B. Jiwa Kewirausahaan
Jiwa merupakan sesuatu yang abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perilaku, pikiran, perasaan dan kemauan seseorang
dan yang memberi corak kepadanya.Hamzah, 1950 : 10 Banyak para tokoh yang memberikan pendapatnya tentang pengertian
dari jiwa, salah satunya adalah Plato yang mengemukakan bahwa jiwa merupakan sesuatu yang berasal dari dunia yang lain dan lebih tinggi dari
pada dunia yang dapat musnah seperti apa yang dapat kita lihat. Menurut Hamzah 1950: 13,”Bahwa jiwa merupakan daya hidup dari pada makhluk
yang hidup”. Pengertian Ilmu jiwa dilihat dari ilmu filsafat, merupakan ilmu yang
berasal dari pengalaman-pengalaman sementara dengan cara merenung yang disusun secara logis dan sistematis hingga mewujudkan keutuhan. Jiwa tidak
dapat ditangkap dengan indera kita, dengan kata lain jiwa adalah abstrak. Dari jiwa kita hanya tahu gejala-gejalanya yang sering disebut sebagai
kemampuan atau potensi-potensi jiwa. Potensi jiwa sangat banyak sekali, karena dengan jiwa kita bisa berfikir, mengingat, berfantasi, merasa sedih,
menikmati keindahan, membedakan baik buruk dan adanya kemauan. Seseorang pasti mempunyai kemampuan atau potensi jiwa dalam
setiap diri mereka sendiri seperti gejala cipta, gejala rasa, gejala kehendak, gejala kombinasi. Gejala-gejala tersebut apabila sampai pada taraf yang
tinggi akan menghasilkan suatu kerangka berfikir untuk membuat keputusan, menyatakan pendapat, perasaan sosial, perasaan diri sendiri,
perasaan intelektual, menimbulkan kemauan sugesti dan lain-lain Susanta, 1967: 45
Kewirausahaan memiliki konsep nilai, yang dibedakan menjadi: 1 person has a value
dan, 2 an object has value. Konsep yang pertama menyatakan bahwa nilai yang dianut seseorang akan dijadikan sebagai
ukuran baku bagi persepsinya terhadap dunia luar. Oleh karena itu, watak yang melekat pada seorang wirausaha akan menjadi ciri-ciri kewirausahaan
yang dapat dipandang sebagai sistem nilai kewirausahaan. Dalam kewirausahaan, ada dua sistem nilai yang menonjol yaitu sistem
nilai primer pragmetik dan sistem nilai moralitas. Sistem nilai primer pragmetik dapat dilihat dari watak, jiwa dan perilakunya, misalnya kerja
keras, tegas, mengutamakan prestasi, dan lain-lain. Sementara sistem nilai moralistik mencakup keyakinan atau percaya diri, kehormatan, kepercayaan,
kerjasama, keteladanan, dan keutamaan. Menurut S. Hardjoseputro, seorang wirausaha yang mempunyai jiwa
kewirausahaan akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu berani mengambil risiko,
memiliki kreativitas, imajinasi, inovasi dan pengembangan ide, bisa bekerja dalam tim, memiliki kepercayaan diri,
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, memiliki ilmu pengetahuan yang luas, cekatan, berorientasi pada karir atau pekerjaan,
memiliki kemampuan managerial, gaya kepemimpinan yang mendukung dalam menjalankan pekerjaan, memusatkan perhatian pada pencapaian
pertumbuhan usaha dan keuntungan serta mampu mengendalikan diri dengan baik S. Hardjoseputro, 1987 : 27.
C. Kultur Lingkungan Kerja
Produktivitas kerja sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja di kantor. Lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi kelancaran
dalam bekerja. Menurut Ahyari 1994: 124-125,”Lingkungan kerja sebagai suatu lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja dan melaksanakan tugas
sehari-hari yang meliputi pelayanan perusahaan terhadap karyawan, kondisi lingkungan kerja, dan hubungan antar karyawan di dalam perusahaan yang
bersangkutan. Lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-
tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, kebisingan dan lain sebagainya. Lingkungan kerja dalam setiap perusahaan mempunyai peranan
penting karena lingkungan kerja mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugas, kondisi, dan hasil kerjanya. Lingkungan kerja yang
baik akan menyebabkan karyawan bekerja dengan baik dan bersemangat. Menurut kamus manajemen N.N,1994:103,”Lingkungan kerja adalah
semua faktor fisik, psikologis, sosial, dan jaringan hubungan yang berlaku di dalam organisasi dan berpengaruh terhadap karyawan”.
Hofstede melihat ada empat dimensi yang mempengaruhi nilai-nilai dalam bekerja yang dikaitkan dengan kerja dalam sebuah organisasi. yaitu
Power Distance jarak kekuasaan, Individualism dan Collectivism,
Masculinity dan Feminity, dan Uncertainty Avoidance menghindari
ketidakpastian. Dimensi pertama adalah jarak kekuasaan atau Power Distance PD.
Dimensi ini mau menunjukkan perbedaan status atau kekuasaan diantara anggota-anggotanya. Masyarakat yang memiliki budaya PD yang tinggi
akan cenderung mengembangkan aturan, mekanisme atau kebiasaan- kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan. Hal
tersebut ditandai adanya hirarki yang ketat dan kekuasaan yang terpusat. Sedangkan masyarakat yang memiliki orientsai budaya PD rendah
berusaha meminimalkan perbedaan-perbedaan status dan kekuasaan hal itu bisa dilihat dari kurang ketatnya struktur organisasi. Menurut Hofstede,
perbedaaan dalam dimensi ini akan berpengaruh dalam perilaku kerja. Misalnya dalam perusahaan, seorang manajer yang mempertahankan jarak
kekuasaan akan menjadi pusat dalam pengambilan keputusan. Sehingga didapat bahwa manajer yang memiliki pengetahuan yang lebih unggul dari
pada bawahannya. Sedangkan manajer yang tidak mempertahankan jarak kekuasaan, diharapkan lebih banyak berkonsultasi dengan bawahannya.
Maka diperlukan komunikasi yang baik dengan bawahannya, menghargai kesetaraan. Jarak kekuasan menjelaskan derajat ketergantungan karyawan
pada atasannya. Semakin dekat jarak kekuasaan, maka semakin akrab hubungan antara bawahan dengan atasannya, dan semakin rendah kecil
tingkat ketergantungan bawahan pada atasan yang bersangkutan. Ndraha, 1999:243