1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk
dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memliki peran yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia, karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan kehidupannya
tidak terlepas dari pendidikan. Sebab pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Seseorang dapat mengetahui banyak hal atau
berwawasan luas melalui pendidikan. Seseorang yang berwawasan luas dapat menentukan langkah terbaik mengambil suatu tindakan dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang bahkan sangat rumit untuk dihadapi. Pendidikan membuat seseorang menjadi unggul dalam berbagai bidang keilmuan, selain itu
dapat membentuk karakter-karakter yang kreatif, inovatif dan memiliki keterampilan-keterampilan yang ahli dalam berbagai macam bidang pekerjaan.
Masalah utama yang terjadi pada pendidikan formal sekolah dewasa ini adalah sekolah lebih cenderung mementingkan aspek kecerdasan otak saja.
Banyak program pendidikan yang hanya berpusat pada kecerdasan akal atau Intelligence Quotient IQ saja, padahal aspek kecerdasan lain juga diperlukan
dalam pribadi seseorang seperti mengembangkan kecerdasan emosi, sosial, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
spiritual, linguistik, kinestetis dan interpersonal. Guru sangat berperan dalam mengembangkan kecerdasan siswa agar siswa mampu mengelola aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik dengan baik. Oleh karena itu sebaiknya guru dituntut untuk dapat mengembangkan pribadi siswa agar siswa menjadi pribadi yang utuh
dan berintegritas. Guru tidak hanya meningkatkan nilai akademik saja dalam menerapkan
suatu pembelajaran, melainkan juga harus meningkatkan sikap yang baik dan kepedulian terhadap sesama. Kondisi yang terjadi di SMP Negeri 1 Yogyakarta
guru tidak pernah mengajak siswa untuk merefleksikan pengalaman pembelajaran yang telah dipelajari. Hal tersebut membuat siswa kurang mampu
memaknai pembelajaran dan nilai yang diajarkan seperti nilai kerjasama, tanggung jawab, peduli, saling menghargai dan saling menolong. Penelitian ini
menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif PPR, yang menekankan pada pengembangan aspek kompetensi competence, suara hati conscience, dan
kepedulian compassion. Menurut Subagya 2008: 39 PPR merupakan pola pikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kemanusiaan.
Pribadi kemanusiaan adalah pribadi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan seperti persaudaraan, solidaritas, kerja sama, dll. Pola pikir tersebut berupa siswa
diberi pengalaman tentang nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan selanjutnya siswa
difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut. Melalui dinamika polapikir tersebut, siswa diharapkan
mengalami sendiri bukan hanya mendapat informasi karena diberitahu. Refleksi diharapkan dapat membuat siswa yakin pada diri sendiri bukan karena
patuh pada tradisi atau peraturan. Aksi diharapkan dapat membuat siswa memiliki inisiatif bukan karena ikut-ikutan atau takut sanksi. Pembentukan
kepribadian diharapkan dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa nantinya memiliki komitmen untuk memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil,
bersaudara, bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dan lebih menjamin kesejahteraan umum.
Paradigma Pedagogi Reflektif memberikan pengalaman persaudaraan kepada siswa. Pengalaman persaudaraan dapat melalui kerjasama kelompok
maupun pengalaman pribadi atau individu. Peneliti menggunakan pengalaman kerjasama kelompok karena guru kurang mengembangkan kegiatan diskusi dan
presentasi pada siswa sedangkan kerjasama kelompok lebih mudah dilaksanakan, dan lebih cepat tampak hasilnya. Kerjasama kelompok diharapkan dapat
menumbuhkembangkan persaudaraan, solidaritas antarteman, dan saling menghargai yang merupakan aspek-aspek kemanusiaan.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari persoalaan matematika. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang sangat penting diajarkan kepada siswa.
Namun kenyataannya banyak siswa yang kurang mengerti arti penting matematika bagi kehidupan, sehingga siswa kurang berminat dan kurang
termotivasi dalam mempelajari matematika. Menurut pengalaman dan pengamatan yang dilakukan peneliti, matematika cukup sulit dipahami oleh
siswa karena memiliki objek yang bersifat abstrak dan membutuhkan penalaran yang cukup tinggi untuk memahami konsep-konsep, sehingga perlu menerapkan
pembelajaran yang tepat guna membantu pemahaman dan penguasaan materi siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Yogyakarta, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar geometri. Hal tersebut disebabkan karena strategi pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. Kurangnya pemahaman
pada konsep geometri di sekolah diduga karena pembelajaran geometri tidak mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa dan bahan pembelajaran
geometri tidak sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Menurut Khotimah 2013: 10, salah satu teori yang dapat untuk digunakan dalam pembelajaran geometri
adalah teori Van Hiele. Teori Van Hiele membagi tahapan berpikir siswa dalam tahap visualisasi, tahap analisis, tahap deduksi informal, tahap deduksi dan rigor.
Sedangkan tahapan dalam pembelajaran Van Hiele membagi dalam tahap inquiri, tahap orientasi terarah, tahap uraian, tahap orientasi bebas dan tahap
integrasi. Materi geometri yang dibahas di SMP kelas VIII adalah materi bangun
ruang sisi datar. Berdasarkan hasil wawancara awal dengan guru di SMP Negeri 1 Yogyakarta, sebagai tempat untuk melakukan penelitian, ditemukan beberapa
permasalahan yang sering dialami dalam proses pembelajaran yaitu mengenai pelaksanaan pembelajaran geometri menggunakan media yang terbatas. Hal
tersebut juga didukung oleh guru yang tidak menyampaikan materi secara lengkap sehingga membuat siswa kurang memahami materi secara detail.
Balok merupakan materi dasar dalam mempelajari geometri karena materi balok digunakan untuk mempelajari materi selanjutnya dan materi ini memiliki
keterikatan dengan lingkungan sekitar siswa sehingga siswa harus benar-benar memahami materi balok. Namun berdasarkan hasil wawancara, banyak siswa
yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang digunakan untuk menyelesaikannya, bahkan sering terjadi siswa tidak tahu darimana harus
memulai menyelesaikan soal tersebut. Materi ini menjadi semakin sulit dipahami oleh siswa apabila penyampaiannya tidak menggunakan pembelajaran yang
menarik, dan efektif. Penelitian ini mengembangkan perangkat pembelajaran menggunakan
Paradigma Pedagogi Reflektif yang mengakomodasi teori Van Hiele. Siswa mempelajari geometri melalui fase belajar dalam geometri yang telah
dikembangkan Van Hiele. Hal ini bertujuan agar siswa secara bersama-sama mengkaji mengenai bangun-bangun geometri dari bentuk maupun sifat yang
dimiliki bangun tersebut. Selain itu, siswa juga bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang lebih komplek.
Selain latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti juga mengacu pada penelitian dari Wulandari tahun 2015 tentang Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Mengakomodasi Teori Van Hiele Materi Bangun Ruang Sisi Datar dengan Pendekatan Saintifik pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1
Kalibawang yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Selain itu, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari
Kurnianingsih tahun 2015 tentang Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Ekonomi Untuk Meningkatkan Competence, Conscience dan
Compassion Siswa X-5 SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian dan pengembangan research
and development RD dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif yang Mengakomodasi Teori Van Hiele Pokok Bahasan Balok di Kelas VIII E SMP Negeri 1
Yogyakarta”
B. Identifikasi Masalah