BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia SDM suatu negara dapat dicerminkan dengan keadaan status gizi anak balitanya, dimana anak balita merupakan generasi penerus
bangsa. Suatu negara jika status gizi anak balitanya baik maka kualitas SDM akan baik, sebaliknya jika status gizinya jelek maka kualitas SDM akan menurun. Di suatu
kelompok masyarakat, anak balita merupakan kelompok yang paling rawan terhadap terjadinya kekurangan gizi. Secara biologis, anak dengan usia yang masih muda
memiliki pertahanan tubuh dan sistem pencernaan yang masih belum teratur. Hal tersebut membuat balita berpeluang lebih besar terhadap resiko penyakit dan masalah
gizi. Selain itu, dalam hal memperoleh makanan, anak sangat bergantung pada orang tuanya.
Pola makan atau kebiasaan makan yang keliru menempatkan balita dalam posisi rentan masalah gizi. Selama masa balita pula, kebanyakan anak hanya mau
makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu. Oleh karena itu adanya masalah makanan tersebut jika tidak diperhatikan oleh orang tua akan mempengaruhi
pemenuhan gizi dan status gizi anak Arisman, 2004. Soekirman 2006, mengemukakan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi
merupakan syarat penting bagi ibu agar dapat menerapkan pola makan dengan gizi seimbang pada anaknya. Pengetahuan ibu yang minim mengenai gizi dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kesalahan dalam memilih bahan makanan dan cara pemberian makan pada anak meskipun bahan makanan sudah tersedia.
Menurut Green dalam Notoatmodjo 2007, pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi prilaku. Jika ibu
memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi balita, diharapkan ibu juga akan mempunyai prilaku yang baik pula dalam memberikan asupan gizi pada balitanya.
UNICEF 1998, menyatakan pengetahuan merupakan salah satu penyebab tidak langsung status gizi anak. Pengetahuan yang kurang tentang pemberian makan dapat
memengaruhi status gizi anak. Penelitian Khotimah, dkk 2012, di Palembang menyatakan sebanyak 93,3
ibu yang memiliki pengetahuan baik, memiliki anak dengan status gizi yang baik pula. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Widayani 2001 di Bogor yang
menyatakan penyebab peregeseran gizi balita menjadi lebih buruk karena rendahnya pengetahuan ibu balita mengenai gizi.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan 2011, diketahui bahwa terdapat 3.223 2,74 balita yang menderita gizi kurang dan 138 0,12 menderita
gizi buruk dari 117.727 balita yang ditimbang pada tahun 2010. Puskesmas Medan Belawan menduduki urutan nomor empat dengan status gizi kurang terbanyak yang
berjumlah 196 3,10 setelah Medan Labuhan, Medan Helvetia dan Medan Tuntungan. Sementara berdasarkan hasil survei awal Puskesmas Medan Belawan
tahun 2012 memiliki 150 balita gizi kurang. Dibandingkan tahun 2010, persentasi
Universitas Sumatera Utara
balita gizi kurang tidak mengalami penurunan. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah balita yang memiliki status gizi kurang cukup tinggi.
Terjadinya kasus anak gizi buruk dan gizi kurang disebabkan masalah ekonomi yang menjadi faktor penyebab utama bagian besar masyarakat di Kecamatan
Medan Belawan, khususnya masyarakat miskin yang tidak mampu mengakses kebutuhan pangan yang layak, sehat dan aman untuk konsumsi keluarganya. Surya
2009, mengatakan bahwa sekitar 90 kepala keluarga KK nelayan masih hidup dalam kemiskinan. Masyarakat nelayan yang masih hidup dalam kemiskinan
memungkinkan keluarganya tidak sejahtera dan balitanya mempunyai status gizi yang rendah. Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan
kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari
keluarga untuk tumbuh dan berkembang serta rendahnya derajat kesehatan ibu. Survei awal yang dilakukan diketahui bahwa ketimpangan yang terjadi di
masyarakat nelayan adalah soal respon masyarakat terhadap gizi makanan, dimana menurut sebagian besar ibu balita bahwa makanan yang mengandung gizi hanya ada
pada makanan dan minuman yang mahal seperti: daging, ayam, dan susu yang hanya dapat dikonsumsi oleh orang-orang kaya, yang bagi kebanyakan masyarakat makanan
tersebut tidak sanggup mereka beli. Sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi telur dan tempe dengan berbagai jenis olahan seperti sambel tempe,
sambel telur, telur semur, sup sayuran. Padahal bila dilihat dari lokasinya, Belawan
Universitas Sumatera Utara
merupakan daerah yang terletak di dekat laut dan mayoritas penduduknya nelayan. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa penyebab gizi kurang di Kecamatan
Medan Belawan tidak semata-mata disebabkan oleh keterbatasan akses masyarakat terhadap produk pangan yang berkualitas sebagai akibat dari kemiskinan, namun
rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap gizi juga dapat menjadi salah satu faktor penyebanya.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan status gizi balita di Kecamatan Medan Belawan adalah dengan melakukan program pemberian makanan tambahan
PMT. Walaupun program PMT sudah diterapkan dalam waktu yang lama, namun masalah gizi tetap terjadi di Kecamatan Medan Belawan. Sehingga promosi
kesehatan merupakan salah satu metode lain yang dapat digunakan dalam meningkatkan status gizi balita.
Kegiatan promosi terhadap masyarakat tentang gizi harus mendapat perhatian serius. Promosi masalah pengelolaan gizi harus dilakukan secara intensif, sehingga
informasi tentang bahan makanan bergizi, pengolahan yang tepat, pola konsumsi yang baik serta hal-hal yang berkaitan dengan penanggulangan gizi buruk bisa
diperoleh dengan mudah oleh masyarakat, tersebar secara luas dan dilakukan secara terus-menerus.
Rencana Strategi Departemen Kesehatan RI 2010-2014 menggariskan bahwa tujuan promosi kesehatan adalah memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat
agar mau menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan
Universitas Sumatera Utara
yang bersumber masyarakat. Kegiatan pokoknya adalah dengan pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi KIE,
mencakup mengembangkan media promosi kesehatan. Oleh sebab itu, para ibu yang tinggal di Kecamatan Medan Belawan perlu diberikan informasi, supaya mereka
dapat memelihara kesehatan dan gizi balita. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan bimbingan penyusunan menu balita dengan metode ceramah dan
metode permainan. Metode ceramah dan metode permainan dapat dipakai pada sasaran dengan tingkat pendidikan rendah maupun tinggi, pada waktu bimbingan
dilakukan sasaran bisa berpartisipasi secara aktif dan memberikan umpan balik terhadap materi yang diberikan.
Rahmawati 2006; Tursini 2010; dan Anjelisa 2010 dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan
ibu tentang gizi dan berpengaruh terhadap perubahan status gizi balita setelah dilakukan penyuluhan. Sementara Fiona 2006 dalam penelitiannya melaporkan
bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan pemahaman dalam memilih makanan yang sehat dan bergizi. Penelitian Demianus 2006, menunjukkan konseling yang
dilakukan dua minggu sekali selama 3 tiga bulan meningkatkan pengetahuan gizi ibu pada konseling individu yaitu dari 37,4 menjadi 42,9 dan pada konseling
kelompok 38 menjadi 40,6. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: pengaruh bimbingan penyusunan menu balita dengan
Universitas Sumatera Utara
metode ceramah dan permainan terhadap pengetahuan ibu di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014.
1.2. Permasalahan