karena polaritasnya yang mirip sehingga beta karoten hanya terdapat dalam fase heksan. Setelah penggojogan akan tampak 2 fraksi dalam corong pisah, fraksi
aquadest yang mengikat aseton dan fraksi heksan. Beta karoten dalam fraksi
aseton diharapkan terikat pada fraksi heksan ketika fraksi aseton terikat pada molekul air, karena heksan kepolarannya lebih rendah daripada aseton sehingga
diharapkan beta karoten yang bersifat non polar lebih terikat pada heksan daripada pada aseton.
Fraksi heksan yang telah didapat diekstraksi 4 kali lagi menggunakan 100 ml aquadest dengan prosedur yang sama. Tujuan penambahan aquadest
adalah untuk menghilangkan sisa-sisa aseton. Fraksi heksan yang didapat dikumpulkan pada labu ukur 25 ml lalu ditambahkan pelarut campuran aseton-
heksan 1:9 sampai tanda batas, tujuan penambahan pelarut adalah untuk menyeragamkan volume dalam perhitungan kadar beta karoten.
1. Penetapan kadar beta karoten dan nilai SPF sebelum dibuat sediaan gel
Penetapan kadar beta karoten perlu dilakukan untuk digunakan sebagai kontrol terhadap kandungan beta
karoten yang terdapat dalam sediaan gel UV protection
. Sebelum filtrat wortel dimasukkan dalam sediaan maka terlebih dahulu perlu ditetapkan kadar beta karoten di dalamnya supaya kadar beta karoten
yang dimasukkan dalam tiap formula selalu sama. Untuk mengetahui kadar beta karoten di dalam filtrat wortel digunakan metode spektrofotometri. Sebagai baku
digunakan beta karoten E Merck
®
,USA. Seri larutan baku beta karoten dibuat dengan menimbang 10 mg beta
karoten kemudian dilarutkan dalam 25 ml pelarut aseton:heksan 1:9. Kemudian
dibuat larutan intermediet dengan pengenceran 10 kali larutan stok. Seri larutan baku dibuat dengan konsentrasi 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm dan dibuat replikasi
sebanyak 3 kali, untuk mencari nilai r linearitas persamaan baku yang paling signifikan yaitu mendekati 1. Dengan demikian dapat digunakan untuk
menghitung kadar beta karoten dari filtrat perasan wortel. Langkah berikutnya yang dilakukan adalah scanning panjang gelombang
serapan maksimum larutan baku beta karoten. Scanning panjang gelombang dilakukan dengan menggunakan spektofotometer GENESIS 10 pada range
panjang gelombang 200-700 nm, pada konsentrasi 2 ppm, 6 ppm, dan 10 ppm. Pada konsentrasi tersebut panjang gelombang maksimum yang didapat adalah 452
nm. Padahal panjang gelombang teoritis menurut AOAC adalah 436 nm, ini berarti terdapat pergeseran panjang gelombang yang cukup jauh antara panjang
gelombang hasil pengukuran dan teoritis. Tetapi yang digunakan untuk penetapan kadar beta karoten adalah panjang gelombang maksimum 452 nm.
Pergeseran ini mungkin disebabkan karena adanya pergeseran batokromik beta karoten oleh pelarut aseton-heksan sehingga panjang gelombang
maksimum yang dihasilkan lebih panjang dari teoritisnya. Atau dimungkinkan juga karena kondisi seperti suhu dan kelembaban udara yang berbeda dari acuan
sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Selain itu mungkin juga disebabkan oleh beberapa hal yaitu adanya perbedaan kondisi baku beta karoten yang
digunakan, kemungkinan spektrofotometer yang digunakan untuk mengukur serapan juga berbeda, selain itu praktikan yang melakukan pengukuran juga
berbeda sehingga memiliki cara mengukur dan ketelitian yang berbeda juga. Akibatnya hasil pengukurannya juga berbeda.
Ta be l V I . Ku r v a ba k u be t a k a r ot e n de n ga n Spe k t r ofot om e t e r Ge n e sis
KURVA BAKU I KURVA BAKU II
KURVA BAKU III Kadar
ppm Absorbansi
Kadar ppm
Absorbansi Kadar
ppm Absorbansi
2,174 0,262 2,160 0,243 2,056 0,336 4,348 0,541 4,320 0,626 4,112 0,570
6,522 0,930 6,480 0,986 6,168 0,980 8,696 1,200 8,640 1,291 8,224 1,320
10,870 1,509 10,800 1,629 10,280 1,622 A = 0,0575
B = 0,14503 r = 0,99855
y = 0,14503 x + 0,0575 A = – 0,0761
B = 0,15912 r = 0,99915
y = 0,15912 x – 0,0761 A = -0,031
B = 0,16158 r = 0,99729
y = 0,16158 x - 0,0310
Dari hasil perhitungan kadar dan absorbansi ketiga seri larutan baku diatas menggunakan metode regresi linear, didapatkan 3 persamaan dengan nilai r
regresi yang berbeda. Ketiga persamaan tersebut memiliki nilai r yang lebih besar dari pada nilai r tabel r tabel = 0,878 dengan taraf kepercayaan sebesar 95
, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa ketiga persamaan tersebut linear. Berdasarkan nilai r dari ketiga seri larutan baku tersebut, didapati bahwa
pada seri larutan baku II memiliki nilai r yang paling mendekati 1, yaitu sebesar 0,99915. Semakin tinggi nilai regresi menunjukkan semakin baik hubungan sebab
akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung. Dalam penetapan kadar ini hubungan yang dimaksud adalah bahwa perubahan nilai kadar benar-benar
mempengaruhi nilai absorbansi yang didapat, sehingga untuk perhitungan kadar digunakan persamaan y = 0,15912x – 0,0761. Hasil dari pengukuran nilai
absorbansi sampel adalah sebagai berikut :
Ta be l V I I . Ju m la h be t a k a r ot e n da la m 1 gr a m filt r a t pe r a sa n w or t e l de n ga n Spe ct r oph ot om e t e r Ge n e sis 1 0
filtrat absorbansi Σ beta karoten
dalam 1 g filtrat x ± SD mg
CV 1 1,238 0,13764
mg 2 1,186 0,13220
mg 3 1,251 0,13900
mg 0,13628 ±
0,0036 2,6403
Sun Protection Factor merupakan suatu parameter sediaan sunscreen
yang digunakan untuk mengetahui lamanya perlindungan yang diberikan sediaan sunscreen
untuk dapat memproteksi kulit dari sinar UV jika dibandingkan dengan kondisi normal tanpa sunscreen.
Beta karoten yang terdapat dalam sediaan gel filtrat wortel diharapkan dapat berpotensi sebagai sunscreen dengan cara mengabsorpsi sinar UV karena
beta karoten memiliki gugus terkonjugasi yang cukup banyak pada struktur beta karoten.
Menurut standar FDA suatu sediaan dikategorikan sebagai sunscreen jika memiliki nilai SPF di atas 15. Namun menurut Stacener 2008 nilai SPF
dibatasi dari 4-30 tergantung kondisi geografis dan kondisi normal orang yang menggunakannya. Orang yang tidak mudah terbakar sinar matahari dapat
menggunakan sunscreen dengan SPF rendah 4 demikian pula sebaliknya. Sediaan gel yang akan dibuat pada penelitian ini adalah sediaan yang
memiliki SPF medium yaitu antara 10-15. Hal ini dikarenakan untuk kondisi Indonesia hanya diperlukan SPF yang medium saja, karena sebagian kulit orang
Indonesia tidak mudah terbakar, mengingat bahwa kulit orang Indonesia memiliki pigmen yang lebih gelap daripada orang Eropa maupun Australia, juga
dibandingkan dengan kondisi di kedua benua tersebut yang lapisan ozonnya sudah
mulai menipis dan berlubang sedangkan kondisi lapisan ozon di Indonesia masih lebih baik sehingga dapat menangkal radiasi UV untuk sampai ke permukaan
bumi. Perhitungan nilai SPF dilakukan dengan menggunakan rumus Walters
yang mana menunjukkan hubungan antara absorbansi dan nilai SPF. ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ =
SPF 1
log -
A
10
SPF log
10
=
Walters et al., 1997 Cara pengukuran SPF dengan rumus ini dianggap cukup sederhana dan mudah
dilakukan. Filtrat wortel yang sudah diketahui berapa kadarnya ditimbang dan dilarutkan dalam kloroform untuk kemudian dilakukan scanning menggunakan
spektrofotometer GENESIS 10 pada panjang gelombang UV 250-400 nm. Dipilih menggunakan kloroform karena pelarut ini bersifat relatif lebih
polar dibanding pelarut lainnya selain itu UV cut off dari kloroform di bawah 250 nm sehingga kloroform tidak akan menimbulkan serapan pada spektra yang
dihasilkan Day and Underwood, 1996. Penggunaan kloroform sebagai pelarut dalam uji pengukuran SPF berbeda
dengan pelarut yang digunakan untuk penetapan kadar. Hal ini tidak menjadi masalah yang berarti karena jumlah beta karoten yang terlarut pada kedua pelarut
tersebut dibawah jumlah kelarutan jenuhnya sehingga dalam hal ini perbedaan pelarut tidak mempengaruhi jumlah beta karoten yang terlarut pada kedua pelarut.
Kedua gambar di bawah ini merupakan perbandingan antara kurva baku dengan sampel filtrat perasan wortel yang dilarutkan dalam kloroform, kemiripan
profil dua puncak yang dimiliki oleh kedua hasil scanning membuktikan bahwa sampel filtrat perasan wortel adalah beta karoten.
Ga m ba r 8 . H a sil sca n n in g ba k u be t a k a r ot e n de n ga n Spe ct r oph ot om e t e r UV Ge n e sis
TM
1 0
Ga m ba r 9 . H a sil sca n n in g filt r a t pe r a sa n w or t e l de n ga n pe la r u t k lor ofor m Spe ct r oph ot om e t e r UV Ge n e sis
TM
1 0
Kedua hasil scanning diatas terletak pada panjang gelombang 250-400 nm. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa serapan beta karoten terletak pada UV A
349-352 nm dan UV C 271-283 nm. Karena UV C hampir tidak ditemukan dalam alam karena secara total diserap oleh atmosfer atau dengan kata lain masih
bisa diproteksi oleh atmosfer bumi maka sediaan sunscreen ditujukan untuk melindungi dari radiasi UV A. Sehingga pengukuran nilai SPF dilakukan pada
rentang UV A yaitu pada 320-400 nm. Pengukuran nilai SPF dilakukan pada rentang panjang gelombang UV 365 nm secara in vitro.
Alasan pemilihan panjang gelombang tersebut karena merupakan panjang gelombang dilakukannya uji efikasi yang masuk dalam range UV mengiritasi
kulit. Selain itu karena lampu UV yang digunakan untuk pengukuran in vivo hanya memancarkan panjang gelombang 365 nm.
Ta be l V I I I . H a sil pe n gu k u r a n SPF
Serapan A SPF
Replikasi Replikasi Σ beta
karoten mg
1 2 3 1 2 3 SPF
rata- rata
1,64043 1,152 1,038 1,028 14,191 10,914 10,666 11,924
Perhitungan filtrat yang diperlukan dalam formula
Ta be l I X . H a sil pe n gu k u r a n SPF filt r a t pe r a sa n w or t e l
Konsentrasi ppm Serapan
SPF Rata-rata SPF
0,919 8,299 0,985 9,661
52,493736 0,904 8,017
8,659 1,152 14,191
1,038 10,914 65,61717
1,028 10,666 11,924
Dari perhitungan diketahui bahwa untuk mendapatkan nilai SPF 11,92 maka kadar beta karoten dalam sediaan adalah 65,61717 ppm. Absorbansi yang
mendekati nilai SPF yang diharapkan diperoleh dari endapan perasan wortel, maka kadar beta karoten filtrat disesuaikan untuk mencapai kadar beta karoten
yang setara dengan kadar beta karoten pada endapan perasan wortel. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah filtrat perasan yang diperlukan untuk menghasilkan
SPF 11,924 adalah 99,2968 gram, apabila diinginkan untuk membuat 200 gram
gel. Formula yang dibuat sesuai perhitungan menghasilkan sediaan gel yang berpenampilan buruk yaitu warna gel yang terlalu orange pekat seperti saos
tomat, mungkin karena jumlah filtratnya terlalu banyak sehingga konsentrasi filtrat dalam sediaan gel menjadi terlalu pekat.
Penampilan fisis yang demikian jelas tidak bisa diterima oleh masyarakat, oleh karenanya diperlukan sebuah cara untuk dapat menghasilkan gel yang
memiliki penampilan yang lebih bisa diterima masyarakat secara luas. Langkah yang diambil adalah mengurangi konsentrasi filtrat perasan wortel dalam
pembuatan formula yang baru, setelah dicoba membuat gel dengan filtrat perasan wortel sejumlah 3,5 gram dalam 100 gram formula memberikan hasil sediaan gel
dengan penampilan yang menarik acceptable.
2. Penetapan kadar beta karoten dan nilai SPF dalam sediaan gel