteristik tenaga kependidikan berdasarkan tingkat

pendidikan

4.2.4 Karakteristik Masa Kerja

Mayoritas responden memiliki masa kerja yang didominasi oleh empat kelompok yaitu, responden dengan masa kerja 21 – 25 tahun sebesar 22,11 persen dan responden dengan masa kerja > 25 tahun juga sebesar 22,11 persen. Selain itu, dua kelompok lagi juga memiliki masa kerja yang tidak jauh berbeda yaitu responden dengan masa kerja 11-15 tahun sebesar 21,05 persen dan responden dengan masa kerja 16-20 tahun juga sebesar 21,05 persen. Responden dengan kelompok masa kerja < 5 tahun merupakan masa kerja yang paling sedikit di IPB yaitu sebesar 4,21 persen.

Masa kerja tenaga kependidikan pada institusi berkaitan dengan pengalaman kerja yang dimiliki tenaga kependidikan. Karakteristik masa kerja yang beragam merupakan suatu peluang bagi IPB dalam rangka menyebarluaskan pengetahuan dari generasi ke generasi. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Karakteristik tenaga kependidikan berdasarkan masa kerja

50.53%

15.79% 30.53%

3.16%

SLTA DIPLOMA SARJANA

PASCA SARJANA

4.21%

9.47%

21.05%

21.05% 22.11%

22.11% < 5 TAHUN

6 ‐10 TAHUN

11 ‐15 TAHUN

16 ‐20 TAHUN

21 ‐25 TAHUN


(40)

     

4.2.5 Karakteristik Golongan Pegawai

Mayoritas responden adalah golongan III-B, yaitu sebesar 30,53 persen sedangkan yang paling sedikit ditempati oleh responden dengan golongan IV-A dan IV-B yang masing-masing sebesar 1,05 persen.

Karakteristik responden dengan golongan yang beragam dipengaruhi oleh faktor masa kerja dan tingkat kependidikan. Karakteristik berdasarkan golongan menggambarkan tingkat pengalaman, pengetahuan, prestasi dan pendidikan pegawai dalam bekerja. Keberagaman golongan responden, dapat juga menjadi suatu peluang terlaksananya proses penerapan manajemen pengetahuan. Karakteristik responden berdasarkan golongan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik tenaga kependidikan berdasarkan golongan

4.3. Analisis Hubungan Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, analisis crosstab dilakukan untuk menggambarkan hubungan antara golongan pegawai dengan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja. Hasil dari analisis tabulasi silang (crosstabs) yaitu chi-square dapat dilihat pada Lampiran 6. Uji chi-square dilakukan terhadap 95 tenaga kependidikan yang dijadikan objek pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji chi-square pada Tabel 6 menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara golongan pegawai dengan karakteristik jenis kelamin. Hal ini dapat dilihat dari P value lebih besar dari taraf nyatanya (5%). Jika dilihat dari hasil crosstab antara golongan dengan jenis kelamin

13.68 13.68

5.26

8.42 9.47

30.53

7.37 9.47

1.05 1.05

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%


(41)

     

(Lampiran 6) terlihat bahwa baik pegawai laki-laki maupun pegawai perempuan memiliki golongan yang beragam.

Golongan pegawai berhubungan dengan karakteristik responden seperti usia, tingkat pendidikan dan masa kerja. Hal ini dapat dilihat dari P value lebih kecil dari taraf nyatanya (5%). Jika dilihat dari hasil crosstab antara golongan dengan usia (Lampiran 6) terlihat bahwa pegawai yang yang berusia relatif muda belum ada yang memiliki golongan tertinggi yaitu golongan IV. Secara umum, pegawai relatif muda memiliki golongan II dan III.

Hasil crosstab antara golongan dengan tingkat pendidikan menyatakan bahwa pegawai yang tingkat pendidikannya tinggi seperti pasca sarjana secara umum memiliki golongan yang tinggi yaitu golongan IV.Jika dibandingkan dengan pegawai yang tingkat pendidikannya SLTA secara umum memiliki golongan II dan III. Begitu juga dengan masa kerja, hasil dari crosstab antara golongan dengan masa kerja menyatakan bahwa secara umum pegawai dengan masa kerja >16 tahun memiliki golongan III-C ke atas.

Tabel 6. Hubungan golongan pegawai dengan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja.

Karakteristik Pegawai P value Taraf Nyata Kesimpulam Jenis Kelamin 0,747 0,05 Terima H0

Usia 0,001 0,05 Terima H1

Tingkat Pendidikan 0,000 0,05 Terima H1

Masa Kerja 0,000 0,05 Terima H1

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa golongan tenaga kependidikan tidak dilihat dari jenis kelaminnya. Baik itu pegawai laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kenaikan pangkat yang terlihat dari golongan yang diperolehnya. Sedangkan, bagi pegawai negeri sipil sistem penggolongan dilihat dari usia, tingkat pendidikan dan masa kerjanya. Usia pegawai berbanding lurus dengan masa kerjanya. Semakin lama waktu masa kerjanya, maka golongan pegawai akan semakin meningkat. Hal ini merupakan suatu bentuk apresiasi atas pengabdian seseorang terhadap pekerjaan. Begitu juga dengan tingkat


(42)

     

pendidikan. Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi golongan yang dimilikinya.

4.4. Faktor-Faktor Kunci Kesuksesan Penerapan Manajamen Pengetahuan

Faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada penelitian ini adalah perhatian, penilaian, pemberdayaan pegawai, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi (pelatihan), aktivis pengetahuan (kepemimpinan dalam organisasi), sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan dan penghapusan batasan organisasi. Berdasarkan pendapat tenaga kependidikan, secara umum penerapan faktor-faktor manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor telah diterapkan dengan baik. Faktor yang diterapkan paling baik adalah faktor perhatian. Akan tetapi, masih ada dua faktor yang penerapannya masih dalam kategori cukup baik yaitu faktor benchmarking dan otonomi pegawai. Adapun hasil penerapan manajemen pengetahuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penerapan manajemen pengetahuan pada institut pertanian bogor secara umum

4.4.1 Perhatian

Perhatian menjadi salah satu unsur terpenting dalam manajemen pengetahuan karena perhatian memiliki makna hangat, memberikan perhatian dan membantu rekan kerja lain kapan pun dibutuhkan, serta merangsang orang untuk tumbuh dan berkembang. Perhatian dapat dijadikan pondasi yang kuat bagi setiap orang untuk lebih membuka pikirannya

No. Faktor-Faktor Rataan Nilai Penerapan

1. Perhatian 3,8772 Baik

2. Sistem informasi 3,7811 Baik 3. Pengungkitan kompetensi 3,7789 Baik 4. Pemberdayaan pegawai 3,7432 Baik 5. Penilaian 3,6400 Baik 6. Kepercayaan 3,6274 Baik 7. Kepemimpinan dalam institusi 3,6211 Baik 8. Budaya pengetahuan 3,6126 Baik 9. Pengukuran kinerja 3,6026 Baik

10. Penghapusan budaya organisasi 3,5237 Baik 11. Struktur pengetahuan 3,4877 Baik

12. Benchmarking (pembandingan) 3,3930 Cukup baik

13. Otonomi Pegawai 3,3842 Cukup baik


(43)

     

kepada orang lain. Penilaian tenaga kependidikan terhadap penerapan faktor perhatian dapat dilihat pada Tabel 8.

Secara garis besar, tenaga kependidikan menyatakan bahwa di IPB faktor perhatian telah diterapkan dengan baik. Kriteria faktor perhatian yang memiliki nilai rataan tertinggi adalah “setiap pegawai saling mengenal rekannya dalam satu tim kerja” yaitu sebesar 4,1368.

Bentuk perhatian yang telah diterapkan di IPB yaitu berupa adanya kegiatan berkumpul bersama setiap harinya seperti makan bersama dan berbincang-bincang, adanya kegiatan gathering serta menciptakan suasana kerja yang mengedepankan team work. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang menyebakan tumbuhnya sosialisasi yang baik dalam organisasi sehingga antar pegawai saling mengenal rekannya bahkan pegawai juga mengenal keluarga masing-masing dari rekan kerjanya.

Tabel 8. Sebaran jawaban tenaga kependidikan terhadap faktor perhatian

No. Atribut STB TB CB B SB Rataan Skor Ket. 1. Setiap pegawai saling mengenal

rekannya dalam satu tim kerja.

0 1 17 45 32 4,1368 Baik 2. Setiap pegawai saling mengenal

rekan di luar tim kerja

1 9 26 42 7 3,4737 Baik

3. Pimpinan mengenal setiap anggota timnya.

0 3 19 46 27 4,0211 Baik

Total 3,8772 Baik

Sedangkan kriteria “setiap pegawai saling mengenal rekan di luar tim kerja” mempunyai nilai paling kecil yaitu 3,4737. Hal ini disebabkan karena menurut tenaga kependidikan IPB, mereka lebih sering menghabiskan waktu kerja mereka bersama dengan rekan dalam satu tim kerja. Bagi rekan-rekan yang diluar tim kerja, mereka hanya dapat saling mengenal saat ada pertemuan-pertemuan tertentu saja atau di luar jam kerja. Hal inilah yang menyebabkan bentuk perhatian pegawai dalam satu tim kerja lebih besar dibandingkan dengan bentuk perhatian pegawai di luar tim kerja.


(44)

     

4.4.2 Penilaian

Menurut tenaga kependidikan IPB, faktor penilaian secara umum telah diterapkan dengan baik. Adanya sistem penilaian dalam suatu institusi, dapat dijadikan pedoman untuk melihat kinerja pegawai dan memperbaiki kinerja agar lebih baik dari sebelumnya. IPB mengetahui sejauh mana kinerja pegawainya dari indeks kerja pegawai sebagai dokumen untuk melihat mana pegawai yang telah bekerja sesuai dengan yang diharapkan maupun yang belum sesuai.

Setiap orang membutuhkan rangsangan dan motivasi untuk melakukan sesuatu. Contohnya, adanya sistem penghargaan dan reward berupa materi maupun non materi diberikan kepada pegawai yang memiliki kelebihan baik itu kelebihan akan pengetahuan, keterampilan, maupun prestasi yang diraihnya. Hal ini terbukti dari penerapan kriteria “pegawai diberikan penghargaan atas prestasi yang diraihnya” memiliki rataan skor yang paling tinggi yaitu sebesar 4,000. Sedangkan untuk kriteria “pegawai diberikan penghargaan karena telah membantu menyelesaikan masalah rekan kerjanya di luar tim kerja” memiliki nilai rataan paling kecil. Hasil jawaban tenaga kependidikan terhadap penerapan faktor penilaian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tenaga kependidikan IPB merasa bahwa IPB telah menerapkan sistem penghargaan kepada pegawainya. Penghargaan diberikan baik itu dalam bentuk materi maupun non materi seperti pujian-pujian, contoh teladan dan sebagainya. Bagi pegawai yang berprestasi, IPB memberikan reward dalam bentuk materi yaitu uang sebesar Rp.200.000/bulan yang nantinya dikumulasikan dan dibagikan sebelum hari raya. Selain itu, pegawai yang berprestasi juga diberikan reward kenaikan pangkat yang nantinya juga berpengaruh terhadap penghasilannya per bulan. Penilaian ini biasanya dilakukan oleh kepala Tata Usaha setiap unit dan tentunya juga direktorat SDM yang selalu memperhatikan perkembangan pegawainya. Kemudian, pegawai juga diberi kesempatan untuk dapat meraih beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya agar pengetahuan pegawai semakin meningkat.


(1)

37

 


(2)

  Lampiran 1. Struktur organisasi Institut Pertanian Bogor


(3)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

A B C D E F G H I J K L M

N 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95

Normal Parametersa Mean 12.44 19.69 21.25 20.02 14.99 21.22 20.69 21.18 16.48 20.22 11.66 11.88 15.85

Std. Deviation 1.514 2.986 3.229 2.943 2.091 2.650 3.056 2.840 2.423 2.958 1.860 1.713 2.129

Most Extreme Differences

Absolute .138 .109 .129 .134 .138 .130 .133 .121 .135 .112 .133 .137 .138

Positive .120 .071 .123 .134 .114 .130 .079 .103 .127 .109 .133 .105 .093

Negative -.138 -.109 -.129 -.087 -.138 -.126 -.133 -.121 -.135 -.112 -.130 -.137 -.138

Kolmogorov-Smirnov Z 1.350 1.064 1.256 1.310 1.347 1.268 1.292 1.182 1.313 1.095 1.300 1.340 1.346

Asymp. Sig. (2-tailed) .052 .208 .085 .065 .053 .080 .071 .122 .064 .182 .068 .055 .053

a. Test distribution is Normal.

Lampiran 7. Uji normalitas

 

Uji Normalitas Kolmogorov Variabel


(4)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

A B C D E F G H I J K L M

N 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95

Normal Parametersa

Mean 11.63 18.20 18.72 18.14 13.54 18.89 18.11 18.91 14.41 18.06 10.18 10.46 14.0947

Std. Deviation 1.974 3.628 3.880 3.204 2.831 3.589 4.098 3.486 2.890 3.684 2.338 2.324 3.11166

Most Extreme Differences

Absolute .132 .135 .094 .102 .129 .137 .120 .139 .104 .106 .135 .128 .120

Positive .100 .085 .094 .102 .085 .072 .065 .100 .104 .091 .135 .104 .091

Negative -.132 -.135 -.093 -.090 -.129 -.137 -.120 -.139 -.098 -.106 -.132 -.128 -.120

Kolmogorov-Smirnov Z 1.286 1.312 .916 .990 1.256 1.333 1.171 1.355 1.012 1.030 1.316 1.244 1.167

Asymp. Sig. (2-tailed) .073 .064 .370 .281 .085 .057 .129 .051 .257 .240 .063 .091 .131

a. Test distribution is Normal.

         

Lanjutan Lampiran 7.

 

Uji Normalitas Kolmogorov Variabel Tingkat Kinerja Aktual

 


(5)

RINGKASAN

DWI SARI APRIDELLA. H24080011. Analisis Faktor-Faktor Kunci Kesuksesan Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Tenaga Kependidikan Pada Institut Pertanian Bogor. Di bawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI.

Dalam menghadapi perubahan dan perkembangan pengetahuan, perkembangan teknologi yang pesat, serta transformasi nilai-nilai budaya menuntut setiap organisasi termasuk IPB untuk menentukan strategi yang tepat agar mampu bersaing dan bertahan. Salah satu strategi yang dapat dimanfaatkan IPB yaitu dengan memiliki SDM berupa tenaga kependidikan yang berkualitas dan berpengetahuan serta mengurangi kesenjangan pengetahuan yang ada dalam institusi dengan memanfaatkan suatu cara yang sering disebut manajemen pengetahuan. Adanya penerapan manajemen pengetahuan diharapkan perbedaan kemampuan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai dapat dijadikan suatu aset bagi institusi. Oleh karena itu, IPB harus memahami faktor-faktor yang menjadi kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan.

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi penerapan faktor-faktor manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor, menganalisis perbedaan antara tingkat kepentingan yang diharapkan dan kinerja aktual dari tiap-tiap faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan di Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak terkait dan melalui penyebaran kuesioner kepada tenaga kependidikan IPB. Data sekunder diperoleh melalui arsip data institusi, studi pustaka, literatur dan internet sebagai referensi pendukung dalam penyusunan penelitian ini. Kuesioner menggunakan skala likert dan disebar kepada 95 responden dengan metode proportionate cluster sampling. Alat analisis yang digunakan adalah uji perbedaan rata-rata (one sample t test) dan analisis faktor. Skala yang digunakan pada kuesioner adalah skala likert.


(6)

pada indikator perhatian sebesar 3,8772 yang berarti penerapannya telah baik dan rataan terendah pada indikator otonomi sebesar 3,33843 yang berarti penerapannya masih berada dalam kategori cukup baik. Hasil dari uji perbedaan rata-rata adalah terjadi perbedaan yang siginifikan antara tingkat kepentingan yang diharapkan dengan tingkat kinerja aktual berdasarkan faktor-faktor kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan. Kesenjangan terbesar yang terjadi yaitu pada indikator pengukuran kinerja dengan nilai gap sebesar 0,5185. Selanjutnya, hasil dari analisis faktor, terbentuk dua faktor baru yang dinamakan faktor lingkungan organisasi yang terdiri dari pengungkitan kompetensi, kepemimpinan dalam institusi, sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan, kepercayaan, penghapusan batasan organisasi. Sedangkan faktor kedua dinamakan faktor sosial (orang) yang terdiri dari indikator perhatian, penilaian, pemberdayaan pegawai, dan otonomi pegawai. Total varians dari kedua faktor berjumlah 72,489 persen yang artinya informasi yang dapat digali dari dua faktor yang terbentuk adalah sebesar 72,489 persen.