45
3.  Akibat Sosio-Psikologis dari Kekerasan
Menurut  penelitian-penelitian  yang  dilakukan  oleh  para  ahli sebelumnya,  akibat  dari  kekerasan  cukup  bervariatif  namun  pada
umumnya  hampir  sama.  Menurut  Rosenthal  pada  tahun  2006  dalam Deborah  Burdett,  2009,  kekerasan  berpotensi  memberi  dampak
traumatik pada para korbannya. Sementara itu, Jenkins dalam Annette Mahoney  2002  mengemukakan  bahwa  orang  yang  menyaksikan
kekerasan, memiliki kerabat yang menjadi korban kekerasan, maupun tinggal di lingkungan kekerasan dapat mengakibatkan stress traumatik,
termasuk  gangguan  klinis  dan  reaksi  klinis.  Masalah-masalah kesehatan mental seperti kecemasan, perasaan malu, depresi, tertekan,
dan kepanikan sangat mungkin terjadi pada korban-korbannya Freedy dan Hobfol 1995, dalam Annette Mahoney 2002. Selain itu meenurut
Bingenheimer  dkk  2005,  kekerasan  tidak  hanya  berdampak  pada masalah  internal  seperti  kecemasan,  trauma,  maupun  depresi,
melainkan  juga  dapat  berdampak  pada  masalah-masalah  eksternal seperti  agresi  dan  tindakan  kriminal.  Secara  fisiologis,  dampak
kekerasan  dapat  memberi  pengaruh  pada  perubahan  tingkat  kortisol dan  dapat  memicu  asma  Wright    Steinback,  2001.  Dampak  dari
konflik  adalah  menimbulkan  dampak  psikologis  yang  negatif,  seperti perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stress,
46
kehilangan  rasa  percaya  diri,  rasa  frustasi,  cemas,  dan  takut  Coser dalam Budiyono, 2009.
Jadi  dapat  disimpukan  bahwa  kekerasan  yang  terjadi  dapat menimbulkan  masalah  pada  fisiologis  seperti  meningkatnya  kortisol
dalam  tubuh  sehingga  dapat  memicu  penyakit  asma,  selain  itu berdampak  pada  kesehatan  mental  seperti  kecemasan,  stress  pasca
traumatik, depresi, kepanikan, perasaan malu, tertekan, dan juga dapat berdampak pada masalah-masalah sosial seperti agresi  dan melakukan
tindakan kriminal.
D. Prasangka
Berdasarkan  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  2011,  prasangka merupakan pendapat anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui  menyaksikan,  menyelidik  sendiri.  Selain  itu  menurut  Stangor dalam Putra, 2012, prasangka adalah sikap negatif terhadap suatu kelompok
atau  terhadap  anggota  kelompok.  Dalam  penelitian  ini  peneliti  mau  melihat prasangka  yang  dirasakan  para  mahasiswa  asal  Indonesia  Timur  oleh  warga
Yogyakarta. Faktor  yang  dapat  mengakibatkan  terjadinya  prasangka  yang  pada
akhirnya menimbulkan kekerasan salah satunya adalah teori Ingroup Outgroup similarity.  Ingroup  dan    outgroup
ada  apabila    kategorisasi  “kita”  dan “mereka”    telah  ada,  seseorang  dalam  suatu  kelompok  akan  merasa  dirinya
47
sebagai  ingroup  dan  orang  lain  sebagai  outgroup.  Dalam  kategori  ingroup memiliki dampak tertentu yang ditimbulkan, di antaranya:
1. Similarity  effect  adalah  anggota  ingroup  mempersepsi  anggota  ingroup
yang lain lebih memiliki kesamaan apabila dibandingkan dengan anggota outgroup.
2. Favoritism effect adalah anggapan bahwa ingroup lebih favorit dari pada
outgroup yang disebabkan oleh kategorisasi antara ingroup dan outgroup. 3.  Outgroup homogenity effect,  bahwa seseorang dalam ingroup memandang
outgroup  lebih  homogen  dari  pada  ingroup,  baik  dalam  hal  kepribadian maupun hal yag lain.
Dampak  yang  diakibatkan  dari  prasangka  adalah  terjadi  pengucilan sosial  hingga  dapat  menimbulkan  konflik  dan  kekerasan  sosial  Putra  dan
Pitaloka,  2012.  Penjelasan  mengenai  pengucilan  sosial  dan  konflik  akan  di jelaskan di bawah ini:
1. Pengucilan Sosial
Menurut  Millar  dalam  Putra,  2012,  pengucilan  sosial  memiliki tiga  derajat  yaitu  multidimensional,  dinamis,  dan  relasional.  Aspek
multidimensional  menunjukan  bahwa  para  korban  pengucilan  sosial  akan dihadapkan  pada  hambatan  penolakan  secara  sosial,  politik,  maupun
dimensi  sosial  lainnya.  Selain  itu,  derajat  dinamis  adalah  saat  para korbannya akan sulit memilih kesempatan yang lebih baik di masa depan.