Pengetahuan responden tentang obat tradisional
tingkat pembuktian khasiat, obat tradisional di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamu, obat herbal terstandar OHT dan fitofarmaka.
Gambar 7. Pengenalan responden tentang jenis-jenis obat tradisional, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, n=31
Berdasarkan pertanyaan, “Apakah Anda mengenal jenis-jenis obat
tradisional, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka? ”, didapatkan
hasil penelitian Gambar 7 yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengenal jamu dibandingkan dengan OHT dan fitofarmaka.
Sebagian besar responden juga tidak mengenal OHT dan fitofarmaka. Hal ini menunjukkan jamu lebih banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam menjaga kesehatan dan mengobati penyakit yang diderita daripada OHT dan fitofarmaka. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-
puluh bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu dan telah membuktikan
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Mengenal Tidak
mengenal Mengenal
Tidak mengenal
Mengenal Tidak
mengenal Jamu
Obat Herbal Terstandar OHT
Fitofarmaka 97
3 19
81
3 97
keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan pengobatan atau menjaga kesehatan Wasito, 2011.
Selain itu, hasil penelitian di atas Gambar 7 didukung juga dengan pengertian obat tradisional yang paling banyak diketahui oleh responden.
Sebagian besar responden mengatakan bahwa obat tradisional seperti jamu, sehingga hal tersebut dapat berhubungan langsung dengan jenis obat tradisional
yang paling banyak dikenal oleh responden, yaitu jamu. Jamu yang beredar di masyarakat bermacam-macam, antara lain jamu
buatan sendiri, jamu yang berasal dari pembuat jamu herbalist atau jamu gendong dan jamu buatan industri Handayani, 2002. Jamu gendong
merupakan salah satu obat tradisional dalam bentuk cairan yang sangat digemari masyarakat dan sangat populer. Sama halnya di Desa Dieng, kunyit
asam dan beras kencur merupakan jamu gendong yang banyak dikonsumsi, khususnya untuk perempuan.
Tolak Angin® merupakan obat herbal terstandar yang juga banyak digunakan oleh masyarakat Desa Dieng berkhasiat untuk menghilangkan gejala
masuk angin. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak mengenal OHT. Hal ini kemungkinan terkait dengan responden yang tidak
memperhatikan dan tidak mengetahui jika Tolak Angin® merupakan OHT. Begitu juga halnya dengan fitofarmaka, kemungkinan responden memang tidak
mengetahui jenis obat tradisional tersebut. Menurut Pramono 2012, produk yang telah terdaftar pada BPOM lebih dari 13.000 jamu, sekitar 38 OHT dan 6
fitofarmaka, sehingga hal ini dapat menjadi dasar bahwa jamu lebih dikenal dibandingkan OHT dan fitofarmaka.
d. Pengenalan responden mengenai lambang atau logo pada jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengenalan responden
terhadap lambang atau logo jenis-jenis obat tradisional dapat digambarkan pada grafik sebagai berikut:
Gambar 8. Pengenalan responden mengenai lambang atau logo pada jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka, n=31
Berdasarkan hasil penelitian Gambar 8 menunjukkan bahwa pengenalan responden terhadap lambang atau logo, baik jamu, OHT dan
fitofarmaka tergolong rendah. Bahkan, logo pada fitofarmaka tidak ada yang mengenal dan logo pada OHT yang mengenal hanya 3. Hal ini kemungkinan
dikarenakan responden tidak mengetahui istilah fitofarmaka dan OHT,
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Mengenal Tidak
mengenal Mengenal
Tidak mengenal
Mengenal Tidak
mengenal Lambang Jamu
Lambang Obat Herbal Terstandar OHT
Lambang Fitofarmaka 39
61 3
97 100
sedangkan persentase yang menyatakan mengenal logo jamu jauh lebih tinggi karena memang istilah jamu lebih dikenal. Dari Gambar 7 menunjukkan bahwa
responden yang menyatakan mengenal jenis obat tradisional berupa jamu lebih tinggi yaitu sebanyak 97 dibandingkan dengan OHT dan fitofarmaka,
sehingga sangat wajar apabila responden lebih mengenal logo pada jamu. Hasil penelitian juga menunjukkan semua responden tidak mengenal logo pada
fitofarmaka. Hal ini kemungkinan dikarenakan responden yang tidak mengenal istilah fitofarmaka. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada
Gambar 7, responden yang mengenal istilah fitofarmaka hanya sedikit yaitu 3, sehingga ada kemungkinan lain responden tersebut tidak memperhatikan
logo pada kemasan. Namun demikian, bukan berarti bahwa pernyataan mengenai apakah
responden mengenal logo jamu adalah benar bahwa hal tersebut adalah logo jamu yang dimaksud berdasarkan Keputusan BPOM RI nomor
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Berdasarkan hasil
wawancara, dapat diidentifikasikan bahwa pengenalan terhadap logo jamu adalah logo perusahaan pada kemasan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
wawancara sebagai berikut: “Lambangnya yang saya kenal yang air mancur dan sidomuncul, yang
ada cangkir dan tumbukannya ” S.
“Saya tahunya jamu. Kalau yang jamu sawanan itu lambangnya ibu lagi menyusui anak” F.
“Gambar orang Nyonya Meneer, Jamu Jago gambar jago, Jamu Caspleng gambar binaraga, gambar anak kecil itu jamu sariawan”
HGT.
“Jamu lambangnya ada daunnya, daunnya ada tumbukannya” U. Responden mengenal logo perusahaan yang terdapat pada kemasan, yaitu Air
Mancur, Sidomuncul, Nyonya Menner dan Jamu Jago Gambar terlampir. Hasil kutipan wawancara responden lainnya mengungkapkan logo jamu seperti
gambar daun. Gambar daun yang dimaksud oleh responden lebih mengarah kepada gambar kemasan, bukan berdasarkan logo berdasarkan Keputusan
BPOM RI dan logo perusahaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengenalan logo dari ketiga jenis obat tradisional yang dinyatakan responden adalah lebih ke
logo perusahaan obat tradisional pada kemasan. Hal ini mengindikasikan bahwa sosialisasi logo ketiga jenis obat tradisiobal masih sangat diperlukan.
Secara umum, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pangastuti 2014 pada masyarakat Desa
Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah yang mengungkapkan bahwa logo OHT dan fitofarmaka tidak dikenal oleh
masyarakat. Namun, pada penelitian Pangastuti 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui dengan baik logo pada kemasan jamu
dengan perbedaan karakteritik masyarakat yaitu sebagian besar masyarakat bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga IRT dan pendidikan terakhir adalah SD.
e. Pendapat responden mengenai apakah obat tradisional dapat menimbulkan
efek samping
Berdasarkan pertanyaan “Menurut Anda, apakah obat tradisional
dapat menimbulkan efek samping?”, diketahui sebagian besar responden
menganggap obat tradisional tidak menimbulkan efek samping. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di
kalangan mahasiswa oleh Cristiana 2014. Dari segi efek samping memang diakui bahwa tanaman obat atau obat
tradisional memiliki efek samping relatif kecil dibandingkan obat, tetapi perlu diperhatikan bila ditinjau dari kepastian bahan aktif dan konsistensinya yang
belum dijamin terutama untuk penggunaan secara rutin. Bila dikatakan obat
alam atau obat tradisional itu tidak memiliki efek samping, sekecil apapun efek samping tersebut tetap ada. Namun, hal itu bisa diminimalkan jika diperoleh
informasi yang cukup yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah
informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri Katno dan Pramono, 2008;
Sari, 2006 .
Winata 2003 juga menegaskan bahwa sangat keliru bila menganggap obat tradisional tidak memiliki efek samping karena
Dapat menimbulkan
efek samping 13
Tidak menimbulkan
efek samping 84
Tidak tahu 3
Gambar 9. Pendapat responden mengenai apakah obat tradisional dapat menimbulkan efek samping, n=31
bagaimanapun tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional mengandung zat aktif yang dapat menimbulkan reaksi saat berinteraksi dengan tubuh.
f. Pengetahuan responden mengenai contoh, manfaat dan cara penggunaan
obat tradisional Pengetahuan tentang obat tradisional atau tanaman berkhasiat obat
dapat berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian Tabel V menunjukkan obat tradisional yang diketahui dan pernah digunakan oleh responden untuk pengobatan mandiri
beserta manfaat dan cara penggunaannya, baik jamu gendong, obat tradisional buatan pabrik maupun obat tradisional buatan sendiri yang dapat membantu
mengatasi gejala atau keluhan sakit yang dialami. Diperlukan pengetahuan yang cukup untuk memilih obat tradisional
mana yang sesuai dengan penyakit yang diderita dan jangan sampai obat tradisional yang digunakan tidak sesuai untuk mengatasi gejala atau keluhan
sakit yang dialami. Cara menggunakan obat tradisional berbeda-beda tergantung kenyamanan masing-masing responden dan bentuk sediaan yang
tersedia. Ada responden yang menggunakannya dengan cara diseduh atau direbus dengan air bersih, dicampur dengan minuman atau makanan atau
langsung diminum.
Tabel V. Daftar obat tradisional yang diketahui oleh responden untuk digunakan dalam pengobatan mandiri
No. Nama obat
tradisional Manfaat
Cara penggunaan
1. Purwoceng
Untuk badan pegal-pegal dan menghangatkan badan
Direbus 1 batang untuk 2 gelas. Direbus menggunakan kuali tanah
supaya kandungannya tidak hilang. Menyehatkan dan
meringankan badan bila lelah
Ditepung daun purwoceng, jika direbus diberi gula, 1 gelas, seperti membuat
teh. Untuk stamina
Ada yang direbus dengan akar dan daun, ada yang dibubuk dan dicampur dengan
madu. 2.
Tolak Angin®
Masuk angin Langsung diminum dan dapat dicampur
dengan teh. 3.
Kunyit asam kunir
asam Mencegah keputihan dan
menghilangkan bau badan. Direbus kunyit yang sudah diparut,
diberi gula jawa dan asam jawa, 1 gelas diminum sesudah makan.
Digunakan saat menstruasi.
Membersihkan daerah kewanitaan.
4. Beras kencur Melegakan perut kalau
kembung dan menyegarkan tubuh.
Jamu gendong atau penjual jamu keliling langsung diminum.
Menambah nafsu makan. 5.
Jamu sawanan
Menghangatkan badan melancarkan air susu ibu
ASI Diseduh dan langsung diminum.
6. Jahe
Menghangatkan badan Direbus jahe 14 kilo, diberi gula aren
dengan 3 gelas air. 7.
Kunyit dan kencur
Mencegah penyakit dan menambah stamina tubuh
Dicuci dan direbus dengan gula jawa dan madu.
8. Jamu
Brotowali Menambah nafsu makan
dan mengurangi gatal. Direbus
brotowali mentah
dan diminum.
Membersihkan darah. 9.
Obat Pegal Linu Air
Mancur Untuk sariawan, lelah dan
pegal linu Diseduh untuk 1 gelas.
10. Godong Ijo
Pegal linu dan kelelahan 2 kapsul sehari
11. Temulawak
dan temuireng
Menebalkan usus dan meredakan asam lambung
Diparut, diperas dan diminum. 12.
Jamu Godog Tradisional
Cap Ontorejo
Mengobati asam urat Direbus dan diminum.
Purwoceng merupakan salah satu tumbuhan obat yang paling populer di Desa Dieng karena habitat endemiknya di desa tersebut, sehingga tidak dapat
dipungkiri jika obat tradisional yang diketahui oleh responden adalah
purwoceng. Purwoceng banyak diminati masyarakat Desa Dieng karena berpotensi sebagai peningkat vitalitas tubuh. Kandungan vitamin E dalam
purwoceng sebagai bahan kosmetika untuk peremajaan sel-sel tubuh dan memperbaiki kesuburan wanita Abdiyani, 2008. Dalam hal ini, baik laki-laki
atau perempuan boleh mengonsumsi purwoceng, namun penggunaannya tetap perlu diperhatikan.
Tolak Angin® merupakan salah satu obat tradisional yang paling banyak digunakan dan digemari oleh masyarakat Desa Dieng. Hal ini
dikarenakan Desa Dieng merupakan desa di dataran tinggi dengan suhu udara yang sangat dingin sehingga sebagian besar masyarakat Desa Dieng
mengomsumsi Tolak Angin®. Tolak Angin sebagai obat herbal terstandar dan diproduksi di pabrik berstandar GMP Good Manufacturing Process
berkhasiat untuk menghilangkan gejala masuk angin, seperti: mual, perut kembung, sakit kepala, tenggorokan kering, badan meriang, dan demam. Tolak
Angin terbuat dari bahan-bahan alami berkhasiat antara lain: madu, jahe, daun mint, cengkeh dan buah adas. Tolak Angin® tersebut banyak dijual ditemukan
di warung atau toko dengan harga yang cukup murah. Jamu menjadi pilihan bagi masyarakat karena faktor kebiasaan minum
jamu untuk pengobatan dan menjaga kesehatan dengan harga terjangkau. Keterjangkauan inilah yang menjadi pertimbangan masyarakat memanfaatkan
jamu Tilaar dkk., 2014. Dalam penelitian ini, jamu beras kencur dan kunyit asam banyak diketahui oleh responden. Penggunaan kunyit asam kunir asam
digunakan, khususnya ibu rumah tangga untuk mencegah keputihan,
melancarkan menstruasi dan menghilangkan bau badan. Kunyit asam yang terbuat dari kunyit, gula jawa dan asam jawa ini merupakan jenis jamu gendong
atau jamu yang banyak dijual di pasaran, termasuk beras kencur. Menurut Sastroamidjojo 2001, kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri
saat menstruasi dan sudah turun-temurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunyit asam yang sangat baik dikonsumsi saat menstruasi.
Jamu beras kencur sudah sangat populer sebagai minuman penyegar dan memiliki banyak manfaat, seperti radang lambung, influenza pada bayi,
masuk angin, sakit kepala, batuk, menghilangkan darah kotor, diare, memperlancar menstruasi, mata kelelahan, keseleo dan kelelahan Nurmalina
dan Valley, 2012, sehingga tidak heran banyak masyarakat Desa Dieng yang mengonsumsinya untuk menjaga kesehatan. Namun, diharapkan masyarakat
lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Katno dan Pramono 2008 tentang tingkat manfaat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional
mengungkapkan bahwa kencur Kaempferia galanga memang bermanfaat untuk menekan batuk, tetapi berdampak meningkatkan tekanan darah,
sehingga bagi penderita hipertensi sebaiknya tidak dianjurkan minum jamu beras kencur. Sama halnya pada brotowali Tinospora sp. yang dapat
mengganggu kehamilan dan menghambat pertumbuhan plasenta. Oleh karena itu, perlu pengetahuan yang cukup untuk memilih obat tradisional yang sesuai
dengan penyakit yang diderita dan kontraindikasi dari obat tradisional.