Kerangka berfikir PENGARUH TERAPI FILM (CINEMA THERAPY) TERHADAP PENINGKATAN SWAKELOLA BELAJAR PADA SISWA KELAS 8 SMP N 2 BERBAH, SLEMAN, YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016.

32 belajarnya. Hal ini dikarenakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang kemampuannya kurang untuk meningkatkan pemahamannya terhadap mata kuliah yang sedang dipelajari melalui kerjasama saling membantu dalam memahami materi pembelajaran. Dari penelitian ini peneliti mengkaji tentang terapi film cinema therapy dan pembelajaran regulasi diri atau yang di dalam penelitian ini disebut dengan swakelola belajar. Sebagai pembeda dari penelitian sebelumnya dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh terapi film cinema therapy terhadap peningkatan swakelola belajar pada siswa kelas 8 SMP N 2 Berbah, Sleman, Yogyakarta.

F. Kerangka berfikir

Pada penelitian ini, mengacu pada penelitian yang dilakuan oleh Sapiana tahun 2014 yang berjudul Pengaruh Bimbingan Kelompok Teknik Cinema Therapy terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas X Multimedia di SMK N 1 Limboto Kabupaten Gorontalo. Hubungan dengan penelitian ini adalah terapi film cinema therapy sama-sama mempunyai efek yang dapat merangsang nalar siswa dengan melihat sebuah film yang dapat memacu siswa untuk berkembang melalui respon dai film yang ditampilkan. Pengaturan diri menjadi sangat penting pada usia remaja dan dewasa, ketika banyak aktivitas belajar seperti membaca, mengerjakan PR, 33 surfing internet, terjadi tanpa kehadiran dan keterlibatan orang lain dan karena itu mensyaratkan pengarahan diri yang tinggi. Ketika anak-anak dan remaja semakin self regulating, mereka juga dapat memberi penguatan pada diri mereka sendiri ketika berhasil mencapai tujuan-tujuan mereka Ormrod, 2008: 35. Teori swakelola belajar pada penelitian ini mengacu pada teori menurut Zimmerman 1997 dalam Chen 2002: 11, swakelola belajar adalah kegiatan berdasarkan inisiatif diri yang melibatkan penetapan tujuan, usaha untuk mengatur diri dalam mencapai tujuan, memonitor diri metakognisi, manajemen waktu, dan usaha dalam mengatur lingkungan secara fisik maupun sosial. Penelitian ini menekankan swakelola belajar siswa secara umum baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Siswa sebagai subjek pendidikan, akan lebih baik jika memiliki tujuan yang mantap. Jika tujuan yang ingin dicapai semakin banyak dan kompleks, maka akan semakin tinggi pula kemampuan siswa dalam pengelolaan diri mereka terutama kaitannya dengan belajar. Dalam hal ini, pengelolaan diri dalam kebiasan belajar atau swakelola belajar dapat diartikan swakelola belajar adalah kegiatan yang didasarkan atas inisiatif dan keinginan diri sendiri yang melibatkan penetapan tujuan, usaha untuk mengatur diri dalam mencapai tujuan, memonitor diri metakognisi, manajemen waktu, dan usaha dalam mengatur lingkungan secara fisik maupun sosial. Apabila dalam diri siswa tidak memiliki kemampuan untuk mengelola belajarnya maka merekapun tidak akan memiliki arah dan tujuan yang jelas, khususnya dalam belajar. 34 Beberapa kasus yang terjadi akan memberi dampak negatif seperti kenakalan remaja, kekerasan, atau hal lain yang dapat merugikan diri siswa sendiri maupun lingkungan disekitarnya. Siswa yang memiliki swakelola belajar yang tinggi maka cenderung memiliki prestasi yang tinggi, dikarenakan kebiasaannya lebih terstruktur. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, dapat diberikan alternatif kepada siswa atau anak yang mampu memberikan efek contoh positif dalam bentuk modelling atau imitasi. Modeling atau belajar mengamati sesuai, apabila diterapkan pada usia remaja khususnya remaja awal seperti siswa kelas 8 di SMP N 2 Berbah. Dimana rata-rata usia mereka saat ini adalah 13-15 tahun. Memberikan contoh model yang tepat bagi usia remaja sangatlah penting, jangan sampai siswa terjerumus pada pergaulan bebas dikarenakan role model mereka tidak tepat. Dalam penelitian ini film akandigunakan sebagai intervensi strategi coping untuk meningkatkan swakelola belajar siswa, sehingga strategi belajar, pola belajar dan keaktifan siswa di kelas diharapkan dapat meningkat. Melalui film, siswa dapat mengamati dan selanjutnya meniru perilaku tokoh yang ada dalam film. Film ini merupakan simbolik model atau penokohan simbolik symbolic model yaitu belajar mengamati tokoh melalui film, video, atau media lain Gantina Komalasari, dkk, 2011: 179. Film sendiri penting karena mampu menyediakan sebuah alternatif yang dapat membuat perubahan pada perilaku tidak mengancam serta mampu memberikan keuntungan pada manusia untuk mengakses ide-ide dan 35 tingkah laku dengan aman Dermer Hutchings, 2000. Agar lebih memudahkan penjelasan diatas, dapat dilihat pada bagan kerangka berfikir sebagai berikut: Gambar 1. Kerangka Berfikir Treatment Siswa belajar mengamati tingkah laku tokoh dalam film yang ditayangkan modeling, dalam penelitian ini digunakan film yang berjudul Mestakung, dimana isi dari film tersebut sebagagai berikut: 1. Film tersebut menceritakan tentang kehidupan siswa SMP yang memiliki tujuan dan keinginan yang kuat 2. Siswa tersebut memiliki kemampuan untuk mengatur pola belajar sehingga dapat digunakan sebagai contoh. 3. Selain itu, di dalam film ini menjelaskan tentang mata pelajaran fisika dan juga kebudayaan yang berasal dari Madura. Diharapkan akan meningkat setelah siswa mengamati dan mengimitasi tokoh dalam film. Pre-treatment Diketahui data swakelola belajar siswa rendah Pasca Treatment Film sebagai terapi berpengaruh meningkatkan swakelola belajar siswa 36

G. Hipotesis Penelitian