commit to user 3
menjadi  alat  skrining  yang  sederhana  serta  hemat  waktu  untuk  mengidentifikasi obesitas secara individual.
Hubungan  yang  erat  antara  lingkar  leher  dengan  dislipidemia,  kadar  glukosa  dan asam  urat  telah  diteliti  pada  orang  dewasa  obese  dan  didapatkan
cut  off  point
titik potong  ukuran  lingkar  leher  sebagai  prediktor  kelainan  tersebut  Ben-Noun    A
Laor,  2006.  Pada  anak  obese  usia  sekolah  dasar,  penelitian  mengenai  lingkar  leher sebagai  prediktor  dislipidemia  belum  pernah  dilakukan.  Oleh  karena  itu,  perlu
dilakukan  suatu  penelitian  untuk  mengetahui  hubungan  antara  lingkar  leher  dengan dislipidemia  pada  anak  obese  usia  sekolah  dasar  sehingga  didapatkan  cara
pemeriksaan yang mudah dan murah sebagai prediktor dislipidemia.
B. Rumusan Masalah
Apakah  lingkar  leher  dapat  digunakan  sebagai  prediktor  dislipidemia  pada  anak obese usia sekolah dasar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis  ukuran  lingkar  leher  anak  obese  usia  sekolah  dasar  sebagai prediktor dislipidemia.
2.  Tujuan khusus
a. Mendapatkan prevalensi dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar
di Surakarta.
commit to user 4
b. Mendapatkan titik potong ukuran lingkar leher terhadap dislipidemia pada
anak obese usia sekolah dasar. c.
Mengenalisis  hubungan  antara  asupan  lemak  dengan  dislipidemia  pada anak obese usia sekolah dasar.
d. Menganalisis  hubungan  antara  aktivitas  fisik  dengan  dislipidemia  pada
anak obese usia sekolah dasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bidang akademik
a. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada civitas akademika berupa
informasi  bahwa  ukuran  lingkar  leher  dapat  digunakan  sebagai  prediktor dislipidemia pada anak obese usia sekolah dasar.
b. Hasil  dari  penelitian  ini  diharapakan  dapat  digunakan  sebagai  bahan
penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain.
2. Manfaat bidang pelayanan
a. Mendapatkan alat skrining yang mudah, murah, dan hemat waktu berupa
pengukuran  lingkar  leher  sebagai  prediktor  dislipidemia  pada  anak  obese usia sekolah dasar.
b. Hasil  penelitian  ini  dapat  dijadikan  masukan  bagi  penyusunan  protokol
tetap protap pelayanan dalam upaya deteksi  dan penatalaksanaan secara dini anak obese usia sekolah dasar yang mengalami dislipidemia.
commit to user 5
3. Manfaat bidang kedokteran keluarga
a. Hasil  penelitian  ini  dapat  dijadikan  bahan  acuan  bagi  dokter  keluarga
sebagai  pemberi  pelayananan  primer  yang  berparadigma  sehat  dalam upaya  promotif  dan  preventif  seputar  permasalahan  obesitas  dan
dislipidemia  yang  sejalan  dengan  upaya  kuratif  dan  rehabilitatif  secara profesional, holistik, dan komprehensif.
commit to user 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1.
Definisi dan kriteria obesitas
WHO  mendefinisikan  obesitas  atau  kegemukan  sebagai  suatu  kelainan  atau penyakit  yang  ditandai  dengan  penimbunan  jaringan  lemak  tubuh  secara  berlebihan
WHO,  2000.  Proses  yang  mendasari  terjadinya  obesitas  adalah  ketidakseimbangan antara  asupan  energi  dengan  keluaran  energi  sehingga  kelebihan  energi  tersebut
disimpan dalam bentuk penimbunan jaringan lemak Sjarif, 2011. Kriteria obesitas  harus  terpenuhi  baik  secara klinis  maupun antropometri.  Secara
klinis anak obesitas memiliki tanda dan gejala seperti wajah bulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher pendek, payudara besar, perut buncit, dinding perut yang berlipat-lipat,
kedua  tungkai  berbentuk  huruf  X  dan  penis  yang  tampak  kecil  pada  anak  laki-laki. Pada  kulit  bisa  didapatkan  ruam,  intertrigo,  dermatitis  moniliasis,  jerawat  dan
acanthosis nigricans
Sjarif, 2011; Subardja dkk, 2010. Bentuk  fisik  obesitas  dibedakan  menurut  distribusi  lemak  yaitu  obesitas  tubuh
bagian  atas
upper  body  obesity
dan  obesitas  tubuh  bagian  bawah
lower  body obesity
. Obesitas tubuh bagian atas disebut juga
apple shape body
bila lebih banyak lemak  di  tubuh  bagian  atas  dada  dan  pinggang
.
Obesitas  tubuh  bagian  atas  lebih banyak  didapatkan  pada  pria,  oleh  karena  itu  tipe  obesitas  ini  lebih  dikenal  juga
sebagai
android  obesity
Subardja  dkk,  2010.  Tipe  obesitas  ini  berhubungan  lebih kuat  dengan  diabetes,  hipertensi,  dan  dislipidemia  sebagai  faktor  risiko  penyakit
commit to user 7
kardiovaskuler  dan  metabolik  daripada  obesitas  tubuh  bagian  bawah  Boivin  dkk, 2001.
Obesitas  tubuh  bagian  bawah
pear  shape  body
adalah  penimbunan  lemak  yang berlebihan  di  tubuh  bagian  bawah  pinggul  dan  paha  Subardja  dkk,  2010.  Tipe
obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut
gynoid  obesity
. Tipe  obesitas  ini  berhubungan  erat  dengan  gangguan  menstruasi  pada  wanita
Bergman VC dkk, 2001. Secara antropometris penentuan obesitas dapat dilakukan dengan beberapa metode
pengukuran, antara lain sebagai berikut Sjarif, 2011: a.
Pengukuran  berat  badan  BB  dibandingkan  tinggi  badan  BBTB,  dikatakan obesitas  bila  BBTB    persentil  ke-95  atau    120  atau  z-score  =  +  2  standar
deviasi. b.
Pengukuran  lemak  subkutan  dengan  mengukur  tebal  lipatan  kulit  TLK  bisep, trisep, subskapular dan suprailiaka, disebut obesitas bila TLK  persentil ke-85.
c. Menghitung indeks massa tubuh IMT.
Indeks  massa  tubuh  IMT  merupakan  baku  pengukuran  obesitas  pada  anak  dan remaja  Sjarif,  2002.  Indeks  massa  tubuh  menjadi  petunjuk  untuk  menentukan
kelebihan  berat  badan  berdasarkan  indeks  quatelet  berat  badan  dalam  kilogram dibagi  kuadrat  tinggi  badan  dalam    meter  kgm
2
.  Interpretasi  IMT  tergantung pada umur dan jenis kelamin anak. Klasifikasi IMT terhadap umur adalah sebagai
berikut:  usia  0-5  tahun  dikatakan  obese  jika  z-score ≥  +3  standar  deviasi
berdasarkan  kurva  WHO  2006  dan  untuk  anak  usia  5-19  tahun  disebut  obesitas jika  z-
score    ≥  +2  standar  deviasi  dengan  menggunakan  kurva
WHO reference
2007
atau ≥ persentil ke-95 jika menggunakan kurva CDC 2000 Sjarif, 2011.
commit to user 8
IMT  berkorelasi  dengan  distribusi  lemak  tubuh  Nafiu  dkk,  2010.  Sehingga obesitas  juga  dapat  ditentukan  dengan  cara  mengukur  distribusi  lemak  tubuh  bagian
tertentu  seperti  lingkar  pinggang,  lingkar  leher,
skinfold
,  ratio  lingkar  pinggang  dan pinggul, atau dengan pemeriksaan penunjang seperti USG
ultrasonography
, DEXA
Dual  Energy  X-Ray  Absorbsimetry
,
CT  Scan  Computed  Tomography  Scan
,  dan MRI
Magnetic Resonance Imaging
Nafiu dkk, 2010.
2. Perjalanan perkembangan obesitas
Terdapat  3  periode  kritis  dalam  masa  tumbuh  kembang  anak  dalam  kaitannya dengan terjadinya obesitas,  yaitu periode prenatal pada trisemester ketiga kehamilan,
periode
adiposity rebound
pada usia 6-7 tahun dan periode
adolescence
Dietz, 1998. Puncak penimbunan lemak awal terjadi pada umur 6-8 bulan. Setelah periode tersebut
pembentukan  lemak  mulai  menurun  dan  berhenti  pada  umur  28  bulan.  Pada  usia  1 tahun terjadi demobilisasi lemak sehingga pada usia 6 tahun seorang anak mempunyai
kandungan  lemak  tubuh  paling  sedikit.  Mulai  usia  6  tahun  sampai  masa  sebelum pubertas,  penimbunan  sel  lemak  akan  meningkat  kembali
rebound
yang  berarti deposit  sel  lemak  dimulai  kembali.  Usia  mulai  terjadinya
rebound
ini  sangat menentukan untuk  terjadinya obesitas  yang menetap. Apabila proses
rebound
terjadi dini, maka kemungkinan untuk menetapnya obesitas makin besar  Dietz WH, 1998.
Pi-Sunyer  1994  dalam  penelitiannya  juga  menyatakan  bahwa  sekitar  26.5  anak obesitas  akan  tetap  obesitas  untuk  dua  dekade  berikutnya  dan  80  remaja  obesitas
akan menjadi dewasa yang obesitas pula.
commit to user 9
3. Epidemiologi obesitas
Prevalensi  obesitas  pada  anak  usia  prasekolah  di  Amerika  Serikat  tahun  2008 adalah  14.6  dan  menurut  data  dari
Centres  for  Disease  Control  and  Prevention CDC
didapatkan  peningkatan  prevalensi  obesitas  pada  anak  usia  12-18  tahun  di Amerika  Serikat  yaitu  dari  6  pada  tahun  1970an  menjadi  17  pada  tahun  2003-
2004  CDC,  2009;  Yanovski  dkk,  2007.  Menurut  De  Onis  tahun  2000,  prevalensi anak  sekolah  dengan
overweight
di  negara  sedang  berkembang  juga  menunjukkan peningkatan,  paling  banyak  didapatkan  di  Amerika  latin  dan  Karibia  4.4,
kemudian  Afrika  3.9  dan  Asia  2.9.  Namun  secara  mutlak,  jumlah  terbesar terdapat di kawasan Asia yaitu sekitar 60 atau 10.6 juta jiwa.
Di  Indonesia  prevalensi  obesitas  adalah  12.2  untuk  anak  usia  prasekolah,  9.5 anak usia sekolah laki-laki dan 6.4 anak usia sekolah perempuan Badan Penelitian
dan  Pengembangan  Kesehatan,  2007.  Sedangkan  menurut  Nasar  tahun  1995,  di Jakarta  prevalensi  obesitas  paling  banyak  didapatkan  pada  remaja  wanita  10.2
daripada  laki-laki  3.1.  Prevalensi  obesitas  anak  usia  sekolah  di  Jawa  tengah sebesar 6.6 untuk anak laki-laki dan 4.6 untuk anak perempuan Badan Penelitian
dan  Pengembangan  Kesehatan,  2007.  Sedangkan  di  Surakarta,  prevalensi  obesitas didapatkan sebesar 9.7 Hidayah, 2006.
4. Faktor-faktor penyebab obesitas
Berdasarkan  hukum  termodinamik,  obesitas  disebabkan  akibat  ketidak- seimbangan antara asupan energi  dengan keluaran energi,  sehingga terjadi  kelebihan
energi  yang  disimpan  dalam  bentuk  jaringan  lemak  Taitz,  1991.  Gangguan keseimbangan  energi  ini,  sebagian  besar  disebabkan  oleh  faktor  eksogennutrisional
commit to user 10
obesitas  primer  sedangkan  hanya  sebagian  kecil  saja  yang  disebabkan  oleh  faktor endogen  obesitas  sekunder  seperti  kelainan  hormonal,  sindrom  atau  defek  genetik
Subardja dkk, 2010. Penyebab  obesitas  belum  diketahui  secara  pasti  atau  bersifat  multifaktorial.
Obesitas diduga akibat interaksi antara penyebab yang tidak dapat diubah yaitu faktor genetik  dan  penyebab  yang  dapat  diubah  yaitu  faktor  lingkungan  Taitz,  1991;
Subardja dkk, 2010.
a. Faktor genetik
Parental  fatness
merupakan  faktor  genetik  yang  berperanan  besar.  Bila  kedua orang tua obesitas,  maka 80 anaknya  akan menjadi obesitas.  Apabila salah satu
orang tua obese, maka kejadian obesitas pada anak menjadi 40 dan apabila kedua orang  tua  tidak  obesitas,  prevalensi  anak  menjadi  obesitas  sekitar  14  Sjarif,
2003. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada
resting metabolic  rate  thermogenesis  non  exercise
,  kecepatan  oksidasi  lipid  dan  kontrol nafsu  makan  yang
jelek  atau  gangguan  pada  gen-gen  penyebab  obesitas  seperti leptin,  dan  sindrom  tertentu  Kopelman,  2000;  Subardja  dkk,  2010.  Dengan
demikian  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  kerentanan  terhadap  obesitas  dapat ditentukan secara genetik Kopelman, 2000.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan menentukan ekspresi fenotip obesitas Kopelman, 2000. Faktor lingkungan meliputi antara lain aktivitas fisik, nutrisional, sosial ekonomi dan gaya
hidup  Taitz,  1991.  Aktivitas  fisik  merupakan  komponen  utama  dari
energy expenditure
,  yaitu  sekitar  20-50  dari  total
energy  expenditure.
Beberapa penelitian  yang  dilakukan  di  negara  maju  mendapatkan  hubungan  antara  aktivitas
commit to user 11
fisik  yang  rendah  dengan  kejadian  obesitas.  Individu  dengan  aktivitas  fisik  yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg Kopelman, 2000.
Sebagai  contoh,  penelitian  di  Amerika  menunjukkan  bahwa  anak  yang menonton  televisi  5  jam  perhari  mempunyai  risiko  obesitas  sebesar  5.3  kali  lebih
besar  dibanding  mereka  yang  menonton  televisi  2  jam  setiap  harinya  Kopelman, 2000. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa anak
yang  mempunyai  kebiasaan  olah  raga  terhindar  dari  risiko  obesitas  OR:  0.48 Fukuda, 2001.
Peranan  faktor  nutrisi  pada  obesitas  dimulai  sejak  dalam  kandungan,  jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi  oleh berat badan ibu. Selanjutnya
kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh beberapa hal seperti waktu pertama  kali  mendapat  makanan  padat,  asupan  tinggi  kalori  dari  karbohidrat,  dan
lemak  atau  kebiasaan  mengkonsumsi  makanan  yang  mengandung  energi  tinggi Sjarif, 2003. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok
dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding  kelompok  dengan  asupan  rendah  lemak  OR  1.7.  Keadaan  ini
disebabkan  karena  makanan  berlemak  mempunyai
energy  density
lebih  besar, cenderung  tidak  mengenyangkan  serta  mempunyai  efek  termogenesis  yang  lebih
kecil  dibandingkan  makanan  yang  banyak  mengandung  protein  dan  karbohidrat. Makanan  berlemak  juga  mempunyai  rasa  yang  lezat  sehingga  akan  semakin
meningkatkan  selera  makan  dan  memicu  terjadinya  konsumsi  yang  berlebihan Kopelman, 2000.
Kapasitas  penyimpanan  makronutrien  juga  menentukan  keseimbangan  energi. Protein  mempunyai  kapasitas  penyimpanan  sebagai  protein  tubuh  dalam  jumlah
commit to user 12
terbatas,  sehingga  apabila  terjadi  asupan  protein  yang  berlebihan  maka  kelebihan tersebut  akan  segera  dioksidasi.  Karbohidrat  mempunyai  kapasitas  penyimpanan
dalam  bentuk  glikogen  hanya  dalam  jumlah  yang  kecil,  sehingga  asupan karbohidrat  yang  berlebihan  akan  menyebabkan  sekitar  60-80  energinya
disimpan  dalam  bentuk  lemak  tubuh.  Sedangkan  lemak  mempunyai  kapasitas penyimpanan  yang  tidak  terbatas.  Kelebihan  asupan  lemak  yang  tidak  diiringi
peningkatan  oksidasi  lemak  mengakibatkan  sekitar  96  lemak  disimpan  dalam jaringan lemak WHO, 2000.
Faktor  sosial  ekonomi  dan  gaya  hidup  juga  dapat  mempengaruhi  terjadinya obesitas.  Perubahan  pengetahuan,  sikap,  perilaku,  gaya  hidup,  pola  makan,  serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi  Sjarif,  2003.  Perubahan  gaya  hidup  akhir-akhir  ini  justru  menjurus
pada penurunan aktivitas fisik pada anak, seperti ke sekolah dengan naik kendaraan dan  anak  yang  lebih  senang  bermain  komputer
games
,  menonton  televisi  atau video  dibanding  bermain  dengan  teman.  Selain  itu,  semakin  mudahnya
memperoleh bermacam-macam makanan cepat saji dengan harga yang terjangkau,
semakin berisiko menimbulkan obesitas pada anak Sjarif, 2003.
5. Patofisiologi obesitas
Pengaturan  keseimbangan  energi  diperankan  oleh  hipotalamus  melalui  3  proses fisiologis,  yaitu:  pengendalian  rasa  lapar  dan  kenyang,  mempengaruhi  laju
pengeluaran  energi,  dan  regulasi  sekresi  hormon  yang  terlibat  dalam  pengaturan penyimpanan  energi  melalui  sinyal-sinyal  efferent  yang  berpusat  di  hipotalamus
setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer yaitu dari jaringan adiposa, usus dan
commit to user 13
jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi dan katabolik anoreksia, meningkatkan pengeluaran
energi dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek situasional mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan
dengan  faktor  distensi  lambung  dan  peptida  gastrointestinal,  yaitu  kolesistokinin. Sinyal panjang yang diperankan oleh
fat-derived hormone leptin
dan insulin mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.  Di dalam  sistem ini  leptin memegang peran
utama sebagai  pengendali  berat  badan. Sumber utama leptin  adalah jaringan adiposa yang  disekresi  langsung  masuk  ke  peredaran  darah  dan  kemudian  menembus  sawar
darah otak menuju ke hipotalamus Schwartz, 2000. Peningkatan  kadar  leptin  dalam  peredaran  darah  dapat  merangsang
anorexigenic center
ventromedial  hypothalamic
di  hipotalamus  agar  menurunkan  produksi neuropeptide Y NPY sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan,
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa  berkurang  dan  terjadi  rangsangan  pada
feeding  centerorexigenic  center
di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada
sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin di dalam  darah  tinggi  dan  disebut  sebagai  resistensi  leptin.  Apabila  asupan  energi
melebihi  dari  yang  dibutuhkan  maka  massa  jaringan  adiposa  meningkat.  Bila hipertrofi adiposit ini mencapai tingkat tertentu akan terjadi rangsangan pembentukan
sel  lemak  baru  dari  bakal  sel  lemak  preadiposit  sehingga  terjadi  hiperplasi  dan peningkatan
visceral fat
lemak sentral Schwartz, 2000. Peningkatan
visceral  fat
mengakibatkan  ketidakseimbangan  produksi  beberapa produk  metabolik,  hormon  dan  beberapa  mediator  kimiawi.  seperti
free  fatty  acids
commit to user 14
FFAs
serta
Tumor  Necrosis  Factor-
α TNF
-
α yang menghambat fosforilasi IRS-1
Insulin  Receptor  Substrate-1
sehingga  mekanisme  sinyal  insulin  terganggu. Penurunan sensitifitas insulin atau resistensi insulin akan mengganggu fungsi endotel.
Resistensi  insulin  juga  akan  meningkatkan  glukosa  plasma  dan  merangsang  lagi peningkatan  sekresi  insulin  oleh  pankreas  sehingga  mengakibatkan  terjadinya
hiperinsulinemia  lebih  lanjut.  Keadaan  hiperinsulinemia  akan  merangsang  sekresi enzim  lipoprotein  lipase  LPL  sehingga  penimbunan  lemak  dalam  adiposit  akan
bertambah  dan  proses  terjadinya  obesitas  akan  berlangsung  terus  Schwartz,  2000; Subardja dkk, 2010.
Gambar  1.  Skema  jalur  mekanisme  regulasi  keseimbangan  energi  Schwartz, 2000
6. Dampak obesitas
Anak  dengan  obesitas  berpotensi  mengalami  berbagai  komplikasi  penyakit  dan permasalahan  psikososial.  Menurut  pendapat  Riza  2007,  obesitas  dapat
commit to user 15
menyebabkan gangguan psikososial pada anak. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan  oleh  Hidayah  2006  yang  mendapatkan  bahwa  prevalensi  tingkat
kematangan sosial rendah pada anak obese lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak obesitas.  Insiden  dan  keparahan  penyakit  infeksi  lebih  banyak  terjadi  pada  individu
yang  obesitas  Marti,  2001.  Moelyo  2007  juga  membuktikan  bahwa  anak  dengan obesitas  memiliki  respon  imun  yang  lebih  tinggi.  Selain  itu,  obesitas  berisiko  tinggi
mengalami dislipidemia, hipertensi, gangguan fungsi hati, hiperinsulinemia, dan lain- lain  yang  memicu  terjadinya  penyakit  metabolik,  penyakit  degeneratif,  dan  penyakit
kardiovaskuler dikemudian hari Taitz, 1991; WHO, 2000.
7. Dislipidemia pada obesitas
Penyakit  kardiovaskuler  adalah  penyakit  yang  terjadi  akibat  penyempitan pembuluh  darah  arteri.  Penyebab  terbanyak  penyempitan  tersebut  adalah
aterosklerosis  99.  Lebih  dari  setengah  insidensi  penyakit  ini  dapat  diterangkan kejadiannya  oleh  dislipidemia  Barzillay  dkk,  2001.  Proses  ini  bisa  terjadi  pada
seluruh  arteri,  tetapi  yang  paling  sering  adalah  aorta,  arteria  koronaria,  serebral  dan iliofemoral. Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas
pembentukan  fibrolipid  dalam  bentuk  plak-plak  yang  menonjol  atau  penebalan  yang disebut  ateroma  pada  bagian  dalam  tunika  intima  dan  media.  Proses  aterosklerosis
dimulai  pada  masa  kanak-kanak  dan  menjadi  nyata  secara  klinik  pada  kehidupan dewasa Barzillay dkk, 2001.
Kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang tinggi, serta kadar kolesterol HDL yang  rendah  berhubungan  dengan  peningkatan  risiko  terjadinya  aterosklerosis  pada
remaja  dan  dewasa  muda.  Sedangkan  peninggian  kadar  trigliserida  mempunyai
commit to user 16
peranan  yang  lebih  kecil  dibandingkan  dengan  kadar  kolesterol.  Berdasarkan  bukti bahwa  aterosklerosis  dimulai  masa  kanak-kanak,  maka  pencegahan  terhadap
munculnya  faktor-faktor  risiko  seperti  dislipidemia  harus  dimulai  sejak  kanak-kanak dan remaja.
Dislipidemia  ditandai  dengan  kadar  kolesterol  total,  kolesterol  LDL  dan trigliserida  yang  tinggi  serta  kadar  kolesterol  HDL  yang  rendah  Newburger,  1992.
Dislipidemia  pada  anak  didefinisikan  bila  terjadi  hiperkolesterolemia  dengan  kadar kolesterol total ≥ 200 mgdl danatau hiper-LDL kolesterolemia dengan kadar ≥ 130
mgdl  danatau  hipo-HDL  kolesterolemia  dengan  kadar    35  mgdl  danatau hipertrigliseridemia dengan kadar trigliserida ≥ 100 mgdl untuk usia  10 tahun dan
kadar  trigliserida  ≥  130  mgdl  untuk  anak  usia  lebih  dari  10  tahun
Committee  on Nutrition of the American Academy Pediatrics
, 1998. Dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain asupan lemak, aktivitas fisik, dan distribusi lemak tubuh:
a. Asupan lemak
Ada  2  sistemjalur  pengangkutan  dan  sintesis  lemak  melalui  makanan  yaitu eksogen dan endogen. Mekanisme ini akan dijelaskan dalam gambar 2 berikut ini
Brown MS and Goldstein JL, 1984:
commit to user 17
Gambar 2. Jalur eksogen dan endogen tranportasi dan sintesis lemak Brown MS and Goldstein JL, 1984
Jalur eksogen sintesis lemak melibatkan kolesterol yang berasal dari makanan dietetik. Lemak yang berasal dari makanan mengalami pemecahan menjadi asam
lemak  bebas,  trigliserida,  fosfolipid  dan  kolesterol  di  dalam  usus.  Kemudian diolah dan diserap kedalam darah dalam bentuk kilomikron. Trigliserida disimpan
dalam  jaringan  lemak  di  seluruh  tubuh,  sedangkan  sisa  pemecahan  kilomikron akan diuraikan menjadi  kilomikron remnant  yang beredar menuju hati. Di dalam
hati,  trigliserida  dan  kolesterol  juga  disintesis  dari  karbohidrat.  Sebagian kolesterol akan dibuang ke dalam empedu sebagai asam empedu dan sebagian lagi
bersama-sama  trigliserida  akan  bergabung  dengan  apoprotein  B  membentuk VLDL.  VLDL  ini  lalu  dipecah  oleh  enzim  lipoprotein  lipase  menjadi  IDL  yang
bertahan  selama  2-6  jam,  kemudian  berubah  menjadi  LDL.  Fungsi  LDL  adalah membawa  kolesterol  ke  jaringan  perifer  termasuk  ke  dinding  pembuluh  darah
commit to user 18
arteri sehingga dapat digunakan oleh sel-sel tubuh yang memerlukan. Suatu ikatan lain  antara  kolesterol  dengan  apoprotein  A  akan  membentuk  HDL.  Fungsi  HDL
mengambil  kolesterol  dari  jaringan  dan  membawanya  ke  hati  untuk  dikeluarkan lewat  empedu.  Di  dalam  usus  halus,  asam  empedu  akan  direabsorbsi  dan
dimasukkan kedalam sirkulasi untuk mengulangi siklus jalur endogen. Asupan tinggi lemak adalah asupan makanan  yang mengandung kadar lemak
melebihi kebutuhan berdasarkan usia. Diet yang direkomendasikan adalah asupan lemak
≤ 30 total energi dan tidak kurang dari 20 total energi Williams CL Deckelbaum  R,  2003.  Eckel  1997  menyatakan  bahwa  konsumsi  makanan
dengan  kadar  kolesterol  tinggi  akan  menyebabkan  peningkatan  kadar  kolesterol darah. Asupan makanan tinggi kolesterol kolesterol dietetik akan mengakibatkan
kadar  kolesterol  dalam  hati  meningkat,  sehingga  hati  mempunyai  cukup  kadar kolesterol  dan  akan  menghentikan  pengambilan  kolesterol  LDL.  Kolesterol  LDL
yang tinggi dalam darah akan sangat mudah berubah bentuk dan sifatnya sehingga akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh dan akan difagositosis oleh sel-sel
makrofag.  Sel  makrofag  ini  kemudian  akan  berubah  menjadi  sel-sel  busa
foam cell
yang  dapat  mengendap  pada  lapisan  dinding  pembuluh  darah  arteri  dan membentuk  sumbatan-sumbatan.  Proses  penyumbatan  ini  kemudian  dikenal
sebagai aterosklerosis Eckel, 1997.
b. Aktivitas fisik
Penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik dengan kadar profil lipid darah juga telah  banyak  dilakukan.  Di  Jepang,  dilakukan  penelitian  yang  membandingkan
antara kelompok yang melakukan aktivitas fisik yang teratur dan kelompok yang lebih  banyak  duduk.  Pada  kelompok  dengan  aktivitas  fisik  yang  teratur,
commit to user 19
didapatkan  kadar  trigliserida  yang  lebih  rendah  dan  kolesterol  HDL  yang  lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lebih banyak duduk Hsieh dkk, 1998.
Kadar  profil  lipid  yang  ditemukan  pada  masa  anak-anak  cenderung  menetap sampai  dewasa,  hal  ini  dibuktikan  oleh
The  Bogalusa  Heart  Study
yang melaporkan  bahwa  terdapat  hubungan  yang  bermakna  antara  kadar  profil  lipid
semasa  kanak-kanak  dengan  profil  lipid  di  masa  dewasa  terutama  untuk  kadar kolesterol  total  dan  LDL.  Kolesterol  LDL merupakan prediktor  yang paling kuat
terhadap kemungkinan dislipidemia dimasa dewasa Freedman, 1999.
c. Genetik
Dislipidemia  primer  adalah  keadaan  peningkatan  kadar  lemak  darah  yang  tidak ada  hubungannya  dengan  penyakit  lain  herediter.  Hiperkolesterolemia  familial
ada dua macam yaitu homozygot dan heterozygot Newburger JW, 1992.
d. Distribusi lemak tubuh
Peningkatan  konsentrasi  insulin  akibat  resistensi  insulin  pada  obesitas mempengaruhi  aktifitas  lipase  hati  dan  lipoprotein  lipase,  keduanya  berperan
dalam  metabolisme  kolesterol.  Penurunan  aktifitas  lipoprotein  lipase  dan peningkatan  lipase  hati  mengakibatkan  penurunan  maturasi  dan  peningkatan
katabolisme kolesterol Goran  Gower, 1999. Selain itu, resistensi insulin akan mengakibatkan  disfungsi  endotel  dan  mengawali  semua  penyakit  metabolik  dan
vaskuler  pada  obesitas.  Disfungsi  endotel  seperti  yang  terjadi  pada  obesitas  ini dipertimbangkan  sebagai  salah  satu  elemen  kunci  berkembangnya  aterosklerosis
yang  dapat  memicu  terjadinya  penyakit  kardivaskuler.  Menurut  Daniels  dkk 1998,  kadar  insulin  yang  tinggi  mempunyai  hubungan  yang  kuat  dengan  IMT.
commit to user 20
Anak  dengan  IMT    persentil  ke-95,  40  diantaranya  mempunyai  kadar  insulin tinggi dan 15 mempunyai kadar kolesterol HDL yang rendah.
Profil  lipid  darah  anak  obesitas  cenderung  menyerupai  profil  lipid  penderita penyakit  kardiovaskuler  yaitu  meliputi  peningkatan  kadar  kolesterol  LDL
low- density  lipoprotein
,  trigliserida,  kadar  insulin  dan  penurunan  kadar  kolesterol HDL
high-density  lipoprotein
,  sehingga  anak  obesitas  memiliki  risiko  sebesar 1.7-2.6  kali  untuk  mendapatkan  penyakit  kardiovaskuler  di  usia  dewasa  Sjarif,
2003;  Martuti  dkk,  2008.  Menurut  Vague  1956,  faktor  risiko  penyakit kardiovaskuler seperti dislipidemia berhubungan erat dengan perbedaan morfologi
tubuh atau tipe distribusi lemak. P enelitian
lain menyatakan bahwa obesitas tubuh bagian atas berhubungan lebih kuat berhubungan dengan hipertensi, dislipidemia,
diabetes  melitus,  hiperinsulinemia,  dan  gout  daripada  obesitas  tubuh  bagian bawah
Hirschle  dkk,  2005; Ben-Noun    A  Laor,  2006.  Obesitas  bagian  atas
dapat  dinilai  dengan  berbagai  metode  seperti  lingkar  pinggang  dan  lingkar  leher Nafiu dkk, 2010.
8. Lingkar leher sebagai prediktor dislipidemia
The  Bogalusa  Heart  Study
menunjukkan  bahwa  distribusi  lemak  yang  ditentukan dengan cara mengukur lingkar pinggang pada anak-anak usia 5-17 tahun berhubungan
dengan kadar trigliserida, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan insulin yang abnormal Freedman,  1999;  Hirschler  V,  2005.
Pengukuran  lingkar  pinggang,  meskipun terbukti  berhubungan  erat  dengan  faktor  risiko  penyakit  kardiovaskuler  dan  terbukti
mudah  dilakukan,  ternyata  masih  memiliki  beberapa  kelemahan  yaitu  antara  lain: pengukuran  yang  cukup  memakan  banyak  waktu,  dipengaruhi  oleh  budaya  dan
commit to user 21
musim,  serta  dipengaruhi  oleh  perubahan  besarnya  perut  postprandial  dan  harus dilakukan  pada  akhir  ekspirasi  maksimal.  Oleh  karena  itu,  pengukuran  lingkar
pinggang  tidak  dapat  dilakukan  di  tempat  pelayanan  kesehatan  tertentu  Nafiu  dkk, 2010.
Lingkar  leher  merupakan  metode  pengukuran  distribusi  lemak  tubuh  bagian  atas baru  yang  akhir-akhir  ini  mulai  dikembangkan  untuk  menggantikan  pengukuran
lingkar  pinggang,  baik  sebagai  alat  skrining  obesitas  maupun  korelasinya  terhadap faktor  risiko  penyakit  kardiovaskuler.  Metode  yang  digunakan  cukup  sederhana,
murah,  cepat  dan  mudah  digunakan  serta  tidak  dipengaruhi  oleh  perubahan  anatomi tubuh  postpandrial  maupun  akhir  ekspirasi  maksimal  seperti  halnya  pengukuran
dengan lingkar pinggang Nafiu dkk, 2010. Penelitian Nafiu dkk 2010 di Michigan, Amerika  Serikat  pada  anak-anak  usia  6-18  tahun  mendapatkan  ukuran  lingkar  leher
sebesar 28.5-39.8 cm mengindikasikan IMT tinggi pada anak laki-laki dan sebesar 27- 34.6 cm untuk anak perempuan.
Lingkar  leher  berkorelasi  dengan  IMT.  Pengukuran  lingkar  leher  sudah  menjadi alat  skrining  yang  mudah  dan  hemat  waktu  untuk  mengidentifikasi  obesitas  secara
individual  pada  subyek  dewasa.  Lingkar  leher  juga  merupakan  alat  ukur  lemak subkutan  yang  telah  dibuktikan  berhubungan  dengan  lemak  visceral  pada  obesitas
sentral dan faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti dislipidemia Ben-Noun  A Laor, 2006.
commit to user 22
B. Kerangka konsep
Gambar 3. Bagan kerangka konsep
: Lingkup penelitian
Keterangan kerangka konsep:
Penyebab  obesitas  adalah  multifaktorial.  Obesitas  diduga  terjadi  akibat  interaksi antara  penyebab  yang  tidak  dapat  diubah  yaitu  faktor  genetik  dan  penyebab  yang
dapat diubah yaitu faktor lingkungan pola hidup seperti asupan makanan yang tinggi lemak  dan  aktivitas  fisik  yang  rendah.  Dengan  kata  lain,  obesitas  terjadi  akibat
ketidakseimbangan  antara  asupan  energi  dengan  keluaran  energi,  sehingga  terjadi kelebihan  energi  yang  disimpan  dalam  bentuk  jaringan  lemak.  Distribusi  jaringan
Genetik
Obesitas
Aktivitas fisik
Distribusi lemak tubuh atas:
Lingkar pinggang
Lingkar leher
Asupan lemak DISLIPIDEMIA
Resistensi insulin leptin
↓ Aktivitas lipoprotein lipase
lipase hati ↑
↓ Maturasi katabolisme
kolesterol ↑
commit to user 23
lemak  tubuh  dibagi  menjadi  dua,  yaitu  tubuh  bagian  atas  dan  bawah.  Adanya timbunan  lemak  pada  obesitas  menyebabkan  terjadinya  resistensi  insulin  yang  akan
menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas lipoprotein lipase dan peningkatan lipase hati  yang  akan  mengakibatkan  penurunan  maturasi  dan  peningkatan  katabolisme
kolesterol  sehingga  memicunya  terjadinya  dislipidemia.  Distribusi  lemak  tubuh bagian  atas  diduga  lebih  berhubungan  dengan  dislipidemia  sebagai  salah  satu  faktor
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler di masa selanjutnya. Distribusi lemak tubuh bagian atas dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan mengukur
lingkar  leher.  Selain  dipengaruhi  oleh  distribusi  lemak  tubuh,  dislipidemia  juga dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas fisik yang rendah dan asupan tinggi lemak.
C. Hipotesis
Lingkar  leher  dapat  digunakan  sebagai  prediktor  dislipidemia  pada  anak  obesitas usia sekolah dasar.
commit to user 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.  Desain Penelitian