b. Mendapat gambaran mengenai profil perilaku pengobatan mandiri yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan menggunakan obat tradisional
untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
9
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengobatan Mandiri
Pengobatan mandiri sering juga disebut dengan swamedikasi self medication. Definisi pengobatan mandiri menurut World Health Organization
WHO tahun 1998 adalah pemilihan dan penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional maupun obat oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang
dapat dikenali sendiri, bahkan untuk penyakit kronis tertentu yang telah didiagnosis tegak oleh dokter sebelumnya. Menurut The International Pharmaceutical
Federation FIP dan The World Self-Medication Industry WSMI 1998, pengobatan mandiri merupakan penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh
masyarakat atas inisiatif mereka sendiri. Peran pengobatan mandiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan
efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta
meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan WHO, 1988. Di dalam konteks pengobatan mandiri, maka tanggung jawab
pengenalan gejala atau penyakit dan pemilihan serta penggunaan obatnya ada pada individu pelaku.
Menurut Djunarko dan Hendrawati 2011, beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pengobatan mandiri, yaitu pelayanan
kesehatan yang mahal dan tidak terjangkau, sehingga membuat masyarakat mencari
pengobatan yang lebih murah untuk penyakit yang relatif ringan, kemudian berkembangnya kesadaran akan arti penting kesehatan dengan melakukan
pengobatan mandiri bagi masyarakat. Selain itu, adanya promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar dari pihak produsen baik melalui media cetak
maupun elektronik, bahkan sampai beredar ke pelosok-pelosok desa. Tersebarnya distribusi obat melalui puskesmas dan warung obat desa yang berperan dalam
peningkatan pengenalan dan penggunaan obat, terutama obat tanpa resep OTR dan kampanye pengobatan mandiri yang rasional di masyarakat juga dapat
mempengaruhi pengobatan mandiri. Semakin banyak obat OTR OWA, obat bebas terbatas, dan obat bebas yang akan memperkaya pilihan obat untuk pengobatan
mandiri. Respons seseorang apabila sakit melakukan tindakan mengobati sendiri
self medication dengan alasan fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, takut dengan dokter, takut pergi ke rumah sakit dan biayanya mahal.
Masyarakat sudah percaya kepada diri sendiri dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu dengan melakukan pengobatan mandiri sudah dapat
menyembuhkan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan Notoatmodjo, 2010.
B. Obat Tradisional
Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia untuk tujuan pengobatan maupun perawatan kesehatan.
Jika ada anggota keluarga atau masyarakat yang sedang menderita suatu penyakit,
sebagian masyarakat berinisiatif untuk memanfaatkan tanaman obat yang terdapat di sekitar lingkungannya untuk mereka gunakan dalam pengobatan. Pemanfaatan
tanaman berkhasiat obat di masyarakat terus berkembang dan diwariskan ke generasi selanjutnya. Perkembangan obat tradisional ini dimulai dari ramu-ramuan
tradisional yang berkembang di tengah masyarakat, kemudian berkembang menjadi suatu ramuan yang diyakini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh manusia Wasito,
2011. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari bagian tanaman atau
berbahan alami. Tanaman obat yang paling banyak dijumpai di desa Dieng adalah Purwoceng. Purwoceng merupakan tanaman herba komersial yang akarnya
dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi, diuretik melancarkan saluran air seni dan tonik mampu
meningkatkan stamina tubuh. Langkanya budidaya purwoceng di tingkat petani karena adanya pencurian yang terkait dengan mahalnya komoditas tersebut.
Kendala lain adalah mahalnya harga bibit yang dapat mencapai Rp 4.000-Rp 10.000 per batang, bahkan harga benih dapat mencapai jutaan rupiah setiap ons Darwati
dan Roostika, 2006. Dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab I Pasal
1 ayat 9 disebutkan bahwa: “obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian galenik, campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
dipergunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
”.