commit to user 3
menjadi alat skrining yang sederhana serta hemat waktu untuk mengidentifikasi obesitas secara individual.
Hubungan yang erat antara lingkar leher dengan dislipidemia, kadar glukosa dan asam urat telah diteliti pada orang dewasa obese dan didapatkan
cut off point
titik potong ukuran lingkar leher sebagai prediktor kelainan tersebut Ben-Noun A
Laor, 2006. Pada anak obese usia sekolah dasar, penelitian mengenai lingkar leher sebagai prediktor dislipidemia belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara lingkar leher dengan dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar sehingga didapatkan cara
pemeriksaan yang mudah dan murah sebagai prediktor dislipidemia.
B. Rumusan Masalah
Apakah lingkar leher dapat digunakan sebagai prediktor dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis ukuran lingkar leher anak obese usia sekolah dasar sebagai prediktor dislipidemia.
2. Tujuan khusus
a. Mendapatkan prevalensi dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar
di Surakarta.
commit to user 4
b. Mendapatkan titik potong ukuran lingkar leher terhadap dislipidemia pada
anak obese usia sekolah dasar. c.
Mengenalisis hubungan antara asupan lemak dengan dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar.
d. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan dislipidemia pada
anak obese usia sekolah dasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bidang akademik
a. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada civitas akademika berupa
informasi bahwa ukuran lingkar leher dapat digunakan sebagai prediktor dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar.
b. Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan
penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain.
2. Manfaat bidang pelayanan
a. Mendapatkan alat skrining yang mudah, murah, dan hemat waktu berupa
pengukuran lingkar leher sebagai prediktor dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi penyusunan protokol
tetap protap pelayanan dalam upaya deteksi dan penatalaksanaan secara dini anak obese usia sekolah dasar yang mengalami dislipidemia.
commit to user 5
3. Manfaat bidang kedokteran keluarga
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi dokter keluarga
sebagai pemberi pelayananan primer yang berparadigma sehat dalam upaya promotif dan preventif seputar permasalahan obesitas dan
dislipidemia yang sejalan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif secara profesional, holistik, dan komprehensif.
commit to user 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1.
Definisi dan kriteria obesitas
WHO mendefinisikan obesitas atau kegemukan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan
WHO, 2000. Proses yang mendasari terjadinya obesitas adalah ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga kelebihan energi tersebut
disimpan dalam bentuk penimbunan jaringan lemak Sjarif, 2011. Kriteria obesitas harus terpenuhi baik secara klinis maupun antropometri. Secara
klinis anak obesitas memiliki tanda dan gejala seperti wajah bulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher pendek, payudara besar, perut buncit, dinding perut yang berlipat-lipat,
kedua tungkai berbentuk huruf X dan penis yang tampak kecil pada anak laki-laki. Pada kulit bisa didapatkan ruam, intertrigo, dermatitis moniliasis, jerawat dan
acanthosis nigricans
Sjarif, 2011; Subardja dkk, 2010. Bentuk fisik obesitas dibedakan menurut distribusi lemak yaitu obesitas tubuh
bagian atas
upper body obesity
dan obesitas tubuh bagian bawah
lower body obesity
. Obesitas tubuh bagian atas disebut juga
apple shape body
bila lebih banyak lemak di tubuh bagian atas dada dan pinggang
.
Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal juga
sebagai
android obesity
Subardja dkk, 2010. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan dislipidemia sebagai faktor risiko penyakit
commit to user 7
kardiovaskuler dan metabolik daripada obesitas tubuh bagian bawah Boivin dkk, 2001.
Obesitas tubuh bagian bawah
pear shape body
adalah penimbunan lemak yang berlebihan di tubuh bagian bawah pinggul dan paha Subardja dkk, 2010. Tipe
obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut
gynoid obesity
. Tipe obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita
Bergman VC dkk, 2001. Secara antropometris penentuan obesitas dapat dilakukan dengan beberapa metode
pengukuran, antara lain sebagai berikut Sjarif, 2011: a.
Pengukuran berat badan BB dibandingkan tinggi badan BBTB, dikatakan obesitas bila BBTB persentil ke-95 atau 120 atau z-score = + 2 standar
deviasi. b.
Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit TLK bisep, trisep, subskapular dan suprailiaka, disebut obesitas bila TLK persentil ke-85.
c. Menghitung indeks massa tubuh IMT.
Indeks massa tubuh IMT merupakan baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja Sjarif, 2002. Indeks massa tubuh menjadi petunjuk untuk menentukan
kelebihan berat badan berdasarkan indeks quatelet berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter kgm
2
. Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak. Klasifikasi IMT terhadap umur adalah sebagai
berikut: usia 0-5 tahun dikatakan obese jika z-score ≥ +3 standar deviasi
berdasarkan kurva WHO 2006 dan untuk anak usia 5-19 tahun disebut obesitas jika z-
score ≥ +2 standar deviasi dengan menggunakan kurva
WHO reference
2007
atau ≥ persentil ke-95 jika menggunakan kurva CDC 2000 Sjarif, 2011.
commit to user 8
IMT berkorelasi dengan distribusi lemak tubuh Nafiu dkk, 2010. Sehingga obesitas juga dapat ditentukan dengan cara mengukur distribusi lemak tubuh bagian
tertentu seperti lingkar pinggang, lingkar leher,
skinfold
, ratio lingkar pinggang dan pinggul, atau dengan pemeriksaan penunjang seperti USG
ultrasonography
, DEXA
Dual Energy X-Ray Absorbsimetry
,
CT Scan Computed Tomography Scan
, dan MRI
Magnetic Resonance Imaging
Nafiu dkk, 2010.
2. Perjalanan perkembangan obesitas
Terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu periode prenatal pada trisemester ketiga kehamilan,
periode
adiposity rebound
pada usia 6-7 tahun dan periode
adolescence
Dietz, 1998. Puncak penimbunan lemak awal terjadi pada umur 6-8 bulan. Setelah periode tersebut
pembentukan lemak mulai menurun dan berhenti pada umur 28 bulan. Pada usia 1 tahun terjadi demobilisasi lemak sehingga pada usia 6 tahun seorang anak mempunyai
kandungan lemak tubuh paling sedikit. Mulai usia 6 tahun sampai masa sebelum pubertas, penimbunan sel lemak akan meningkat kembali
rebound
yang berarti deposit sel lemak dimulai kembali. Usia mulai terjadinya
rebound
ini sangat menentukan untuk terjadinya obesitas yang menetap. Apabila proses
rebound
terjadi dini, maka kemungkinan untuk menetapnya obesitas makin besar Dietz WH, 1998.
Pi-Sunyer 1994 dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa sekitar 26.5 anak obesitas akan tetap obesitas untuk dua dekade berikutnya dan 80 remaja obesitas
akan menjadi dewasa yang obesitas pula.
commit to user 9
3. Epidemiologi obesitas
Prevalensi obesitas pada anak usia prasekolah di Amerika Serikat tahun 2008 adalah 14.6 dan menurut data dari
Centres for Disease Control and Prevention CDC
didapatkan peningkatan prevalensi obesitas pada anak usia 12-18 tahun di Amerika Serikat yaitu dari 6 pada tahun 1970an menjadi 17 pada tahun 2003-
2004 CDC, 2009; Yanovski dkk, 2007. Menurut De Onis tahun 2000, prevalensi anak sekolah dengan
overweight
di negara sedang berkembang juga menunjukkan peningkatan, paling banyak didapatkan di Amerika latin dan Karibia 4.4,
kemudian Afrika 3.9 dan Asia 2.9. Namun secara mutlak, jumlah terbesar terdapat di kawasan Asia yaitu sekitar 60 atau 10.6 juta jiwa.
Di Indonesia prevalensi obesitas adalah 12.2 untuk anak usia prasekolah, 9.5 anak usia sekolah laki-laki dan 6.4 anak usia sekolah perempuan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2007. Sedangkan menurut Nasar tahun 1995, di Jakarta prevalensi obesitas paling banyak didapatkan pada remaja wanita 10.2
daripada laki-laki 3.1. Prevalensi obesitas anak usia sekolah di Jawa tengah sebesar 6.6 untuk anak laki-laki dan 4.6 untuk anak perempuan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2007. Sedangkan di Surakarta, prevalensi obesitas didapatkan sebesar 9.7 Hidayah, 2006.
4. Faktor-faktor penyebab obesitas
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan akibat ketidak- seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan
energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak Taitz, 1991. Gangguan keseimbangan energi ini, sebagian besar disebabkan oleh faktor eksogennutrisional
commit to user 10
obesitas primer sedangkan hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh faktor endogen obesitas sekunder seperti kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik
Subardja dkk, 2010. Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti atau bersifat multifaktorial.
Obesitas diduga akibat interaksi antara penyebab yang tidak dapat diubah yaitu faktor genetik dan penyebab yang dapat diubah yaitu faktor lingkungan Taitz, 1991;
Subardja dkk, 2010.
a. Faktor genetik
Parental fatness
merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, maka 80 anaknya akan menjadi obesitas. Apabila salah satu
orang tua obese, maka kejadian obesitas pada anak menjadi 40 dan apabila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi anak menjadi obesitas sekitar 14 Sjarif,
2003. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada
resting metabolic rate thermogenesis non exercise
, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang
jelek atau gangguan pada gen-gen penyebab obesitas seperti leptin, dan sindrom tertentu Kopelman, 2000; Subardja dkk, 2010. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kerentanan terhadap obesitas dapat ditentukan secara genetik Kopelman, 2000.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan menentukan ekspresi fenotip obesitas Kopelman, 2000. Faktor lingkungan meliputi antara lain aktivitas fisik, nutrisional, sosial ekonomi dan gaya
hidup Taitz, 1991. Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari
energy expenditure
, yaitu sekitar 20-50 dari total
energy expenditure.
Beberapa penelitian yang dilakukan di negara maju mendapatkan hubungan antara aktivitas
commit to user 11
fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg Kopelman, 2000.
Sebagai contoh, penelitian di Amerika menunjukkan bahwa anak yang menonton televisi 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5.3 kali lebih
besar dibanding mereka yang menonton televisi 2 jam setiap harinya Kopelman, 2000. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa anak
yang mempunyai kebiasaan olah raga terhindar dari risiko obesitas OR: 0.48 Fukuda, 2001.
Peranan faktor nutrisi pada obesitas dimulai sejak dalam kandungan, jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi oleh berat badan ibu. Selanjutnya
kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh beberapa hal seperti waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat, dan
lemak atau kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi Sjarif, 2003. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok
dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak OR 1.7. Keadaan ini
disebabkan karena makanan berlemak mempunyai
energy density
lebih besar, cenderung tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih
kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan semakin
meningkatkan selera makan dan memicu terjadinya konsumsi yang berlebihan Kopelman, 2000.
Kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah
commit to user 12
terbatas, sehingga apabila terjadi asupan protein yang berlebihan maka kelebihan tersebut akan segera dioksidasi. Karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan
dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah yang kecil, sehingga asupan karbohidrat yang berlebihan akan menyebabkan sekitar 60-80 energinya
disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Sedangkan lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak yang tidak diiringi
peningkatan oksidasi lemak mengakibatkan sekitar 96 lemak disimpan dalam jaringan lemak WHO, 2000.
Faktor sosial ekonomi dan gaya hidup juga dapat mempengaruhi terjadinya obesitas. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku, gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi Sjarif, 2003. Perubahan gaya hidup akhir-akhir ini justru menjurus
pada penurunan aktivitas fisik pada anak, seperti ke sekolah dengan naik kendaraan dan anak yang lebih senang bermain komputer
games
, menonton televisi atau video dibanding bermain dengan teman. Selain itu, semakin mudahnya
memperoleh bermacam-macam makanan cepat saji dengan harga yang terjangkau,
semakin berisiko menimbulkan obesitas pada anak Sjarif, 2003.
5. Patofisiologi obesitas
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi melalui sinyal-sinyal efferent yang berpusat di hipotalamus
setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer yaitu dari jaringan adiposa, usus dan
commit to user 13
jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi dan katabolik anoreksia, meningkatkan pengeluaran
energi dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek situasional mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan
dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin. Sinyal panjang yang diperankan oleh
fat-derived hormone leptin
dan insulin mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Di dalam sistem ini leptin memegang peran
utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar
darah otak menuju ke hipotalamus Schwartz, 2000. Peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah dapat merangsang
anorexigenic center
ventromedial hypothalamic
di hipotalamus agar menurunkan produksi neuropeptide Y NPY sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan,
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada
feeding centerorexigenic center
di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada
sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin di dalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin. Apabila asupan energi
melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat. Bila hipertrofi adiposit ini mencapai tingkat tertentu akan terjadi rangsangan pembentukan
sel lemak baru dari bakal sel lemak preadiposit sehingga terjadi hiperplasi dan peningkatan
visceral fat
lemak sentral Schwartz, 2000. Peningkatan
visceral fat
mengakibatkan ketidakseimbangan produksi beberapa produk metabolik, hormon dan beberapa mediator kimiawi. seperti
free fatty acids
commit to user 14
FFAs
serta
Tumor Necrosis Factor-
α TNF
-
α yang menghambat fosforilasi IRS-1
Insulin Receptor Substrate-1
sehingga mekanisme sinyal insulin terganggu. Penurunan sensitifitas insulin atau resistensi insulin akan mengganggu fungsi endotel.
Resistensi insulin juga akan meningkatkan glukosa plasma dan merangsang lagi peningkatan sekresi insulin oleh pankreas sehingga mengakibatkan terjadinya
hiperinsulinemia lebih lanjut. Keadaan hiperinsulinemia akan merangsang sekresi enzim lipoprotein lipase LPL sehingga penimbunan lemak dalam adiposit akan
bertambah dan proses terjadinya obesitas akan berlangsung terus Schwartz, 2000; Subardja dkk, 2010.
Gambar 1. Skema jalur mekanisme regulasi keseimbangan energi Schwartz, 2000
6. Dampak obesitas
Anak dengan obesitas berpotensi mengalami berbagai komplikasi penyakit dan permasalahan psikososial. Menurut pendapat Riza 2007, obesitas dapat
commit to user 15
menyebabkan gangguan psikososial pada anak. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hidayah 2006 yang mendapatkan bahwa prevalensi tingkat
kematangan sosial rendah pada anak obese lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak obesitas. Insiden dan keparahan penyakit infeksi lebih banyak terjadi pada individu
yang obesitas Marti, 2001. Moelyo 2007 juga membuktikan bahwa anak dengan obesitas memiliki respon imun yang lebih tinggi. Selain itu, obesitas berisiko tinggi
mengalami dislipidemia, hipertensi, gangguan fungsi hati, hiperinsulinemia, dan lain- lain yang memicu terjadinya penyakit metabolik, penyakit degeneratif, dan penyakit
kardiovaskuler dikemudian hari Taitz, 1991; WHO, 2000.
7. Dislipidemia pada obesitas
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah arteri. Penyebab terbanyak penyempitan tersebut adalah
aterosklerosis 99. Lebih dari setengah insidensi penyakit ini dapat diterangkan kejadiannya oleh dislipidemia Barzillay dkk, 2001. Proses ini bisa terjadi pada
seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah aorta, arteria koronaria, serebral dan iliofemoral. Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas
pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut ateroma pada bagian dalam tunika intima dan media. Proses aterosklerosis
dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi nyata secara klinik pada kehidupan dewasa Barzillay dkk, 2001.
Kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang tinggi, serta kadar kolesterol HDL yang rendah berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya aterosklerosis pada
remaja dan dewasa muda. Sedangkan peninggian kadar trigliserida mempunyai
commit to user 16
peranan yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar kolesterol. Berdasarkan bukti bahwa aterosklerosis dimulai masa kanak-kanak, maka pencegahan terhadap
munculnya faktor-faktor risiko seperti dislipidemia harus dimulai sejak kanak-kanak dan remaja.
Dislipidemia ditandai dengan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi serta kadar kolesterol HDL yang rendah Newburger, 1992.
Dislipidemia pada anak didefinisikan bila terjadi hiperkolesterolemia dengan kadar kolesterol total ≥ 200 mgdl danatau hiper-LDL kolesterolemia dengan kadar ≥ 130
mgdl danatau hipo-HDL kolesterolemia dengan kadar 35 mgdl danatau hipertrigliseridemia dengan kadar trigliserida ≥ 100 mgdl untuk usia 10 tahun dan
kadar trigliserida ≥ 130 mgdl untuk anak usia lebih dari 10 tahun
Committee on Nutrition of the American Academy Pediatrics
, 1998. Dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain asupan lemak, aktivitas fisik, dan distribusi lemak tubuh:
a. Asupan lemak
Ada 2 sistemjalur pengangkutan dan sintesis lemak melalui makanan yaitu eksogen dan endogen. Mekanisme ini akan dijelaskan dalam gambar 2 berikut ini
Brown MS and Goldstein JL, 1984:
commit to user 17
Gambar 2. Jalur eksogen dan endogen tranportasi dan sintesis lemak Brown MS and Goldstein JL, 1984
Jalur eksogen sintesis lemak melibatkan kolesterol yang berasal dari makanan dietetik. Lemak yang berasal dari makanan mengalami pemecahan menjadi asam
lemak bebas, trigliserida, fosfolipid dan kolesterol di dalam usus. Kemudian diolah dan diserap kedalam darah dalam bentuk kilomikron. Trigliserida disimpan
dalam jaringan lemak di seluruh tubuh, sedangkan sisa pemecahan kilomikron akan diuraikan menjadi kilomikron remnant yang beredar menuju hati. Di dalam
hati, trigliserida dan kolesterol juga disintesis dari karbohidrat. Sebagian kolesterol akan dibuang ke dalam empedu sebagai asam empedu dan sebagian lagi
bersama-sama trigliserida akan bergabung dengan apoprotein B membentuk VLDL. VLDL ini lalu dipecah oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL yang
bertahan selama 2-6 jam, kemudian berubah menjadi LDL. Fungsi LDL adalah membawa kolesterol ke jaringan perifer termasuk ke dinding pembuluh darah
commit to user 18
arteri sehingga dapat digunakan oleh sel-sel tubuh yang memerlukan. Suatu ikatan lain antara kolesterol dengan apoprotein A akan membentuk HDL. Fungsi HDL
mengambil kolesterol dari jaringan dan membawanya ke hati untuk dikeluarkan lewat empedu. Di dalam usus halus, asam empedu akan direabsorbsi dan
dimasukkan kedalam sirkulasi untuk mengulangi siklus jalur endogen. Asupan tinggi lemak adalah asupan makanan yang mengandung kadar lemak
melebihi kebutuhan berdasarkan usia. Diet yang direkomendasikan adalah asupan lemak
≤ 30 total energi dan tidak kurang dari 20 total energi Williams CL Deckelbaum R, 2003. Eckel 1997 menyatakan bahwa konsumsi makanan
dengan kadar kolesterol tinggi akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah. Asupan makanan tinggi kolesterol kolesterol dietetik akan mengakibatkan
kadar kolesterol dalam hati meningkat, sehingga hati mempunyai cukup kadar kolesterol dan akan menghentikan pengambilan kolesterol LDL. Kolesterol LDL
yang tinggi dalam darah akan sangat mudah berubah bentuk dan sifatnya sehingga akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh dan akan difagositosis oleh sel-sel
makrofag. Sel makrofag ini kemudian akan berubah menjadi sel-sel busa
foam cell
yang dapat mengendap pada lapisan dinding pembuluh darah arteri dan membentuk sumbatan-sumbatan. Proses penyumbatan ini kemudian dikenal
sebagai aterosklerosis Eckel, 1997.
b. Aktivitas fisik
Penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik dengan kadar profil lipid darah juga telah banyak dilakukan. Di Jepang, dilakukan penelitian yang membandingkan
antara kelompok yang melakukan aktivitas fisik yang teratur dan kelompok yang lebih banyak duduk. Pada kelompok dengan aktivitas fisik yang teratur,
commit to user 19
didapatkan kadar trigliserida yang lebih rendah dan kolesterol HDL yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lebih banyak duduk Hsieh dkk, 1998.
Kadar profil lipid yang ditemukan pada masa anak-anak cenderung menetap sampai dewasa, hal ini dibuktikan oleh
The Bogalusa Heart Study
yang melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar profil lipid
semasa kanak-kanak dengan profil lipid di masa dewasa terutama untuk kadar kolesterol total dan LDL. Kolesterol LDL merupakan prediktor yang paling kuat
terhadap kemungkinan dislipidemia dimasa dewasa Freedman, 1999.
c. Genetik
Dislipidemia primer adalah keadaan peningkatan kadar lemak darah yang tidak ada hubungannya dengan penyakit lain herediter. Hiperkolesterolemia familial
ada dua macam yaitu homozygot dan heterozygot Newburger JW, 1992.
d. Distribusi lemak tubuh
Peningkatan konsentrasi insulin akibat resistensi insulin pada obesitas mempengaruhi aktifitas lipase hati dan lipoprotein lipase, keduanya berperan
dalam metabolisme kolesterol. Penurunan aktifitas lipoprotein lipase dan peningkatan lipase hati mengakibatkan penurunan maturasi dan peningkatan
katabolisme kolesterol Goran Gower, 1999. Selain itu, resistensi insulin akan mengakibatkan disfungsi endotel dan mengawali semua penyakit metabolik dan
vaskuler pada obesitas. Disfungsi endotel seperti yang terjadi pada obesitas ini dipertimbangkan sebagai salah satu elemen kunci berkembangnya aterosklerosis
yang dapat memicu terjadinya penyakit kardivaskuler. Menurut Daniels dkk 1998, kadar insulin yang tinggi mempunyai hubungan yang kuat dengan IMT.
commit to user 20
Anak dengan IMT persentil ke-95, 40 diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi dan 15 mempunyai kadar kolesterol HDL yang rendah.
Profil lipid darah anak obesitas cenderung menyerupai profil lipid penderita penyakit kardiovaskuler yaitu meliputi peningkatan kadar kolesterol LDL
low- density lipoprotein
, trigliserida, kadar insulin dan penurunan kadar kolesterol HDL
high-density lipoprotein
, sehingga anak obesitas memiliki risiko sebesar 1.7-2.6 kali untuk mendapatkan penyakit kardiovaskuler di usia dewasa Sjarif,
2003; Martuti dkk, 2008. Menurut Vague 1956, faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti dislipidemia berhubungan erat dengan perbedaan morfologi
tubuh atau tipe distribusi lemak. P enelitian
lain menyatakan bahwa obesitas tubuh bagian atas berhubungan lebih kuat berhubungan dengan hipertensi, dislipidemia,
diabetes melitus, hiperinsulinemia, dan gout daripada obesitas tubuh bagian bawah
Hirschle dkk, 2005; Ben-Noun A Laor, 2006. Obesitas bagian atas
dapat dinilai dengan berbagai metode seperti lingkar pinggang dan lingkar leher Nafiu dkk, 2010.
8. Lingkar leher sebagai prediktor dislipidemia
The Bogalusa Heart Study
menunjukkan bahwa distribusi lemak yang ditentukan dengan cara mengukur lingkar pinggang pada anak-anak usia 5-17 tahun berhubungan
dengan kadar trigliserida, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan insulin yang abnormal Freedman, 1999; Hirschler V, 2005.
Pengukuran lingkar pinggang, meskipun terbukti berhubungan erat dengan faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan terbukti
mudah dilakukan, ternyata masih memiliki beberapa kelemahan yaitu antara lain: pengukuran yang cukup memakan banyak waktu, dipengaruhi oleh budaya dan
commit to user 21
musim, serta dipengaruhi oleh perubahan besarnya perut postprandial dan harus dilakukan pada akhir ekspirasi maksimal. Oleh karena itu, pengukuran lingkar
pinggang tidak dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan tertentu Nafiu dkk, 2010.
Lingkar leher merupakan metode pengukuran distribusi lemak tubuh bagian atas baru yang akhir-akhir ini mulai dikembangkan untuk menggantikan pengukuran
lingkar pinggang, baik sebagai alat skrining obesitas maupun korelasinya terhadap faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Metode yang digunakan cukup sederhana,
murah, cepat dan mudah digunakan serta tidak dipengaruhi oleh perubahan anatomi tubuh postpandrial maupun akhir ekspirasi maksimal seperti halnya pengukuran
dengan lingkar pinggang Nafiu dkk, 2010. Penelitian Nafiu dkk 2010 di Michigan, Amerika Serikat pada anak-anak usia 6-18 tahun mendapatkan ukuran lingkar leher
sebesar 28.5-39.8 cm mengindikasikan IMT tinggi pada anak laki-laki dan sebesar 27- 34.6 cm untuk anak perempuan.
Lingkar leher berkorelasi dengan IMT. Pengukuran lingkar leher sudah menjadi alat skrining yang mudah dan hemat waktu untuk mengidentifikasi obesitas secara
individual pada subyek dewasa. Lingkar leher juga merupakan alat ukur lemak subkutan yang telah dibuktikan berhubungan dengan lemak visceral pada obesitas
sentral dan faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti dislipidemia Ben-Noun A Laor, 2006.
commit to user 22
B. Kerangka konsep
Gambar 3. Bagan kerangka konsep
: Lingkup penelitian
Keterangan kerangka konsep:
Penyebab obesitas adalah multifaktorial. Obesitas diduga terjadi akibat interaksi antara penyebab yang tidak dapat diubah yaitu faktor genetik dan penyebab yang
dapat diubah yaitu faktor lingkungan pola hidup seperti asupan makanan yang tinggi lemak dan aktivitas fisik yang rendah. Dengan kata lain, obesitas terjadi akibat
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Distribusi jaringan
Genetik
Obesitas
Aktivitas fisik
Distribusi lemak tubuh atas:
Lingkar pinggang
Lingkar leher
Asupan lemak DISLIPIDEMIA
Resistensi insulin leptin
↓ Aktivitas lipoprotein lipase
lipase hati ↑
↓ Maturasi katabolisme
kolesterol ↑
commit to user 23
lemak tubuh dibagi menjadi dua, yaitu tubuh bagian atas dan bawah. Adanya timbunan lemak pada obesitas menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang akan
menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas lipoprotein lipase dan peningkatan lipase hati yang akan mengakibatkan penurunan maturasi dan peningkatan katabolisme
kolesterol sehingga memicunya terjadinya dislipidemia. Distribusi lemak tubuh bagian atas diduga lebih berhubungan dengan dislipidemia sebagai salah satu faktor
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler di masa selanjutnya. Distribusi lemak tubuh bagian atas dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan mengukur
lingkar leher. Selain dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh, dislipidemia juga dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas fisik yang rendah dan asupan tinggi lemak.
C. Hipotesis
Lingkar leher dapat digunakan sebagai prediktor dislipidemia pada anak obesitas usia sekolah dasar.
commit to user 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian