Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam pembelajaran limas dengan teori van Hiele pada kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016.

(1)

ABSTRAK

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam Pembelajaran Limas dengan Teori Van Hiele pada Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pendekatan PPR dalam pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, untuk mengetahui pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan PPR pada pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, dan untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan mengggunakan teori Van Hiele pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan pendekatan PPR , data pencapaian kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion, dan angket kuesioner respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR. instrumen penelitian yang digunakan meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar nilai sikap siswa, kuesioner respon siswa dan data hasil belajar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) persentase keterlaksanaan pendekatan PPR yang diperoleh yakni mencapai skor 186 (86%) tergolong sangat baik, (2) pencapaian skor kompetensi aspek competence siswa yakni 51,9 (51%) yang tergolong rendah. Pencapaian skor aspek conscience siswa yakni 78,87 (86%) tergolong baik, dan pencapaian skor aspek compassion yakni 78,87 tergolong baik, (3) pencapaian skor respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR yakni 104,06 (65%) tergolong cukup. Refleksi siswa selama proses pembelajaran siswa merasa senang dan lebih dapat menumbuhkembangkan sikap kerjasama, percaya diri, teliti, tanggung jawab dan menghargai pendapat orang lain. Siswa lebih mengetahui materi tentang limas.

Kata-kata kunci: Penerapan, Paradigma Pedagogi Reflektif, Limas, Teori Van Hiele.


(2)

ABSTRACT

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Implementation of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) in Pyramid Learning by Using the Theory of Van Hiele on class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016. Thesis, Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta, 2016.

This research was aimed to find the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, to find the competence achievement in the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, and to find evaluate the responses of students in mathematics learning through PPR approach by using the theory of Van Hiele on students’ in class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016.

This research is a qualitative descriptive research. The required data of this research was PPR approach enforceability data, competency achievement data in the aspects of competence, conscience, and compassion, and the questionnaires of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach. The research instruments used include the observation sheet of the learning process enforceability, the score sheet of students’ attitudes, the questionnaire of students’ responses and the students’ learning result data .

The results of this research indicate that: (1) percentage of the enforceability of PPR apporoach reaching a score of 186 (86 %) and it was classified as very good, (2) score of competency achievement in competence aspect was 51,9 (51%) and it was classified as low. The score of competency achievement in conscience aspect was 78,87 (86%) and it was classified as good, and the score of competency achievement in compassion aspect was 82,75 (88%) and it was classified as very good, (3) the score of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach was 104,06 (65%) and it was classified as quite enough. Reflection of students’ during the learning process, students’ feel happy and can foster an attitude of cooperation confident, conscientious, responsibility and respect for the opinions of others. Students’ are more aware of material about the pyramid.

Keywords: implementation, Reflective Pedagogical Paradigm, pyramid, Van


(3)

i

PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR)

DALAM PEMBELAJARAN LIMAS DENGAN TEORI VAN

HIELE PADA KELAS VIII A SMP KANISIUS KALASAN

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Solechah Wahyu Hardianti 121414095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

MOTTO

Jika kamu bersungguh-sungguh, kesungguhan itu milik

kebaikanmu sendiri”

(Q.S Al-Ankabut, ayat 6)

“Orang

-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka

melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang

harus dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak”


(7)

v

P E R S E M

B A H A

N

Dengan penuh syukur, kupersembahkan karya ini kepada :

 Allah SWT

 Ibu Nathalie Indang Harwanti, yang selalu memberikan perhatian, cinta, kasih sayang, dukungan serta doa yang tidak pernah habis untukku.

 Adikku tercinta Galih Wisnu Wicaksana yang selalu memberi dukungan dan motivasi kepada mbak dian setiap saat.

 Sahabat-sahabat terdekatku Riis, Laras, Selpa, Asri, Lita, Selly, Sasi, Yovita yang selalu memberikan semangat selama ini.


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam Pembelajaran Limas dengan Teori Van Hiele pada Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pendekatan PPR dalam pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, untuk mengetahui pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan PPR pada pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, dan untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan mengggunakan teori Van Hiele pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan pendekatan PPR , data pencapaian kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion, dan angket kuesioner respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR. instrumen penelitian yang digunakan meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar nilai sikap siswa, kuesioner respon siswa dan data hasil belajar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) persentase keterlaksanaan pendekatan PPR yang diperoleh yakni mencapai skor 186 (86%) tergolong sangat baik, (2) pencapaian skor kompetensi aspek competence siswa yakni 51,9 (51%) yang tergolong rendah. Pencapaian skor aspek conscience siswa yakni 78,87 (86%) tergolong baik, dan pencapaian skor aspek compassion yakni 78,87 tergolong baik, (3) pencapaian skor respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR yakni 104,06 (65%) tergolong cukup. Refleksi siswa selama proses pembelajaran siswa merasa senang dan lebih dapat menumbuhkembangkan sikap kerjasama, percaya diri, teliti, tanggung jawab dan menghargai pendapat orang lain. Siswa lebih mengetahui materi tentang limas.

Kata-kata kunci: Penerapan, Paradigma Pedagogi Reflektif, Limas, Teori Van Hiele.


(11)

ix ABSTRACT

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Implementation of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) in Pyramid Learning by Using the Theory of Van Hiele on class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016. Thesis, Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta, 2016.

This research was aimed to find the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, to find the competence achievement in the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, and to find evaluate the responses of students in mathematics learning through PPR approach by using the theory of Van Hiele on students’ in class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016.

This research is a qualitative descriptive research. The required data of this research was PPR approach enforceability data, competency achievement data in the aspects of competence, conscience, and compassion, and the questionnaires of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach. The research instruments used include the observation sheet of the learning process enforceability, the score sheet of students’ attitudes, the questionnaire of

students’ responses and the students’ learning result data .

The results of this research indicate that: (1) percentage of the enforceability of PPR apporoach reaching a score of 186 (86 %) and it was classified as very good, (2) score of competency achievement in competence aspect was 51,9 (51%) and it was classified as low. The score of competency achievement in conscience aspect was 78,87 (86%) and it was classified as good, and the score of competency achievement in compassion aspect was 82,75 (88%) and it was classified as very good, (3) the score of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach was 104,06 (65%) and it was classified as quite enough. Reflection of students’ during the learning process,

students’ feel happy and can foster an attitude of cooperation confident, conscientious, responsibility and respect for the opinions of others. Students’ are more aware of material about the pyramid.

Keywords: implementation, Reflective Pedagogical Paradigm, pyramid, Van


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam Pembelajaran Limas dengan Teori Van Hiele Pada Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Tahun Ajaran 2015/2016” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi PendidikanMatematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Haniek Sri Pratini, M. Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran dan keiklasannya membimbing serta memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak ibu dosen dan staf sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang senantiasa membimbing dan memberi masukan kepada penulis sejak awal menjadi mahasiswa di USD.

5. Para guru dan staf di SMP Kanisius Kalasan yang turut membantu memperlancar penelitian skripsi ini.

6. Siswa-siswi kelas VIII SMP Kanisius Kalasan yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

7. Ibu Nathalie Indang Harwanti yang selalu memberi dorongan, fasilitas, semangat, kasih sayang dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(13)

xi

8. Teman-teman Pendidikan Matematika yang teristimewa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua yang telah membantu dalam bentuk apa pun yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari akan segala kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Penulis Solechah Wahyu Hardianti


(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan ... 7

F. Batasan Istilah ... 8

G. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 11

1. Paradigma Pedagogi Reflektif ... 11

a. Tata Cara Pelaksanaan PPR ... 12

2. Teori Van Hiele ... 21

a. Tahapan Berpikir Teori Van Hiele ... 21

b. Fase-fase Belajar Geometri Menurut Van Hiele ... 24


(15)

xiii

4. Pengertian Belajar ... 28

5. Hasil Belajar ... ... 29

6. Investigasi Kelompok ... 31

7. Perangkat ... 33

8. Materi Pembelajaran ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 44

C. Kerangka Berfikir ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

1. Tempat ... 49

2. Waktu ... 49

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 49

1. Subyek Penelitian ... 49

2. Obyek Penelitian ... 49

D. Rancangan Penelitian ... 50

1. Pra Penelitian... 50

2. Pelaksanaan Penelitian ... 50

E. Instrumen Penelitian ... 57

1. Observasi Pra Penelitian... 57

2. Pelaksanaan Penelitian ... 57

F. Teknik Pengumpulan Data ... 59

1. Pengamatan (Observasi) ... 59

2. Wawancara ... 59

3. Tes ... 60

4. Nilai Sikap ... 60

5. Kuesioner Respon Siswa ... 60

G. Teknik Analisis Data ... 60

1. Analisis Data Kualitatif ... 60


(16)

xiv

a. Tes ... 61

b. Kuesioner Respon Siswa ... 62

c. Observasi Keterlaksanaan Proses Pembelajaran PPR ... 64

d. Nilai Sikap ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Pra Penelitian ... 67

a. Observasi dan Wawancara Guru ... 68

b. Observasi Siswa ... 72

c. Observasi Kelas ... 73

d. Implementasi ... 74

2. Hasil Data ... 77

a. Observasi Keterlaksanaan Penelitian ... 77

b. Nilai Tes Siswa ... 78

c. Nilai Remidial Siswa ... 80

d. Nilai sikap Kompetensi 3C ... 81

e. Kuesioner Respon Siswa ... 83

B. Pembahasan ... 84

1. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif ... 84

a. Pertemuan Pertama ... 84

b. Pertemuan Kedua ... 98

c. Pertemuan Ketiga ... 111

d. Pelaksanaan Remidial ... 112

2. Deskripsi Pencapaian Kompetensi ... 113

a. Aspek Competence ... 113

b. Aspek Conscience ... 114

c. Aspek Compassion ... 115

3. Deskripsi Respon Siswa ... 117


(17)

xv BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pelaksanaan PPR ... 12

Gambar 2.2 Limas Segiempat T.ABCD ... 37

Gambar 2.3 Limas Segitigat T.ABC ... 38

Gambar 2.4 Limas Segiempat T.ABCF ... 39

Gambar 2.5 Melukis Limas Segitiga D.ABC ... 39

Gambar 2.6 Melukis Limas Segitigat T.ABCD ... 40


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Teknik Evaluasi ... 20

Tabel 2.2 Penjelasan Rumus Volum Limas ... 43

Tabel 3.1 Kriteria Hasil Tes Belajar Siswa ... 62

Tabel 3.2 Skor Kuesioner Siswa ... 63

Tabel 3.3 Kriteria Respon Siswa ... 63

Tabel 3.4 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 64

Tabel 3.5 Kriteria Sikap ... 66

Tabel 4.1 Jadwal Observasi Hari Pertama ... 68

Tabel 4.2 Jadwal Observasi Hari Kedua ... 68

Tabel 4.3 Hasil Observasi Guru di Kelas Secara Umum ... 70

Tabel 4.4 Hasil Observasi Siswa Pada Pra Penelitian ... 73

Tabel 4.5 Data Hasil Tes Belajar Siswa ... 79

Tabel 4.6 Data Hasil Remidial Siswa ... 80

Tabel 4.7 Nilai Skor Persentas Aspek Competence ... 81

Tabel 4.8 Perkembangan Skor Aspek Conscience ... 82

Tabel 4.9 Perkembangan Skor Aspek Compassion ... 82

Tabel 4.10 Persentase dan Kriteria Respon Siswa Melalui PPR ... 8

Tabel 4.11 Sikap Refleksi Pertemuan Pertama ... 96


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 125

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 126

Lampiran 3 Transkrip Wawancara Guru ... 127

Lampiran 4Transkrip Pelaksanaan Penelitian Hari Pertama ... 129

Lampiran 5 Transkrip Pelaksanaan Penelitian Hari Kedua... 136

Lampiran 6 Silabus ... 143

Lampiran 7 RPP ... 155

Lampiran 8 Bahan Ajar ... 174

Lampiran 9 LKS ... 184

Lampiran 10 Lembar Laporan Hasil Diskusi ... 195

Lampiran 11 Format Aksi Pembelajaran Limas ... 199

Lampiran 12 Soal Tes Hasil Belajar Limas ... 200

Lampiran 13 Soal Remidial ... 202

Lampiran 14 Lembar Kuesioner Respon Siswa ... 204

Lampiran 15 Kunci Jawab LKS ... 207

Lampiran 16 Kunci Jawab Tes Limas ... 211

Lampiran 17 Kunci Jawab Remidial ... 213

Lampiran 18 Lembar Jawab Siswa LKS ... 215

Lampiran 19 Lembar Jawab Tes Siswa ... 247

Lampiran 20 Lembar Jawab Remidi Siswa ... 258

Lampiran 21 Lembar Jawab Respon Siswa ... 269

Lampiran 22 Lembar Observasi Keterlaksanaan Penelitian ... 274

Lampiran 23 Nilai Tes Siswa ... 286

Lampiran 24 Nilai Tes Remidial ... 287


(21)

xix

Lampiran 26 Data Respon Siswa ... 292

Lampiran 27 Lembar Refleksi Siswa ... 296

Lampiran 28 Gambar Hasil Aksi Siswa ... 299

Lampiran 29 Foto Penelitian Hari Pertama ... 300


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar matematika adalah proses mendapatkan pengertian hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan ke situasi yang nyata (Hudoyo, 12: 1980). Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di sekolah baik dari Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Delapan dari sepuluh pelajar dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi mengakui bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan ditakuti. Salah satu karakteristik matematika yang membuat sulit dan ditakuti oleh banyak orang adalah karena bersifat abstrak dan rumit. Oleh karena itu, adanya media pembelajaran berupa alat peraga yang bermanfaat untuk mengurangi keabstrakaan siswa dalam pembelajaran matematika.

Matematika merupakan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama yang diberikan kepada siswa lewat pembelajaraan matematika. Dengan penguasaan matematika diharapkan para siswa mempunyai sikap logis, cermat, analitis serta disiplin. Oleh karena itu, guru memberikan pemahaman matematika kepada siswa terhadap materi harus lebih ditingkatkan lagi agar tercapai tujuan pembelajaran.


(23)

Geometri adalah bagian penting dari kurikulum, namun Carrol (Mistretta, 2000) menemukan bahwa siswa SMP dan SMA sering tidak memiliki pengalaman dalam penalaran tentang ide-ide geomteris. Oleh karena itu, dengan mempelajari geometri dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyaak topik lain dalam matematika (Kennedy dalam Nur’aeni, 2010). Sedangkan pembelajaran geometri merupakan pembelajaran yang dijumpai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Geometri merupakan salah satu materi yang mengajarkan siswa untuk berpikir abstrak. Oleh karena itu geometri menjadi salah satu bidang dalam matematika yang dianggap sulit oleh siswa. Hoffer (dalam Abdussakir, 2011) menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang yang dikemukakan oleh Purnomo (dalam Abdussakir, 2011). Menurut Madja (dalam Abdussakir, 2011) sedangkan diperguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah.

Dari uraian diatas, untuk mengatasi permasalahan tersebut pembelajaran geometri cocok menggunakan teori Van Hiele. Teori belajar Van Hiele merupakan sebuah teori dalam pengajaran geometri, yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri.


(24)

Menurut teori ini terdapat tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan ditata secara terpadu maka akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa ke tingkat yang lebih tinggi. Teori Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar siswa dalam belajar geometri, yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi. Berdasarkan 5 tahap tersebut menjelaskan bahwa siswa dapat memahami konsep geometri berdasarkan level-level tertentu apabila pemahaman berdasarkan level-level tertentu tersebut dikemas dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan lima fase van hiele yang meliput, fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi. Hal ini agar siswa berpikir secara runtut dikarenakan siswa terkadang memiliki tahap berpikir yang berbeda-beda, dengan demikian siswa diajak untuk memahami konsep materi dengan baik dan tidak hanya menghafal saja.

Cara lain untuk meningkatkan proses berpikir siswa serta memberikan pengalaman kepada siswa agar siswa dapat memahami materi degan baik yaitu melibatkan siswa untuk mengikuti proses belajar dan pembelajaran secara menyeluruh. Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran adalah metode kooperatif. Pada proses belajar secara kelompok akan membantu siswa membangun dan menemukan sendiri pemahaman mereka terhadap pengetahuan dan


(25)

materi pelajaran. Dengan mereka menemukan sendiri pengetahuan tersebut, dengan sendirinya pengetahuan tersebut akan tertanam di dalam pemikiran mereka. Beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif tetapi dalam penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan model tipe group investigation (GI). Model GI merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas (Suyatno, 56: 2009). Group Investigation dapat melatih keaktifan siswa, keaktifan siswa dapat telihat mulai tahap pertama sampai tahap pembelajaran. Di dalam satu kelompok tersebut siswa mempunyai tanggung jawab masing-masing atas tugasnya. Pada akhir pembelajaran setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas, hal ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Dalam pembelajaran dengan menggunakan tipe GI, proyek merupakan hasil kemampuan yang dimiliki serta pengalaman belajar siswa. Pada pembelajaran matematika, siswa diminta membuat kerangka kubus dan diminta untuk mencari tahu berapa panjang kawat yang dihabiskan untuk membuat rusuk kubus.

Model pembelajaran GI diatas, siswa dalam berkelompok dapat menjalin kerjasama dengan baik terhadap rekan kerjanya. Dengan demikian, hubungan sosial dan rasa solidaritas siswa dapat terlatih. Proyek di dalam model GI merupakan hasil nyata yang dialami oleh siswa.


(26)

Pembelajaran berpola pedagogi reflektif adalah pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa. Sedangkan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan ditumbuhkembangkan melalui dinamika pengalaman, refleksi, dan aksi. Proses pembelajaran ini dikenal dengan evaluasi. Secara praktis pembelajaran berpola PPR dapat dibandingkan dengan Rencana Pembelajaran (RP) berpola KBK. Paradigma Pedagogi Reflektif adalah pembelajaran biasa yang dapat mengikuti semua kurikulum yang berlaku. Melalui penekatan paradigma pedagogi reflektif, diharapkan dapat meningkatkan competence, conscience dan compassion siswa baik dalam pembelajaran matematika ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kanisius Kalasan, salah satu sekolahan yang sudah menerapkan PPR dalam proses pembelajarannya. Berdasarkan wawancara kepada guru pengampu matematika SMP Kanisius Kalasan, penerapan PPR pada SMP Kanisius kurang optimal. Pendekatan ini hanya berjalan saat awal diterapkan saja, lama kelamaan pendekatan ini sudah kurang optimal diterapkan. Mengakibatkan siswa kurang terbiasa dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif. Cara yang digunakan guru untuk mengajar dikelas yaitu metode tutor sebaya.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan mengimplimentasikan perangkat pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh Melati, 2016 yang menerapkan pendekatan PPR dengan teori Van Hiele serta model


(27)

pembelajaran Group Investigation (GI). Penelitian ini dilakukan di SMP Kanisius Kalasan .

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut.

1. Matematika merupakan pelajaran yang sulit dan ditakuti. 2. Geometri merupakan salah satu mata pelajaran yang abstrak. 3. Metode pembelajaran di kelas kurang variatif.

4. Guru kurang optimal menerapkan PPR.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dengan mempertimbangkan pengetahuan, kemampuan, dan waktu untuk melakukan penelitian, maka peneliti membatasi masalah-masalah berikut.

1. Geometri merupakan salah satu pelajaran yang sulit dan ditakuti oleh siswa.

2. Teori Van Hiele merupakan teori yang cocok untuk belajar geometri. 3. Guru kurang mengembangkan model dan metode pembelajaran yang

melibatkan siswa.


(28)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterlaksanaan implementasi pendekatan PPR dalam pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan?

2. Bagaimana pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan PPR pada pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele untuk siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan?

3. Bagaimana respon siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan menggunakan teori Van Hiele ?

E. Tujuan

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam pembuatan tugas akhir ini adalah sebagai beikut.

1. Mengetahui keterlaksanaan implementasi pendekatan PPR dalam pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan.

2. Mengetahui pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan PPR pada pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele untuk siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan.


(29)

3. Mengetahui respon siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan menggunakan teori Van Hiele.

F. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan persepsi dalam memahami penelitian ini maka perlu diberikan batasan istilah :

1. Paradigma Pedagogi Reflektif adalah pola pikir yang dapat menumbuhkembangkan nilai kemanusiaan siswa, siswa dapat mengalami nilai kemanusiaan, siswa dapat merefleksikan pengalaman yang terkait dengan nilai kemanusiaan, selanjutnya siswa dapat mewujudkan nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Teori Van Hiele adalah tahap berpikir siswa dalam geometri. Tahap berpikir secara runtut atau tingkat berpikir dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat level yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat level yang rendah. Lima tahap berpikir siswa dalam teori Van Hiele yaitu : tahap 1 (visualisasi), tahap 2(analisis), tahap 3(abstraksi), tahap 4(deduksi formal), tahap 5(rigor atau keakuratan). Dalam teori Van Hiele terdapat 5 fase pembelajaran, yaitu : informasi , orientasi terpadu, penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi.

3. Belajar adalah proses aktif individu untuk berikteraksi dengan lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku secara keseluruhan pribadi seseorang.


(30)

4. Hasil belajar adalah suatu hasil proses belajar dari seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar mencangkup Faktor-faktor internal dan faktor eksternal.

5. Group Investigation adalah pembelajaran yang pengajaran serta melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai tujuan bersama. Melalui model pembelajaran GI siswa dapat menumbuh kembangkan rasa ingin tahu dan kepercayaan diri siswa.

6. Limas adalah bangun ruang yang alasnya berbentuk segi banyak dan bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu titik.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan dalam mengelola pembelajaran matematika dengan teori Van Hiele & PPR .

2. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat melatih siswa untuk mengembangkan ketrampilan dan sosial, antara lain : belajar bekerja sama, bertanggungjawab dan berinteraksi dengan teman sebaya.


(31)

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman dan bekal bagi peneliti dalam mengelola pembelajaran matematika dengan peneliti memasuki di dunia kerja sebagai guru.

4. Bidang Keilmuan Matematika

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi ilmiah dan pendorong motivasi untuk meneliti.


(32)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Paradigma Pedagogi Reflektif

Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan pola pikir (paradigma pola pikir) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani/ kemanusiaan (pedagogi reflektif pendidikan kristiani/kemanusiaan. Pola pikirnya: dalam membentuk pribadi, siswa, diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut (Subagya, 2008: 39).

PPR adalah suatu pedagogi yang merupakan suatu pendekataan, suatu cara dosen mendampingi mahasiswa sehingga mahasiswa berkembang menjadi pribadi yang utuh, bukan hanya sekedar metode pembelajaran (Suparno, 2015: 18).

Tujuan utama manusia dalam pendidikan itu diterjemahkan dalam rumusan 3C yang meliputi competence, conscience, dan compassion (Suparno, 2015: 19).

Competence berarti menguasai ilmu pengetahuan/ ketrampilan sesuai bidangnya. Conscience berarti mempunyai hati nurani yang dapat membedakan baik dan tidak baik. Compassion berarti mahasiswa


(33)

mempunyai kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang membutuhkan, punya kepedulian pada orang lain terutama yang miskin dan kecil.

a. Tata cara Pelaksanaan PPR

Unsur utama dalam PPR ada tiga yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Ketiga unsur utama itu dibantu oleh unsur sebelum pembelajaran yaitu konteks, dan dibantu oleh unsur setelah pembelajaran dengan evaluasi.

Gambar 2.1 Pelaksanaan PPR 1. Konteks

Konteks untuk menumbuhkembangkan pendidikan antara lain sebagai berikut (Subagya, 2008: 42).

Pertama, wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan, agar semua anggota komunitas, guru, dan siswa menyadari bahwa yang menjadi landasan pengembangan bukan

Sumber : Paul Suparno (2015)

KONTEKS PENGALAMAN

AKSI REFLEKSI

EVALUASI

COMPETENCE CONSCIENCE COMPASSION


(34)

peraturan, perintah, atau sanksi-sanksi, melainkan nilai-nilai kemanusiaan. Guru(fasilitator) perlu menyemangati mereka agar memiliki nilai seperti: persaudaraan, solidaritas, penghargaan terhadap sesama, cinta lingkungan hidup, dan nilai-nilai lain yang semacam itu. Diharapkan seluruh angggota komunitas berbicara mengenai nilai-nilai.

Kedua, contoh-contoh penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh dari pihak guru. Kalau itu ada, maka siswa akan cenderung melihat, bersikap, dan berperilaku sesuai engan nilai yang dihayati lingkungannya.

Ketiga, hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin dialog yang saling terbuka antara guru dan siswa. Setiap orang dihargai, ditunjukkan kebaikkannya, ditantang untuk melakukan yang benar, baik, dan indah.

Dengan demikian, konteks adalah deskripsi tentang “dengan siapa” berinteraksi, “bagaimana” latar belakang dan pengalaman hidupnya, “dimana” dan “seperti apa” lingkungan tempatnya berinteraksi tersebut, serta “mengapa” mengikuti proses pembelajaran (P3MP-LPM USD, 2012).

2. Pengalaman

Pengalaman untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, dan saling memuji adalah pengalaman bekerja sama dalam


(35)

kelompok kecil yang “direkayasa” sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang intensif, ramah, sopan, penuh tenggang rasa, dan akrab (Subagya, 2008: 42).

Pengalaman dipakai untuk menunjukkan pada setiap kegiatan yang memuat pemahaman kognitif bahan yang disimak yang juga memuat unsur afektif yang dihayati oleh pelajar (Subagya, 2010: 51).

Ada dua jenis pengalaman dalam pembelajaran, yaitu pengalaman lansung dan tidak langsung (Suparno, 2015: 29).

a. Pengalaman langsung

Adalah yang sungguh dialami oleh mahasiswa sendiri, sehingga seluruh diri terlibat.

b. Pengalaman tidak langsung

Pengalaman yang diperoleh seseorang (bukan dialami sendiri) dari mendengar, membaca, dan melihat melalui berbagai media. Pengalaman tidak langsung kurang memiliki kekuatan membangkitkan dimensi afektif. Oleh karena itu, pengalaman tidak langsung perlu diperkaya dengan imajinasi.

3. Refleksi

Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu untuk berefleksi. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan


(36)

divergen (menyebar ke seluruh siswa), agar siswa secara otentik dapat memahami, mendalami, dan meyakini temuannya. Siswa dapat diajak untuk diam dan hening untuk meresapi apa yang baru saja dibicarakan. Melalui refleksi, siswa meyakini maka nilai yang terkandung dalam pengalamannya. Diharapkan siswa membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalamannya itu (Subagya, 2010: 43).

Refleksi adalah langkah yang sangat penting dalam berdinamika PPR. Tahap refleksi mahasiswa dibantu untuk menggali pengalaman mereka sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, dan mengambil makna bagi hidup pribadi, hidup bersama, dan hidup bermasyarakat (Suparno, 2015: 33).

Refleksi menjadi unsur yang penting dalam pendidikan Ignasian karena menjadi penghubung anatara pengalaman dan tindakan. Refleksi berarti mengadakan pertimbangan seksama dengan menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, dan perasaan menyangkut bidang ilmu, pengalaman, ide, tujuan yang diinginkan atau reaksi spontan untuk menangkap makna dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari. Melalui refleksi, pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran diperdalam untuk menangkap makna esendial atau arti penting dari pokok materi yang dipelajari. Melalui refleksi, peserta didik


(37)

diharapkan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kedalam competence, conscience, dan compassion (P3MP-LPM USD, 2012).

Tujuan kegiatan refleksi adalah:

a. Menangkap arti atau nilai hakiki dari apa yang dipelajari.

b. Menemukan keterkaitan antar pengetahuan dan antara pengetahuan dengan realitasnya.

c. Memahami implikasi pengetahuan dan seluruh tanggung jawabnya.

d. Membentuk hati nurani.

Refleksi dapat dilakukan dengan cara :

a. Menggunakan ingatan : mengingat kembali apa yang dipelajari

b. Mendayakan hati : mencermati perasaan, menyadari reaksi batin, mempertimbangkan dorongan hati

c. Mengaktifkan pikiran : memperdalam pemahaman, melihat implikasi bagi diri sendiri dan orang lain.

d. Menghidupkan kehendak : bagaimana sikap dan tindakan yang akan kulakukan.


(38)

Istilah refleksi dipakai dalam arti : menyimak kembali penuh perhatian bahan studi tertentu, pengelaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan supaya dapat menangkap maknanya lebih dalam. Jadi refleksi adalah suatu proses yang memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi (Subagya, 2010 :55).

4. Aksi

Aksi adalah tindakan, baik aksi batin maupun aksi tindakan psikomotorik, yang dilakukan mahasiswa setelah mereka merefleksikan pengalaman belajar mereka (Suparno, 2015 :37).

Aksi atau tindakan adalah kegiatan mencerminkan pertumbuhan batin berdasarkan yang telah direfleksikan (Guru memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi agar siswa terbantu) (P3MP-LPM USD, 2012).

Istilah aksi dipakai untuk menunjuk pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan dan juga pada manifestasi lahiriahnya (Subagya, 2010: 61). Istilah ini mencangkup dua langkah (P3MP-LPM USD, 2012: 29) :

a. Menumbuhkan pilihan-pilihan batin. Tahap ini merupakan momentum bagi peserta didik untuk memilih kebenaran sebagai miliknya, sambil tetap


(39)

membiarkan diri ke arah mana ia pimpin oleh kebenaran itu. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Di sinilah pembelajaran dihadapkan pada makna dan nilai yang menyodorkan pilhan-pilihan yang harus diambil. Ketrampilan membuat laporan akutansi dapat membawa pilihan untuk memanfaatkannya secara jujur dalam membuat laporan keuangan demi kepentingan diri atau organisasi.

b. Menyatakan pilihan secara lahir. Pada suatu ketika, makna-makna, hidup, sikap, nilai-nilai, yang telah menjadi bagian dari dirinya, mendorong peserta didik berbuat sesuatu yang konsisten dengan keyakinan barunya. Kalau maknanya positif, peserta didik akan meningkatkan keadaan yang menimbulkan pengalaman yang bermakna positif. Kalau maknanya negatif, peserta didik akan berusaha memperbaiki, mengubah, mengurangi, atau menghindari apa yang menimbulkan pengalaman yang negatif itu. Misalnya, kalau sekarang insaf akan sebab-sebab hasil belajarnya yang buruk ia akan mengubah cara belajar untuk menghindari kegagalan.


(40)

Untuk membangun niat dan bertindak sesuai hasil refleksinya. Dengan membangun niat dan berperilaku dari kemauannya sendiri siswa membentuk pribadinya agar nantinya (lama-kelamaan) menjadi perjuang bagi nilai-nilai yang direfleksikannya.

5. Evaluasi

Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk melihat secara keseluruhan bagaimana proses PPR itu terjadi dan berkembang (Suparno, 2015: 40).

Evaluasi dalam pembelajaran adalah aktivitas untuk memonitor perkembangan akademis siswa. Evaluasi merupakan proses pengumpulan, pengolahan dan pengambilan keputusan atas data tentang suatu obyek selanjutnya dipertimbangkan pemberian nilai atas proyek tersebut berdasarkan pada suatu kriteria tertentu. Dalam evaluasi pembelajaran, yang menjadi obyek penilaian adalah proses dan hasil belajar. Evaluasi proses pembelajarn menekankan pada evaluasi pengolahan pembelajarn yang dilaksanakan oleh pembelajaran meliputi keefektifan strategi pembelajaran yang dilaksanakan, keefektifan media pembelajaran, cara mengajar yang dilaksanakan, dan minat, sikap serta cara belajar siswa. Evaluasi hasil pembelajaran atau evaluasi hasil belajar antara lain menggunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil belajar sebagai prestasi belajar,


(41)

dalam hal ini adalah penguasaaan kompetensi oleh setiap siswa (P3MP-LPM USD, 2012: 35).

Beberapa teknik evaluasi yang dapat digunakan berdasarkan jenis kompetensi adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Teknik evaluasi Jenis kompetensi Teknik pengukuran

Perolehan pengetahuan  Tes obyektif, Tes uraian, Tes lisan  Presentasu lisan

 Laporan evaluasi mandiri Ketrampilan kognitif  Studi kasus

 Peta konsep  Interview

Ketrampilan psikomotor dan personal-sosial

 Tes untuk kerja  Observasi

Review terhadap hasil karya (portofolio)

 Laporan pemecahan masalah  Visualisasi masalah

 Jurnal reflektif  Simulasi komputer

 Observasi pemecahan masalah  Portofolio

Sikap, perilaku, dan nilai

 Bermain peran

 Tes obyektif, Jurnl reflektif

Tulisan bebas (opinion paper, diary,

argumentative paper)

 Observasi dalam situasi otentik

Teknik evaluasi yang tercantum dalam tabel di atas dapat digunakan dalam konteks evaluasi competence, conscience, dan compassion. Domain competence mencangkup kompetensi perolehan pengetahuan, ketrampilan kognitif, ketrampilan psikomotor, dan ketrampilan pemacahan masalah. Domain conscience dan compassion mencangkup sikap, perilaku, dan nilai.


(42)

Setelah pembelajaran, guru memberikan evaluasi atas kompetensinya dari sisi akademik. Ini adalah hal wajar dan merupakan keharusan. Bertujuan untuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa menjadi kompeten di bidang studi yang dipelajarinya.

2. Teori Van Hiele

a. Tahapan Berpikir teori Van Hiele

Menurut Piere van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof (dalam Thohari) belajar geometri seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan, dimana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Lima tingkatan tersebut ialah :

1) Tahap 0 Pengenalan (Visualisasi)

Pada tahap ini siswa mulai mengenal dan menamakan bentuk-bentuk bangun berdasarkan pada karakteristik dan penampilan. Bentuk-bentuk bangun tersebut dikenal melalui pengamatan namun belum dapat mengetahui sifat dan masing-masing bangun maupun ciri-ciri dari setiap bangun (Walle, 2008: 151-152).

Sedangkan menurut Crowley (1987), pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar


(43)

berdasarkan karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.

2) Tahap 1 Analisis

Siswa sudah mampu mengenali sifat-sifat pada bangun geometri, namun siswa belum dapat memahami adanya keterkaitan bangun yang satu dengan bangun yang lainnya (Walle, 2008: 152-153).

Tahap ini siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model namun, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa (Crowley, 1987: 2).

3) Tahap 2 Pengurutan (Deduksi Informal)

Hasil pemikiran pada tahap 2 adalah hubungan diantara sifat-sifat obyek geometri. Pada tahap ini siswa dapat menarik kesimpilan dan sudah dapat mengurutkan bangun geometri. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh.


(44)

Tahap ini ada juga yang menyebut tahap abstraksi (Walle, 2008: 153-154).

Objek pemikiran pada tingkat 2 adalah sifat-sifat dari bentuk. Siswa pada tingkat 2 dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat-pendapat informal, deduktif tentang bentuk dan sifat-sifatnya. Hasil pemikiran pada level 2 adalah hubungan diantara sifat-sifat obyek geometri (Crowley, 1987: 3).

4) Tahap 3 Deduksi

Pada tahap ini siswa sudah mampu mengambil kesimpulan deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus (Walle, 2008: 153-154). Siswa telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang didefinisikan.

Seseorang pada tingkat ini dapat membangun, bukan hanya menghafal, bukti; kemungkinan mengembangkan bukti di lebih dari satu cara terlihat; interaksi kondisi perlu dan cukup dipahami; perbedaan antara pernyataan dan kebalikannya dapat dibuat (Crowley, 1987: 3).

5) Tahap 4 Akurasi / Rigor

Pada tahap ini siswa mampu memahami aspek-aspek formal dari deduksi, seperti pembentukan dan perbandingan sistem matematika (Walle, 2008: 153-154).


(45)

Menurut Crowley (1987), siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuiensi dari manipulasi aksioma dan definisi.

Tahap teori Van Hiele meliputi tahap visualisasi, tahap Analisis, tahap pengurutan (deduksi informal), tahap deduksi, dan tahap akurasi (rigor).

b. Fase-fase Belajar Geometri menurut Van Hiele

Menurut Crowlwy (dalam Nur’aeni, 2010) menyatakan bahwa kemajuan tingkat berfikir geometri siswa maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan atau sebagai hasil dari pengajaran yang diorganisir ke lima tahap pembelajaran. Kemajuan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya lebih bergantung pada pengalaman pendidikan/ pembelajaran ketimbang pada usia atau kematangan. Sejumlah pengalaman dapat mempermudah (atau menghambat) kemajuan dalam satu tingkat atau ke satu tingkat yang lebih tinggi. Fase-fase Van Hiele digambarkan berikut ini :

Fase 1. Informasi

Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa (Nur’aeni, 2010: 32).

Menurut Thohari, pada tahap ini siswa mengenal domain yang dikerjakan. Guru dan siswa mengupayakan berbicara dan aktivitas tentang objek-objek yang dipelajari. Guru meminta siswa untuk


(46)

berbicara, mengarahkan siswa untuk meneliti bagaimana objek-objek itu sama dan mengapa objek-objek itu berbeda.

Fase 2. Orientasi Terpadu

Siswa menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas yang terstruktur secara cermat seperti pelipatan, pengukutan, atau pengkonstruksian (Nur’aeni, 2010: 32).

Pada tahap ini siswa mengerjakan tugas yang melibatkan hubungan berbeda dari jaringan yang dibentuk. Guru mengarahkan siswa untuk meneliti karakteristik khusus dari objek-objek yang dipelajari. Dengan pemberian tugas singkat, hal ini dirancang untuk memancing respon-respon khusus siswa (Thohari: 20).

Fase 3. Penjelasan

Siswa mengekspresikan/ mengambarkan apa yang telah mereka pelajari mengenai topik dengan kata kata mereka sendiri, guru membantu siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan akurat serta memperkenalkan istilah-istilah yang relevan (Nur’aeni, 2010: 32).

Menurut Thohari, guru memperkenalkan terminologi tentang geometri dan mewajibkan siswa untuk menggunakannya dalam pecakapan dan dalam mengerjakan tugas. Siswa dapat mengetahui hubungan konsep-konsep geometri, dan mencoba mengekspresikan dengan bahasanya sendiri. Peran guru adalah membawa objek-objek


(47)

yang dipelajari ke tingkat pemahaman melalui diskusi antar siswa dengan menggunakan bahasanya.

Fase 4. Orientasi Bebas

Siswa menerapkan hubungan-hubungan yang sedang mereka pelajari untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang lebih terbuka (open-ended) (dalam Nur’aeni, 2010: 32).

Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas (Thohari: 21).

Fase 5: Integrasi

Siswa meringkas/ membuat ringkasan dan mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, dengan mengembangkan satu jaringan baru objek-objek dan relasi-relasi (Nur’aeni, 2010: 32).

Pada fase ini pembelajaran dirancang untuk membuat ringkasan terhadap apa yang telah mereka pelajari. Maksud dari fase ini bukan meneliti suatu ide baru, tetapi mencoba untuk mengintegrasikan apa yang telah diteliti dan didiskusikan dan diterapkan. Pada fase ini, tingkat berpikir siswa yang baru telah dicapai untuk topik yang dipelajari (Thohari : 21).


(48)

Dari uraian diatas, teori Van Hiele adalah tahap berpikir siswa secara runtut dalam geometri atau tingkat berpikir dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat level yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat level yang rendah. Lima tahap berpikir siswa dalam teori Van Hiele yaitu : tahap 1 (visualisasi), tahap 2(analisis), tahap 3(abstraksi), tahap 4(deduksi formal), tahap 5(rigor atau keakuratan). Dalam teori Van Hiele terdapat 5 fase berfiir siswa, yaitu : informasi , orientasi terpadu, penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi.

3. Hakekat Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika merupakan ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Seorang matematikawan yang bernama Sawyer (dalam Hudojo, 1998) mengatakan bahwa matematika adalah klasifikasi studi dari semua kemungkinan pola.

Soedjadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu sebagai berikut :

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik,


(49)

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan,

d. Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk,

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Selanjutnya Soedjadi (2000: 13) mengemukakan beberapa ciri-ciri khusus dari matematika adalah :

a. Memiliki objek kajian yang abstrak, b. Bertumpu pada kesepakatan,

c. Berpola pikir deduktif,

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti, e. Memperhatikan semesta pembicaraan, f. Konsisten dalam sistemnya.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa matermatika adalah ilmu bilangan, bersifat abstrak, penalaran secara logik, konsisten, dan berpola pikir deduktif.

4. Pengertian Belajar

Belajar merupkan kegiatan setiap orang, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Hudojo, 1990).


(50)

Menurut Suryono dan Hariyanto (2011: 9), belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam hal ini, interaksi aktif dengan lingkungan yang dimaksudkan menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 1999: 22).

Menurut para pakar pendidikan Gagne, agar pengertian belajar tidak melenceng pada hakikat belajar sendiri, maka dikemukakan definisi tentang belajar (dalam Suparjo, 2009: 2) belajar adalah perubahan dispososi yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses aktif individu untuk berikteraksi dengan lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku secara keseluruhan pribadi seseorang.

5. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar menurut Abdurrahman (dalam Haris, 2012). Suprijono (2013: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut


(51)

Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Dalyono (2010: 55) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa mencakup: “faktor internal dan faktor eksternal” sebagai berikut:

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, yang terdiri dari N.Ach (Need For achievement) yaitu kebutuhan atau dorongan atau motif untuk berprestasi. 2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri pelajar. Hal ini dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Menurut pendapat Rooijakers yang diterjemahkan oleh Soerono (1982), mengatakan bahwa “Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor yang berasal dari si pelajar (siswa), faktor yang berasal dari si pengajar (guru). Faktor yang berasal dari siswa meliputi motivasi, perhatian pada pelajaran yang berlangsung, tingkat penerimaan dan pengingatan bahan, kemampuan menerapkan apa yang dipelajari, kemampuan memproduksi dan kemampuan menggeneralisasi. Faktor yang berasal dari guru meliputi kemampuan membangun hubungan dengan siswa, kemampuan menggerakkan minat belajar,


(52)

kemampuan memberikan penjelasan, kemampuan menyebutkan pokok-pokok masalah yang diajarkan, kemampuan mengarahkan perhatian pada pelajaran yang sedang berlangsung, kemampuan memberikan tanggapan terhadap reaksi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil proses belajar dari seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar mencangkup faktor internal dan faktor eksternal.

6. Investigasi kelompok (Group Investigation)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain menurut Joyce (dalam Trianto, 2009).

Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi menurut Slavin (dalam Trianto, 2009). Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2009) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.


(53)

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak dalam Trianto, 2009: 58).

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah investigasi kelompok (Investigation Group). Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Pendekatan ini dirancang oleh Herbert Thelen (Arends, 2008: 13) dan disempurnakan oleh Sharan dan rekan-rekan sejawatnya di Tel Aviv University.

Langkah-langkah pembelajaran model Group Investigation (GI) (Suyatno, 2009: 123) :

a) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran maksud

pembelajaraan dan tugas kelompok.

c) Guru memanggil para ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat satu materi/ tugas yang berbeda dari kelompok lain.

d) Setiap kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan.

e) Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaiakan hasil pembahasan kelompok.

f) Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan.


(54)

g) Evaluasi. h) Penutup.

Model pembelajaran kooperatif dari uraian diatas adalah pembelajaran yang pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai tujuan bersama. Melalui model pembelajaran GI siswa dapat menumbuh kembangkan rasa ingin tahu dan kepercayaan diri siswa.

7. Perangkat

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa; silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB), media pembelajaran, serta buku ajar siswa menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2010: 201).

a. Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Trianto, 2010: 201).


(55)

Departemen Pendidikan Nasional (2008: 16) (dalam Sa’dun, 2013) silabus adalah rencana pembelajaran pada satu dan/ atau kelompok mata pelajaran / tema tertentu yang mencangkup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah rencana pelaksanaan berorientasi pembelajaran terpadu yang menjadi pedoman bagi guru dalam proses belajar mengajar (Trianto, 2010: 214).

RPP merupakan suatu perkiraan proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 155).

c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2010: 223).

d. Bahan Ajar

Trianto (2010: 227) mengatakan bahwa bahan ajar adalah buku panduan bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memuat materi pelajaran, kegiatan penyelidikan berdasarkan konsep, kegiatan sains,


(56)

informasi, dan contoh-contoh penerapa sains dalam kehidupan sehari-hari.

Buku ajar adalah buku teks yang digunakan sebagai rujukan standar pada mata pelajaran tertentu (Sa’dun, 2013: 33). Hidayat (2013: 62) bahan ajar adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada siswa sebagai pemelajar dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan.

e. Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sebagai penyampaian pesan (the carriers of messanges) dari beberapa sumber saluran ke penerima pesan (the receiver of the messange) (Trianto, 2010: 234).

f. Tes Hasil Belajar

Trianto (2010: 235) mengungkapkan tes hasil belajar merupakan tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa, yang mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai, dijabarkan kedalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasrkan kisi-kisi penulisan butir soal lengkap denga kunci jawabannya serta lembar observasi penilaian psikomotor kinerja siswa.

Perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam proses pembelajaan. Perangkat pembelajaran meliputi silabus, RPP, LKS, bahan ajar, media pembeljaran, dan tes hasil belajar siswa.


(57)

8. Materi Pembelajaran: Limas A. Pengertian Limas

Menurut Slavin & Crisoniso (2005: 173), limas adalah bangun ruang sisi datar yang memiliki satu bidang segi-n dan bidang lainnya berbentuk segitiga yang bertemu di satu titik. Limas adalah bangun ruang yang alasnya berbentuk segi banyak (segitiga, segi empat, atau segi lima) dan bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu titik (Nuharini, 2008: 225). Limas adalah bangun ruang yang dibentuk dengan menghubungkan titik-titik sudut dari alasnya dengan suatu titik yang terletak di luar alas tersebut (Dudeja, 2014: 170).

Dari uraian diatas, limas adalah bangun ruang sisi datar yang beralas segi banyak dan sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu titik.

B. Jenis-jenis Bangun Limas

Nama-nama bangun limas ditentukan oleh bentuk alasnya,contohnya:

a. Jika limas berbentuk segitiga beraturan disebut limas segitiga beraturan.

b. Jika alas limas berbentuk persegi disebut limas persegi atau limas segi empat beraturan.

c. Jika alasnya berbentuk segi-n beraturan disebut limas segi-n beraturan.


(58)

d. Jika alas limas berbentuk segitiga, segiempat, atau segi-n sebarang maka disebut limas segi-n sebarang.

C. Bagian-bagian Limas

Gambar 2.2 Limas segiempat T.ABCD

Berikut ini akan dijelaskan mengenai bagian-bagian limas berdasarkan limas segiempat T.ABCD seperti gambar diatas.

a. Bidang sisi limas adalah bidang pembentuk bangun ruang limas yang terdiri atas bidang sisi alas dan bidang sisi tegak. Bidang sisi limas segiempat berjumlah 5 buah, yaitu ABCD, TAB, TBC, TCD, dan TAD. ABCD adalah bidang sisi alas, sedangkan TAB, TBC, TCD, dan TAD adalah bidang sisi tegak.

b. Rusuk limas adalah garis yang merupakan perpotongan antara dua bidang sisi bangun ruang limas. Rusuk limas segiempat berjumlah 8 buah yaitu TA, TB, TC, TD, AB, BC, CD, dan AD.

c. Titik sudut adalah pertemuan tiga rusuk atau lebih dari suatu bangun ruang. Titik limas segiempat berjumlah 5 buah yaitu sudut T, sudut A, sudut B, sudut C, dan sudut D.


(59)

d. Diagonal bidang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut sebidang yang saling berhadapan. Diagonal bidang limas segiempat adalah AC dan BD.

e. Bidang diagonal limas adalah bidang yang melalui sebuah diagonal bidang alas dan dibatasi oleh rusuk tegak limas. Bidang diagonal limas segiempat adalah TAC dan TBD.

D. Sifat –sifat limas a. Limas segitiga

Sebuah limas segitiga T.ABC. Pada limas segitiga T.ABC, semua sisi limas tersebut berbentuk segitiga. Jika limas segitiga memiliki semua sisi yang berbentuk segitiga sama sisi, maka limas tersebut disebut limas segitiga beraturan.

Gambar 2.3 Limas segitiga T.ABC b. Limas segiempat

Limas segiempat T. ABCD memiliki alas berbentuk persegi. Sesuai dengan sifatnya, setiap diagonal persegi memiliki ukuran


(60)

yang sama panjang. Jadi, limas segiempat memiliki diagonal alas yang sama panjang.

Gambar 2.4 Limas Segiempat T.ABCD E. Melukis Limas

a. Limas segitiga

Gambar 2.5 Melukis Limas Segitiga D.ABC

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melukis sebuah limas segitiga adalah:

1. Lukis bidang alas limas berbentuk segitiga 2. Tetapkan titik beratnya.

3. Tarik garis vertikal dari titik berat alas untuk mewakili garis tinggi limas.


(61)

4. Tetapkan titik puncak limas berdasarkan panjang garis tinggi limas.

5. Tarik garis lurus melalui puncak ke masing-masing titik sudut bidang alas.

6. Lukis garis-garis yang tidak tampak dengan garis putus-putus.

b. Limas segiempat

Gambar 2.6 Melukis Limas Segiempat T.ABCD

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melukis sebuah limas segiempat beraturan adalah:

1. Lukis bidang alas limas berbentuk persegi atau persegi panjang.

2. Tetapkan titik beratnya.

3. Tarik garis vertikal dari titik berat alas untuk mewakili garis tinggi limas.


(62)

4. Tetapkan titik puncak limas berdasarkan panjang garis tinggi limas.

5. Tarik garis lurus melalui puncak ke masing-masing titik sudut bidang alas.

6. Lukis garis-garis yang tidak tampak dengan garis putus-putus.

F. Jaring-jaring Limas


(63)

Jaring-jaring limas adalah rangkaian sisi-sisi suatu limas yang jika dipadukan akan membentuk suatu limas.

G. Luas Permukaan Limas

Untuk mencari luas permukaan limas, berarti sama saja dengan menghitung luas jaring-jaring limas tersebut. Karena ada berbagai macam jenis limas, maka luas permukaan juga bergantung pada jenis limas tersebut.

Pada limas segiempat E.ABCD,

Luas permukaan limas = Luas Persegi ABCD + luas segitiga EAB + luas segitiga EBC + luas segitiga ECD +luas segitiga EAD

= Luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak Maka untuk setiap lima segitiga maupun limas segi banyak berlaku rumus: Luas permukaan limas = luas alas + jumlah luas segitiga pada bidang tegaknya.

H. Volume Limas

Penentuan rumus volume limas dapat diperoleh melalui teori matematis. Penentuan rumus volume limas segiempat misalnya, diperoleh dari hasil pemotongan kubus pada diagonal ruangnya. Penjelasan rumus tersebut sebagai berikut.


(64)

Tabel 2.2 Penjelasan Rumus Volume Limas

Kubus ABCD.EFGH Luas Alas

(La)

Ukuran

Tinggi (t) Volume Kubus (Vk)

Limas T.ABCD Luas Alas

(La)

Ukuran

Tinggi (t) Volume Limas (Vl)

Hubungan ini juga berlaku untuk setiap limas, bahwa rumus untuk menghitung volume limas adalah:


(65)

b. Penelitian yang Relevan

Sub bab ini mengimplementasikan perangkat yang sudah diterapkan sebelumnya (Melati,2016) yang menyangkut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang relevan ini terdiri dari penelitian tentang implementasi perangkat paradigma pedagogi reflektif dengan teori Van Hiele serta model pembelajara GI.

Pertama, penelitian implementasi berupa skripsi (skripsi: tidak diterbitkan) yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Matematika Berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) pada Aspek Kpmpetensi Matematika dan Pengembangan Nilai-nilai Kemanusiaan pada Materi Teorema Pythagoras di SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo Wonogiri” yang dilakukan oleh Kuntoro (2007). Hasil penelitian ini adalah terbukti dengan adanya: Hasil persentase ketuntasan belajar menunjukkan adanya perkembangan kompetensi matematika pada indikator pertama dan kedua, di siklus 1 persentase ketuntasan belajar menjadi 60,60%. Hasil rata-rata nilai yang menunjukkan adanya perkembangan kompetensi matematika pada indikator pertama dan kedua, rata-rata nilai siklus pertama sebesar 62,43% kemudian di siklus kedua rata-rata nilai menjadi 63,42.

Kedua, penelitian mengenai teori Van Hiele berupa skripsi (skripsi: tidak diterbitkann) yang berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometeri Materi Bangun Datar Sederhana Berdasarkan Teori Van Hiele untuk Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar” yang dilakukan oleh Arifin


(66)

(2012). Hasil penelitian ini adalah terbukti membantu pemahaman siswa tentang bangun datar segitiga, segiempeat, dan lingkaran dengan mendapatkan nilai rata-rata kelas 90,02.

Ketiga, penelitian mengenai Group Investigation (GI) berupa skripsi (skripsi: tidak diterbitkan) yang berjudul “Penerapan pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang dilengkapi dengan Media LKS di SMP kanisius Bambanglipuro Kelas IX Tahun Ajaran 2012/2013 pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi lengkung” yang dilakukan oleh Sari (2008). Hasil penelitian ini adalah (1) tingkat keaktifan siswa pada saat diskusi kelompok pada sesi 1 adalah cukup dengan total presentase 70% sedangkan pada sesi II adalah rendah dengan presentase 96,67%. Tingkat keaktifan siswa pada presentase 83,33% dalam kategori sangat tinggi, tinggi, cukup dan rendah sedangkan tingkat keaktifan siswa pada presentasi pada sesi II adalah rendah dengan presentase 73,33% dalam kategori sangat tinggi, tinggi, cukup dan rendah. (2) presentase siswa yang mencapai KKM (lebih tinggi dari 65) adalah 43, 33% dengan rata-rata 5,46 sehingga tingkat hasil belajar siswa tergolong rendah.

c. Kerangka Berpikir

Metode pembelajaran merupakan suatu alat pendukung yang dapat membantu peneliti dalam mengajar di kelas. Siswa akan dapat memahami dengan baik apabila metode pembelajaran yang digunakan pun sesuai dengan materi. Selain dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, peneliti diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dalam


(67)

pembelajaran di kelas. Dengan begitu, siswa akan terbiasa untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut diruang kelas.

Penerapan PPR dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa menyadari kesalahanya dalam menerima penjelasan dan cara belajar dalam pembelajaran matematika, serta membantu siswa mengevaluasi proses pembelajaran dikelas. PPR mendukung siswa untuk mengembangkan nilai kemanusiaan serta kerjasama baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari hari.

Pembelajaran matematika melalui teori Van Hiele dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah geometri, pembelajaran dengan menggunakan teori ini, dapat meningkatkan pemahaman siswa sesuai tahap berpikir tetang geometri. Teori van Hiele merupakan teori tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat yang lebih rendah. Teori ini memuat lima tingkatan berpikir siswa dalam geometri yang utama secara berurutan yaitu : tahap 1 (visualisasi), tahap 2 (analisis), tahap 3 (abstraksi), tahap 4 (deduksi formal), tahap 5 (rigor atau keakuratan). Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van Hiele mengajuka pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu ; informasi (information), orientasi terpadu (directed orientation), penjelasan (explication), orientasi bebas (free orientation), dan integrasi (integration).

Selain mengembangkan nilai kemanusiaan serta kerjasama baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari hari, matematika juga


(68)

memberikan pengalaman dalam proses pembelajaran. Memberikan pengalaman kepada siswa agar siswa dapat memahami materi dengan baik yaitu melibatkan siswa untuk mengikuti proses belajar dan pembelajaran secara menyeluruh. Dalam model pembelajaran Group Investigation siswa diajak untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan siswa dan mengajak siswa untuk saling bekerja sama dalam satu tim atau satu kelompok.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan PPR diharapkan dapat tercapainya kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion, serta menggunakan teori Van Hiele diharapkan tingkat berpikir siswa dapat secara runtut. Menggunakan metode GI diharapkan dapat membuat siswa aktif, berpikir logis dan kritis, bekerja sama dengan baik.


(69)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas mengenai metodologi peneliti yang meliputi jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi, serta jenis data yang dikumpulkan terutama data kualitatif (Arifin, 2011: 140). Penelitian deskriptif merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan dan kejadian sekarang (Sukardi, 2003 : 157).

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana keterlaksanaan Paradigama Pedagogi Reflektif (PPR), mengetahui pencapaian kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion (3C) dan mengetahui respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan teori Van Hiele menggunakan model Group Investigation pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.


(70)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan tempat dilaksanakannya implementasi perangkat yang sudah dilaksanakan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini dilakukan di SMP Kanisius Kalasan yang berada di Krajan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta pada tahun ajaran 2015/ 2016 semester II.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan February sampai dengan bulan Juli 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta, yang berjumlah dari 31 siswa terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.

2. Objek Penelitian

Objek peneliti ini adalah mengetahui bagaimana keterlaksanaan Paradigama Pedagogi Reflektif (PPR) dan mengetahui pencapaian kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion (3C) siswa kelas VIII SMP Kalasan Yogyakarta melalui penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam pembelajaran matematika.


(71)

D. Rancangan Penelitian 1. Pra Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi kondisi kelas yang mencangkup observasi kegiatan guru, observasi kelas dan peneliti mewawancarai guru untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Setelah beberapa prosedur tersebut dilakukan, peneliti melakukan penelitian di dalam kelas dengan menerapkan PPR serta teori Van Hiele pada pembelajaran matematika. 2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Pelaksanaan siklus I dan siklus II melalui lima tahap yaitu konteks, pengalaman, aksi, refleksi dan evaluasi serta fase Van Hiele yaitu fase informasi, eksplisitasi,orientasi bebas, dan integrasi.

a. Pertemuan ke I

Kegiatan pada pertemuan I direncanakan dalam satu kali pertemuan menit proses pembelajaran.

1) Perencanaan Pelaksanaan Penelitian

Peneliti pada tahap ini melakukan penerapan PPR dengan teori Van Hiele yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Perangkat pembelajaran yang akan diterapkan berupa Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menerapkan PPR, materi ajar yang akan diajarkan oleh peneliti, media


(72)

pembelajaran, dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Peneliti juga menyusun instrumen pengumpulan data, meliputi:

a) Lembar observasi kegiatan guru

b) Lembar sikap siswa yang meliputi Competence, Conscience,dan Compassion.

c) Lembar Kerja Siswa d) Lembar refleksi

2) Rencana Pelaksanaan Penelitian

Proses pembelajaran pada pertemuan I bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan implementasi pendekatan PPR dan mengetahui pencapaian kompetensi aspek Competence, Conscience,dan Compassion siswa. Tujuan tersebut dirumuskan pada tujuan pembelajaran sebagai berikut:

a) Competence

(1) Siswa mampu mengidentifikasi bagian dan sifat limas (2) Siswa mampu melukis limas segitiga dan segiempat (3) Siswa mampu membuat jaring-jaring limas

b) Conscience

(1) Siswa cermat dalam mengamati bagian dan sifat limas (2) Siswa teliti dalam melukis dan membuat jaring-jaring

limas (teliti dalam pengkuruan dan langkah-langkahnya), menyelesaikan perhitungan pada soal luas permukaan dan volume limas, menuliskan satuan luas dan volum limas


(73)

(3) Siswa percaya diri saat bertanya, menyampaikan pendapat dan mempresentasikan hsil pekerjaan di depan umum. c) Compassion

(1) Siswa memiliki rasa kepedulian terhadap teman baik dalam tim maupun teman sekelas.

(2) Siswa dapat membangun kerja sama yang baik dalam tim atau kelompok.

Pada tahap ini, peneliti menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dengan teori Van Hiele pada pembelajaran matematika. Proses tersebut diurakan sebagai berikut.

a) Konteks

Konteks pada pertemuan I, siswa diajak untuk mengawali proses pembelajaran dengan menghubungkan materi yang mereka pelajari dengan pengalaman kehidupan sehari-hari.

b) Pengalaman

Peneliti mengajak siswa untuk menggali pengetahuan mengenai materi yang sedang dipelajari melalui media pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan dalam kelompok. Media yang disiapkan berupa alat peraga, power point dan Lembar Kerja Siswa (LKS).


(74)

c) Refleksi

Pada akhir jam pembelajaran, peneliti mengajak siswa untuk merefleksikan pengalaman belajar bersama. Untuk memfasilitasi proses refleksi, peneliti memberikan lembar refleksi untuk diisi oleh siswa. Pertanyaan refleksi dipaparkan melalui viewer, pertanyaan ini untuk memudahkan siswa dalam menuliskan refleksi.

d) Aksi

Aksi merupakan wujud nyata dari proses pembelajaran. Pada pertemuan I siswa diminta untuk membuat jaring-jaring limas oleh peneliti.

e) Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengukur perkembangan competence siswa dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa dan tes tertulis yang dilakukan pada pertemuan terakhir atau pertemuan ke III.

3) Observasi

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan proses tindakan. Peneliti meminta bantuan kepada observer untuk mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran di kelas dengan penerapan PPR.


(75)

4) Refleksi

Refleksi dilakukan untuk menganalisis segala kekurangan dan juga menganalisis keberhasilan selama pembelajaran berlangsung. Kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran diperbaiki pada pertemuan II. Refleksi juga dilakukan untuk melihat apakah indikator keberhasilan yang direncanakan telah tercapai.

b. Pertemuan ke II

Kegiatan pada pertemuan ke II direncanakan dalam satu kali pertemuan menit proses pembelajaran.

1) Rencana Pelaksanaan Penelitian

Proses pembelajaran pada pertemuan ke II bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan implementasi pendekatan PPR dan mengetahui pencapaian kompetensi aspek Competence, Conscience,dan Compassion siswa. Tujuan tersebut dirumuskan pada tujuan pembelajaran sebagai berikut:

a) Competence

(1) Siswa mampu menentukan luas permukaan limas (2) Siswa mampu menentukan volume limas

(3) Siswa mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan limas

(4) Siswa mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume limas


(76)

b) Conscience

(1) Siswa cermat dalam mengamati bagian dan sifat limas (2) Siswa teliti dalam melukis dan membuat jaring-jaring limas

(teliti dalam pengkuruan dan langkah-langkahnya), menyelesaikan perhitungan pada soal luas permukaan dan volume limas, menuliskan satuan luas dan volum limas (3) Siswa bekerja keras untuk menemukan konsep (bagian,

sifat, luas permukaan, dan volume limas) dalam kegiatan pada LKS dan menyelesaikan soal tentang luas permukaan dan volume limas.

(4) Siswa percaya diri saat bertanya, menyampaikan pendapat dan mempresentasikan hsil pekerjaan di depan umum. c) Compassion

(1) Siswa memiliki rasa kepedulian terhadap teman baik dalam tim maupun teman sekelas.

(2) Siswa dapat membangun kerja sama yang baik dalam tim atau kelompok.

Pada tahap ini, peneliti menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dengan teori Van Hiele pada pembelajaran matematika. Proses tersebut diurakan sebagai berikut.

a) Konteks

Konteks pada pertemuan ke II, siswa diajak untuk mengawali proses pembelajaran dengan menghubungkan


(77)

materi yang mereka pelajari dengan pengalaman kehidupan sehari-hari.

b) Pengalaman

Peneliti mengajak siswa untuk menggali pengetahuan mengenai materi yang sedang dipelajari melalui media pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan dalam kelompok. Media yang disiapkan berupa alat peraga, power point dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

c) Refleksi

Pada akhir jam pembelajaran, peneliti mengajak siswa untuk merefleksikan pengalaman belajar bersama. Untuk memfasilitasi proses refleksi, peneliti memberikan lembar refleksi untuk diisi oleh siswa. Pertanyaan refleksi dipaparkan melalui viewer, pertanyaan ini untuk memudahkan siswa dalam menuliskan refleksi.

d) Aksi

Aksi merupakan wujud nyata dari proses pembelajaran. Pada pertemuan ke II siswa diminta untuk membuat bangun ruang sisi datar limas oleh peneliti.


(78)

e) Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengukur perkembangan competence siswa dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa dan tes tertulis yang dilakukan pada pertemuan terakhir atau pertemuan ke III.

2) Observasi

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan proses tindakan. Peneliti meminta bantuan kepada observer untuk mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran di kelas dengan penerapan PPR.

3) Refleksi

Refleksi dilakukan untuk menganalisis segala kekurangan dan juga menganalisis keberhasilan selama pembelajaran berlangsung. Refleksi juga dilakukan untuk melihat apakah indikator keberhasilan yang direncanakan telah tercapai.

c. Pertemuan ke III

Pada pertemuan ini, peneliti melakukan tes hasil belajar siswa berupa tes tertulis, tes ini bermaksud untuk menilai competence siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dilakukan untuk penelitian sebagai berikut: 1. Observasi Pra Penelitian


(1)

(2)

(3)

Lampiran 29


(4)

(5)

Lampiran 30


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Buku Sekolah Elektronik (BSE) SMP pada Materi Geometri Berdasarkan Teori van Hiele

0 16 15

“Analisis Level Pertanyaan Geometri Berdasarkan Tingkatan van Hiele pada Buku Teks Matematika SMP Kelas VII”

0 21 17

pengaruh model pembelajaran webbed terhadap keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDIT Al-Mubarak Jakarta pusat tahun ajaran 2014/2015

4 24 258

Implementasi pembelajaran aqidah akhlak pada siswa kelas VIII di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 27 0

Proses Berpikir Kritis Siswa pada Level Deduksi Informal van Hiele

1 1 9

Identifikasi miskonsepsi dalam pembelajaran IPA ruang lingkup materi dan sifatnya di SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII tahun ajaran 2014-2015

1 5 9

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 12

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 29

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 21

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 48