Negara Warga negara Negara, Warga Negara dan Kewarganegaraan
89
89
SD Kelas Tinggi KK G
jawab pada parlemen. Dalam sistem ini hubungan lembaga eksekutif dan legislatif sangat erat. Namun terkesan kedudukan legislatif lebih
kuat dari pada eksekutif. Seberapa lama eksekutif memegang kepercayaan dalam mengendalikan pemerintahan sangat tergantung
pada kepercayaan dalam mengandalikan pemerintahan sangat tergantung pada kepercayaan dan dukungan parlementer.
Dalam sistem pemerintahan parlementer terdapat ketentuan: a didasarkan atas prinsip penyebaran kekuasaan,
b terdapat adanya pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan kabinet,
c Perdana Menteri, diangkat oleh kepala negara berdasarkan dukungan mayoritas legislatif,
d Kedudukan dan pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan kabinet dalam arti eksekutif dapat membubarkan parlemen
sebaliknya eksekutif kabinet dapat meletakkan jabatan manakala parlemen menyatakan mosi tidak percaya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi sistem pemerintahan antara lain:
1 Sistem pencapaian cita-cita seluruh rakyat 2 pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan
3 bentuk interaksi kehidupan politik riil dalam negara 4 penerapan sistem politik
Dengan sistem pemerintahan parlementer dapat diterapkan teori trias politika, baik melalui separation of powers pemisahan kekuasaan
maupun distribution of powers pembagian kekuasaan. Contoh Inggris, Malaysia, India.
2 Sistem pemerintahan presidensial Sistem pemerintahan presidensial yaitu sistem pemerintahan dimana
tugas-tugas pemerintahan dipertanggungjawabkan oleh presiden kepala pemerintahan
Dalam sistem pemerintahan pesidensial, pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada presiden, sedangkan kekuasaan kehakiman atau
pengadilan menjadi tanggung jawab supreme court Mahkamah
90
Kegiatan Pembelajaran 2
Agung. Kekuasaan untuk membuat undang-undang berada pada parlemen DPR atau kongres senat dan parlemen Amerika.
Dalam praktek sistem pemerintahan presidensial ada yang mengembangkan ajaran trias politica Montesquieu secara murni
dengan separation of powers, seperti Amerika yang dikenal praktek- prektek chek and balance. Praktek-praktek demikian bertujuan agar di
antara ketiga kekuasaan tersebut selalu terdapat keseimbangan dalam keadaan teretentu. Sistem presidensial pun bisa ditemukan dalam
bentuk yang bervariasi di sejumlah negara. Misalnya saja antara sistem pemerintahan presidensial gaya Amerika Serikat berbeda
dengan system presidensial gaya Indonesia atau negara- negara lain. Sistem pemerintahan model Amerika secara teoritis merupakan model
pemerintahan presidensial yang murni. Konstitusi RI jelas telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan
presidensial mengandalkan pada individualitas yang mengarah pada citizenship. Sistem pemerintahan presidensial bertahan pada
citizenship yang bisa menghadapi kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga kemampuan DPR untuk memerankan diri memformulasikan
aturan main dan memastikan janji presiden berjalan. Pemerintahan presidensial memang membutuhkan dukungan riil dari
rakyat yang akan menyerahkan mandatnya kepada capres. Namun, rakyat tak bisa menyerahkan begitu saja mandatnya tanpa tahu apa
yang akan dilakukan capres. Artinya, rakyat menuntut adanya ide pembangunan, bukan semata-mata identitas dari capres. Rakyat tak
cukup disuguhi jargon abstrak soal NKRI, ideologi Pancasila, ekonomi kerakyatan, ekonomi kebangsaan, atau perlunya penghapusan
dikotomi Islam santri dan Islam abangan yang hanya menunjukkan politik identitas. Perlu ada transformasi dari perjuangan identitas
menjadi perjuangan ide. Pemerintahan presidensial Indonesia pasca-Pemilu 2004 juga
menghadapi tantangan lain. Tantangan yang dimaksud adalah memastikan adanya pemerintahan yang efektif, yang tidak selalu
dirongrong oleh parlemen. Dalam parlemen yang terfragmentasi dan
91
91
SD Kelas Tinggi KK G
majemuknya representasi identitas, maka pemerintahan presidensial akan menghadapi tantangan. Deedlock eksekutif-legislatif sebagaimana
diidentifikasi Lijphart membayang. Secara konstitusional, DPR mempunyai peranan untuk menyusun
APBN, mengontrol jalannya pemerintahan, membuat undang-undang dan peranan lain seperti penetapan pejabat dan duta. Presiden tak lagi
bertanggung jawab pada DPR karena ia dipilih langsung oleh rakyat. DPR tak akan mudah melakukan impeachment lagi karena ada
lembaga pengadil yakni Mahkamah Konstitusi.Meskipun peranannya telah mengecil, DPR dengan kekuatan politik yang menyebar
berpotensi untuk terus mengganggu dan mengganggu eksekutif. Dengan perilaku politik yang tak banyak berubah, DPR masih punya
peluang untuk mengganjal kebijakan presiden dalam menentukan alokasi budget, DPR masih bisa bermanuver untuk membentuk pansus
atau panja, DPR bisa mengajukan undang-undang yang mungkin tak sejalan dengan kebijakan presiden. Di sinilah deadlock bisa terjadi.
Melihat real politik yang ada, koalisi memang diperlukan. Namun, agar tak mengganggu sistem presidensial yang dianut dan adanya
pemerintahan yang efektif, koalisi dibangun dengan tetap mengacu pada prinsip sistem presidensial. Presiden berhak menunjuk anggota
kabinetnya untuk merealisasikan ide dan program pembangunan yang dimilikinya, jika memang ada. Kehendak mitra koalisi untuk meminta
portofolio menteri dan memaksakan ide atau program sebenarnya menyimpang dari prinsip sistem presidensial
Melihat realitas politik yang ada, baik dari sisi konstitusional maupun munculnya capres-capres yang tak mempunyai dukungan mayoritas,
banyak orang meragukan akan hadirnya pemerintah yang efektif. Pemerintah yang mampu memberikan arah dan merealisasikan
program yang mampu membawa Indonesia keluar dari krisis. Banyak orang yang khawatir, yang muncul justru adalah pemerintahan yang
tidak efektif, namun juga sulit untuk dijatuhkan.